Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132032 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Clarissa Paramitha Utami Widhiana
"Penelitian ini untuk menganalisa tentang Orientalisme, pertukaran budaya, dan isu feminisme di dalam pencarian identitas seseorang. Diangkat dari sebuah novel berjudul The Woman Warrior yang ditulis oleh Maxine Hong Kingston. Novel ini bercerita tentang seorang gadis Tionghoa yang hidup di Amerika dan mengalami kebingungan akan identitas dirinya. Teori yang digunakan meliputi sejarah, sosiologi, dan feminisme. Teori-teori tersebut berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penulisan ini, yaitu menganalisa kehidupan seorang gadis dalam konteks sejarah dan budaya Cina dan Amerika. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kingston terus menerus dilanda kebingungan akan identitasnya, Tionghoa atau Amerika. Ibunya meminta Kingston untuk menjaga tradisi Tionghoa yang sudah diwariskan kepadanya, tetapi lingkungan sosialnya memaksa Kingston untuk beradaptasi. Ilustrasi ini menggambarkan kesulitan mencari jalan tengah untuk kedua budaya yang jauh berbeda dan pengaruh masa lalu ke perkembangan gender dan identitas etnis.

This study is to analyze the Orientalism, cross cultural and feminine issues in order to find someone?s identity in The Woman Warrior, a novel written by Maxine Hong Kingston, since this novel talks about a Chinese girl who lives in America and is confused about her identity. The theoretical approach will be historical, sociological and feminist theories because they are related to the study which is to analyze a woman's life in the historical and cultural context of Chinese - American society. The result shows that Kingston is still confused to which identity she belongs to, Chinese or American. Her mother asks her to keep her Chinese tradition culture. On the other hand, her society pushes her to adapt the American culture. The narratives illustrate the impossible task of negotiating two different cultures and finding a balance to construct gender and ethnic identity. Finally, in all of narratives a similar thread reappears in the form of the past and its influence on the progression of their gender and ethnic identities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Patrisius Wisnu Wardono
"Dengan E-Commerce terus tumbuh sepanjang tahun dan didukung oleh pertumbuhan yang pesat dari tingkat penetrasi Internet, membangun E-Loyalty merupakan sebuah hal yang paling penting bagi perusahaan. Dengan memahami hal ini, perusahaan dapat mengetahui faktor-faktor anteseden apa saja yang mempengaruhi E-Loyalty, dengan tujuan untuk mencapai keuntungan yang berkelanjutan dan memenangkan kompetisi. Dari data statistik pada tahun 2014, ditunjukkan bahwa pengguna Internet yang paling aktif berusia antara 16-34 tahun dan termasuk dalam kategori Generation Y. Untuk membuka target pasar potensial ini, perlu penyelidikan lebih lanjut dan fokus pada bagaimana mereka mengadopsi E-Commerce. Bagi perusahaan E-Commerce yang sedang berkembang, globalisasi dan memperluas ke negara lain merupakan salah satu tujuan yang dapat diraih. Bagaimana perusahaan bisa beradaptasi pada budaya yang berbeda dan menerapkannya pada platform E-Commerce akan menghasilkan kesempatan yang lebih baik untuk sukses. Penemuan dalam penelitian ini adalah faktor anteseden yang mempengaruhi pada E-Loyalty dan bagaimana budaya dimensi berperan pada faktor-faktor anteseden.

