Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanda Oktaviani
"Kebijakan rumah susun dianggap sebagai langkah efektif dalam mengatasi permasalahan perumahan di DKI Jakarta. Namun dalam pelaksanaannya terdapat masalah, antara lain bagaimana membuat warga untuk bersedia pindah dan menetap di rusun. Alasan penting warga bersedia pindah dan menetap di rusun adalah tercapainya perbaikan kehidupan, salah satunya mereka mampu melakukan mobilitas sosial. Proses mobilitas sosial tidak terlepas dari peran pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat. Ketiga aktor ini dibahas dalam konsep kelekatan kelembagaan.
Penelitian ini menjelaskan hubungan antara kelekatan kelembagaan dan mobilitas sosial vertikal penghuni bersubsidi di Rusunawa Marunda. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.
Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kelekatan kelembagaan dan mobilitas sosial vertikal. Artinya, semakin kuat tingkat kelekatan kelembagaan, semakin besar peluang mobilitas sosial vertikal atas dan sebaliknya. Namun, penghuni rusun Marunda bersubsidi mayoritas belum berhasil melakukan mobilitas sosial vertikal. Kelekatan kelembagaan yang ada masih belum kuat, di mana hanya pemerintah yang lebih berperan dibandingkan dengan penghuni dan pelaku bisnis.

Vertical housing policy reputed as an effective ways to solve the housing problems in DKI Jakarta. But, there are few problems in the implementation, such as how o make occupants want to be replaced and stayed in vertical housing. The important reason why occupants want to be replaced and stayed in vertical housing is to reach their life improvement. One of the important reason is they able to do social mobility. The role of government, business agent and society influence the process of social mobility. Their roles discussed in institutional embededdness concept.
This research explain the relationship between institutional embededdness and vertical social mobility among Marunda vertical housing?s subsidized occupant. This reasearch using quantitative approach.
The result show that there is a positive relation between institutional embededdness and vertical social mobility. That means, stronger institutional embededdness, bigger opportunity of climbing social mobility and vice versa. Unfortunatey, majority of Marunda vertical housing's subsidized occupant not successful yet to do the climbing social mobility. Institutional embededdness not really strong, only government who takes more roler that occupant and business agent.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S59678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Dewi Astarini
"Skripsi ini merupakan hasil penelitian kuantitatif dengan melakukan purposive sampling pada 109 responden yang merupakankaryawan, baik laki-laki atau perempuan di beberapa perusahaan yang prestisius. Karyawan-karyawan tersebut dipilih dengan kriteria yakni telah bekerja selama 1-5 tahun dan minimal pendidikan S1. Penelitian ini menggambarkan bagaimana pengaruh jaringan sosial terhadap mobilitas sosial individu. Dari hasil temuan, sebanyak 72.5% individu yang menggunakan usaha sendiri dalam mendapatkan pekerjaannya saat ini. Sedangkan, hanya 27.6% yang mempunyai kecenderungan menggunakan jaringan sosialnya untuk mendapatkan pekerjaannya saat ini. Jika melihat pada usaha sendiri, individu menggunakan media sosial sebagai sumber utama dalam mencari informasi lowongan pekerjaan. Juga kecenderungan yang muncul adalah tingginya self- actualization dan need of achievement dari individu untuk saling berkompetisi. Jika dibandingkan, mobilitas sosial individu yang menggunakan usaha sendiri dengan bantuan pihak lain, ternyata mobilitas sosial dengan usaha sendiri lebih tinggi. Pemilihan perusahaan yang prestisius membuat peningkatan status, mobilitas sosial yang berpengaruh pada life chances dan gaya hidup, dan kebanggan pribadi. Arus modernisasi membuat peran perempuan semakin terbuka dan penggunaan teknologi internet yang semakin tinggi dalam mencari pekerjaan.

