Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ritonga, Irna Pujianda Rifani
"Skripsi ini membahas ketidakharmonisan antara penetapan nilai pabean (customs valuation) dan penyesuaian nilai impor terkait isu transfer pricing atas transaksi impor yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa di Indonesia dengan menggunakan teori harmonisasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain penelitian deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hambatan harmonisasi antara penetapan nilai pabean dan penyesuaian nilai impor terkait isu transfer pricing disebabkan oleh perbedaan pedoman regulasi, tidak adanya koordinasi antara DJP dan DJBC, perbedaan perilaku wajib pajak, dan perbedaan kepentingan antara DJP dan DJBC. Disharmonisasi ini menyebabkan wajib pajak menanggung compliance cost yang lebih besar.

This thesis discussed disharmony between customs valuation and transfer pricing adjustments for import transations by associated enterprises in Indonesia using the theory of harmonization. This research is qualitative descriptive interpretive.
The result of this thesis indicates that the obstacles to harmonize customs valuation and transfer pricing are the different guidelines between the two regulations, lack of coordination between Directorate General of Taxes (DGT) and Directorate General of Customs and Excise (DGCE), taxpayer's behavior, and different interests between DGT and DGCE. Disharmony between customs valuation and transfer pricing impacts on taxpayer's compliance cost."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S61145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Adhi Suryadnyana
"Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa globalisasi perdagangan perlu diantisipasi oleh semua negara sehingga dapat diperoleh keuntungan dari situasi tersebut, tidak terkecuali Indonesia. Sebagai institusi tunggal yang menangani kebijakan di bidang kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dituntut untuk menerapkan sebuah kebijakan publik yang dapat mendorong terciptanya kondisi perekonomian yang kondusif dan berdaya saing, serta dapat mengakomodir pilihan-pilihan pengguna jasa kedalam sebuah colletive outcomes. Adapun variable-variabel yang dapat digali dalam penelitian ini adalah variable kualitas pelayanan, kepuasan, kepercayaan, komitmen, kerjasama dan variable keberhasilan penerapan kebijakan yang menjadi muara dalam penelitian ini. Permasalahan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: Apakah diantara variable-variabel yang diteliti tersebut saling mempengaruhi, seberapa kuat apabila saling berpengaruh dan kearah mana hubungan pengaruh tersebut? Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini, dikembangkan lima hipotesis yang akan diuji.
Data berasal dari 100 pengguna jasa Bea dan Cukai Wilayah semarang, diolah menggunakan analisis Statistical Product and Service Solution for Windows versi 12 (SPSS). Dari penelitian diperoleh hasii bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan, kepuasan berpengaruh positif terhadap komitmen, kepuasan berpengaruh positif terhadap kepercayaan, kepercayaan berpengaruh positif terhadap komitmen, komitmen berpengaruh positif terhadap kerjasama, dan terakhir kerjasama antara Bea dan Cukai dengan pengguna jasa berpengaruh positif terhadap peningkatan keberhasilan penerapan kebijakan kepabeanan.
Akhir dari penelitian ini juga menghubungkan antara hasil penelitian dengan implikasi teoritis dan manajerial. Dalam implikasi manajerial dinyatakan bahwa pihak Bea dan Cukai dapat melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keberhasilan penerapan kebijakan yang dipilih melalui pengelolaan faktor-faktor kualitas pelayanan, kepuasan, kepercayaan, komitmen, serta membangun kerjasama yang positif dengan pengguna jasa. Keterbatasan penelitian dan agenda penelitian mendatang dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haris Surya
"Sengketa nilai pabean terkait ketidakpastian penentuan nilai royalti yang menjadi salah satu alasan penerbitan SPTNP dan SPKTNP seharusnya bisa diatasi dengan menggunakan kebijakan deklarasi inisiatif yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun demikian, fluktuasi jumlah sengketa banding nilai pabean terkait nilai royalti di periode 2016-2023 membuat kebijakan deklarasi inisiatif belum berdampak cukup signifikan. Penelitan ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan deklarasi inisiatif terkait nilai royalti di bidang kepabeanan Indonesia. Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan teori efektivitas kebijakan oleh Nugroho sebagai acuannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penerapan kebijakan deklarasi inisiatif terkait nilai royalti masih mengalami beberapa permasalahan,  misalnya (1) fungsi monitoring dan evaluasi yang masih terdapat permasalahan dalam praktiknya, (2) sistem aplikasi (CEISA) yang digunakan sering mengalami down server, dan (3) sistem kepabeanan untuk deklarasi inisiatif masih bersifat pre-text (potensi human error).

