Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tusy Triwahyuni
"Pengobatan Albendazol dengan dosis tunggal maupun dosis maksimal menunjukkan hasil yang memuaskan dalam memberikan kesembuhan (Cure rate) dan menurunkan jumlah telur (ERR) pada infeksi A.lumbricoides, namun terdapat fakta penelitian bahwa setelah 4 bulan pengobatan kejadian reinfeksi terjadi paling cepat ditemukan pada cacing A.lumbricoides. Penelitian lain menunjukan bahwa albendazol dosis tunggal ternyata belum mampu menghambat perkembangan telur A.lumbricoides secara menyeluruh dengan adanya telur yang masih menjadi infektif. Menjadi pertanyaan apakah pemberian albendazol dengan dosis maksimal mampu menghambat perkembangan telur secara menyeluruh. Penelitian ini ingin menilai bagaimana pengaruh pemberian Albendazol dengan dosis yang maksimal yaitu 400 mg albendazol diberikan selama 3 hari berturut turut pada anak usia sekolah dasar terhadap perkembangan telur cacing A.lumbricoides.
Rancangan penelitian adalah uji Eksperimental dengan one grup pre dan post test design. Untuk melihat pengaruh albendazol terhadap perkembangan telur dilakukan kultur sebelum dan sesudah pengobatan dari sampel tinja individu yang sama. Sampel tinja dikumpulkan dari anak SD pada hari ke-1 dan ke-7 sesudah pengobatan yang dikultur selama satu bulan. Analisis data menggunakan uji T berpasangan (T test paired) namun data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji non parametrik yaitu Uji Wilxocon Signed Ranks. Taraf kesalahan yang digunakan adalah 5%.
Hasil penelitian ini menunjukan Albendazol 3 hari berturut turut mampu menurunkan persentase telur dibuahi (fertilized) pada anak yang terinfeksi A.lumbricoides. Terdapat peningkatan jumlah telur yang tidak dibuahi (unfertilized) setelah pengobatan. Pemberian Albendazole dosis tunggal selama 3 hari berturut turut juga mampu menurunkan persentase telur infektif dan berpengaruh pada perubahan perkembangan telur A.lumbricoides.

Albendazol treatment with triple doses showed satisfactory results in Cure rate (CR) and eggs reduction rate ( ERR ) on A.lumbricoides infection , but there was a study showing the prevalence of Ascaris lumbricoides increased after 4 months post treatment due to reinfection. Another study showed that a single dose albendazole was not able to inhibit the development of A.lumbricoides eggs because there was infective stage of eggs in stool sample. The question whether the administration of albendazole with a maximum dose capable of inhibiting the development of eggs thoroughly. Therefore this aim purpose of this study is to determine the effectivity of triple dose albendazole (3x 400 mg) in inhibiting the development of A.lumbricoides eggs.
In this study a total of 33 school children were recruited. They were treated with triple dose of albendazole. Stool sample were collected on days 1 and 7 after treatment followed by cultured for one month . The data were not normally distributed so that the non- parametric test was used Wilxocon Signed Ranks Test.