This bachelor thesis is a quantitative research using purposive sampling to 109 employees in some of prestigious companies who have 1-5 years working experience. This research describes the impact of social networks towards individual social mobility. From the result, the tendency of using self- effort is higher (72.5%) than whom use the social networks in order to apply in employment. Only 27.6% respondents use their social networks in order to get in employment. Take a look from the self-effort, most of respondents use social media as the source of vacancy information. The rising tendency of self-actualization and need of achievement from person is the reason why using self-effort in order to get an occupation. Comparing social mobility using social networks and self-effort, self-effort has higher percentage than social networks. The choice of prestigious company is one way to achieve higher status, upward social mobility (takes effect on better life chances, better lifestyle) and self- pride. The modernization makes tendency of women to be more open and the using of internet is quite high in order to get employment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pattinasarany, Indera Ratna Irawati
"ABSTRAK
Tujuan disertasi untuk melakukan kategorisasi kelas sosial dan analisis mobilitas sosial. Kategorisasi kelas menggunakan model socio-economic index dari Duncan dan class categories dari Goldthorpe. Mobilitas sosial dianalisis dengan mobilitas absolut, relatif, dan faktor-faktor yang berpengaruh pada mobilitas naik. Konsep yang digunakan adalah kelas, kategorisasi kelas, dan mobilitas sosial. Metode penelitian berupa data sekunder IFLS dan wawancara mendalam. Temuan mobilitas absolut berupa kecenderungan kesamaan kelas responden dengan orang tua. Mobilitas kelas teratas dan terendah sangat terbatas, sedangkan pada empat kelas lainnya terjadi peluang mobilitas naik. Hasil mobilitas relatif menunjukkan rendahnya kecairan sosial. Faktor jender, usia dan pendidikan berpengaruh pada mobilitas naik.

ABSTRACT
The dissertation purposes are to construct categorization of social class and analysis of social mobility. Class categorization uses Duncan?s socio-economic index and Goldthorpe?s class categories models. Social mobility is analyzed by absolute- and relative mobility, and factors affecting upward mobility. Concepts of class, class categorization, and social mobility are utilized in the study. Research methods used are secondary data of IFLS and in-depth interview. The findings include a tendency for social class similarity between respondents and parents, a limited chance of mobility among the highest and lowest classes, and an upward mobility in other classes. The data also indicates low level of social fluidity. Gender, age and education are factors that affect upward mobility.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1354
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mery Yalestri Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada proses mobilitas sosial vertikal intragenerasi penduduk migran di Kramat Jati, Jakarta Timur. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat aspek-aspek yang menentukan dalam proses mobilitas sosial vertikal intra generasi yang dialami pendatang, yaitu pekerjaan, pendidikan, keahlian, modal sosial, dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya, mobilitas sosial vertikal intra-generasi dialami oleh para pendatang. Peneliti berpendapat bahwa dalam proses mobilitas sosial intra generasi pendatang tidak hanya terdapat aspek-aspek tersebut, tetapi juga aspek tambahan yaitu teknologi dan modal material. Kedua aspek tersebut terjadi karena perkembangan zaman telah melahirkan berbagai jenis pekerjaan baru dan modal baru sehingga membuka lapangan kerja baru. Mobilitas sosial vertikal antargenerasi meningkat, tetap, atau menurun pada migran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses mobilitas sosial vertikal intra generasi yang dialami pendatang berbeda. Dalam proses ini terdapat aspek pendefinisian yaitu pekerjaan, pendidikan, keahlian, modal sosial, kebijakan pemerintah, teknologi, modal material, semangat dan ketekunan dalam bekerja, keberanian mengambil resiko, kreativitas, disiplin, serta kinerja, prestasi dan masa kerja. . Mobilitas sosial vertikal antargenerasi meningkat, tetap, dan jatuh pada para migran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu wawancara mendalam dan observasi. Informan utama dalam penelitian ini adalah pendatang, sedangkan informan pendukung adalah petugas lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Kramat Jati.

