Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Diani Paramitha Maharsi
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan persepsi diri terhadap penuaan pada lanjut usia. Sebanyak 100 orang lanjut usia berusia 60 tahun keatas yang tinggal di Depok berpartisipasi pada penelitian ini. Religiusitas dalam hal ini meliputi sembilan dimensi, yaitu perilaku religius publik, perilaku religius pribadi, dukungan kelompok keagamaan, coping religius, kepercayaan dan nilai, komitmen religius, pengampunan, pengalaman spiritual harian, dan intensitas religius. Pengukuran religiusitas dilakukan dengan alat ukur Brief Multidimensional Measure of Religiousness/Spirituality yang dibuat oleh Idler, Musick, Ellison, George, Krause, Ory, Pargament, Powell, Underwood, dan Williams (2003), sedangkan persepsi diri terhadap penuaan diukur melalui Attitude Towards Own Aging yang dibuat oleh Liang dan Bollen (1983).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya terdapat hubungan positif yang signifikan pada satu dimensi, yaitu dimensi pengampunan (forgiveness) pada religiusitas dengan persepsi diri terhadap proses penuaan pada lanjut usia. Artinya, semakin individu menunjukkan kesediaan untuk memohon ampun pada Tuhan dan memaafkan orang lain dan diri sendiri, semakin positif pula persepsi terhadap proses penuaannya; begitu pula sebaliknya. Disisi lain, tidak terdapat hubungan yang signifikan pada delapan dimensi lainnya, yaitu dimensi perilaku religius publik, perilaku religius pribadi, dukungan kelompok keagamaan, coping religius, kepercayaan dan nilai, komitmen religius, pengalaman spiritual harian, dan intensitas religius.

This study examined the relationship between religiosity and self-perception of aging among elderly. 100 elderly living in Depok participated in this study. Religiosity in this study consists of nine dimensions, i.e public religious practices, private religious practices, congregation support, religious coping, belifs and values, religious commitment, forgiveness, daily spiritual experiences, and religious intensity Religiosity was measured by the Brief Multidimensional Measure of Religiosness/Spirituality (Idler, Musick, Ellison, George, Krause, Ory, Pargament, Powell, Underwood, dan Williams, 2003), whereas the self-perception of aging was measured by the Attitude Towards Own Aging scale (Liang & Bollen, 1983).
This study shows that there is a significant, positive relationship only on one dimension, which is the forgiveness dimension of religiosity and self-perception of aging among elderly. The result of this study shows that the more willing for an individual to ask for forgiveness from God and to forgive other people and oneself, the more positive participants? perception towards aging; vice versa. On the other hand, the other eight dimensions has no significant relation with self-perception of aging. The dimensions are public religious practice, private religious practices, congregation support, religious coping, beliefs and values, religious commitment, daily spiritual experiences, and religious intensity.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Ariani
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi diri terhadap penuaan dan kualitas hidup lansia pada domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, danlingkungan.Persepsi diri terhadap penuaan adalah persepsi subjektif atau sikap individu lansia mengenai penuaan yang terjadi pada diri. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisi kehidupannya dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka tinggal, dan kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan hal lainnya yang menjadi perhatian individu tersebut. Alat ukur ATOA (Attitude Toward Own Aging) untuk mengukur persepsi diri terhadap penuaan diberikan pada 94 partisipan yang berusia 60 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif antara persepsi diri terhadap penuaan dengan dua domain dari kualitashidup; psikologis dan lingkungan. Tidak terdapat korelasi antara persepsi diri terhadap penuaan dengan dua domain lainnya dalam kualitas hidup; yaitu kesehatan fisik dan hubungan sosial.