These results indicate Albendazol given in 3 days in a row is able to reduce the percentage of fertilized eggs in children infected with A.lumbricoides, and followed by the increase percentage of unfertilized eggs after treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalumpiu, Jane Florida
"Infeksi STH (Soil transmitted helminth) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan dapat ditemukan bersamaan dengan Kurang Vitamin A (KVA). Infeksi STH dapat menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi termasuk vitamin A. Belum diketahui pengaruh pengobatan cacingan terhadap status vitamin A anak SD. Penelitian pre-eksperimental dilakukan pada anak SD kelas 3-5 di salah satu SDN di Jakarta Utara. Sampel tinja dan darah diambil sebelum dan tiga minggu sesudah pengobatan (albendazol 400mg tiga hari berturut-turut). Pemeriksaan FLOTAC dilakukan untuk infeksi STH dan High Performance Liquid Chromatography untuk retinol. Prevalensi STH didapatkan sebesar 61,9%. Dari 99 anak, prevalensi KVA kategori ringan (<1,05 μmol/l) ditemukan pada 17,2% anak dan sedang (<0,70 μmol/l) pada 2% anak. Status infeksi STH tidak berhubungan signifikan dengan konsentrasi retinol baseline. Anak laki-laki memiliki konsentrasi retinol baseline lebih rendah dibandingkan anak perempuan (p=0,045). Terjadi kenaikan konsentrasi retinol mendekati bermakna (p=0,05) setelah pengobatan, pada anak terinfeksi STH dan tidak terinfeksi. Konsentrasi retinol baseline memiliki hubungan terbalik dengan perubahan konsentrasi retinol (􀀁= -0,340, p=0,002). Dapat disimpulkan bahwa infeksi STH tidak mempengaruhi konsentrasi retinol baseline atau perubahan konsentrasi retinol setelah pengobatan. Jenis kelamin berperan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi retinol baseline. Selisih konsentrasi retinol setelah pengobatan dapat diprediksi oleh konsentrasi retinol baseline.

Soil Transmitted Helminthes (STH) infection is still a health problem in Indonesia and often found together with Vitamin A Deficiency (VAD). STH infection can impair absorption of nutrients including vitamin A. The effect of deworming on the vitamin A status of primary school children is unknown. Pre-experimental study was carried on children of grade 3-5 at one of primary schools in North Jakarta. Stool and blood samples were taken before and three weeks after treatment (albendazole 400 mg for three consecutive days). FLOTAC examination was used to determine STH infections and High Performance Liquid Chromatography for serum retinol. The prevalence of STH was 61.9%. Of 99 children, 2% had moderate deficiency (<0,7 μmol/l) and 17,2% had mild (<1,05 μmol/l) deficiency of vitamin A. STH infection was not significantly associated with serum retinol concentration at baseline. Boys had lower serum retinol concentration compared to girls (p = 0.045). After treatment serum retinol concentrations was increased with marginal significance (p = 0.05), occurring in those infected with STH or not. Serum retinol concentration at baseline had an inverse association with the change in serum retinol concentration after treatment (ß = -0.340, p = 0.002). To conclude, STH infection had no effect on serum retinol concentration before treatment as well as the change in serum retinol concentration after treatment. Gender was one of the factors that influenced the serum retinol concentrations at baseline. Serum retinol concentration at baseline can be used as a predictor for the magnitude of change in serum retinol concentration after treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darnely
"Askariasis adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Untuk memberantas askariasis, upaya yang dilakukan adalah perbaikan lingkungan dan pengobatan masal.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengeluarkan cacing dari tubuh penderita dan membunuh telur. Menurut laporan penelitian dikatakan bahwa mebendazol dan OPP dapat membunuh cacing dewasa dan menghambat perkembangan telur sehingga tidak terbentuk stadium infektif. Namun demikian, apakah hambatan tersebut terjadi pada telur yang masih berada dalam uterus cacing sebelum telur dilepas dalam tinja manusia, velum diketahui dengan pasti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mebendazol dan OPP terhadap perkembangan telur A.lumbricoides yang berada di dalam uterus cacing.
Penelitian dilakukan terhadap 684 murid sekolah dasar yang berasal dari 5 SD dan 1 madrasah di Jakarta. Pemeriksaan tinja murid SD tersebut dilakukan dengan cara modifikasi Kato Katz dan pada murid yang positif askariasis diberikan mebendazol atau OPP. Lacing yang keluar pasca pengobatan (perlakuan) dan cacing yang berasal dari bedah mayat di Bagian Forensik FKUI (kontrol) dikeluarkan uterusnya, lalu uterus tersebut diurut untuk mengeluarkan telur yang berada di daiamnya. Telur tersebut dibagi menjadi 2 kelompok untuk dibiak di media fonnalin-batu bata dan fonnalin agar.
Pengamatan telur dilakukan pada hari ke-3, minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4 untuk rnengetahui apakah terjadi perubahan morfalogi dan untuk mengetahui jumlah telur yang berubah menjadi larva.
