Ditemukan 182892 dokumen yang sesuai dengan query
"Larantuka merupakan wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Flores Timur yang merukan kota dari Kabupaten Flores Timur. Kecamatan Larantuka merupakan Kecamatan yang terdapat di pinggir pantai dengan pemandangan alam yang cukup indah. Di samping alam pantai yang indah Larantuka juga merupakan wilayah yang terdapat di kaki sebuan gunung yang disebut dengan Gunung Ile Mandiri. Lingkungan alam yang terdapat di Kabupaten Flores Timur dengan kotanya Larantuka memiliki daya tarik yang luar biasa, terutama pada saat Perayaan Pekan Suci Samana Santa yang dilaksanakan setiap tahunnya dengan suasana yang sangat ramai dengan kedatangan para peziarah yang datang dari seluruh wilayah yang ada di Indonesiarnaupun dari manca negara. Dengan adanya kegiatan budaya tersebut menyebabkan Larantuka terkenal di
seluruh dunia."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Didik Pradjoko
"Disertasi ini menunjukkan dinamika politik lokal di Kawasan Flores Timur, Kepulauan Solor dan Timor Barat sebagai akibat dari kebijakan politik kolonial Belanda antara 1851-1915. Fokus kajian disertasi ini adalah menganalisis sikap Kerajaan Larantuka terhadap kebijakan politik kolonial Belanda, Misi Katolik Belanda, penduduk negeri pegunungan, dan kerajaan lokal sekitarnya.Kerajaan Larantuka yang dipimpin oleh raja-rajanya melakukan strategi politik sekutu dan seteru dalam mempertahankan kedaulatannya menghadapi kekuatan-kekuatan yang mengancamnya. Selama Abad ke-17 hingga abad ke-18, Kerajaan Larantuka bersekutu dengan Portugis dan para Kapiten Mayor dari keluarga Portugis Hitam, keluarga da Hornay dan da Costa untuk menghadapi kekuatan Belanda VOC dan Kerajaan Muslim Lima Pantai Solor Watan Lema. Pada abad ke-19, Kerajaan Larantuka dipaksa menerima hasil perjanjian Portugal dan Belanda yang dimulai sejak 1851 dan disetujui pada 20 April 1859. Perjanjian tersebut berisi penyerahan wilayah Flores dan Kepulauan Solor-Alor kepada Belanda. Sejak saat itu, Kerajaan Larantuka menjadi kerajaan bawahan Pemerintah Hindia Belanda. Belanda kemudian mengikat kontrak dengan Kerajaan Larantuka pada 28 Juni 1861, namun Korte Verklaring tersebut masih memberikan keleluasaan Kerajaan Larantuka untuk menjalankan pemerintahan secara otonom/zelfbesturende.Raja-raja Larantuka sejak 1851 melakukan perubahan strategi politik sekutu dan seterunya sebagai upaya tetap mempertahankan kedaulatannya. Perubahan kebijakan politik sekutu dan seteru yang dilakukan oleh Kerajaan Larantuka itu berbeda dengan periode pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Kerajaan Larantuka pada periode 1851-1915, menjalankan politik sekutu dan seterunya dengan tidak menetap. Kerajaan Larantuka bersekutu dengan penguasa lokal Belanda, dengan meminta bantuan Residen Timor dan daerah Taklukannya untuk menghadapi seterunya, yaitu Kerajaan Lima Pantai. Kebijakan bersekutu dengan Belanda juga dilakukan oleh Kerajaan Larantuka ketika menghadapi pemberontakan negeri-negeri bawahannya di pegunungan yang mengancam wilayah inti kerajaan di sekitar Larantuka. Dalam beberapa kasus yang lain Kerajaan Larantuka justru bersekutu dengan Kerajaan Muslim Lima Pantai untuk menghadapi pemberontakan negeri-negeri bawahannya sendiri, di Solor dan Adonara. Dalam menghadapi kebijakan politik kolonial Belanda yang menjadi seteru karena masalah intervensi Residen dan pejabat sipil Belanda di Larantuka, Raja Larantuka bersekutu dan bekerjasama dengan pihak misi Katolik Belanda di Larantuka, meskipun dalam kasus lain Raja dan pihak misi Katolik berseteru terutama tentang masalah poligami raja dan perilaku raja yang masih menjalankan kepercayaan-kepercayaan nenek moyang yang dianggap lsquo;kafir rsquo; oleh misi Katolik Larantuka. Secara umum persekutuan antara raja Larantuka dan para pastor Katolik Belanda pada akhirnya menunjukkan persekutuan yang lsquo;abadi rsquo; sampai diasingkannya Raja Don Lorenzo II DVG pada tahun 1904, yang dianggap membangkang terhadap kebijakan kolonial Belanda. Strategi sekutu dan seteru juga dipengaruhi oleh mitos konflik Demon-Paji, konflik dua bersaudara di jaman dahulu akibat bermacam sebab, tetapi terutama karena konflik memperebutkan istri, sehingga muncul istilah ldquo;Perang Tikar Bantal rdquo;. Demon menurunkan penduduk Kerajaan Larantuka yang beragama Katolik sedangkan Paji menurunkan penduduk Kerajaan Lima Pantai yang beragama Islam. Kedaulatan kerajaan-kerajaan di kawasan Flores dan Kepulauan Solor berakhir dengan adanya penataan wilayah yang dilakukan Belanda dengan mengintegrasikannya ke dalam Keresidenan Timor dan daerah Taklukannya pada tahun 1915.