Customs value disputes related to uncertainty in determining the royalty value, which is one of the reasons for issuing SPTNP and SPKTNP, should be resolved, one of which is by using voluntary declaration policy given by the Directorate General of Customs and Excise. However, fluctuations in the number of customs appeal disputes related to royalty values ​​in the 2016-2023 period mean that the initiative declaration policy has not had a significant impact. This research aims to analyze the effectiveness of implementing voluntary declarations related to royalty values ​​in the Indonesian customs sector. The discussion in this research uses Nugroho's policy effectiveness theory as a reference. This research uses a qualitative approach with data collection techniques, literature study and in-depth interviews. The results of this research show that the implementation of the voluntary declaration policy regarding royalty values ​​still experiences several problems, for example (1) monitoring and evaluation functions are not running well on it’s implementation, (2) the application system (CEISA) that is used not yet completely supporting the policy, and (3) the current system is still pre-text (human error potency)."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucas Filberto Sardjono
"Penelitian ini membahas kebijakan yang mengatur kunjungan yacht wisatawan asing ke Indonesia dalam rangka pariwisata. Kebijakan tersebut menetapkan bahwa yacht yang digunakan sebagai alat transportasi dikategorikan sebagai barang Impor Sementara yang kemudian pemilik selaku pengimpor harus menyerahkan Jaminan. Penelitian ini mengangkat dua permasalahan, yaitu: implementasi kebijakan pada pelabuhan Benoa, Bali dan kendala-kendala yang muncul dalam penerapan kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa implementasi sudah dilakukan sesuai dengan peraturan namun masih ditemukan banyak kendala-kendala seperti peraturan yang belum aplikatif, kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah terkait, kurangnya pemahaman agen pada peraturan khususnya agen yang pemiliknya berkewarganegaraan asing, wisatawan yang tidak patuh pada peraturan, dan Indonesia belum meratifikasi Karnet Ata.

This thesis discusses the policy that regulate foreign tourists yachts whose visiting to Indonesia in context of tourism. That policy specifies that yachts used to transport classified as Temporary Import then the owner as an importer must submit the warranty. This study raised two issues, policy implementation at Benoa harbor, Bali and constraints that arise in the implementation of these policies. This thesis used a qualitative approach.
The results of this thesis showed that implementation has been carried out in accordance with the regulations but many of the constraints that arise in the process of implementation such as regulations not applicable, lack of coordination among government agencies, lack of understanding of the regulatory by the agency especially agency that belongs to foreigner, tourist who do not obey the rules, and Karnet Ata that have not ratified by Indonesian government."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahidin
"Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam era perdagangan bebas menghadapi banyak tantangan, salah satunya adalah hilangnya hambatan tarif (Tariff Barier) dalam perdagangan internasional yang berarti berkurangnya penerimaan. Sementara itu penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, berarti semakin besar target yang dibebankan kepada DJBC.