ABSTRACT
This research focuses on the vertical social mobility process of intrageneration of migrant populations in Kramat Jati, East Jakarta. Previous research states that there are defining aspects in the intra-generational vertical social mobility process experienced by migrants, namely employment, education, expertise, social capital, and government policies. Furthermore, intra-generational vertical social mobility is experienced by migrants. Researchers argue that in the process of intra-generation social mobility of migrants, there are not only these aspects, but also additional aspects, namely technology and material capital. These two aspects occur because the times have given birth to various types of new jobs and new capital, thus opening up new jobs. Vertical social mobility between generations increases, remains, or decreases in migrants. The results showed that the intra-generational vertical social mobility process experienced by newcomers was different. In this process, there are defining aspects, namely work, education, expertise, social capital, government policies, technology, material capital, enthusiasm and persistence in work, courage to take risks, creativity, discipline, as well as performance, achievement and tenure. . Vertical social mobility between generations increases, remains, and falls on the migrants. This study used a qualitative approach, namely in-depth interviews and observations. The main informants in this study were newcomers, while the supporting informants were environmental officers. This research was conducted in Kramat Jati."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Nurul Sa’idah
"Penelitian ini bertujuan menganalisis proses mobilitas sosial vertikal intragenerasi pada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam era digital di Taman Jajan BSD City, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan. Studi sebelumnya lebih berfokus pada peranan pendidikan, kesempatan, gender, dan kebijakan pemerintah sebagai aspek yang mendorong mobilitas sosial vertikal intragenerasi. Penelitian - penelitian tersebut belum banyak menelusuri peranan kemampuan literasi digital terhadap mobilitas vertikal. Maka, studi ini mengkaji kemampuan literasi digital pada pelaku UMKM. Peneliti berargumen bahwa kemampuan literasi digital berperan penting dalam terjadinya mobilitas sosial vertikal intragenerasi pada pelaku UMKM. Konsep yang digunakan adalah mobilitas vertikal intragenerasi dari Castellani, kategori kelas hasil pemikiran Goldthorpe, dan literasi digital dari Gilster. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap tujuh pelaku UMKM dan observasi di Taman Jajan BSD City, Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukan adanya kesenjangan kemampuan literasi digital antar pelaku UMKM. Pelaku UMKM yang menguasai literasi digital mengalami mobilitas vertikal intragenerasi naik, sedangkan yang tidak memiliki kemampuan digital menghadapi mobilitas intragenerasi turun. Di era digital, pelaku UMKM dituntut untuk beradaptasi dengan penguasaan literasi digital untuk keberlanjutan usaha. Tuntutan ini semakin diperkuat oleh pandemi Covid-19. Pelaku UMKM yang usianya lebih muda bisa lebih adaptif dengan digital.

This study aims to analyze the process of intragenerational vertical social mobility among Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in the digital era in Taman Snack BSD City, Serpong District, South Tangerang City. Previous studies have focused more on the role of education, opportunity, gender, and government policies as aspects that encourage intragenerational vertical social mobility. Those studies have not explored the role of digital literacy skills on vertical mobility. Therefore, this study examines the digital literacy skills of MSME actors. This research argue that digital literacy skills play an important role in the occurrence of intragenerational vertical social mobility in MSME actors. The concepts used are intragenerational vertical mobility from Castellani, class categories created by Goldthorpe, and digital literacy from Gilster. This research approach is qualitative with data collection in the form of in-depth interviews with seven MSME actors and observations in Taman Snack BSD City, South Tangerang. The results of the study show that there is a gap in digital literacy skills between MSME actors. MSME actors who master digital literacy experience increased intragenerational vertical mobility, while those who do not have digital capabilities face decreased intragenerational mobility. In the digital era, MSME actors are required to adapt to mastering digital literacy for business sustainability. This demand is further strengthened by the Covid-19 pandemic. Younger MSME actors can be more adaptive to digital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikhail Gorbachev Dom
"Rumah susun (pemukiman vertikal) adalah solusi untuk meningkatkan kualitas lingkungan bagi penghuni pemukiman kumuh, namun penelitian terdahulu mengindikasikan melemahnya interaksi sosial penghuni rumah susun. Penclitian lni dilaksanakan di rumah susun Cinta Kasih yang dikelola Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan metode survei pada bulan November-Desember 2010. terdapat 79 responden dan 16 informan. Dldapat hubungan semaldn tinggi lantai semakin sedikit jumlah kegiatan sosial yang diikuti oleh penghuni, terutama pada penghuni perempuan. Angka koefisien korelasi adalah 0,267 (seluruh penghuni) dan 0,335 (penghuni perempuan). Disimpulkan bahwa fisik bangunan rumah susun Cinta Kasih dengan 5 tingkat lantai tidak menghambat penghuni dalam membangun interaksi sosial.