Setelah pengobatan dengan mebendazol maupun OPP angka penyembuhan dan angka penurunan telur sangat tinggi sedangkan angka reinfeksi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua obat tersebut adalah antelmintik yang baik. Perkembangan telur pada kedua kelompok perlakuan lebih lambat dibandingkan kontrol dan hambatan perkembangan pada mebendazol lebih besar daripada OPP. Hal ini menunjukkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada pada uterus cacing. Namun demikian, hambatan perkembangan tersebut hanya berupa perpanjangan masa perkembangan dan telur tetap mencapai stadium infektif. Hal tersebut perlu mendapat perhatian karena bila pengobatan tidak memberikan angka penyembuhan 100% maka cacing yang masih tertiuggal di dalam lumen usus masih tetap bertelur dan telur tersebut tetap potensial untuk pencemaran.
Pada penelitian ini tidak dijumpai telur yang rusak. Hal ini mungkin karena dosis obat yang mencapai uterus dan kontak dengan telur racing lebih kecil dibandingkan dengan telur yang berada dalam tinja sehingga obat tersebut tidak merusak telur Karena telur tidak rusak maka telur tetap menjadi infektif walaupun masa perkembangannya memanjang.
Disimpulkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada dalam uterus, namun telur tersebut tetap menjadi infektif meskipun masa perkembangannya memanjang.

Ascariasis has been recognized as one of the most important public health problem in Indonesia. The control of ascariasis was focussed on the mass treatment using anthelmintics to expell the wonns from the host and inhibit the development of eggs. Thus the eggs will not develop into the infective stage on the soil. However, whether the inhibition occur on the eggs inside the uterus has not been studied yet.
The aims of the study was to know the effect of mebendazole and oxantel pyrantel pamoate (OPP) against the development of A.lumbricoides eggs which are still in the uterus.
The study has been carried out among students of 6 primary school in Jakarta with a sample population of 684 students.Kato Katz thick smear technique was used for the examination of stool samples. The students who were found to be positive for ascariasis were treated with mebendazole 500 mg as a single dose or OPP 10 mg/kgBB as a single dose. Thirty female adult worms with a length of more than 12.5 cm were collected and afterwards dissected. Mature eggs were removed from the uterus and spread out on a sterile porous clay plate or agar which were put in a petri dish containing a 1% solution of formalin. The eggs were incubated for 4 weeks and examined after the third day and then once every week.
After treatment with mebendazole or OPP, cure rate and egg reduction rate were very high while reinfection rate was low. Development of A.lmnhricoides eggs was slow in the treated group. In mebendazole group the development was slower than in the OPP group. It showed that mebendazole and OPP could inhibit the development of eggs in the uterus of the worms. However, the egg could reach the infective stage although the duration of growth was longer. This fact should be taken into consideration, because if the cure rate is not 100%, the worms which are left in the lumen of intestine of the host could still lay their eggs and potential for transmission.