Selain itu dalam pelayanan yang diberikan oleh DJBC terkandung juga fungsi pengawasan yang harus tetap dilaksanakan tanpa mengurangi pelayanan. Oleh karena itu dalam melaksanakan fungsi pengawasan DJBC lebih menitik beratkan pada pelaksanaan audit. Audit itu sendiri memiliki tujuan untuk menguji kepatuhan para eksportir dan importir serta mengamankan penerimaan negara.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana profit Sumber Daya Manusia (SDM) auditor DJBC, untuk mengetahui bagaimana audit di bidang kepabeanan dilaksanakan serta untuk menganalisis apakah ada hubungan antara pelaksanaan audit dengan penerimaan negara.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan tingkat eksplanasi asosiatif sehingga alat pengumpulan data yang utama adalah kuesioner dan menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu pelaksanaan audit di bidang kepabeanan sebagai independent variable dengan penerimaan negara sebagai dependent variable.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa profil Sumber Daya Manusia (SDM) auditor yang menjadi responden rata-rata memiiiki kualifikasi yang baik untuk menjadi auditor dani tingkat pendidikan, pengalaman dan 100% pernah mengikuti pendidikan auditor. Sedangkan dalam pelaksanaan audit tahapan-tahapan yang harus dilakukan, yaitu perencanaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit dan tindak lanjut hasil audit telah dilaksanakan dengan baik.
Dari uji statistik dengan menggunakan rank spearman diperoleh hasil bahwa ada korelasi antara pelaksanaan audit dengan penerimaan negara yang berarti pelaksanaan audit dapat dilaksanakan untuk mengamankan penerimaan negara, tetapi masih ada beberapa masalah yang dihadapi dan harus dicarikan jalan keluar agar audit dapat dilaksanakan lebih baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Purwito Moesdradjad
Jakarta: Kajian Hukum Fiskal Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
336.26 ALI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Armanda Putra
"ABSTRACT
Layanan impor empty returnable package merupakan fasilitas yang diberikan oleh otoritas pabean atas pengemas yang dipakai berulang-ulang. Sistem prosedur layanan ini mempengaruhi waktu tunggu dan biaya logistik yang ditanggung importir serta dapat mempengaruhi pendapatan negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prosedur layanan tersebut, risiko dan kendala yang ada, serta perbaikan yang dapat dilakukan. Obyek penelitian adalah prosedur layanan impor empty returnable package di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat risiko yang dapat mengganggu jalannya layanan, yaitu risiko gangguan sms notifikasi, risiko kesalahan pencatatan kuota, risiko gangguan sistem aplikasi, risiko gangguan kesehatan petugas, dan risiko bottleneck pemeriksaan fisik barang. Mitigasi risiko telah dilakukan oleh pemilik risiko. Terdapat kendala yang dialami oleh importir pada saat menyiapkan berkas persyaratan dan saat pengeluaran barang. Sosialisasi layanan kepada importir dan pemanfaatan teknologi informasi dapat mengatasi kendala tersebut. Berdasarkan tinjauan atas prosedur yang berjalan, perbaikan prosedur dapat dilakukan dengan penelitian profil importir di awal layanan dan penggabungan layanan di satu seksi.

ABSTRACT
Empty returnable package import clearance is a facility given by customs authority for reuseable package. This service system procedure affects dwelling time and logistic cost which is borne by importer and also affects goverment revenue. The purpose of this study is to analyze those procedures implementation, the risks and obstacles, and impovements that can be done. Object of the study is empty returnable package import clearance procedures at Prime Customs Office Tanjung Priok. Research carried out in the form of a qualitative approach. The result showed there are some risk that could disturb service process. Those risk are related to sms notification failure, quota record error, application system error, officer health problems, and bottleneck when inspection of goods. The risks have been mitigated by the risk owner. There are obstacles while the importer prepare the required documents and while the importer bring out the goods. Explanation about the service for importers and information technology utilization can overcome those obstacle. Based on the review of procedure implementation, procedure improvement can be done by checked importer profile immediately after the service start. Procedure improvement also can be done by service integratioan at one section."
2017
S66441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Edwin Akbar
"Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah standar yang diakui secara internasional dalam membuktikan kewajaran dari transaksi transfer pricing. Pada kenyataannya, penerapan prinsip ini tidaklah mudah, membutuhkan keterampilan dan biaya yang tinggi serta memungkinkan penerapan prinsip ini tidak relevan untuk transaksi atau wajib pajak tertentu. Dengan demikian, penerapan ketentuan safe harbour dapat menjadi solusi untuk menyederhanakan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, dimana safe harbour adalah fasilitas yang diberikan oleh otoritas pajak untuk menyederhanakan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Ketentuan safe harbour dimuat pada Bab IV OECD Guidelines tahun 2010. Indonesia telah mengadopsi ketentuan ini yang terdapat pada PER-32 Tahun 2011. Penulisan skripsi ini akan membahas lebih jauh mengenai penerapan ketentuan safe harbour di Indonesia dengan pendekatan penelitian kualitatif, jenis penelitian deskriptif serta teknik pengumpulan data studi pustaka dan studi lapangan.