As E-Commerce keeps growing through year and supported with sustainable growth of Internet penetration rate, building E-Loyalty is considered as the most important thing for company. It is important for companies to understand what the factors antecedents are affecting on E-Loyalty, to achieve sustainable advantage and win competitions. Data collections for previous year, 2014, showed that the most avid Internet users were between 16-34 years old and fall into category Generation Y. To unlock this potential target market, it needs a further investigation and focus on how they adopt E-Commerce. As the company grows, they will go global and expanding to another country. How company could adapt on different culture and implement it on E-Commerce platform will result a better chance to success. Findings in this study discovered factors antecedents affecting on E-Loyalty and how cultural dimensions play role on factors antecedent relationship.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goldy Leonard
"[ ABSTRAK
Fokus utama dari studi ini adalah pemaparan konsep Orientalisme Edward Said yang bertentangan dengan depiksi Timur dan Barat dalam film karya Edward Zwick, The Last Samurai (2003). Stereotipe ketimuran dan mistis samurai pada jaman Edo di Jepang bertemu dengan stereotipe bangsa Barat pada film ini. Potret Timur (samurai) dan Barat (pasukan imperial) dalam film in kontradiktif dengan Orientalisme Said yang mengemukakan bahwa bangsa Barat cenderung menggambarkan potret yang salah terhadap bangsa Timur untuk menopang superiotas Barat terhadap Timur. Studi ini mencoba untuk mengurangi skeptisme terhadap film-film produksi Barat yang kerap memprojeksikan budaya lain sebagai tema film
ABSTRACT The main focus of this study is how Edward Said?s concept of Orientalism contradicts the depiction of the East and the West in Edward Zwick?s The Last Samurai (2003). The stereotypes of Japan in the late
Edo Period (17th - 19th century) that are portrayed with mysticism of the samurai encounter the depiction of the West. The portrayals of the East (samurai) and the West (imperial forces) are in contrary with Said?s Orientalism in which the West tends to false-portray the East to maintain superiority over the East. This study tries to reduce the skepticism towards Western movies that project other cultures., The main focus of this study is how Edward Said’s concept of Orientalism contradicts the depiction of the East and the West in Edward Zwick’s The Last Samurai (2003). The stereotypes of Japan in the late
Edo Period (17th - 19th century) that are portrayed with mysticism of the samurai encounter the depiction of the West. The portrayals of the East (samurai) and the West (imperial forces) are in contrary with Said’s Orientalism in which the West tends to false-portray the East to maintain superiority over the East. This study tries to reduce the skepticism towards Western movies that project other cultures.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nandika Mandiri
"Tesis ini membahas permasalahan representasi budaya Timur dan Barat. Dengan menggunakan konsep Orientalisme Edward W. Said, analisis menunjukkan bahwa melalui narasi yang disampaikan oleh tokoh Timur, Timur dan Barat direpresentasikan secara kompleks dalam oposisi biner positif/negatif. Tokoh-tokoh Timur memaknai Barat sebagai subjek ideal. Barat merepresentasikan Timur dengan sangat stereotipik. Tokoh-tokoh Timur direpresentasikan sebagai pihak yang berusaha mengingkari identitasnya sebagai Timur dan memiliki pola pikir Barat. Akan tetapi akar budaya Timur yang kokohlah yang menjadi solusi self-denial itu. Hasil analisis menunjukkan bahwa Shanghai Baby menawarkan suatu kritik yang berkaitan dengan pemaknaan dan representasi budaya Timur dan Barat yang stereotipik.

The thesis discusses the problems related to Eastern and Western culture representation. The analysis which is based on Orientalism concept of Edward W. Said, shows that the narration given by a character from Eastern world represents the Eastern and Western world in a positive/negative binary opposition. Characters from the Eastern World see the Western world as an ideal subject; whereas the Western counterparts represent the Eastern world in a very stereotypical manner. Characters from Eastern world are represented people who try to deny their identity as being from the Eastern world, however the robust root of Eastern culture has become solution for the self-denial problems. The result of the analysis shows that Shanghai Baby offers a critic pertaining to stereotypical understanding and representation of Eastern and Western world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T26176
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Armiwati
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sistha Widyaresmi
"Kolonialisme pada mulanya adalah penguasaan rempah rempah dan hasil bumi untuk memperkaya negeri penjajah dalam meluaskan kekuasaannya. Pada fase selanjutnya, kolonialisme tidak hanya berpusat pada rempah, beras, dan sagu, melainkan juga penguasaan masyarakat atau hegemoni. Kaum penjajah tidak hanya mengambil sumber daya alam yang ada, tetapi juga membentuk pola pikir sumber daya manusianya sehingga mereka dapat menerima diri sebagai kaum inferior. Penjajah membalikkan masa lalu bangsa terjajah, dan mendistorsi, menodai, dan menulis ulang masa lalu bangsa tersebut. Skripsi ini membahas orientalisme dan pengaruh poskolonialisme pada masyarakat bekas jajahan, khususnya Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelusuran literatur kepustakaan dari tema tersebut. Hasil penelitian memperlihatkan pengetahuan dan kekuasaan tidaklah terpisahkan. Siapa yang berpengetahuan dialah yang berkuasa, dan penguasa menciptakan kebenaran atas sebuah pengetahuan. Kami dan mereka adalah sebuah kata yang diwacanakan sang penguasa. Bahasa tidak lagi sebagai alat berkomunikasi tetapi sebagai alat menghegemoni.

