Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanny Kurnia
"Model studi digital 3D diperkenalkan seiring dengan perkembangan teknologi digital. Penelitian ini dilakukan untuk menilai keandalan model studi digital yang dipindai dengan menggunakan perangkat pemindai laser yang dikembangkan oleh STEI ITB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan model studi digital 3D dengan model studi konvensional. Dua belas subyek dengan geligi berjejal ringan sampai sedang dicetak sebanyak dua kali dengan menggunakan alginat dan polyvinylsiloxane. Cetakan alginat dicor untuk menghasilkan model studi konvensional dan cetakan polyvinylsiloxane dipindai untuk menghasilkan model studi digital. Kemudian dilakukan pengukuran lebar mesiodistal gigi dan indeks ketidakteraturan Little (LII) pada model studi konvensional secara manual dengan kaliper digital dan pada model studi digital secara digital. Lalu analisa Bolton dilakukan pada masing-masing studi model menggunakan data pengukuran lebar gigi. Setiap pengukuran dilakukan dua kali untuk menguji variasi antar pengukuran (uji intra-observer). Pengukuran pada model studi konvensional dan digital dibandingkan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan. Ditemukan tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran lebar mesiodistal gigi pada model studi konvensional dengan model studi digital (p>0.05). Uji t tidak berpasangan juga tidak menemukan perbedaan bermakna antara model studi konvensional dan digital pada analisa Bolton (p=0.603) dan LII (p=0.894). Dapat disimpulkan bahwa pengukuran pada model studi digital sama akurat dengan model studi konvensional.

Three-dimensional digital study models were introduced following advances in digital technology. This study was carried out to assess the reliability of digital study models scanned by laser scanning device assembled by STEI ITB. The aim of this study was to compare digital study models and conventional models. Twelve sets of dental impressions were taken from patients with mild to moderate crowding. The impressions were taken twice, one with alginate and the other with polyvinylsiloxane. The alginate impressions were made into conventional models and the polyvinylsiloxane impressions were scanned to produce digital models. Mesiodistal tooth width and Little?s irregularity index (LII) were measured manually with digital callipers on the conventional models and digitally on digital study models. The Bolton analysis was performed on each study models. Each method was carried out twice in order to check for intra-observer variability. The reproducibility (comparison of the methods) was assessed by using independent samples t test. Mesiodistal tooth width between conventional and digital models were not significantly different (p>0.05). Independent samples t test did not identify statistically significant differences for Bolton analysis and LII (p=0.603 for Bolton and p=0.894 for LII). The measurements on digital study models are as accurate as the measurements on conventional study models.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widayati
"In the mutilated case in adults, generally malocclusion is often accompanied by less support of periodontal tissues, such as alveolar bone resorption and gingival resession. The treatment of orthodontic is to arrange the teeth into good position and good occlusion, but is widely known to increase the alveolar bone resorption. In handling such case, ortodontist needs to look at factors which do not increase exixting alveolar bone resorption and gingival resession. In this case report, it will be reported orthodontic treatment on mutilated case which are accompanied by alveolar bone resorption and gingival resesion on a patient of 45 years and 4 months of age."
Journal of Dentistry Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana
"Pendahuluan: Kemajuan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi saat ini tidak terelakkan, termasuk di bidang ortodontik. Selain foto rontgen, model studi merupakan alat diagnostik yang diubah menjadi bentuk digital. Digitasi model studi dilakukan supaya pengukuran benda tiga dimensi dapat diukur dalam bentuk tiga dimensi. Walaupun demikian, ketidakakuratan bisa saja terjadi pada pengukuran dengan model studi digital tiga dimensi. Ketiadaan perangkat digitasi di Indonesia menyebabkan proses digitasi menjadi mahal dan sukar. Oleh karena itu, alat pemindai laser yang diciptakan oleh Institut Teknologi Bandung bekerjasama dengan Bagian Ortodonti Universitas Indonesia pada tahun 2011 diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menguji akurasi analisis ortodontik dengan menggunakan alat pemindai laser yang baru dibuat ini.