Flats or can be called with vertical settlement is a solution to increase the environment quality for slum dwellers, however previous research shows that flats has caused the decrease of social interaction between occupants. This research was conducted at flat of Cinta Kasih that managed by Buddha Tzu Chi Indonesia foundation, in November until December 2010. In getting data, researcher was used survey methode, there were 79 repondents and 16 informants who are involved in it. Relations obtained that the higher floors the less amount of social activity which is followed by occupants, especially in female occupants. Correlation coefficient were 0.267 (for all occupants) and 0.335 (for female occupants). Concluded that the physical building of Cinta Kasih' flats with 5 levels of floor, does not hamper social interaction between occupants."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T31664
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine Then
"Kegiatan menyimpan benda dalam hunian sudah dilakukan sejak dahulu hingga saat ini, dan dalam melakukannya diperlukan kemampuan tersendiri agar hunian dapat dihuni dengan nyaman. Ketika penghuni berpindah ke hunian vertikal, penghuni akan menata ulang benda miliknya agar sesuai dengan bentuk hunian tersebut. Ada kemungkinan ketidakcocokan antara benda dengan ruangan sehingga penghuni perlu melakukan beberapa perubahan, baik pada rupa benda, atau pada kebiasaan keseharian penghuni, ataupun pada cara penghuni memanfaatkan suatu ruang. Tulisan ini membahas mengenai klasifikasi benda, cara dan lokasi penyimpanan benda, serta perubahan kebiasaan menyimpan benda hasil beradaptasi dalam hunian vertikal.

Human has been storing items in their house for a long time, and this activity involve human`s ability in arranging items so they can dwell in the house. When human moving to vertical housing, they will rearrange their item so it can fit to the new house. While arranging in the room, there are some possibilities the item will not fit to the room, so the dwellers need to do some changing, either in the item`s shape, dweller`s daily activity, or in the way they use spaces in the house. This paper talking about item classification, how to store item, location for storing, and the changing of human habit in storing items as a result from adapting in vertical housing."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonitah Puspita Halimah
"Hunian merupakan elemen sosial, budaya, dan ekonomi yang menunjang berlansungnya perkembangan sebuah kota atau kawasan. Secara langsung taraf hidup manusia berkembang seiring dengan terjaganya kondisi hunian dan perkembangan kota. Perkembangan kota yang terjadi juga beriringan dengan munculnya berbagai masalah. Salah satunya, akibat pertumbuhan penduduk diluar rencana maka kebutuhan akan rumah tinggal bertambah. Sedangkan lahan atau bumi ini tidak pernah bertambah luas dari sisi ukurannya. Maka lahan yang tadinya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa tempat tinggal semakin menipis. Jika lahan yang tersedia terbangun hanya untuk kebutuhan tempat tinggal akan banyak aspek lain yang tergusur untuk kebutuhan papan manusia, salah satunya ruang publik dan ruang terbuka hijau.
Dalam buku Revealing Architectural Design yang berjudul Framework, Methods, and Tools ( 2014 ) karya Philip D.Plowright, yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, yang menyebutkan bahwa “masalah yang dibicarakan sebenarnya tidak dapat di selesaikan tapi hanya dapat di negosiasikan, karena dalam ranah sosial masalah tidak pernah terpecahkan; mereka lebih cenderung melibatkan konflik yang ingin diselesaikan”
Maka dalam hal ini permasalahan yang datang seiring dengan perkembangan kota dan keterbatasan lahan akan hunian tempat tinggal, tidak sepenuhnya terselesaikan dengan adanya solusi baru. Dengan keterbatasan lahan, akan memunculkan ide membangun hunian vertikal untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa tempat tinggal. Berdasarkan kondisi perumahan dan luas kawasan eksisting yang dirancang dalam Masterplan baru Kawasan Pasar Baru milik PPAr Universitas Indonesia tahun 2020, dilakukan pengelompokan tipe hunian menjadi 3 tipe. Pada proyek kali ini hunian termasuk dalam kategori Co-housing yang terletak pada distrik 3 yang mana merupakan area sentral sekaligus pusat rekreasi kawasan Pasar Baru

Occupancy is a social, cultural, and economic element that supports the ongoing development of a city or region. Directly, the standard of human life develops along with the maintenance of housing conditions and the development of the city. The development of the city that occurs also goes hand in hand with the emergence of various problems. One of them, due to population growth outside the plan, the need for housing increases. While this land or earth has never increased in size in terms of size. So the land that was needed to meet basic human needs in the form of a place to live is getting thinner. If the available land is built only for housing needs, many other aspects will be displaced for the needs of human boards, one of which is public space and green open space.
