Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 220613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Palupi, Diah Eka
"Penelitian ini menginvestigasi kepentingan bantuan hibah bagi reformasi birokrasi di Indonesia yang diberikan Pemerintah Korea Selatan dan pengaruh bantuan tersebut bagi iklim investasi di Indonesia. Untuk menganalisis hal tersebut, Peneliti menggunakan pemikiran A. Maurits Van Der Veen yang mengatakan bantuan digunakan sebagai alat pencapaian kepentingan nasional dan menggunakan teknik analisis metode kualitatif dengan sifat analisis deskriptif.
Penelitian ini menyimpulkan adanya kepentingan ekonomi dan politik yang diusung Pemerintah Korea Selatan di balik bantuan yang diberikan dan bantuan tersebut memberi kontribusi bagi perkembangan investasi Korea Selatan di Indonesia. Namun demikian, peningkatan investasi tersebut bukan hanya didorong oleh pembenahan birokrasi di Indonesia tetapi juga disebabkan faktor lain seperti adanya peningkatan pungutan pajak yang dibebankan Pemerintah Korea Selatan kepada para pengusaha sehingga memicu pengalihan modal ke negara lain.

This study investigates the interests of grant aid for bureaucratic reform in Indonesia given the South Korean government and the effect of such aid for the investment climate in Indonesia. To analyze this, the researcher used the thought of A. Maurits Van Der Veen who say aid is used as a means of achieving national interests and use qualitative methods of analysis techniques with nature descriptive analysis.
This study concludes that there is economic and political interests that brought the South Korean government behind the assistance provided and the assistance contributed to the development of South Korean investment in Indonesia. However, the increase in investment is not only driven by bureaucratic reform in Indonesia but also due to other factors such as an increase in the tax levy charged the South Korean government to employers that triggers the transfer of capital to other countries.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T43227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Hengky Gongkon
"Jatuhnya mata uang Bath Thailand merupakan awal dari krisis Asia yang selanjutnya menimpa Korea Selatan dan Indonesia. Won dan Rupiah depresiasi nilainya yang mengakibatkan kedua negara mengalami krisis yang sangat parah dan mengguncang sistem perekonomian kedua negara secara menyeluruh. Kedua negara meminta bantuan IMF untuk mengatasi krisis di negaranya.
IMF sebagai lembaga keuangan internasional memberikan bantuan likuiditas terhadap negara-negara anggota. Program bantuan IMF diiringi dengan prasyarat yang harus dipenuhi oleh negara penerima bantuan. Prasyarat tersebut tertuang dalam nota kesepakatan yang disebut Letter of Intent (Lol). Butir-butir kesepakatan itu terkait dengan program reformasi yang mengandung nilai-nilai liberal.
Tesis ini menggunakan konsep neo-liberal untuk menjelaskan butir-butir prasyarat yang direkomendasikan IMF terhadap kedua negara. Butir-butir prasyarat ini diantaranya : Kebijakan moneter dan fiskal ketat, kebijakan orientasi ekspor, liberalisasi sistem keuangan, penegakan iklim transparansi, restraIrturisasi dan privatisasi, serta deregulasi kebijakan ekonomi yang berorientasi terhadap nilai-nilai pasar bebas. Kebijakan moneter dan fiskal ketat yang direkomendasikan IMF terhadap kedua negara menyebabkan kondisi ekonomi kedua negara semakin terpuruk. Nilai mata uang (kurs) semakin terdepresiasi, cadangan devisa semakin menipis, dan besarnya biaya sosial yang harus ditanggung oleh kedua negara seperti semakin tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan serta instabilitas politik.
Teori developmental state digunakan dalam tesis ini untuk menjelaskan pengaruh peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik dan ekonomi terhadap proses pemulihan ekonomi di kedua negara. Teori ini menjelaskan peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik ditujukan untuk menciptakan stabilitas, dan peran aktif pemerintah dalam aspek ekonomi ditujukan untuk mempercepat perturnbuhan ekonomi. Kredibilitas dan kepekaan terhadap krisis, yang terkait dengan konsistensi, kejelasan motivasi, tranparansi, keseriusan dalam reformasi, pentingnya stabilitas jangka pendek, serta kebijakan yang cenderung memihak rakyat kecil merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terciptanya stabilitas. Restrukturisasi sektor keuangan dan korporasi secara bijak, seperti terdapatnya mekanisme aturan yang jelas, tindakan cepat dalam merestrukturisasi hutang swasta, dan rnemperbaiki kinerja manajemen merupakan faktor-faktor yang pempercepat bangkitnya kembali sektor dunia usaha. Asumsi dalam tesis ini, jika kondisi stabil dan sektor dunia usaha dapat bangkit kembali maka proses pemulihan ekonomi akan berjalan dengan cepat.
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah eksplanatit di mana menghubungkan dua variabel dengan menggunakan teori-teori sebagai alat untuk menganalisa hubungan kousal yang terjadi. Diteliti keterkaitan hubungan antara peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik dan ekonomi terhadap proses pemulihan ekonomi di kedua negara. Dalam interaksinya dengan IMF, peran aktif pemerintah Korea Selatan dalam aspek sosial-politik dan ekonomi menyebabkan kondisi stabil tetap terjaga dan peran aktif pemerintah dalam aspek ekonomi menyebabkan sektor dunia usaha cepat bangkit kembali.
Tesis ini membuktikan, dalam berinteraksi dengan IMF, diperlukan peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik dan ekonorni agar kondisi stabil tetap terjaga dan sektor dunia usaha dapat bangkit kembali dengan cepat. Terbukti, dengan kondisi politik yang stabil dan bangkit kembalinya sektor dunia usaha menyebabkan Korea Selatan lebih cepat pulih dan krisis dibandingkan Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muslimin Ikbal
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai efektivitas bantuan Pemerintah Jerman kepada Pemerintah Indonesia dalam program Reformasi Birokrasi dengan studi kasus di Kementerian Dalam Negeri periode 2010 - 2014. Dalam analisis, tesis ini menggunakan sudut pandang Paris Declaration beserta lima prinsip dasar dan dua belas indikator untuk menentukan efektif-tidaknya bantuan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan sumber data dari literatur, hasil penelitian, laporan, dokumen, dan wawancara. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa bantuan Pemerintah Jerman dalam program reformasi birokrasi di Kementerian Dalam Negeri tidak efektif. Melalui analisis terdapat indikasi bahwa bantuan Pemerintah Jerman berusaha untuk menciptakan status dependensi bagi Indonesia.