hi this study, no deformed eggs was found. It seems that the action of the drugs on eggs in the uterus was less than the eggs that has been released in the stool. Thus the eggs could develop into infective stage,
It was concluded that OPP and mebendazole could inhibit the development of eggs in the uterus. The eggs could reach the infective stage although the duration of growth was longer.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriptiastuti
"Prevalensi STH pada anak di Jakarta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Program penanggulangan dilakukan pengobatan masal dan penyuluhan kesehatan. Beberapa obat telah dicoba untuk pengobatan masal, namun prevalensi STH masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa besar kemungkinan kontribusi anak Sekolah Dasar dalam transmisi A. lumbricoides setelah pemberian antelmintik. Telah diperiksa 861 tinja anak dari 3 SD Kalibaru, Jakarta Utara dengan Cara Kato Katz. Sebanyak 636 anak yang terinfeksi A.lumbricoides dibagi secara acak menjadi 2 kelompok masing-masing terdiri dari 318 anak, kelompok I diobati albendazol dan kelompok II diobati pirantel pamoat. Tinja anak yang tidak sembuh setelah pengobatan diblak dalam larutan kalium bikromat 2%, untuk melihat pertumbuhan telur menjadi bentuk Infektif. Prevalensi askarlasis ditemukan di Sekolah Dasar ini adalah 66,36%-78,74%, dengan Intensitas Infeksi sangat ringan (RTPG 4495 sampai 5959). Setelah pengobatan prevalensi askariasis pada kelompok I menjadi 3,59% dan pada kelompok II menjadi 6,02%. Terdapat penurunan jumlah telur dibuahi dan tidak dibuahi sesudah pengobatan albendazol maupun pirantel pamoat. Perbandingan jumlah telur dibuahi dan tidak dibuahi sesudah pengobatan dengan albendazol menjadi besar sedangkan dengan pirantel pamoat menjadi kecil. Pada pengamatan biakan telur ternyata pada kelompok yang diobati albendazol belum ditemukan telur yang berubah menjadi bentuk infektif sampai hari ke 26. Sedangkan pada kelompok pirantel pamoat, bentuk infektif telah ditemukan pada hari ke 19 (15,25%). Kesimpulan kontribusi anak yang belum sembuh dengan pirantel pamoat adalah 15,25% dari jumlah telur yang dikeluarkan. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Ratna Palupi
"Prevalensi A.lumbricoides dan T.trichiura tertinggi pada usia sekolah dasar dan menurun pada usia dewasa. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan prevalensi infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura terhadap usia dan jenis kelamin pada anak. Penelitian yang bertempat di SD Kalibaru (Jakarta Utara) dan MI Batu Ampar (Jakarta Timur) ini menggunakan desain cross-sectional berdasarkan data kuisioner dan pemeriksaan sampel tinja.
Metode Kato-Katz digunakan untuk memeriksa sampel tinja. Dari 182 responden, didapatkan prevalensi infeksi A.lumbricoides di Kalibaru dan Batu Ampar adalah 34,8% dan 6,8%. Lokasi Kalibaru merupakan faktor risiko infeksi A.lumbricoides {OR 7,289 (95% CI 2,144-24,775)}. Prevalensi infeksi T.trichiura di Kalibaru adalah 34,1%.
Secara statistik terdapat hubungan bermakna (p=0,000) antara infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura dengan lokasi penelitian. Di Kalibaru, tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,656) dan T.trichiura (p=0,885) di Kalibaru. Secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,987) dan T.trichiura (p=0,523) di Kalibaru. Di Batu Ampar, tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,57).
Secara statistik, tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan infeksi A.lumbricoides (p=0,544) di Batu Ampar. Anak di Batu Ampar tidak mengalami infeksi T.trichiura. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia anak dengan infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura. Tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin anak dengan infeksi A.lumbricoides dan T.trichiura.

The highest prevalence of A.lumbricoides and T.trichiura infection are at the age of Elementary School and will decrease at the age of adult. The aim of this research is to find out the correlation of the prevalence of A.lumbricoides and T.trichiura infection toward the age and the gender of Children. This research carried out at SD Kalibaru (North Jakarta) and MI Batu Ampar (East Jakarta). This research used cross sectional design based on the questionnaires data analyzing and fecal sample examining.
Kato-Katz method is used to examined the fecal sample. From 182 respondents, it was found that prevalence of A.lumbricoides infection in Kalibaru and Batu Ampar were 34.8% and 6.8%. The location of Kalibaru constitutes as risk factor of A.lumbricoides infection {OR 7.289 (95% CI 2.144-24.775)}. The prevalence of T.trichiura infection in Kalibaru were 34.1%.
Statistically, there was a significant correlation (p=0.000) between the A.lumbricoides and T.trichiura infection with the research location. In Kalibaru there was no significant correlation between gender and A.lumbricoides (p=0.656) and T.trichiura infection (p=0.885).