The dissertation discusses the dynamic of local politics in East Flores region, Solor Islands and West Timor as a result of Dutch Colonial political policies between 1851 1915. The focus of dissertation is to analyze the response of Larantuka Kingdom about the policy of Dutch colonial politics, Dutch Catholic Mission, the people of Mountain country and surrounding local kingdom.The Kingdom of Larantuka that led by several kings conducted allied and enemy political strategy to defense the kingdom in fighting againts other powers that threatened their sovereignty. During the 17th until 18th century, the Kingdom of Larantuka allied with Portuguese and a couple of local commanders from black Portuguese family, da Hornay and da Costa to fight againts the VOC and Kingdom of Lima Pantai Solor Watan Lema. In 19th century, Kingdom of Larantuka was forced to accept the result of Portuguese and Dutch agreement which was started since 1851 and was ratified on April 20, 1859. The agreement was about the transfer of Flores region and Solor Alor Islands from Portuguese to the Dutch. Since the ratification of the agreement, the Kingdom of Larantuka became one of Dutch colonial government conquered areas. Subsequently, the colonial government binded a political contract with the Kingdom of Larantuka on June 28, 1861, however, the contract or Korte Verklaring still provided discretion to the kingdom to run autonomous administration or zelfbesturende. Since 1851, the Kings of Larantuka Kingdom conducted some changes of their allied and enemy political strategy as efforts to maintain the kingdom sovereignty. The change of the strategy was different with the policies which were taken by the kingdom in 17th and 18th centuries. During 1851 1915, the Kingdom of Larantuka applied temporary allied and enemy political strategy. The Kingdom of Larantuka allied with local Dutch rulers and asked for Resident of Timor and with their conqured areas to fight againts their enemies, Kingdoms of Lima Pantai. The allied policy with the Dutch was also conducted with the Kingdom of Larantuka when they overcame the rebellion of their vassals in mountain that threatened the center of the kingdom area around Larantuka. However, later in some cases, precisely the Kingdom of Larantuka allied with Kingdoms of Lima Pantai to fight against the rebellion of their vassals in Solor and Adonara. To response the Dutch colonial political policies that became the enemy because of Resident and Dutch civil officers intervention in Larantuka, the King of Larantuka allied and cooperated with Dutch Catholic Mission party in Larantuka although in other case the king and Catholic Mission had different opinion especially about the king poligamy and the king behavior who still practised their achestor beliefs that were considered lsquo heathen rsquo by Larantuka Catholic Mission. In general, the ally between the King of Larantuka and Dutch Catholic priests finally showed forever ally until the excile of the King Don Lorenzo II DVG in 1904 who was considered to resist to Dutch colonial policy. The strategy of allied and enemy was also influenced by myth of Demon Paji conflict. The conflict was about the two brothers in ancient time because of various causes, especially the rivalry to get wife that rose the term of lsquo the war of sleeping met and pillow rsquo. Demon desecended Catholic people of Larantuka Kingdom and Paji descended Islamic people of the Lima Pantai Kingdoms. The sovereignty of kingdoms in Flores region and Solor Islands came to end with the existence of the region structuring that was conducted by the Dutch colonial government by integrating the areas into the Residency of Timor and its conqured areas in 1915. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2355
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
"Penguasaan Malaka oleh Bangsa Portugis pada tahun 1511 mernbuka pintu gerbang penyebaran pengaruh Portugis di Nusantara. Bangsa Portugis awalnya melakukan perluasan dalam usaha untuk penyebaran agama dan mencari rempah-rempah untuk menguasai perdagangan dan perekonomian dunia. Dalam perjalanannya menelusuri lautan dan menyinggahi bandar-bandar perdagangan bangsa Ponugis senantiasa menyebarkan pengaruhnya terhadap budaya-budaya masyarakat Iokal. Di nusantara peninggalan Bangsa Poxtugis sangat terlihat di Indonesia Bagian Timur, peninggaIan-peninggalan ini baik berupa peninggalan fisik (Benteng Penahanan), bahasa, dan tradisi (yang berbau keagamaan). Tulisan ini dengan menggunakan pendekatan sejarah berusaha untuk menelusuri keberadaan dari peninggalan-peninggalan bangsa Portugis baik yang berupa peninggalan fisik, bahasa, maupun tradisi keagamaan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat di Larantuka (Flores Timur). Peninggalan pengaruh Portugis ini banyak yang menjadi bagian atau unsur-unsur kebudayaan dari masyarakat Larantuka di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Suku bangsa Lamaholot merupakan suku bangsa yang mendiami wilayah Flores