Bahan dan Cara: Duabelas pasang model studi sebelum perawatan ortodontik disertai anterior crowding dengan skor indeks Little 1-6 digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing model studi dipindai, dan dilakukan digitasi dan analisis Bolton dan indeks ketidakteraturan Little (LII) diukur pada model studi konvensional dan digital dengan kaliper yang memiliki ketelitian 0.01 mm. Pengukuran intraobserver dilakukan pada 20% total sampel yang dipilih secara acak (3 sampel) dan diuji secara statistik dengan uji-t berpasangan dan Wilcoxon untuk uji nonparametrik. Plot Bland-Altman digunakan untuk menguji level of agreement kedua metode pengukuran. Uji-t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney digunakan untuk uji statistik pada penelitian inti dengan 12 pasang model studi.
Hasil: Uji intraobserver untuk analisis Bolton tidak memperlihatkan perbedaan bermakna (p = 0.859) sementara untuk pengukuran indeks ketidakteraturan Little, terlihat perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0.008). Plot Bland-Altman untuk indeks Little memperlihatkan tercapainya level of agreement kedua metode pengukuran. Pada pengukuran 12 pasang model studi, uji statistik untuk analisis Bolton dan indeks Little tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna (p > 0.05), dengan nilai p berturut-turut adalah p = 0.509 and p = 0.101.
Kesimpulan: Nilai pengukuran pada model studi digital disertai anterior crowding tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai pengukuran yang dilakukan pada model studi konvensional dengan anterior crowding.

Introduction: The vastly growth of advanced technology to meet efficiency is currently inevitable, including in orthodontics. Radiographs and study models are diagnostic tools that often digitized and measured three-dimensionally. However, inacurracy might still be found in the three-dimension measurements. The customized laser scanner was then built in 2011 by Bandung Institute of Technology in conjunction with Department of Orthodontic University of Indonesia. The primary aims were to overcome the study models storing problems and the scanning cost, if the study models have to be digitized overseas. In this research, the study models digitizing were performed using the newly built laser scanner and the accuracy of the measurements were analyzed.
Material and Methods: Twelve pairs of pre-orthodontic treatment study models were used in this research with mild to moderate anterior crowding (Little Irregularity Index score 1-6). Each models were scanned and the mesiodistal width was measured before Bolton analysis was determined. For Little Irregularity Index, each measurements were done in the anterior of lower study models. The measurement of conventional study models were then compared with the digital study models measurement. Each measurement were made with digital calliper to the nearest of 0.01 mm. Intraobserver test was done by taking 20% from the total amount of the samples (3 samples) randomly and were tested by paired t-test and Wilcoxon for nonparametric test. The level of agreement were done with Bland- Altman plot. After getting valid intraobserver test value and good level of agreement, the main test was done by paired t-test and Mann-Whitney test.
Results: Intraobserver test for Bolton analysis showed no significant difference (p = 0.859) while significant difference (p = 0.008) was detected between measurement method for Little Irregularity Index. Bland-Altman plot for Little Irregularity Index intraobserver test showed good level of agreement. The Bolton analysis and Little Irregularity Index statistic test for twelve pairs of study models showed no significant difference (p > 0.05), respectively p = 0.509 and p = 0.101.
Conclusion: The measurements made in digital study models with anterior crowding were as accurate as the measurements made in conventional study models with anterior crowding, and therefore, the study models measurement can be done in the digital form.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririt Damayanti
"Penggunaan model studi digital di Indonesia saat ini belum populer, akan tetapi adanya permasalahan kebutuhan penyimpanan ruangan, kebutuhan penyajian rencana perawatan yang akurat dan belum adanya teknologi model studi tiga dimensi digital di Indonesia menjadi alasan dilakukan penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan merakit pemindai laser dan ?benchmark? software tiga dimensi untuk kemudian membandingkan pengukuran pada model studi secara manual dengan digital.