Statistically, there was no significant correlation between age and A.lumbricoides (p=0.987) and T.trichiura infection (p=0.523). In Batu Ampar, statistically, there was no significant correlation between gender and A.lumbricoides (p=0.57) infection. Statistically, there was no significant correlation between age and A.lumbricoides infection (p=0.544). Children in Batu Ampar were not infected by T. Trichiuria. There was no significant correlation between the age of children and the A.lumbricoides and T.trichiura infection. There was no significant correlation between the gender of children and the A.lumbricoides and T.trichiura infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Salima Ridwan
"Prevalensi STH yang tinggi di Asia 67 dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, gangguan kognitif, serta gangguan pertumbuhan. Albendazol 400mg triple dose merupakan antelmintik spekrum luas namun efektivitasnya berbeda-beda di setiap wilayah. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan penelitian untuk mengetahui manfaat deworming menggunakan albendazol triple dose terhadap status gizi anak di Desa Perobatang, Kabupaten Sumba Barat Daya. Penelitian dilakukan dengan desain pre-post study, data diambil pada bulan Juli 2016 dan Januari 2017. Subjek 1-15 tahun diminta mengumpulkan feses untuk diperiksa dengan metode kato katz untuk diagnosis STH, antropometri, dan minum albendazol 400mg tiga hari berturut-turut. Data diolah dengan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi STH sebelum diberikan deworming adalah 95,5 dengan rincian T.trichiura 85,2 , A.lumbricoides 71,6 , dan cacing tambang 18,2 . Setelah diberikan albendazol triple dose, prevalensi STH menurun signifikan uji McNemar, p< 0,001 menjadi 53,4 dengan rincian T.trichiura 39,8 , A.lumbricoides 22,7 , dan cacing tambang 1,1 . Sebelum deworming, subjek yang memiliki status gizi baik 33 , gizi kurang 47,7 , dan gizi buruk 19,3 . Setelah deworming, jumlah subjek dengan gizi baik meningkat menjadi 75 dan gizi kurang menjadi 25 ; gizi buruk tidak ditemukan. Disimpulkan deworming dengan albendazol triple dose efektif meningkatkan status gizi anak di Desa Perobatang.

High prevalence of STH in Asia 67 could lead into malnutrition, anemia, cognitive impairment, and growth disorders. Triple dose albendazole 400mg is a broad spectrum antihelminthic agent, however its effectiveness varies in every region. This study is to determine the benefits of deworming using albendazole triple dose on children rsquo s nutritional status in Perobatang Village, Southwest Sumba District. The study was conducted with pre post study design data was taken in July 2016 and January 2017. Subjects age 1 to 15 years of age were asked to collect the stool for the examination with kato katz method for the diagnosis of STH, anthropometry, and taking albendazole 400mg for three consecutive days. Data were processed with SPSS version 20. Results showed the prevalence of STH prior to the treatment was 95.5 T.trichiura 85.2 , A.lumbricoides 71.6 , and hookworm 18.2 . Post treatment showed the prevalence of STH decreased significantly McNemar test, p"
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Rouli Alodia
"Infeksi Soil-Transmitted Helminth (STH) merupakan salah satu dari Neglected Tropical Disease (NTD) yang menginfeksi sekitar 1,5 miliar orang di dunia, termasuk wilayah Asia Tenggara. Spesies yang paling umum menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides. Anak usia pra-sekolah dan anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang rentan terinfeksi STH karena tinggal pada wilayah penyebaran STH. Infeksi STH, khususnya Ascaris lumbricoides, pada anak dapat menyebabkan gangguan perkembangan fisik dan kognitif serta obstruksi usus halus pada infeksi berat. Penyebaran infeksi Ascaris lumbricoides pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor kebiasaan higiene. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan higiene dengan kejadian infeksi Ascaris lumbricoides pada anak. Desain studi yang digunakan adalah kajian sistematis. Penelusuran artikel dilakukan pada empat database, yaitu PubMed, EMBASE, Scopus, dan ProQuest, kemudian artikel diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak lima artikel didapatkan dari hasil penelusuran. Dari kelima artikel tersebut, didapatkan bahwa kebiasaan mencuci tangan, penggunaan jamban, dan kebiasaan mencuci buah sebelum dikonsumsi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian infeksi Ascaris lumbricoides. Sebaliknya, kebiasaan mencuci sayur sebelum dikonsumsi dan memotong kuku tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian infeksi Ascaris lumbricoides pada anak.

