Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155553 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febrina Tumalasari
"ABSTRAK
Persaingan industri pertelevisian di Indonesia sangat ketat. Stasiun televisi berlomba-lomba menyajikan program yang dapat meraih penonton dan pengiklan yang banyak. Dalam hal ini, rating share dan perolehan iklan sangat menentukan hidup dan matinya stasiun televisi. Dihadapkan pada fenomena demikian, NET justru hadir secara berbeda. Alih-alih membuat program yang mirip dengan stasiun televisi lain, NET menyajikan program yang sesuai dengan kebutuhan spesifik segmen tertentu yang tidak dilayani oleh stasiun televisi sebelumnya. Dengan kata lain, NET telah memiliki niche marketnya. Niche market NET adalah mereka yang jenuh dengan tayangan televisi pada umumnya dan membutuhkan tayangan yang baru. Meskipun jumlahnya sedikit, niche market NET diperkirakan mampu membuat stasiun televisi baru ini bertahan.

ABSTRACT
The competition of television industry in Indonesia is very firm. Television stations are competing to provide programs which tend to gain many audiences and television commercials. In this case, the rating share and the gaining of commercials revenue really determine the life of television stations themselves. Faced by such phenomena, NET, in fact, came differently. Instead of making similar programs to other television stations’, NET provides programs which are suitable to specific needs of certain audience segment that are not well served by other television stations. In other words, NET already has its niche market. The niche market of NET are those who got tired of television programs in general and need a new kind of fresh program. Although it might be just a few, it is predicted to be able to make this station survives. "
[, ], 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andica Giovanni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas content strategy market challenger dalam menghadapi market leader
industry televisi, dengan studi kasus pada NET terhadap Trans TV. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan menggunakan desain deskriptif. Temuan dianalisis dengan
menggunakan kerangka analisis Industrial Organization Model yang membahas market
structure, conduct dan performance. Hasil temuan menunjukkan bahwa kondisi market structure
yang oligopoli mempengaruhi conduct Trans TV sebagai market leader dan NET sebagai market
challenger dalam memperebutkan target audience yang sama. Sebagai market challenger NET
melakukan strategi frontal attack terhadap Trans TV dengan content strategy yang berbeda.
Performance content strategy tersebut ditunjukkan melalui rating, share dan penerimaan iklan

ABSTRAK
This thesis deals with the content strategy of the market challenger against the market leader of
television industry, with case study in NET towards Trans TV. This research is aqualitative study
using descriptive analysis design. The findings were analized by usingthe Industrial Organization
Model of analytical framework that explore the marketstructure, conduct and performance. The
analisys is shows that condition of an oligopolymarket structure influences the conduct of Trans
TV as the Market leader and NET as themarket challenger in competing the same target audience
and advertising. As the marketchallenger NET conduct a frontal attack strategy against Trans TV
with a differentcontent strategy. The performances of the content strategies can be showed in
rating,share and advertising revenue."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinckey Triputra
"Belajar dari kegagalan Soekarno yang administrasi pemerintahannya relatif tidak stabil disertai indikator ekonomi yang makin memburuk, Rezim Orde Baru memprioritaskan kestabilan politik yang dijadikan dasar untuk pertumbuhan ekonomi. Kedua strategi ini dipromosikan kepada negara Barat yang sedang kuat sentimen anti-komunismenya guna menarik modal asing. Bagi rezim Soeharto, pengintegrasian struktur ekonomi nasional ke dalam pasar bebas dengan spirit Neoliberalisme (ekspansi modal global yang agresif dengan tuntutan membebaskan pasar dari segala intervensi), dilakukan dalam upaya meningkatkan legitimasi (pencapaian) ekonomi Orde Baru. Namun pada masa itu pun telah terdapat dilema, berupa upaya melindungi modal nasional dalam industri media yang antara lain dilakukan secara sepihak oleh Harmoko selaku Menteri Penerangan; serta terlibatnya bagian dari elite yang berkuasa dalam permodalan industri media (integrasi vertikal). Lebih jauh, pengintegrasian ke dalam pasar bebas ini juga membawa dilema berupa kerentanan terhadap arus informasi dan perubahan persepsi, misalnya (atau utamanya) terhadap perpindahan modal asing.