At the beginning colonialism was the mastery of spices and agricultural products to enrich the invading country in expanding his power. In the next phase, colonialism is not only centered on the spices, rice, and sago, but also the mastery of society, or hegemony. The invaders did not just take the existing natural resources, but also establish the mindset of its human resources so that they can accept themselves as the inferior. Reversing past invaders colonized people, and distort, stain, and rewriting the history of the nation. This thesis discusses orientalism and post colonialism influence on the former colonies, especially Indonesia. This study uses literature source of the theme. The results show that knowledge and power are not separated. Those who have knowledge, they have power to lead. The sovereign has power to create the truth of knowledge. 'Us' and 'them' are words that discourse of the sovereign. Language is no longer as a means of communication but as hegemony."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42023
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Zuliana Shabrin
"Konsep Orientalisme sering ditemukan dalam cerita bergenre fantasi, di mana selalu terdapat dua sisi yang berlawanan: baik dan jahat, atau diri sendiri dan orang lain. A Song of Ice and Fire, sebuah novel seri fantasi kontemporer karya George R. R. Martin, terlihat menimbulkan kesan Orientalisme, khususnya dilihat dari pembagian dan penggambaran setting-nya, benua Westeros dan Essos, yang dilukiskan masing-masing sebagai kerajaan yang beradab dan benua yang barbar. Penamaan benua-benua tersebut sendiri nampak menyinggung Barat (West) dan Timur (East), pembagian yang membentuk ide Orientalisme itu sendiri.
Artikel ini bertujuan untuk mengamati lebih jauh setting dari novel seri ini, pertama dari deskripsi-deskripsi setiap setting, termasuk geografi, orang-orang, dan budayanya, dan kemudian menggunakan empat dogma dasar Orientalisme rumusan Edward Said untuk mengamati bagaimana gambaran-gambaran tersebut sebenarnya terlihat.
Penelitian ini menemukan bahwa Westeros dan Essos sama-sama beragam dan berbeda dengan caranya masing-masing. Kemudian, pembagian antara keduanya merupakan murni pembagian atas dasar geografi, bukan atas konsep yang bertolak belakang seperti baik dan jahat atau diri sendiri dan orang lain. Dapat disimpulkan bahwa A Song of Ice and Fire tidak menampilkan ide Orientalisme.

The concept of Orientalism can often be found in fantasy stories, where there are two sides of things: good and evil, or self and other. A Song of Ice and Fire, a contemporary fantasy novel series by George R. R. Martin, has made a seemingly Orientalist impression, especially with the clear division and depictions of its settings, the continent Westeros and Essos, which are portrayed as a civilized kingdom and a barbaric continent respectively. The naming of the continents itself seems to hint on the West and the East, a division upon which Orientalism idea is built.
This paper is aimed to further observe the series’ settings, first from the descriptions of each setting, including the geography, people, and culture, and then using Edward Said’s four principal dogmas of Orientalism to see how these settings are actually seen.