This study was conducted in order to see whether there is a correlation between self perception of aging and the quality of life in elderly in the domain of physical health, psychological, social relationships, and environment. Self perception of aging is an subjective perceptions or attitude about aging that happen in elderly individuals. The quality of life is an individual perception towards life position in cultural context, value system, and it association with purposes, expectations, standards and other matter which the individual concerned of. The Attitude Toward Own Aging (ATOA) for measuring self perception of aging was given to 94 participants aged 60 years and older. The results showed there was a positive significant correlation between self perception of aging and two out of four domains in the quality of life; psychological and the environment. There was no correlation between: self perception of aging and the other two domains in the quality of life; physical health and social relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Andyan Pinasthi
"Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara psychological well-being dan self-perception of aging pada lansia dengan penyakit kronis. Psychological well-being didefinisikan sebagai kesejahteraan yang terdiri dari selfacceptance, personal growth, purpose in life, positive relations with others, environmental mastery, dan autonomy (Ryff & Keyes, 1995), sedangkan self-perception of aging merupakan pandangan individu terhadap penuaan yang mereka alami dan persepsi serta sikap subjektif lansia terhadap penuaan mereka sendiri (Lawton, 1975 dalam Kim, Jang & Chiriboga, 2012).
Banyak penelitian sebelumnya yang berasumsi bahwa self-perception of aging merupakan salah satu prediktor dari psychological well-being. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara keduanya pada lansia dengan penyakit kronis, khusunya di Indonesia. Penelitian dilakukan pada 110 lansia dengan penyakit kronis dengan menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being (RSPWB) dan sub skala Attitudes Toward Own Aging dari Philadelphia Geriatric Center Morale. Dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan positif signifikan antara psychological wellbeing dan self-perception of aging (r = 0,203) pada LoS 0,05.

This study aims to investigate the relationship between psychological well-being and selfperception of aging on elderly with chronic illness. Psychological well-being is defined as welfare that consists of self-acceptance, personal growth, purpose in life, positive relations with others, environmental mastery, and autonomy (Ryff & Keyes, 1995), whereas selfperception of aging is an individual perspective towards the aging process they experience and the subjective attitude of elderly regarding their own aging process (Lawton, 1975 in Kim, Jang & Chiriboga, 2012).
Previous studies assumed self-perception of aging as one of the predictor of psychological well-being, but there is not much of attention to see the correlation between them especially in Indonesian older adults with chronic illness. 110 older adults with chronic illness are involved in this study using Ryff’s Scale of Psychological Well-Being (RSPWB) and Attitudes Toward Own Aging sub scale of Philadelphia Geriatric Center Morale and it is found that psychological well-being and self-perception of aging correlates positively and significantly (r = .203; p<.05).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Maulina
"Pendidikan di perguruan tinggi dilakukan untuk menghasilkan generasi muda yang berkualitas. Salah satu faktor yang berkaitan dengan keberhasilan studi di perguruan tinggi adalah konsep diri mahasiswa. Untuk itu, alat ukur konsep diri mahasiswa, karena selama ini belum banyak dikembangkan alat ukur konsep diri yang ditujukan bagi mahasiswa. Alat ukur ini diharapkan dapat membantu proses bimbingan dan konseling yang dilakukan pada mahasiswa, terutama yang mengalami masalah-masalah akademis berkaitan dengan konsep diri.
Pengembangan alat ukur baku konsep diri ini didasarkan pada konsep diri sebagai suatu konstruk yang multidimensional dan memiliki hirarki, yang terdiri dari dimensi konsep diri akademik, sosial, emosional, dan fisik. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Program S-1 Reguler yang duduk di semester 2 dan 4 sejumlah 254 orang. Responden penelitian ini berjumlah 254 orang.
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa alat ukur ini akurat dan konsisten dalam mengukur konsep diri mahasiswa Uji validitas konstruk dengan analisis faktor menunjukkan alat ini mengukur apa yang ingin diukur yaitu konsep diri mahasiswa, karena hampir seluruh item berada pada faktor yang sesuai dengan teori pembuatan alat ukur. Uji validitas konstruk dengan cornfergerfr validafion dan korelasi antara dimensi menunjukkan alat ukur ini mengukur hal yang sama dengan alat ukur penyesuaian diri akademis yang memiliki kesamaan konstruk, dan terbukti sebagai alat ukur konsep diri yang multidimensional serta bersifat hirarki.
Uji validitas kriteria menunjukkan dimensi konsep diri akademik berkorelasi signifikan dengan Indeks Prestasi Mahasiswa, sehingga dapat digunakan sebagai prediktor prestasi mahasiswa., hanya saja daya prediksinya tergolong rendah. Dari penelitian ini, disusun sebuah norma alat ukur konsep diri mahasiswa yang didasarkan pada standard scores dengan mean = 10 dan SD (standard deviation) = 3.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan untuk menggunakan metode lain dalam pengujian validitas konstruk, memperpendek tes dengan mengurangi item, dan melanjutkan penelitian pada fakultas atau universitas lain agar dapat diperoleh alat ukur mahasiswa yang reliabel, valid, mampu membedakan mahasiswa yang memiliki konsep diri positif dan positif serta memiliki norma yang mewakili mahasiswa secara luas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Adi Arti Satriyo
"Penelitian ini bermula dari pemikiran tentang penyelenggaraan Program Bimbingan dan Konseling di Sekoiah, teru tama di Sekolah Menengah Atas yaitu adanya berbagai persepsi yang muncul dari kalangan siswa tentang peran konselor di sekoiah. Padahai iayanan utama Bimbingan dan Konseling di sekoiah ditujukan pada para siswa. Hal ini yang mendorong penulis untuk meiakukan penelitian. Bimbingan dan Konseling juga merupakan bagian integrai dari kese1uruhan proses pendidikan, oieh karena itu periu mendapat perhatian untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Melalui tinjauan pustaka tentang persepsi siswa khususnya terhadap peran konse1or di sekolah, maka ingin. Dibuktikan hipotesa penelitian pada seratus empat pu1uh empat siswa SMA di Salatiga, yaitu:
1. Ada perbedaan persepsi siswa SMA terhadap peran konselor, bila peran konselor di sekoiah berbeda. Hipotesa 1 diterima atau terbukti.
2.Ada perbedaan persepsi siswa SMA terhadap peran konselor, antara siswa SMA yang pernah wawancara atau konseling dengan konselor di sekolah dengan yang belum pernah. Hipotesa 2 diterima atau terbukti.
Penulis menyarankan diadakan penelitian lebih lanjut dengan subyek penelitian: kepala sekolah, staf pengajar, staf administrasi dan orang tua siswa, supaya diperoleh hasil penelitian yang mewakili persepsi dari semua pihak terhadap peran konselor."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivin Alvina
"Adanya tingkat perceraian yang semakin meningkat akhir-akhir ini di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam telah mendorong penulis untuk meneliti pengaruh relijiusitas terhadap kepuasan pernikahan melalui pemaafan, karena seorang yang relijiusita cenderung memiliki sifat pemaafan Untuk itu tesis ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa pengaruh aspek-aspek religiusitas terhadap kepuasan pernikahan melalaui pemaafan pada para istri pelaut di Tanjung Priok, Jakarta. Penelitian menggunakan metode analisa kuantitatif dan kualitatif terhadap hasil kuesioner dengan responden para istri terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pengaruh relijiusitas terhadap kepuasan pernikahan melalui pemaafan fit secara statistic dan tidak ada pengaruh relijiusitas terhadap kepuasan pernikahan melalui pemaafan. Namun ada pengaruh aspek relijiusitas praktek ibadah individu dan religious coping terhadap pemaafan pada para istri pelaut.