secara umum dan salah satu wilayah yang didiami secara dominan adalah Larantuka. Suku Bangsa Lamaholot ini memiliki ciri budaya tersendiri yang membedakannya dengan suku bangsa-suku bangsa lain di daerah lainnya di Indonesia. Unsur budaya suku bangsa Lamahoiot ini sendiri terbentuk dari beragam unsur budaya yang ada di Indonesia, diantaranya unsur budaya Melayu, budaya Bajo, budaya Jawa, budaya Portugis, dan lain sebagainya. Unsur- unsur budaya ini membaur dalam kesatuan dan membentuk budaya Lamaholot yang sangat kuat berakar dalam masyarakat Lamaholot di Larantuka. Dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan antropologi dan menggunakan metode penelitian kualitatif akan diusahakan untuk mengungkap wujud budaya Suku Lamaholot di Larantuka Flores Timur, dan untuk mengetahui kebertahanan unsur-unsur kebudayaan Suku Lamaholot di era globalisasi,"
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Nilai merupakan inti dari setiap kebudayaan. Nilai-nilal moral adalah sarana pengaruh dari kehidupan bersama, sangat menentukan dalam setiap kebudayaan. Terlebih lagi di tengah kemerosotan moral bangsa kita, sehingga dibutuhkan bangkitnya kembali upaya pelestarian dan pendidikan karakter yang menekankan pada dimensi etis religius. Sejalan dengan hal tersebut, Larantuka sebagai ibu kota Flores Timur yang kini juga telah berhadapan dengan zaman modern yang serba terbuka, dapat mempertahankan nilai-nilai moral adat-istiadat dengan dimulai dari tingkat keluarga untuk menghindari kekosongan moral, kemudian di tingkat pergaulan muda-mudi untuk menghindari hllangnya pegangan dan keteladan dalam meniru kelakuan-kelakuan etis, dan terakhir pergaulan di tingkat masyarakat adat demi lestari dan bangkitnya kembali nilai-nilai etik yang kini terkesan mulai diterlantarkan."
JPSNT 20:2 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jakarta: World Bank, 2004
303.6 BUK
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Taum, Yoseph Yapi
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiai Tradisi Lisan, 1997
398.368 1 YOS k
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"The objectives of this research are: (1) formulating the development strategies of Bima as tourist destination area ; and (2) designing development programs of Bima as tourist destination area. Result of the research indicated that general strategy. The alternative strategies are tourist attraction development strategy, improving security system strategy, tourism supra-structure and infrastructure development strategy, market penetration and promotion strategy, etc. "
JUKIN 5:2 (2010)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Osiana Karita Putri
"Perkembangan objek wisata dapat didefinisikan sebagai perubahan jumlah objek wisata dalam jangka waktu tertentu. Perkembangan objek wisata dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor fisik, aksesibilitas dan pengelola objek wisata.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan objek wisata dan faktor-faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan perkembangan objek wisata. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, plotting objek wisata, dan dokumentasi. Objek wisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah objek wisata yang telah terdaftar di Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Pacitan. Lingkup penelitian ini yaitu objek wisata yang dibuka dari tahun 1823 sampai dengan tahun 2017.
Hasil penelitian menunjukkan perkembangan objek wisata tertinggi terjadi pada periode I 1823-1995 dan periode IV 2013-2017, sedangkan berdasarkan uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara perkembangan objek wisata dan faktor fisik bentuk medan, aksesibilitas jarak dari pusat kota dan ketersediaan jaringan jalan menuju objek wisata dan pengelola objek wisata.
The development of tourism objects can be defined as the change of number of tourism objects within certain time. The development of tourism object can be influenced by several factors such as physical factor, accesibillity and tourism object organizer. The purpose of this study is analyzing the development of tourism objects and the factors that have significant relation with development of tourism objects. The data are collected by observation, interview, plotting, and documentation. The population are tourism object that registered by the department of tourism, youth, and sport of Pacitan Regency. The scope are tourism objects which opened from 1823 until 2017. The result shows the highest development of tourism objects occurred in the period 1823 1995 and period 2013 2017, while based on statistic shows significant relation between tourism objects development and physical factor terrain, accessibility distance from city center and the availability of road network toward tourism obects, and tourism object organizer."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nuryahman
Yogyakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013
726.9 NUR s
Buku Teks Universitas Indonesia Library