Material dan metode : Sampel yang digunakan sebanyak 12 pasang model gigi paska perawatan ortodonti yang memiliki hubungan molar kelas I. Setiap model studi dipindai menggunakan pemindai laser tiga dimensi. Hasil pemindaian kemudian dilakukan pengukuran jarak mesiodistal, interkaninus, dan intermolar. Pengukuran pada model studi konvensional menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0,01mm dan menggunakan software pada model digital. Masing-masing nilai pengukuran dilakukan pengujian realibilitas (uji intraeksaminer) dengan uji T-test berpasangan, kemudian nilai pengukuran secara digital dibandingkan dengan pengukuran secara manual untuk dilakukan uji validitas menggunakan uji T-test tidak berpasangan.
Hasil : Hasil uji intraeksaminer menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara penghitungan pertama dan kedua dengan nilai p antara 0,07-0,701. Hasil T-test tidak berpasangan menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara pengukuran model studi digital dengan pengukuran model studi konvensional dengan nilai selisih rata-rata lebar mesiodistal sebesar 0,09mm (SD=0,07), nilai rata-rata selisih pengukuran jarak interkaninus 0,10 mm (SD=0,03) dan nilai rata-rata selisih pengukuran jarak intermolar 0,08 mm (SD=0,03) dengan nilai p untuk semua jenis pengukuran antara 0,62-0,99.
Kesimpulan : Perbandingan pengukuran secara manual dengan pengukuran pada model studi digital hasil pemindaian laser 3D menunjukan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik.

The use of digital study models in Indonesia is not popular, but problem such as space required for study models storage, the needs of accurate treatment planning and the absence of 3D digital study model technology in Indonesia is the reason to do this research. This study is an experimental study by assembling a 3D laser scanner with a 3D software "benchmark" and comparing the manual and digital study models measurements.
Material and methods: The amount of samples used in this research was 12 pairs of post-orthodontic treatment study models with class I molar relationship. Each of the conventional study model was scanned and the mesiodistal, intercanine, and intermolar width was measured. Measurement were made with a digital calliper to the nearest 0.01 mm from conventional study models and with the software from the digital model. Each measurement value was tested to know the realibilility (intraexaminer test) using paired T-test, then the measurements of digital were compared with measurements performed manually using unpaired t-tests to kwow the validity.
Results: The intraexaminer test showed no significant difference between the first and second measurements with p values between 0.07 to 0.701. The unpaired T-test showed no significant difference between measurements of digital study models with measurements of conventional models with the mean difference in mesiodistal width 0.09 mm (SD = 0.07), the mean difference of intercanine distance 0.10 mm (SD = 0.03) and the mean difference of intermolar distance 0.08 mm (SD = 0.03) with p values for all types of measurement between 0.62 to 0.99.
Conclusion: Comparison of measurements between conventional study models with digital study models from 3D laser scanning showed no significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31954
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Beattie Rahayu
"Kompleksitas maloklusi seperti ketidakteraturan gigi anterior menjadi salah satu hal penting dalam menentukan hasil perawatan dengan alat ortodonti lepas. Indeks iregularitas Little merupakan indeks yang digunakan untuk menilai perubahan susunan gigi anterior.
Tujuan: untuk mengetahui gambaran kompleksitas maloklusi terutama ketidakteraturan gigi anterior dan hasil perawatan dengan alat ortodonti lepas di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI menggunakan indeks iregularitas Little.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel berupa 47 cetakan model gigi pasien sebelum dan setelah perawatan dengan alat ortodonti lepas di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI yang dirawat dalam periode 2013-2017 diukur menggunakan indeks iregularitas Little.
Hasil: Pasien yang paling banyak datang untuk melakukan perawatan dengan alat ortodonti lepas memiliki kondisi ketidakteraturan gigi anterior berupa ketidakteraturan minimal dan ketidakteraturan sedang, setelah dilakukan perawatan terdapat perubahan kondisi gigi anterior pasien menjadi tidak ada ketidakteraturan dan ketidakteraturan minimal serta tidak ditemukan lagi pasien dengan kondisi ketidakteraturan berat.