In the Revealing Architectural Design book entitled Framework, Methods, and Tools (2014) by Philip D. Plowright, which has been translated into Indonesian, which states that "the problems being discussed cannot actually be solved but can only be negotiated, because in the realm of social problems are never solved; they are more likely to involve conflicts that they wish to resolve”
So in this case the problems that come along with the development of the city and the limited land for residential housing, are not fully resolved with the new solution. With limited land, will bring up the idea of ​​building a vertical residence to meet basic human needs in the form of a place to live. Based on housing conditions and the size of the existing area designed in the new Masterplan of the New Market Area belonging to PPAr, University of Indonesia in 2020, residential types are grouped into 3 types. In this project, the residence is included in the Co-housing category which is located in district 3 which is a central area as well as a recreation center for the Pasar Baru area.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Gumay Poetri
"ABSTRAK
Pro dan kontra mengenai pembangunan hunian vertikal berupa rumah susun sederhana di Kota Jakarta membuat saya ingin mengangkat isu mengenai kampung vertikal. Di kampung, terdapat ruang-ruang sosial tempat warga berinteraksi sehingga tercipta budaya rukun dan gotong-royong yang merupakan ciri khas dari sebuah kampung. Ruang sosial tersebut ialah teras yang menjadi wadah terjadinya interaksi sosial. Tujuan studi ini ialah untuk mengungkap makna teras dalam interaksi sosial di kampung vertikal dan pengaruhnya saat ruang teras tersebut tidak dihadirkan dalam kampung vetikal. Adanya makna kampung yang hilang bagi warga saat ruang teras tidak dihadirkan kembali dalam kampung vertikal dapat diketahui melalui cognitive maps. Cognitive maps adalah metodologi yang digunakan untuk mendapatkan pandangan atau persepsi manusia terhadap pengalaman hidupnya di tempat tertentu. Studi ini melibatkan beberapa keluarga di Rusunawa Jatinegara Barat untuk mengetahui bagaimana warga memandang teras dalam kehidupannya saat berada di Kampung Pulo. Berdasarkan metode cognitive maps yang telah dilakukan oleh responden, teras yang dimaksud oleh warga di kampung adalah sebuah ruang terbuka dimana warga dapat saling melihat dan berinteraksi satu sama lain. Ruang sosial berupa teras yang dibutuhkan oleh warga kampung horizontal nyatanya bukan merupakan teras rumah yang pada umumnya digunakan sebagai tempat menerima tamu dan sebagai pembatas antara pagar dan badan rumah.

ABSTRACT
The pros and cons of Vertical Housing Development in the form of Simple Flats in the City of Jakarta made me want to raise the issue of vertical kampung. In kampung, there are social spaces that generate interaction resulting to create a culture of harmonious and mutual cooperation which is the hallmark of kampung. Social space called terrace which functioned as a place to enable social interaction. The purpose of this study is to reveal the meaning of the terrace for the villagers in vertical Kampung and its influence when the terrace room is not presented in vertical kampung The missing meaning of terrace can be known by exploring the meaning of kampung for the villagers through cognitive maps. Cognitive maps are the methodologies that used to gain a human perception or view of life experiences in a particular place. This study will involve some families in Rusunawa, West Jatinegara, on the view of the villagers about the terrace in their lives when in Kampung Pulo. Based on cognitive maps method that have been done by respondents, terrace meaning by villagers is an open space where people can see and interact each others. In fact, social space in the form of terrace that required by villagers is not a terrace house which is generally used as a place to recieve guests and as a barrier between fences and body of the house."