Soil-Transmitted Helminth (STH) infection is one of the Neglected Tropical Diseases (NTDs) that affects around 1.5 billion people worldwide, including regions like Southeast Asia. The most common species infecting humans is Ascaris lumbricoides. Preschool-age and school-age children are particularly vulnerable to STH infection due to their living environments in areas where STH is prevalent. Infection of STH, especially Ascaris lumbricoides, can hinder physical and cognitive development and, in severe cases, cause obstruction of the small intestine. Various factors, such as hygiene practices, can influence the transmission of Ascaris lumbricoides infection in children. This study aims to explore the association between hygiene practices and the occurrence of Ascaris lumbricoides infection in children. A systematic review was carried out, and articles were searched in four databases: PubMed, EMBASE, Scopus, and ProQuest. Subsequently, the articles were selected based on specific criteria. Five articles were identified during the search. These articles revealed a significant association between handwashing habits, toilet usage, and washing fruits before consumption with the occurrence of Ascaris lumbricoides infection. On the other hand, there was no significant association found between washing vegetables before consumption and trimming nails and the occurrence of Ascaris lumbricoides infection in children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Naflah Gozali
"ABSTRACT
Kebijakan pemberantasan Soil Transmitted Helminths saat ini adalah menggunakan albendazol oral dosis tunggal namun, metode tersebut hanya efektif terhadap Ascaris lumbricoides dan tidak untuk Trichuris trichiura. Albendazol triple dose lebih efektif dari dosis tunggal namun sulit diimplementasikan sehingga diperlukan antelmintik yang memiliki efektifitas serupa dengan frekuensi pemberian lebih mudah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas mebendazol 500mg double dose dan albendazol 400mg triple dose dalam pengobatan trikuriasis. Randomized controlled trial dilakukan pada anak-anak berusia 1-15 tahun di desa Pero, Sumba Barat Daya pada bulan Juli 2016. Sebanyak 303 anak diminta mengumpulkan tinja kemudian diperiksa dengan metode Kato-Katz untuk mengetahui prevalensi trikuriasis dan anak yang positif dibagi dua kelompok secara acak. Kelompok pertama diberi albendazol triple dose dan kelompok kedua diberikan mebendazol double dose. Dua minggu setelah pengobatan dilakukan pemeriksaan tinja untuk mengetahui angka kesembuhan pengobatan. Dari 303 anak yang diperiksa didapatkan 190 subjek positif T.trichiura prevalensi 62,7, kemudian diambil 47 subjek berdasarkan rumus besar sampel untuk masing-masing kelompok. Proporsi trikuriasis setelah pengobatan albendazol triple dose adalah 38,3 sedangkan mebendazol double dose 36,2. Pada uji McNemar tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua jenis pengobatan p> 0,05. Angka kesembuhan albendazol triple dose 61,7 dan mebendazol double dose 63,8. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada angka kesembuhan tersebut uji chi square p>0,05. Disimpulkan mebendazol double dose sama efektifnya dengan albendazol triple dose. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas mebendazol double dose dengan triple dose dalam pengobatan trikuriasis.