There is an increasing divorce rate lately in Indonesia, a Muslim predominantly country. This has prompted the writer to examine the influence of religiosity on marital satisfaction through forgiveness, as a religious moslem tends to have forgiveness trait in his life. This thesis aims to examine and analyze the effect of religiosity aspects on marital satisfaction through forgiveness on the sailors’ wife in Tanjung Priok, Jakarta. The research using quantitative analysis method based on questionnaires distributed to respondent, and qualitative method.
The results showed that the model of influence religiousity toward marital satisfaction through forgiveness is fit statistically and there is no influence on religiosity toward marital satisfation throuh forgiveness ; but there are positive influence between private religious practices aspect in religiosity towards forgiveness and negative influence between religious coping aspect in religiousity towards forgiveness on the sailors’ wife.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR. Ayu Ratih Puteri
"ABSTRAK
Underachievement terjadi saat ada kesenjangan antara prestasi siswa dengan
potensi yang dimilikinya tanpa adanya kesulitan belajar atau gangguan fisik
(Rimm, 1996) Underachiever tipe If-Then Students mengalami masalah prestasi
karena mereka tidak melihat sekolah sebagai hal yang penting, mereka juga tidak
memiliki kebiasaan belajar yang baik (Peters, 2000). Penelitian ini dilakukan
untuk meneliti efektivitas intervensi Self-Regulation Empowerment Program
(SREP) untuk meningkatkan Regulasi diri siswa Underachiever Tipe If-Then
Students yang dimodifikasi dari model SREP yang dikembangkan Cleary dkk
(2008). Penelitian dilakukan dengan desain tunggal AB. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa program intervensi berhasil meningkatkan keterampilan
task-analysis, menetapkan tujuan dan menyusun rencana strategi pada siswa dan
berhasil untuk meningkatkan keterampilan regulasi diri siswa tersebut.

