Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131072 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kedelai merupakan salah satu sumber protein dan lemak nabati yang penting. Perubahan iklim global berpengaruh terhadap produktivitas kedelai, sehingga diperlukan kultivar-kutivar baru yang mempunyai sifat unggul tertentu agar produkivitas kedelai dapat ditingkatkan. Teknik in vitro dengan mutasi dan keragaman somaklonal merupakan meoda alternatif untuk memperoleh varietas baru apabila material genetik sebagai bahan seleksi tidak tersedia. Induksi mutasi dapat dilakukan pada populasi sel embriogenik dengan menggunakan iradiasi sinar gamma atau senyawa kimia, antara lain Ethyl Methan Sulfonate (EMS). Kedua metoda tersebut telah banyak digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman dan telah dikuasai dalam penerapan teknologi tersebut adalah meregenerasikan sel somatik hasil mutasi dan keragaman somaklonal agar dapat ditumbuhkan menjadi plannet (tunas in vitro). Beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasi tanaman adalah jenis bahan tanaman, genotipe, komposisi media, dll. Perlakuan keragaman somaklonal dan mutasi yang diberikan dapat menyebabkan kerusakan pada sel sehingga diperlukan modifikasi pada metode regenerasi yang sudah diketahui agar populasi sel yang hidup setelah perlakuan mutasi dapat tumbuh menjadi tunas-tunas mutan."
AIDR 10:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Wahdy Murisy
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S28575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Nursyamsi Handayani
"Pengukuran dosis serap dalam bidang industri sterilisasi bahan pangan dengan menggunakan radiasi sinar gama merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan proses iradiasi. Dosimeter radiokromik merupakan salah satu dosimeter rutin yang dapat digunakan untuk memonitor proses iradiasi secara sederhana dan mampu memberikan informasi secara langsung yang berbasis pada perubahan warna yang dapat diamati secara visual setelah terpapar dosis radiasi pada tingkat tertentu. Penelitian ini melaporkan pembuatan dosimeter radiokromik dalam wujud cair dengan menggunakan zat pewarna alami yang berasal dari ekstrak bunga Hibiscus sabdariffa L. (rosela). Cairan radiokromik yang dipersiapkan sebanyak lima macam yaitu larutan ekstrak rosela dengan pelarut air destilasi ganda, larutan ekstrak rosela dengan pelarut etanol 70% dan larutan ekstrak rosela yang dicampurkan dengan larutan PVA dan larutan NaCl. Seluruh larutan yang telah dipersiapkan, diiradiasi gama menggunakan sumber radiasi Cobalt-60 dengan laju dosis 4,84 kGy/jam, dan di uji stabilitas dengan berbagai kondisi lingkungan. Karakterisasi sifat optik dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis dan spektrofotometer FT-IR, selain itu perubahan warna larutan di dokumentasikan dengan kamera. Hasilnya menunjukkan larutan ekstrak rosela sensitif terhadap radiasi gama, dengan degradasi warna dari merah pekat menjadi merah tranparan setelah dipaparkan sinar gama dengan dosis 0-10 kGy untuk larutan ekstrak rosela dengan pelarut air destilasi ganda, sedangkan larutan ekstrak rosela dengan pelarut etanol 70% mengalami perubahan warna yang lebih tajam dari merah pekat menjadi kuning transparan dengan dosis 0-7 kGy. Larutan ekstrak rosela yang dicampurkan dengan larutan PVA dan larutan NaCl mengalami pola perubahan warna yang serupa dari dosis 0-1,5 kGy.