Penekanan pada kestabilan politik mendorong pemerintah Orde Baru melakukan kontrol preventif dan korektif yang menyeluruh terhadap pers di Indonesia, dalam bungkus hegemoni "Pers yang bebas dan bertanggung jawab", "Pers Pancasila" dan lain lain. Di luar TVRI, kelima stasiun TV swasta pertama dimiliki oleh anggota atau kroni bisnis Keluarga Cendana. Kontrol ini justru membuat mereka tidak dapat mengidentifikasi atau mengevaluasi berbagai persoalan yang mengancam kelangsungan rezim tersebut tepat pada waktunya. Krisis ekonomi yang menimpa Asia pada tahun 1997, meningkatnya intensitas gerakan mahasiswa dan aktivis dengan alur informasi dari media alternatif (internet, jaringan berita kampus dan LSM) membantu aksi sosial jurnalis secara bertahap guna mengatasi hambatan struktural di ruang-ruang redaksi media cetak, radio dan TV. Perpindahan modal sebagai konsekuensi logis dari kerentanan pengintegrasian ke dalam pasar bebas, akhirnya ikut berkontribusi pada terjadinya the unthinkable Revolusi Mei 1998.
Jatuhnya Soeharto memulai suatu pemerintahan baru yang relatif lemah karena masih terasa kuatnya perlawanan elemen-elemen Civil Society menuntut perubahan di segala bidang. Pembubaran Departemen Penerangan oleh Abdurrahman Wahid membuat terdapatnya semacam kondisi lawlessness pada industri penyiaran, karena eksekutor dari Undang-Undang Penyiaran No 24/1997 tidak lagi eksis. Di tengah tuntutan akan demokratisasi sistem media, yang muncul kemudian hanyalah 5 stasiun TV komersial yang masih berlabel nasional, juga dengan prinsip-prinsip Neoliberalisme.
Sejalan dengan advokasi dari elemen-elemen Civil Society untuk menghasilkan Undang-Undang Penyiaran yang baru, bermunculanlah stasiun-stasiun TV lokal. Hal ini antara lain banyak dikaitkan dengan spirit desentralisasi sebagaimana yang tercermin pada Undang-Undang Otonomi Daerah. Rancangan Undang-Undang Penyiaran pun mengedepankan prinsip Diversity of Ownership dan Plurality of Content yang mendorong lahirnya stasiun-stasiun TV lokal, dan mengubah secara prinsipil istilah stasiun TV nasional menjadi sistem berjaringan.
Untuk memberikan dimensi historical situatedness, analisis disertasi ini dilakukan dalam konteks historis spesifik pada zaman Orde Baru hingga pascareformasi. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif terutama berdasarkan studi literatur dan wawancara mendalam di lapangan dengan nara sumber dari berbagai kalangan yang relevan pada industri penyiaran Indonesia dalam jumlah cukup besar.
Figure (Model) untuk menggambarkan Theoretical Framework (Kerangka Teori) dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa baik di Masa Orde Baru maupun Reformasi terdapat sejumlah dilema dalam industri penyiaran Indonesia yang terkait dengan spirit Neoliberalisme, pada 3 level, yakni: level struktur, organisasi, dan individu. Pada level struktur, baik di masa Orde Baru maupun Reformasi, keinginan mengintegrasikan atau membuka diri pada pasar bebas umumnya diikuti oleh keinginan melindungi modal nasional dari penetrasi dan ancaman modal global. Hal ini pada gilirannya juga menimbulkan dilema berupa monopoli oleh pemain nasional. Untuk mengimbanginya, Undang-Undang No. 32/2002 tentang Penyiaran yang lahir di masa reformasi, mendorong keberagaman kepemilikan pada TV-TV lokal sekaligus membatasi area jangkauan sebuah stasiun televisi pada ambang yang akan ditentukan kemudian. Pada level organisasi, di masa Orde Baru, dilema antara fungsi ekonomis dan ideologis, umumnya dimenangkan oleh fungsi ekonomis sejalan dengan kuatnya kontrol politik oleh pemerintah. Hal tersebut, berimbas pada level individu yang membuat praktisi atau pekerja media relatif lebih menjadi "buruh industri media" yang tunduk pada seluruh keinginan dan kepentingan modal yang overlapped dengan kepentingan kontrol pemerintah.