ABSTRACT
The current STH eradication policy is to use single dose oral albendazole, however this treatment is only effective against Ascaris lumbricoides and not for Trichuris trichiura. Albendazole triple dose is more effective than single dose but is difficult to implement so an antelmintic that has similar effectiveness but less delivery frequency is required. This study was aimed to determine the effectiveness of mebendazole 500mg double dose and albendazole 400mg in the treatment of trichuriasis. A randomized controlled trial was conducted on children aged 1 15 years old in Pero village, Southwest Sumba in July 2016. A total of 303 children were asked to collect feces and then examined by Kato Katz method to determine the prevalence of positive trichuriasis, afterwards the children were divided into groups by random. The first group was given triple dose and the second group was given double dose mebendazole. Two weeks after the treatment, the stools were reexamined to determine the rate of cure of treatment. Of 303 children examined, 190 subjects were T.trichiura positive prevalence 62,7 , then 47 subjects based on the sample formula were selected for each group. The proportion of trichuriasis after treatment of albendazoe triple dose was 38.3 while mebendazole double dose was 36.3. In McNemar test, there was no significant difference between the two treatments p 0.05. Cure rate of albendazole double dose was 61.7 and mebendazole double dose was 63.8. There was no significant difference in the cure rate chi square test p 0.05. In conclusion, mebendazole double dose is as effective as albendazole triple dose. Further research is needed to determine the effectiveness of mebendazole double dose and triple dose in the treatment of trichuriasis. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifasti Yasmin Arfiananda
"Latar belakang: Prevalensi Soil-transmitted helminths (STH) masih tinggi di Indonesia, terutama di daerah dengan keterbatasan akses air untuk bersih dan aman, dan kurangnya edukasi tentang pentingnya higienitas dan sanitasi, seperti Desa Panimbang di Panimbang, Banten, Indonesia. Penduduk Desa Panimbang, terutama anak usia sekolah berisiko terinfeksi STH karena salah satu kebiasaan buruk mereka yaitu buang air besar secara terbuka. Pada tahun 2018, Sungkar et al. mengumpulkan feses anak usia sekolah pada SDN Panimbang 01 dan 03, mengobati yang terinfeksi STH dengan tiga dosis albendazole, mengumpulkan feses mereka kembali dua minggu setelah pengobatan, dan menemukan hampir semua anak yang sebelumnya positif menjadi sembuh atau negatif. Satu tahun setelah pengobatan pertama, Sungkar et al. ingin mengevaluasi kembali pengobatan dengan tiga dosis albendazole yang diberikan tahun lalu.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort untuk mengevaluasi data infeksi STH sebelum dan sesudah intervensi. Data sesudah intervensi yang diukur adalah data satu tahun setelah pengobatan pertama di tahun sebelumnya.
Hasil: Pada tahun 2018, 40,8% dari 382 subyek terinfeksi dengan STH. Pada tahun 2019, prevalensi infeksi STH menurun menjadi 24,6%. Terdapat 216 subyek yang berpartisipasi sebelum dan sesudah pengobatan dengan albendazole. Prevalensi infeksi STH pada 216 subyek tersebut juga menurun, dari 41,7% menjadi 22,7%. Kedua penurunan ini signifikan secara statistik (p value < 0,05). Proporsi infeksi untuk semua tipe STH menurun secara signifikan. Namun untuk askariasis, penurunan yang signifikan hanya ditemukan pada perempuan (p value < 0,05), dan untuk trichuriasis, penurununannya tidak signifikan untuk kelompok umur 10-12 tahun (p value 0,021). Berdasarkan pengamatan telur cacing pada feses anak, terdapat penurunan jumlah telur rata-rata yang signifikan untuk askariasis dan trichuriasis.
Kesimpulan: Prevalensi dan intensitas infeksi STH satu tahun setelah pengobatan dengan tiga dosis albendazole menurun secara signifikan.

Introduction: Soil-transmitted helminths (STH) prevalence is still high in Indonesia, especially in areas with limited access to clean and safe water, and lack of education about the importance of hygiene and sanitation, such as Panimbang Village in Panimbang, Banten, Indonesia. The villagers of Panimbang village, especially the school-aged children, are at risk of STH infection due to their bad habits of open defecation. In 2018, Sungkar et al. collected the school-aged children of SDN Panimbang 01 and 03 stool, treated the positive students with triple-dose albendazole, collected their stool again two weeks after treatment, and found that almost all positive students were cured. One year later after the first treatment, Sungkar et al. would like to re-evaluate the triple-dose albendazole treatment a year ago.
Method: This study uses a cohort design to evaluate pre and post intervention data of STH infections in which the re-measurement is conducted in one year period post prior study.