Kesimpulan: Terdapat perbaikan kondisi gigi anterior pasien pada rahang atas dan rahang bawah setelah dilakukan perawatan dengan alat ortodonti lepas yang dilakukan oleh mahasiswa profesi di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun 2013-2017, sehingga perawatan dapat dinyatakan baik dan sesuai dengan indikasi perawatan serta fungsi alat ortodonti lepas.

The complexity of malocclusion such as anterior teeth irregularity had become one of the important things to determine the outcome of removable orthodontic appliance treatment. Little's irregularity index is an index used to assess the change of anterior teeth alignment.
Aim: To determine the complexity of malocclusion especially the irregularity of anterior teeth and the outcome of removable orthodontic appliance treatment at RSKGM FKG UI Integration Clinic patients using the Little's irregularity index.
Method: This study is a descriptive study with a sample of 47 pretreatment and post treatment patient's study model at RSKGM FKG UI Integration Clinic patients which are treated within the period 2013 2017 measured using Little's Irregularity Index.
Result: Most patients who came to seek treatment using a removable orthodontic appliance had an anterior teeth irregularity of minimal and moderate irregularity, and there were changes in anterior teeth region after treatment to no irregularity and minimal irregularity and none of the patients with severe irregularity.
Conclusion: There's improvement of the anterior teeth condition of the patient on the maxilla and mandible jaw after treatment with removable orthodontic appliance performed by clinical students at RSKGM FKG UI Integration Clinic in 2013 2017, so that the treatment can be stated good and in accordance with the indication of treatment and the function of removable orthodontic appliance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Visita Persia
"Pendahuluan: Perkembangan digital di bidang ortodontik semakin berkembang. Penggunaan intraoral scanner merupakan babak penting dalam evolusi ini. Intraoral scanner merupakan sebuah perangkat yang diproduksi untuk menghasilkan cetakan digital langsung dalam kedokteran gigi. Penggunaan model studi konvesional yang selama ini menjadi baku emas dalam penegakan diagnosis mulai bergeser. Penelitian mengenai penggunaan intraoral scanner akhir-akhir ini banyak dilakukan terutama untuk melihat akurasi. Namun di Indonesia belum ada yang mengamati dari segi persepi pasien. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan persepsi pasien terhadap pencetakan metode konvensional dengan pencetakan digital. Metode: Subjek penelitian sebanyak 46 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dicetak menggunakan teknik pencetakan konvensional (alginate) dan digital (3D intraoral scanner). Kemudian subjek penelitian diberikan kuesioner untuk menilai persepsi pasien menggunakan VAS (visual analogue scale). Hasil: Terdapat perbedaan signifikan secara statistik pada rasa nyaman, sensitifitas gigi atau gusi, kesan kesulitan bernapas, dan refleks tersedak selama prosedur teknik pencetakan dengan teknik konvensional maupun digital dengan nilai (p<0.05). Kesimpulan: Persepsi pasien terhadap rasa nyaman, sensitifitas gigi atau gusi, kesan kesulitan bernapas, dan refleks tersedak adalah bermakna secara statistik dimana teknik pencetakan digital lebih dipilih dibandingkan dengan teknik konvensional.