ABSTRACT
Underachievement is a discrepancy between child’s school performance and
some index of the child’s ability that occurs without any learning disabilities or
physical impairments (Rimm, 1996) If-Then type of underachiever students
experiencing performance problems because they don’t see school as important
thing, they also lack of good study habits (Peters, 2000). This study was
conducted to examine the effectiveness of Self-Regulation Empowerment Program
(SREP) to improve students' Self-Regulation in If-Then type of underachiever
students. This program were modified from the SREP modal that was developed
by Cleary, et al (2008). The study was conducted with a single case AB. The
results showed that the intervention program successfully increased task-analysis,
goals setting and strategic planning skills in the student, and improving the
students' self-regulation skills."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T34816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Suryani Gandana
"Stroke merupakan penyakit penyebab disabilitas jangka panjang utama di dunia. Disabilitas dapat mempengaruhi aspek psikologis pasien, termasuk konsep dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara disabilitas fisik dengan konsep diri pada pasien stroke. Sejumlah 25 responden yang memenuhi kriteria inklusi di RSUD Budhi Asih dipilih dengan melakukan total sampling. Kemudian responden dikaji menggunakan kuesioner Barthel Index dan Robson Self Concept Questionnaire. Mayoritas pasien stroke memiliki konsep diri negatif tetapi tidak ada hubungan antara disabilitas fisik dengan konsep diri pada pasien stroke p=0,142. Penelitian ini menunjukan bahwa pasien stroke dapat memiliki konsep diri negatif terlepas dari keparahan disabilitas yang dimilikinya. Oleh karena itu, perawatan pada pasien stroke harus ditingkatkan tidak hanya menangani masalah fisik tetapi juga psikologis.

Stroke is the main causes of long term disability in the world. Disability could affect patient's psychological aspect, including their self concept. The objective of this research is to find the relationship between physical disability and self concept of stroke patient. 25 respondents from RSUD Budhi Asih that meets inclusion criteria are selected by doing total sampling. The respondents are assessed with Barthel Index and Robson self Concept Questionnaire. The majority of stroke patients are having negative self concept, but there is no relationship between physical disability and self concept p 0,142. This study shows that the majority of stroke patients will have negative self concept regardless their severity of disability. Thus, the nursing treatment for stroke patients must be increased not only focusing on their physical but also psychological aspect."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
San Francisco: Jossey-Bass, 1995
305.231 EXP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysia Rarasningtyas
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh aktivitas kreatif melalui menggambar terhadap afek dalam dua pengalaman emosi negatif yang berbeda. Penelitian ini menginduksi emosi 120 partisipan dalam dua kondisi: sedih atau marah, lalu meminta mereka untuk menggambar kelompok eksperimen atau mengerjakan permainan Cari Kata kelompok kontrol. Afek positif dan negatif diukur sebelum dan setelah rangkaian penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas kreatif secara signifikan memengaruhi afek positif, dan tidak memengaruhi afek negatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa tingkat kesukaan dan frekuensi menggambar seseorang tidak memengaruhi afek. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas kreatif dapat memperbaiki afek tanpa memedulikan tingkat kesukaan maupun frekuensi menggambar.
Usulan penelitian lanjutan adalah mempertimbangkan adanya variabel moderator, yaitu ekspektasi regulasi emosi negatif.

This study aims to identify the influence between creative activity through drawing towards affect in two different experiences of negative emotion. This study induced the emotion of 120 participants in two conditions sadness or anger, and then asks them to draw experiment group or do a Word Search puzzle control group . Positive and negative affect was measured before and after the treatment.
The results of the study show that creative activity significantly influence positive affect and doesn rsquo t influence negative affect. This study also found that preference level and drawing frequency doesn 39 t influence affect. This shows that creative activity influences affect despite of whether one likes to draw or often draws.
Suggestion for further reseach is to consider a moderator variable, such as expectancies for negative emotion regulation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>