2017
S69032
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Yudistira
"Latar belakang penelitian ini menanggapi dampak dari bencana banjir tiap tahunnya di Jakarta Utara khususnya di Kelurahan Marunda, terutama berkaitan dengan pembentukan Kampung Siaga Bencana (KSB). Kondisi Kelurahan Marunda sendiri yang memiliki luas 791,69 Ha dan 9 RW ini sangat rawan banjir baik itu akibat luapan air dari kali maupun akibat rob. tercatat Siklus terpanjang pasang surut terjadi selama 18,6 tahun dan siklus pendek terjadi selama 12 jam, 24 hari, 6 bulan dan 1 tahun. selain itu ketinggian daratan yang rendah sepanjang 2 m dl serta penurunan laju muka tanah di Kelurahan Marunda yang mencapai 0,12 m per tahun, adapun penurunan ini menyebabkan total kenaikan permukaan air laut mencapai 2,28 m pada tahun 2030.
Kondisi ini menyebabkan potensi genangan di kawasan industri di Kelurahan Marunda yang sangat strategis karena dekat dengan pelabuhan mencapai 171 Ha atau tertinggi di Jakarta Utara melebihi derah lain seperti Penjaringan, Pejagalan, dan Pademangan. Hal ini tentunya dampak yang luar biasa bagi masyarakat. Oleh karenanya pembentukan Kampung Siaga Bencana (KSB) di Kelurahan Marunda bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di Kelurahan Marunda. Namun kondisi masyarakat Kelurahan Marunda yang mayoritas bekerja di sector industry menjadi tantangan tersendiri terutama dalam hal partisipasi dalam kegiatan kebencanaan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan peranan dari kepengurusan Kampung Siaga Bencana (KSB) di Kelurahan Marunda, terutama dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir.
Metode yang disgunakan adalah wawancara mendalam, obserevasi, dan dokumentasi. Narasumber dari penelitian berjumlah 7 (Tujuh orang) dengan kriteria antara lain Pejabat di Kementerian sosial, pengurus KSB, Tagana, dan warga Kelurahan Marunda. Teori yang digunakan antara lain teori manajemen bencana, teori pengembangan masyarakat, teori partisipasi masyarakat, teori pengembangan komunitas, dan teori ketahanan sosial.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kesiapsiagaan warga kelurahan Marunda dan juga komponen dari Kampung Siaga Bencana (KSB) terutama dalam berbagai tahapan kegiatan manajemen bencana (Pra Bencana, Saat Bencana, dan Pasca Bencana) sudah sangat baik. Namun jika dilihat dari dimensi ketahanan sosial baik itu partisipasi masyarakat maupun potensi masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat sendiri masih sangat rendah baik itu dalam mengikuti kegiatan yang dilakukan KSB maupun ketika sosialisasi keberadaan KSB itu sendiri.

The background of this study respond to the impact of floods each year in North Jakarta, especially in Marunda, especially with regard to the establishment of the village of Disaster (KSB). Marunda own condition which has an area of 791.69 hectares and 9 RW is highly prone to flooding due to overflowing water either of time or due to rob. The longest recorded cycle of ups and downs occurred during 18.6 years and shorter cycles occur for 12 hours, 24 days, 6 months and 1 year. in addition to the low level of land along the 2 m dl as well as a decrease in the rate of advance of land in Marunda which reached 0.12 m per year, while this decrease brings the total rise in sea levels reached 2.28 m in 2030.
This condition causes the potential inundation in the industrial area in Marunda very strategic because it is close to the port reached 171 hectares, the highest in North Jakarta exceed derah such as Networking, Slaughter, and Pademangan. This is certainly a tremendous impact for the community. Therefore, the establishment of the village of Disaster (KSB) in Marunda aims to increase community preparedness in Marunda in the face of floods. However condition Marunda the majority community work in industry sector is a challenge, especially in terms of participation in the activities of disaster.
This study is a qualitative research describe the role of stewardship of the village of Disaster (KSB) in Marunda, especially in improving community preparedness to face floods. Disgunakan method is in-depth interviews, obserevasi, and documentation. Speakers from research amounted to 7 (seven people) with the following criteria Officials at the Ministry of social, KSB board, Tagana, and residents Marunda. The theory used, among others, the theory of disaster management, community development theory, the theory of community participation, community development theory, and the theory of social resilience.
The results showed that preparedness Marunda village residents and also a component of the village of Disaster (KSB), especially in the various phases of disaster management activities (Pre Disasters, When Disaster, and post-disaster) has been very good. However, if viewed from either the social security dimension of community participation and community potential.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>