Measurements of absorbed dose in the industry of food sterilization using gamma ray radiation are one of the important factors that determine the success of the irradiation process. Radiochromic dosimeters are one of the routine dosimeters to monitor the irradiation process by simply and able to provide information directly based on color changes that can be observed visually after radiation exposure at a certain dose level. This study reports the fabrication of liquid radiochromic dosimeters using natural dye from Hibiscus sabdariffa L. (roselle) flower extract. The liquid radiocromic has prepared as many as five types,  roselle extract solution with aquabidest as a solvent, roselle extract solution with 70% ethanol as a solvent and roselle extract solution mixed with PVA solution and NaCl solution. All the solutions has prepared, irradiated using gamma ray from a Cobalt-60 source with a dose rate of 4.84 kGy/h, and tested stability in various environmental conditions. Characterization of optical properties was carried out using a UV/Vis spectrophotometer and FT-IR spectrophotometer, in addition, the changes of the color of the solution documented using the camera. The results showed roselle extract solution was sensitive with gamma radiation, with color degradation from strong red to transparent red after being gamma ray irradiation at the dose 0-10 kGy for roselle extract solution with double distilled water, while roselle extract solution with ethanol 70% the degradation of the color more intense from red to faint yellow with doses of 0-7 kGy. The Roselle extract solution mixed with PVA solution and NaCl solution undergoes a similar degradation the color of the solution from a dose of 0-1.5 kGy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
"Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Orba, biji-biji kedelai direndam dalam berbagai konsentrasi kolkisin, masing-masing selama 3, 6, dan 9 jam. Konsentrasi kolkisin yang dimaksud adalah 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm. Selanjutnya biji tersebut ditanam dalam kantung polietilen hitam. Metode penelitian adalah rancangan acak lengkap. Analisis variansi 2 faktor pada a = 0,05 menunjukan bahwa lama perendaman biji berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji, nilai tertinggi berturut-turut dihasilkan 22,87 polong dan 42,20 biji, yaitu pada perendaman 3 jam. Tingkat konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu seberat 16,19 g/100 biji. Jumlah polong dan biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 0 ppm, masing-masing dengan nilai 34,56 polong dan 62,22 biji. Interaksi lama perendaman biji dan tingkat konsentrasi kolkisin hanya berpengaruh terhadap ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada lama perendaman 9 jam dengan tingkat konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu 19,44 g/100 biji. Persentase protein meningkat sejalan dengan besarnya konsentrasi dan lama perendaman biji dalam larutan kolkisin sedangkan persentase karbohidrat menurun pada semua perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Yuniati
"Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Telah dilakukan penelitian untuk menilai persentase perkecambahan dan ketahanan sepuluh galur dan varietas tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap cekaman garam. Perlakuan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl 70, 80, 90, dan 100 mM pada media basal. Berdasarkan beberapa kriteria berupa pengamatan secara visual, persentase perkecambahan, rasio berat basah/berat kering dan persentase kematian tunas apikal dapat disimpulkan galur yang toleran garam adalah Wilis, Malabar dan Sindoro, galur sensitif adalah Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang dan Sriyono, sedangkan yang sedang adalah Genjah Jepang, Lokan, dan Tidar.

Screening of Soybean Cultivars Glycine max (L.) Merrill under Sodium Chloride Stress Condition. Salinity is one of the most serious and widespread agricultural problems resulting in losses of yield. Generally, as land is more intensively cultivated, the salinity problem becomes more severe. A high concentration of NaCl greatly reduces growth of both the shoot and the root. One strategy available to cope with saline soil is to choose salt-tolerance crops or to select salt-tolerance cultivars within a crop. Experiments were conducted to asses the performance of ten cultivars soybean (Glycine max [L.] Merrill) to salt stress at germination and seedling stages. Salinity treatments were begun by adding 70, 80, 90, and 100 mM NaCl to the basal nutrient solution. According to germination percentage, fresh weight/dry weight ratios, and the percentage of dead apical buds we suggest that Wilis, Malabar and Sindoro were tolerant lines, Genjah Jepang, Lokan, and Tidar were moderate and the sensitive lines were Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang and Sriyono."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Evennia
"Kacang kedelai merupakan sumber isoflavon terbanyak dan salah satu produk olahannya ialah susu kacang kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian susu kacang kedelai terhadap kadar glukosa darah mencit putih jantan galur ddY yang dibebani glukosa. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 25 ekor mencit putih jantan galur ddY yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kontrol normal (CMC 0,5% 0,5 ml/20 g BB), kontrol pembanding (Metformin HCl 13 mg/20 g BB), dan 3 variasi dosis uji (0,325 g kedelai/20 g BB; 0,65 g kedelai/20 g BB; 1,3 g kedelai/20 g BB) yang diberikan dalam bentuk susu kacang kedelai. Mencit terlebih dahulu diukur kadar glukosa darah puasa, kemudian diberikan larutan uji. Tiga puluh menit setelah perlakuan, kadar glukosa darah diukur kembali, kemudian diberikan glukosa 2 g/kg BB per oral. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada menit ke-30, 60, 90, 120 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan glukometer ACCU-CHEK® Active. Pemberian susu kacang kedelai dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit putih jantan galur ddY yang dibebani glukosa pada semua dosis (0,325; 0,65; 1,3 g kacang kedelai/20 g BB mencit), namun penurunan kadar glukosa darah yang terbaik terlihat pada dosis 1 (0,325 g kacang kedelai/20 g BB mencit).