Arm's length principle is an internationally accepted standard in proving the arm?s length price of transfer pricing transactions. In fact, the application of this principle is not easy, requiring skill and high costs as well as allowing that application. Sometime applying this principle is not relevant to particular transaction and taxpayer. Thus, the application of safe harbor provision can be a solution to comply with arm?s length principle. Safe harbor provision is a facility provided by the tax authorities to simplify the application of arm's length principle. Safe harbor provisions contained in Chapter IV OECD Guidelines 2010. Indonesia has adopted the provision contained in the PER-32 in 2011. This thesis will deliver more about the application of safe harbour provision in Indonesia with qualitative research approach, descriptive research and data collection technique with literature and field study."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Tegdi Subanda
"Liberalisasi perdagangan memberikan tantangan besar bagi industri ubin keramik di Indonesia yang menghadapi dominasi produk impor dari negara-negara seperti Tiongkok, India, dan Vietnam. Untuk melindungi industri dalam negeri, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP) pada produk ubin keramik yang berlaku sejak tahun 2018. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak kebijakan tersebut terhadap berat dan nilai impor ubin keramik, menggunakan data bulanan periode 2014–2024. Metode Poisson Pseudo Maximum Likelihood (PPML) dalam kerangka model gravitasi diterapkan untuk menghasilkan estimasi yang akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan BMTP secara signifikan menurunkan berat dan nilai impor ubin keramik dari negara-negara pemasok utama. Namun, dampak signifikan tersebut berkurang secara substansial dalam konteks penerapan penurunan tarif sebesar 2% per tahun, sebagaimana diatur dalam kebijakan tarif BMTP untuk produk ubin keramik di Indonesia. Selain itu, kebijakan ini memberikan kesempatan bagi produsen lokal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing. Namun, untuk mendukung efektivitas kebijakan dalam jangka panjang, diperlukan upaya strategis dari pemerintah, termasuk peningkatan efisiensi produksi dan pemberian insentif energi. Langkah-langkah ini penting untuk memastikan keberlanjutan industri keramik domestik dalam menghadapi persaingan global.

Trade liberalization presents significant challenges to Indonesia's ceramic tile industry, which faces domination by imported products from countries such as China, India, and Vietnam. To protect the domestic industry, the Indonesian government implemented the Safeguard Duty (BMTP) on ceramic tile products, effective since 2018. This study aims to analyze the impact of the policy on the weight and value of ceramic tile imports using monthly data from the 2014–2024 period. The Poisson Pseudo Maximum Likelihood (PPML) method within a gravity model framework was employed to produce accurate estimations. The results indicate that the BMTP policy significantly reduced the weight and value of ceramic tile imports from major supplier countries. However, this significant impact diminished substantially in the context of the gradual tariff reduction of 2% per year, as stipulated in Indonesia's BMTP tariff policy for ceramic tiles. Additionally, the policy provided an opportunity for local producers to enhance their production capacity and competitiveness. Nevertheless, the long-term effectiveness of the policy requires strategic efforts from the government, including improvements in production efficiency and the provision of energy incentives. These measures are crucial to ensuring the sustainability of the domestic ceramic industry in the face of increasingly intense global competition."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmi Aulia Azmi
"