Introduction: Digital orthodontics are increasingly in this era. The use of intraoral scanners is an important chapter in this evolution. An intraoral scanner is a device manufactured to produce direct digital impressions in dentistry. The use of conventional study models, which have been the gold standard in making diagnosis, is starting to shift. Recently, much studies has been carried out regarding the use of intraoral scanners, especially to look at the accuracy. However, in Indonesia, no one has observed the differences of patient perception in conventional and digital impressions. Objective: This study aims to determine the differences of patient perception in conventional and digital impression. Methods: 46 subjects were obtained according to the inclusion criteria using conventional (alginate) and digital (3D intraoral scanner) impression techniques. Then the subjects were given a questionnaire to see the patient's perception and assessed using a VAS (visual analogue scale). Results: There was a statistically significant difference in the feeling of comfort, sensitivity of teeth or gums, feeling difficulty of breathing, and gagging reflex during the impression procedure with conventional and digital technique with p value <0.05. Conclusion: The patient perception of comfort, sensitivity of teeth or gums, feeling difficulty of breathing, and gagging reflex are statistically significant where digital impression techniques are preferred compared to conventional techniques."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Arief Wisesa
"The PAR (Peer Assessment Rating) Index is used by orthodontists around the world to calculate the severeness of a malocclusion. A malocclusion is a dental disease where the teeth are not properly aligned. In Indonesia, the number of malocclusion is relatively high. The occurrence of orthodontics who can treat malocclusion is also low in Indonesia. In 2013, a research is done to create the tele-health monitoring system to provide better treatment of malocclusion in Indonesia. The research is further improved by using different Adaptive Multiple Thresholding methods to segmentate the ima-ge. The result will be used to calculate the Centerline component of the PAR Index. The result is a system that could calculate the PAR Index automatically and is compared to the results using manual method.

Indeks PAR (Peer Assessment Rating) adalah suatu tolak ukur yang digunakan oleh dokter gigi spesialis orthodonti untuk menghitung tingkat keparahan maloklusi. Maloklusi adalah suatu penyakit gigi yang menyebabkan gigi tidak tersusun secara rata. Jumlah kasus maloklusi di Indonesia relatif tinggi. Jumlah dokter gigi spesialis orthodonti yang menangani kasus maloklusi adalah rendah di In-donesia. Pada tahun 2013, sebuah riset dilakukan untuk membuat sebuah telehealth monitoring sys-tem untuk mempermudah penanganan maloklusi di Indonesia. Riset ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan teknik segmentasi Adaptive Multiple Thresholding untuk mensegmentasi citra. Hasil dari segmentasi citra akan dilakukan perhitungan Centerline dari indeks PAR. Hasil akhir ada-lah sistem yang dapat melakukan perhitungan secara otomatis dan hasil dari perhitungan tersebut ak-an dibandingkan dengan perhitungan manual yang dilaukan oleh dokter gigi spesialis orthodonti."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnawati
"ABSTRAK
Pencabutan gigi untuk keperluan perawatan ortodonti telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan studi pendahuluan untuk melihat "Kecenderungan perawatan ortodonti dengan pencabutan gigi ditinjau dari faktor usia, jenis kelamin dan maloklusi " pada pasien ortodonti di Jakarta periode tahun 1993 - 1995.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti dengan pencabutan cenderung meningkat pada periode tersebut, meskipun prosentasenya masih dalam rentangan 25 % - 85 % . Pasien perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki. Pada penelitian ini terlihat bahwa kelompok umur 13-17 tahun adalah yang terbanyak mendapat perawatan ortodonti dan maloklusi yang terbanyak dijumpai adalah maloklusi klas I .
Angka prevalensi dan data-data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pencabutan cukup sering menjadi pilihan dalam melakukan perawatan ortodonti, meskipun pasien masih berusia muda dan maloklusi bersifat dental."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrati Tjiptobroto
"ABSTRAK
Pengukuran tinggi muka bawah (TMB) dari beberapa pasien anak-anak yang mempunyai gigitan dalam dengan rasio "upper face height terhadap lower face height" (rasio UFH/LFH) didapatkan nilai yang bervariasi. Padahal TMB merupakan salah satu faktor dalam tata laksana gigitan dalam dan pemilihan jenis alat retensi. Maka penelitian ini bertujuan apakah pada gigitan dalam tidak selalu dijumpai TMB yang menurun dan apakah sudut palatomandibular (sudut PP-MP) yang lebih kecil dari normal menunjukkan TMB yang menurun.