Soybean is most abundant source of isoflavones and one of soy products is soybean milk. This study was made to investigate the effect of soybean milk administration towards blood glucose level in glucose loaded male ddY mice. A completely randomized design was conducted using 25 male ddY mice that were divided into 5 groups; normal control (CMC 0,5% 0,5 ml/20 g b.w.), drug control (Metformin HCl 13 mg/20 g b.w.), and 3 different treatment doses (0,325 g soybean/20 g b.w.; 0,65 g soybean/20 g b.w.; 1,3 g soybean/20 g b.w.) which were given in soybean milk. Fasting blood glucose was measured and mice were treated based on their groups. Thirty minutes after treatment, blood glucose level was measured again and then mice were loaded glucose 2 g/kg b.w. orally. Blood glucose level was measured at 30, 60, 90, and 120 minutes postload glucose. Blood glucose level was measured by using ACCU-CHEK® Active meter. Administration of soybean milk lowered blood glucose level in glucose loaded male ddY mice treated with 0,325; 0,65; 1,3 g soybean/20 g b.w., but treatment with 0,325 g soybean/20 g b.w. showed the best reduction of blood glucose level."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42758
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa
"Usaha ekstensifikasi terus dilakukan pemerinlah untuk peningkatan produksi kedelai national melalui pemanfaatan lahan di daerah pasang surut. Namun masalah salinitas menjadi faktor pemhalas pertumbuhan lanaman. Salah sain sirategi unluk mcngatasi masalah tersebut adalah memilih kultivar Tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar gararn tinggi. Telah dilakukan penelitian di rumah kaca Departemen Biologi FMIPA-U1 pada bulan Descmber 2003 sampai dengan Maret 2004 yang bertujuan untuk mengetahui respon tanaman kedelai [Glvcine max (L.) Merr.] variatas Jayawijaya terhadap beberapa konsetilrasi NaCl yaitu 0. 25. 50, dan 75 inM.Perlakuan NaCl diberikan sejak pengecambahan biji (dengan cara irigasi) sampai niasa pcrtumbuhan tanaman (dengan cara perendaman). Berdasarkan pengamatan kualitatif berupa persentasi perkecambahan, jumlah daun, berat segar tajuk. dan bera kering tajuk dapat disimpulkan bahwa NaCl konsentrasi 50 mM sudah mulai menurunkan kualitas pertumbuhan tanaman kedelai variatas Jayawijaya sehingga kedtlai varietas ini tergolong varietas yang scnsitif terhadap kadar garam di alas 50 mM.

Government keeps trying to increase the production of soybean through extensification program (enlarging the planting area) by using marginal land. However, salinity is being a factor thai influences llie growth and limits the productivity of crop plants. One of strategies to maintain production on saline soils includes the use of plants that are tolerant lo salinity. Experiments were conducted at green house of Department of Biology on December 2003 - March 2004.1 he objective of ihis study was to evaluate the effect of salinity on growth of soybean \Glycine max (L.) Men.) var. Jayawijaya at seedling stage and the later stages. In this study soybean were treated with 0, 25, 50 and 100 mM NaCl. The treatments with NaCl were begun since germination. Hased on qualitative test which are germination percentage, amount of leases, and 1'resh and dry shoot weight it was concluded that on NaCl 50 mM, the quaility of this plant growth start to decrease. Ihis Jayawijaya soybean is categorised as a sensitive to salinity above 511 mM."