This research discovers that Westeros and Essos are equally diverse and different in their own way. Moreover, the division between the two is purely on geographical base, not opposite concepts like good and evil or self and other. It is concluded that A Song of Ice and Fire series does not portray the idea of Orientalism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
London: Pharmaceutical Press, 2010
613.843 TRA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lala Isna Hasni
"Meski tragedi 9/11 telah berlalu, memori tentangnya masih tetap ada. Dengan membongkar konstruksi memori 9/11 dalam dua novel anak yakni United We Stand (2009) dan Towers Falling (2016), penelitian ini bermaksud untuk melihat dinamika identitas bangsa Amerika yang terefleksikan melalui konstruksi memori tersebut. Hasil analisi menunjukkan bahwa memori 9/11 dalam kedua novel dikonstruksikan melalui dua sudut pandang yakni sudut pandang institusi dan personal. Melalui sudut pandang institusi memori 9/11 dikonstruksi dalam framing aksi teror, pengalaman traumatis, sejarah, dan persatuan bangsa. Melalui sudut pandang personal memori 9/11 dikonstruksi dalam framing pengalaman traumatis, American Dream, dan kepahlawanan. Konstruksi memori tersebut merefleksikan pandangan teks terhadap identitas bangsa Amerika. Di satu sisi, identitas bangsa Amerika sebagai bangsa adidaya terus dipertahankan di kedua novel. Di sisi lain, American Dream sebagai bagian dari identitas bangsa Amerika mengalami pergeseran makna. Pergeseran tersebut berkaitan dengan isu rasial yang berkembang seiring waktu di Amerika. American Dream dalam United We Stand cenderung memihak pada kulit putih (white supremacy) sedangkan American Dream dalam Towers Falling cenderung bersifat multikultural meski juga terdapat ambivalensi di dalamnya. Dengan demikian, pergeseran tersebut memperlihatkan bahwa identitas bangsa Amerika terbilang dinamis.

Although the 9/11 tragedy has passed, the memory remains. By analyzing the 9/11 memory construction in two children's novels United We Stand (2009) and Falling Towers (2016), this study intends to show American identities reflected from the novels. The results show that the 9/11 memories in both novels are constructed through two perspectives; institutional and personal. From institutional perspective, the 9/11 memory is constructed in four frames; acts of terror, traumatic experiences, history, and unity. From personal perspective, the 9/11 memory is constructed in three frames: traumatic experiences, the American Dream, and heroism. The memory construction reflects the texts’ views of American national identity. On one hand, American identity as a superpower country continues to be maintained in both novels. On the other hand, the American Dream as part of American identity experienced a shift in meaning. This shift is related to racial issues that have developed over time in America. The American Dream in United We Stand tends to side with white people (white supremacy). On the contrary, the American Dream in Towers Falling tends to be multicultural even though there is also ambivalence in it. This shift shows that American identity is dynamic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kajian ini bertujuan untuk mengukur tahap kompetensi spiritual dan tahap kaunseling pelbagai budaya dalam kalangan kaunselor berdaftar di Malaysia. Kajian ini juga ingin menguji perbezaan tahap kompetensi spiritual dan tahap kompetensi kaunseling pelbagai budaya berdasarkan faktor-faktor demografi seperti faktor jantina, umur, agama, keturunan, tahap kelulusan pendidikan dan tempoh perkhidmatan. Di samping itu, hubungan antara kompetensi spiritual dan kompetensi kaunseling pelbagai budaya juga akan ditentukan. Kajian berbentuk tinjauan deskriptif ini dijalankan dengan mentadbir soal selidik the Spiritual Competency Scale oleh Young, Cashwell, Wiggins-Frame dan Belaire (2012) dan soal selidik Kompetensi Kaunseling Pelbagai Budaya yang diterjemah daripada soal selidik Multicultural Competency Inventory oleh Sodowsky (1993). Seramai 240 orang kaunselor berdaftar yang berkhidmat di seluruh negara terlibat dalam kajian ini. Keputusan kajian mendapati kebanyakan kaunselor mempunyai tahap kompetensi spiritual yang sederhana dengan nilai min 3.64 dan juga tahap kompetensi kaunseling pelbagai budaya yang sederhana dengan nilai min 2.78. Dari segi perbezaan terhadap tahap kompetensi spiritual,tidak terdapat perbezaan signifikanberdasarkan jantina, umur, tahap pendidikan dan tempoh perkhidmatan. Hanya faktor agama dan keturunan sahaja yang mempunyai perbezaan signifikan terhadap tahap kompetensi spiritual kaunselor. Manakala bagi kompetensi kaunseling pelbagai budaya hanya terdapat perbezaan signifikan berdasarkan faktor umur sahaja. Wujud hubungan yang signifikan antara kompetensi spiritual dan kompetensi kaunseling pelbagai budaya. Sehubungan dengan keputusan kajian yang diperoleh, beberapa cadangan telah dikemukakan."
JBSD 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>