Sekalipun TV-TV lokal di Masa Reformasi relatif tidak memiliki hubungan langsung dengan modal global, namun mereka juga termakan imbas kekuatan Neoliberalisme. Misalnya, pada level organisasi, mereka juga relatif tergantung pada dominasi produk-produk yang dianggap sebagai sebuah super culture terhadap produk-produk lain, baik itu dengan melakukan peniruan atau adaptasi dari produk global, yang pengenalan atau popularitasnya dijembatani oleh TV-TV besar yang telah lebih dulu bersiaran di Jakarta. Selain soal selera global ini, standar keberhasilan TV lokal pun umumnya didasarkan pada fungsi-fungsi ekonomis, yang mengacu pada spirit Neoliberalisme seperti rating. Begitu pula dalam pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, referensi terhadap keahlian dan kebaruan, serta pembelian dan perawatan alat-alat juga mengacu pada ukuran-ukuran dan pasar global.
Di sisi lain, harapan akan munculnya TV Publik Lokal dan TV Komunitas yang dapat menjadi alternatif untuk memutus terkaman imbas kekuatan modal global dalam berbagai level tersebut, masih belum menjadi sebuah realitas yang menjanjikan. Untuk itulah diperlukan sebuah intervensi politik dari publik, melalui Komisi Penyiaran Indonesia.
Jika tidak terdapat contoh-contoh praktek alternatif seperti itu, maka pada level individu, atau lebih spesifik dalam dunia jurnalistik, maka jurnalis Indonesia dikhawatirkan tidak lagi merupakan insan kreatif, namun hanya merupakan one-dimensional man yang dalam segala arah tunduk pada keinginan dan kepentingan pemodal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
D587
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinckey Triputra
"ABSTRACT
Penelitian bertujuan mengungkap bagaimana ideologi neoliberalisme mempengaruhi struktur dan perilaku industri penyiaran, dalam hal ini televisi, baik pada masa orde baru maupun pada pasca revolusi Mei 1998. Dengan pendekatan ekonomi politik penelitian menyimpulkan bahwa pendirian industri penyiaran didorong semangat neoliberalisme alih-alih demokratisasi yang mengutamakan keberagaman isi dan kemajemukan kepemilikan"
Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP UI, 2005
MK-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Darma Yudha Pirhot
"Penelitian ini menganalisis kebijakan televisi digital yang diterbitkan oleh Pemerintah dari aspek hukum persaingan usaha. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa masalah yang terkait dengan kebijakan televisi digital oleh Pemerintah setelah adanya pembatalan Mahkamah Agung atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air), persaingan usaha tidak sehat yang muncul dari implementasi kebijakan televisi digital. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yang menggambarkan gejala-gejala dan fakta yang timbul dan melakukan analisis terhadap gejala-gejala dan fakta ini dari sudut pandang yuridis. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Pemerintah tetap menjalankan kebijakan televisi digital di Indonesia, meskipun landasan yuridisnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan tidak ada mandat dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain itu, dengan menggunakan pendekatan rule of reason, kebijakan televisi digital yang diterapkan oleh pemerintah dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat di dalam industri penyiaran televisi karena minimnya kerangka aturan yang mengatur mengenai model bisnis dari penyiaran televisi digital

This study analyzes Government policy on digital television from business competition law perspective. There are several problems that can be identified from this study, namely the implementation of Government policy on digital television after the Supreme Court decision that nullifies the Minister of Communication and Information Technology Regulation No. 22/PER/M.KOMINFO/11/2011 on Organizing Free-to-Air Terrestrial Digital Television and the unfair business competition that is occurred due to the implementation of digital television policy. This study uses qualitative descriptive analytical method that describes the facts and analyzes it from legal perspective. In the end, this study concludes that the Government is still implementing the digital television policy, even though the legal basis for this policy has been nullified by the Supreme Court and there is no mandate from the higher laws and regulations, namely the Law No. 32 of 2002 on Broadcasting. In addition, by using rule of reason approach, the digital television policy may lead to unfair business competition within the television broadcasting industry, due to the lack of regulatory framework on the business model on digital television."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sukmawati