Result:In 2018, 40,8% of 382 subjects are infected by STH. The prevalence of STH infection in 2019 dropped to 24,6%. There were 216 subjects who were present before and after albendazole treatment. The prevalence of STH infection in 2018 and 2019 has decreased as well from 41.7% to 22.7%. The decreases were both statistically significant (p<0,05). The proportion of infection for all types of STH infection have all reduced significantly. However, for ascariasis, the significant reduction only happens in female (p value < 0.05), and as for trichuriasis, there were no significant reduction for 10-12 years old group (p value 0.021). Based on helminths’ eggs examination in the children’s stool, there was a significant reduction in the average number of eggs for both ascariasis and trichuriasis.
Conclusion: One year after triple-dose albendazole treatment, the prevalence and intensity of STH infection has decreased significantly.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arina Dina Husda Prameswara
"Defisiensi vitamin A pada ibu hamil yang terinfeksi Ascaris lumbricoides masih menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di negara berkembang, termasuk Indonesia. Defisiensi vitamin A tersebut tidak hanya berbahaya bagi ibu hamil tetapi juga bagi janin karena dapat menyebabkan malformasi kongenital. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin A dosis rendah terhadap perubahann konsentrasi retinol dalam serum ibu hamil dan korelasi antara konsentrasi retinol terhadap intensitas infeksi A. lumbricoides. Penelitian ini menggunakan data sekunder (sebelum dan sesudah intervensi), 39 ibu hamil trimester kedua terinfeksi A. lumbricoides di Jakarta Utara, yang dibagi dalam dua kelompok (Plasebo=21 dan vitamin A=18). Setelah pemberian vitamin A dosis rendah (6000 SI) per hari selama dua bulan, terdapat perbedaan bermakna jumlah TPG pada tinja ibu hamil (p=0,00) antara kedua kelompok, yaitu 1620,38 ± 755,49 pada vitamin A dan -1095,38 ± 1374,89 pada plasebo sedangkan perubahan pada konsentrasi retinol serum tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,08), yaitu 0,15 ± 0,06 pada vitamin A dan -0,06 ± 0,09 pada plasebo. Meskipun demikian, konsentrasi retinol berkorelasi negatif (r=-0,26) dan tidak bermakna (p>0,05) terhadap intensitas infeksi A. lumbricoides sesudah intervensi di kelompok vitamin A. Selain itu, angka kesembuhan vitamin A terhadap infeksi A. lumbricoides sebesar 8/18 sedangkan plasebo tidak didapatkan subjek yang sembuh dari infeksi tersebut (0/18). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin A dosis rendah dapat menurunkan intensitas infeksi A.lumbricoides dan memperbaiki konsentrasi retinol pada serum ibu hamil.

Until now, vitamin A deficiency among pregnant women infected by A. lumbricoides still become a common coexistence health problem in developing countries, including Indonesia. This condition not only cause harm for pregnant women itself but also for the fetal, that can induce congenital malformation. The aim of this research was to know effect of vitamin A supplementation to serum retinol concentration in pregnant women infected by A. lumbricoides and correlation between retinol serum concentration and the intensity of A. lumbricoides infection in group that given vitamin A. Secondary data was collected in this research that includes 39 second trimester pregnant women infected by A. lumbricoides in Cilincing, North Jakarta. It divided in to two groups, which was treated by vitamin A (18) and placebo (21). There was a significance difference amount (p=0,00) of egg per gram (EPG) between group supplemented by low dose vitamin A (6000 SI) daily for two months (1620,38 ± 755,49) and placebo group (-1095,38 ± 1374,89) while there was no significance alteration (p=0,08) of retinol concentration between placebo group (-0,06 ± 0,09) and group supplemented by low dose vitamin A (0,15 ± 0,06). Meanwhile, retinol concentration increasing have negative correlation (r=-0,26) but no significance (p>0,05) to the intensity of A. lumbricoides. The cure rate of vitamin A in decreasing the intensity infection of A. lumbricoides, was 8/18 but cure rate was 0/18 in placebo. It concluded from this study that vitamin A supplementation can reduce the intensity infection of.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>