Penelitian ini berdasarkan analisa vertikal dari sefalometri ronsenografik lateral, yang dilakukan pada anak-anak Indonesia yang datang di Klinik Pasca Sarjana FKG-Ul. Kriteria sampel adalah anak-anak dengan tumpang gigit lebih dari 50%, hubungan molar satu K1. I Angle dan belum pernah dirawat ortodonsi.
Uji statistik terhadap rasio UFH/LFH dan sudut PP-MP dengan chi kuadrat didapatkan nilai xa sebesar 0,51 dan 0,183 pada p=0,05 dan df=1. Pengujian terhadap kelompok sudut yang normal dan menurun dimana masing--masing kelompok didapati nilai rasio UFH/LFH normal dan meningkat didapatkan nilai x2' sebesar 15,384 dan 9,782 pada p.=:0,05 dan df=1.
Hasil penelitian menunjukkan pada gigitan dalam didapati TMB yang 'normal dan menurun. Penafsiran TMB menurut rasio UFH/LFH selalu sama dengan sudut PP-MP. Dan sudut PP-MP yang kurang dari normal menunjukkan TMB yang menurun. Kedua parameter ini cukup sensitif dan konsisten dalam menggambarkan TMB. Dengan penggunaan kedua parameter ini diharapkan pengukuran TMB lebih akurat."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riko Nofrizal, athor
"ABSTRAK
Persepsi merupakan suatu proses menyeleksi, mengatur dan
menginterpretasikan berbagai masukan informasi sensorik untuk memperoleh
pemahaman mengenai lingkungan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengevaluasi perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam dengan
ortodontis berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Terdapatnya hasil yang
masih berbeda-beda dari beberapa penelitian sebelumnya serta belum
adanyapenelitian sejenis di Indonesia dengan latar belakang kultural yang berbeda
menjadi alasan dilakukan penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif crosssectional.
Masing-masing kelompok terdiri dari 42 responden.Setiap responden
diminta untuk membandingkan enam foto intra oral pada lembar kuesioner terhadap
foto dari Aesthetic Component.Enam foto intra oral pada lembar kuesioner tersebut
diambil dari enam pasien, dengan keadaan tiap foto intra oral tersebut mewakili salah
satu foto dari Aesthetic Component.
Dari keenam foto intra oral pada lembar kuesioner yang dibandingkan
terhadap keseluruhan foto dari Aesthetic Component, ditemukan satu foto yang
memiliki perbedaan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis,
yaitu foto dengan keadaan deepbite. Sedangkan pada lima foto lainnya tidak terdapat
perbedaan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis.
Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis pada hampir
semua foto, kecuali satu foto dengan keadaan deepbite, yang dinilai berdasarkan
Aesthetic Component dari IOTN.

ABSTRACT
Perception is a process of selecting, organizing and interpreting the
input of sensory information to gain acomprehensionabout environment. Several
studies had been conducted to evaluate comparation of dental aesthetic perceptions
between the lay personsand orthodontists based on the Aesthetic Component of
IOTN. The results of those studies still had differenceswith some previous studies.
Because of the differences in results and yet no studies had been done in Indonesia
with a different cultural background, the author found it interesting to study the topic
more deeply.
The study was a descriptive cross-sectional study. Each
group consisted of 42 respondents whereas each respondent was asked to compare six
intra oralimages on a questionnaire sheet to the photos of Aesthetic Component. The
six intra oral images were taken from six patients that represented the Aesthetic
Componentimages.
From six intra-oral images on a questionnaire that had been compared to the
overall pictures of Aesthetic Component, there wasan imagewhich hadgiven a
different perception of dental aesthetics between the lay personsand orthodontists. It
was animage with deepbite condition. Meanwhile, the rest ofimageshad no different
perception of dental aesthetics between lay personand orthodontists.
The overall results showed that there was no different perception of
dental aesthetics between the lay personsand orthodontists, exceptone image with
deepbite condition, which was assessed based on the Aesthetic Component of IOTN."
2012
T31240
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>