"Rating dan share masih menjadi tujuan utama stasiun televisi di Indonesia saat ini. Hal tersebut membuat persaingan antar stasiun televisi semakin ketat. Oleh karena itu, stasiun televisi menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk menaikkan rating dan share. Net merupakan televisi baru yang mengedepankan kualitas konten, dengan segmentasi penonton yang sempit, namun dengan rating dan share yang rendah. Dengan menggunakan konsep strategi, segmentasi penonton, dan rating share, tulisan ini akan membahas tentang strategi apa saja yang harus dilakukan Net untuk meningkatkan rating dan share dari segi segmentasi penonton Net berdasarkan demografi dan konten tayangan program televisi.

Rating and share still the main purpose of television station in Indonesia today. This makes the competition among television stations increasingly stringent. Therefore, the television station using a variety of strategies to raise the rating and share. Netmedia is a new television with a good quality of the content, with a narrow audience segmentation, but with a rating lower share. By using the concept of strategy, audience segmentation, and rating share, this paper will discuss about Net strategy to increase the rating and share in terms of audience segmentation based on demographics and content of television programs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Effendy
Jakarta: Erlangga, 2008
384.55 HER i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Doddy Permadi Indrajaya
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
384.55 DOD b (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Dety Abrita
"Studi ini mengeksplor mengenai anteseden dan keefektifan penerapan Ambidextrous Strategy (AS) sebagai prediktor sustainabilitas perusahaan (FS). Dalam model penelitian, AS dihipotesiskan dipengaruhi oleh Kompleksitas Kognisi Organisasional (OCC), Environmental Dynamism (ED), dan moderasi ED terhadap OCC. Studi ini mengangkat Industri Penyiaran Televisi FTA sebagai obyek penelitian dengan tren konvergensi media dan digital TV sebagai konteks ED. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan Partial Least Square-Path Modelling (PLS-PM). Metode ini dipilih karena (1) Minimnya jumlah sampel penelitian (2) Model yang relatif kompleks dengan adanya higher-order latent, dan, (3) Kesesuaian dengan tujuan penelitian. Hasil dari penelitian ini mendukung hipotesis bahwa OCC dan ED berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan Ambidextrous Strategy. Namun, ED ternyata melemahkan hubungan antara OCC dengan AS dan pengaruhnya tidak terbukti signifikan. Penerapan Ambidextrous Strategy terbukti efektif memprediksi sustainability stasiun televisi dalam tren konvergensi media dan digital TV.

This study aims to explore the antecedents of Ambidextrous Strategy (AS) and its practices as the predictor of firm sustainability. Organizational Cognitive Complexity (OCC) and Environmental Dynamism (ED) are hypothesized as the antecedents of AS. Furthermore, relationship between OCC and AS is also tested using ED as moderator variable. The study covers only Free To Air TV Broadcating Industry and explores the issues of media convergence and digital TV as the context of ED. Data are processed using Partial Least Square-Path Modelling (PLS-PM). PLS-PM is chosen because of : (1) small sample size (2) relatively complex model with higher order latents, and, (3) appropriate with the objectives of the study. The results of the study partially support all the hypothesises, which, OCC and ED has positive significant effects on Ambidextrous Strategy practices. ED as moderator is surprisingly weaken the relationship between OCC and AS but the moderating effect is not statistically significant. The practice of AS is statistically significant affecting FS, therefore, AS is a good predictor of FS."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T39369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>