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya Technical Assistance Service Fee (TAS Fee) yang ditetapkan sebagai proceeds oleh tim audit dalam proses Audit Kepabeanan. Menurut auditee, TAS Fee merupakan pembayaran kepada pihak lain di luar negeri atas jasa teknis yang diterima oleh auditee. Sedangkan menurut tim audit, TAS Fee adalah proceeds yang merupakan biaya yang harus ditambahkan ke dalam nilai pabean. Implikasi yang timbul dari penetapan tersebut adalah adanya kekurangan pembayaran bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi berupa denda yang harus dibayar oleh auditee. Namun demikian dalam proses banding di Pengadilan Pajak, Majelis Hakim mengeluarkan putusan yang berbeda terhadap dua kasus penetapan proceeds. Penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu mengapa TAS Fee ditetapkan sebagai proceeds, bagaimana proses audit yang dilakukan untuk menetapkan TAS Fee sebagai proceeds, dan mengapa terdapat putusan majelis hakim yang berbeda atas penetapan tersebut. Penelitian dilakukan dengan menganalisis hasil putusan Pengadilan Pajak dan hasil wawancara kepada tim audit. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa TAS Fee ditetapkan sebagai proceeds oleh tim audit karena memenuhi definisi yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, yaitu merupakan bagian dari pendapatan auditee yang dibayarkan secara tidak langsung kepada penjual barang impor di luar negeri atas penjualan barang impor di pasar dalam negeri. Proses audit yang dilakukan oleh tim audit telah sesuai dengan program audit yang diatur dalam Perdijern Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2017 Tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, yaitu melakukan pendalaman atas bukti-bukti audit dan melakukan konfirmasi kepada auditee sebelum melakukan penetapan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki pandangan yang berbeda terhadap dua penetapan biaya TAS Fee sebagai proceeds, yaitu putusan terhadap PT ABC yang menganggap TAS Fee adalah proceeds, dan putusan terhadap PT XYZ yang menganggap TAS Fee adalah pembayaran atas jasa dan bukan merupakan proceeds. Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian terhadap asas kepastian hukum bagi auditee, tim audit, dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai implikasi dalam penelitian ini yaitu perlu dilakukannya penyempurnaan peraturan oleh regulator yang mengatur tentang proceeds agar menambahkan kriteria dan batasan suatu biaya yang dapat ditetapkan sebagai proceeds.


This research was carried out to analyze the costs of the Technical Assistance Service Fee (TAS Fee) which were determined as proceeds by the audit team in the Customs Audit process. According to the auditee, the TAS Fee is a payment to other parties abroad for technical services received by the auditee. Meanwhile, according to the audit team, TAS Fee is proceeds which are costs that must be added to the customs value. The implications arising from this determination are that there is an underpayment of import duties, taxes on imports, and administrative sanctions in the form of fines that must be paid by the auditee. However, in the appeal process at the Tax Court, the Panel of Judges issued different decisions regarding two cases of determination of proceeds. This research is aimed at answering research questions, namely why TAS Fee is determined as proceeds, what is the audit process carried out to determine TAS Fee as proceeds, and why there are different decisions from the panel of judges regarding this determination. The research was carried out by analyzing the results of the Tax Court decision and the results of interviews with the audit team. The results of this research are that the TAS Fee is determined as proceeds by the audit team because it meets the definition set out in Minister of Finance Regulation Number 160/PMK.04/2010 concerning Customs Value for Calculating Import Duties, that it is part of the auditee's income which is paid indirectly to sellers of imported goods abroad for sales of imported goods in the domestic market. The audit process carried out by the audit team is in accordance with the audit program regulated in Customs and Excise Regulation Number PER-35/BC/2017 concerning Procedures for Customs Audits and Excise Audits, conducting an in-depth study of the audit evidence and confirming it with the auditee before conducting it. determination. The Panel of Judges at the Tax Court has a different view regarding the two decisions regarding the TAS Fee as proceeds, the decision against PT ABC which considers the TAS Fee to be proceeds, and the decision against PT XYZ which considers the TAS Fee as payment for services and not proceeds. This causes a non-compliance with the principle of legal certainty for the auditee, audit team and the Tax Court Panel of Judges. As an implication in this research, it is necessary to refine the regulations by the regulator that regulate proceeds in order to add criteria and limits on costs that can be designated as proceeds."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>