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2003
SAIN-8-1-2003-13
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Surya
"ABSTRAK
Sweet sorghum is a kind of sorghum that contains high content of sugar in its stem. Sweet sorghum has a big potential to be developed in Indonesia owing to its wide adaptation and the fact that it can be used as raw material for liquid sugar, syrup, ethanol, and also as animal feed. Sweet sorghum has not been developed in Indonesia because of lack of a sweet sorghum variety. Improvement of available sweet sorghum genotype can be done among others through plant breeding program. First step on the plant breeding program is to increase the plant genetic variability. This might be done by introduction of varieties or by breeding to create new varieties. Induced mutation using Gamma irradiation can be used to increase the genetic variability of sweet sorghum. Mutation breeding using Gamma irradiation in sweet sorghum was aimed at improving the yield and quality of sweet sorghum.
This research was conducted to study the effect of Gamma irradiation on sweet sorghum growth in the M1 generation, and to estimate the optimal dose range suitably for the breeding program. Beside, the objective of this research was to evaluate the genetic variability for the purpose of plant selection in the M2 generation.
Plant materials consisted of 2 sweet sorghum lines introduced from ICRISAT namely line No. 79 and No. 83. Non-saccharin sorghum of local variety Fiigari was used as a control. The doses of Gamma irradiation treatment were 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900, and 1000 Gy. The Ml plants were sown in greenhouse at PATIR-BATAN Jakarta, and then were transplanted in the experimental field at Balitbiogen, Bogor. The M2 plants were grown in the experimental field at Lubang Buaya, Jakarta. Important agronomic traits such as plant height, spike length, stem diameter, and grain weight/spike were observed.
The results indicated that sorghum lines gave different response to Gamma irradiation, and all measured variables were significantly affected. Irradiation gave morphology and physiology damages on sorghum like abnormality, sterility, and lethality in the Ml generation. The increase of irradiation doses increased physiological damage. Effective doses of Gamma irradiation for sweet sorghum was to be around 400-500 Gy, and the lethal doses 50% of sweet sorghum was around 800-1000 Gy. Putative mutation sometimes could be observed in the M2 generation. The treatment of Gamma increased genetic variability of plant height, spike length, stem diameter, and grain weight/spike. The highest genetic variability was found in the dose treatment of 200-300 Gy. Within this interval dose, there might be high probability to find desirable mutants for further breeding purpose. A number of 38 plants had been selected from the M2 population as putative mutants.
"
2007
T20182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilowati Hadisusilo
"ABSTRACT
Fermentasi susu kedelai dengan L.bulgarious dapat menurunkan kandungan asam fitat sampai 37%. Asam fitat dapat menghambat absorpsi Ca dengan membentuk Ca-fitat, suatu senyawa. yang tidak larut.
Pada penelitian pengaruh fermentasi susu kedelai pada absorpsi Ca ini, digunakan 31 tikus putih strain LMR, jantan berumur 2 bulan. Tikus-tikus ini dibagi kedalam dua kelompok, 10 tikus untuk kelompok pembandingan (kontrol) dan 21 tikus untuk kelompok percobaan. DIet makanan tikus adalah diet D-1 (standar dietyang diperkaya Ca), diet D-2 (diet D-1 + susu kedele) dan diet D-3 (diet D-1 + fermentasi susu kedele).
Perlakuan pada kelompok kontrol diberikan diet D-1 selama 6 minggu sedangkag kelompok percobaan secara berturut-turut diberikan diet D-1 (2 minggu), diet D-2 (2 minggu) dan diet D-3 (2 minggu). Absorpsi Ca pada tikus ditentukan dengan mengukur konsentrasi Ca dalam fesesnya. Pada hari ke 10, 24 dan 38 feses tikus diambil untuk dianalisis.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa absorpsi Ca nada tikus meningkat bila diet yang mengandung susu kedelai diganti dengan diet yang mengandung fermentasi susu kedelai."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supadi
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2009
AKP 7(1-4)2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>