ABSTRACT
The focus of this study discusses the effectiveness of German Government Aid to the Government of Indonesia in the Bureaucratic Reform program in case study at Home Affairs Ministry period 2010 - 2014. In the analysis, this thesis uses the viewpoint of the Paris Declaration and its five basic principles and twelve indicators to determine whether or not the aid was effective. This majority of data in the study is qualitative research, which is collected through literatures, research, reports, documents, and interview. The results of this study concluded that the German government aids to bureaucratic reforms programs in Home Affair Ministry are not effective. Through the analysis there are indications that the German government aid seeks to create Indonesia's dependency.;The focus of this study discusses the effectiveness of German Government Aid to the Government of Indonesia in the Bureaucratic Reform program in case study at Home Affairs Ministry period 2010 - 2014. In the analysis, this thesis uses the viewpoint of the Paris Declaration and its five basic principles and twelve indicators to determine whether or not the aid was effective. This majority of data in the study is qualitative research, which is collected through literatures, research, reports, documents, and interview. The results of this study concluded that the German government aids to bureaucratic reforms programs in Home Affair Ministry are not effective. Through the analysis there are indications that the German government aid seeks to create Indonesia?s dependency.
, The focus of this study discusses the effectiveness of German Government Aid to the Government of Indonesia in the Bureaucratic Reform program in case study at Home Affairs Ministry period 2010 - 2014. In the analysis, this thesis uses the viewpoint of the Paris Declaration and its five basic principles and twelve indicators to determine whether or not the aid was effective. This majority of data in the study is qualitative research, which is collected through literatures, research, reports, documents, and interview. The results of this study concluded that the German government aids to bureaucratic reforms programs in Home Affair Ministry are not effective. Through the analysis there are indications that the German government aid seeks to create Indonesia’s dependency.
]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliefaini Pryanisa
"Penelitian ini membahas tentang proses pelaksanaan dan permasalahan yang timbul dari kebijakan pembangunan ekonomi lima tahun di Indonesia dan di Korea Selatan dalam upayanya membangun perekonomian periode 1969-1998 untuk Indonesia dan periode 1962-1996 untuk Korea Selatan. Dengan motede kualitatif melalui teknik studi literatur, penelitian ini berusaha membandingkan kedua kebijakan dan mengambarkan letak perbedaan serta permasalahan yang timbul sehingga hasil dari kebijakan tersebut berbeda di kedua negara. Hasil analisis memperlihatkan adanya perbedaan arah pembangunan antara kebijakan yang dijalankan di Indonesia dan Korea Selatan terkait dengan hubungan yang terbentuk antara pemerintah dan pengusaha serta perubahan sistem politiknya. Studi ini berkesimpulan bahwa dengan penerapan kebijakan pembangunan ekonomi seperti di Korea Selatan yang mengikutsertakan partisipasi dari pemerintah, masyarakat hingga kelompok pebisnis mampu memberikan hasil pembangunan yang lebih baik dibandingkan Indonesia.

This study is about the process of implementation the Five-Year Economic Development Plan in Indonesia and South Korea in order to increase their economies during the period of 1969-1998 for Indonesia and 1962-1996 for South Korea.With qualitative method through literature studies, this study compared different problems and results in both countries based on their policies. The analysis of this study show the differences of the development direction between the two countries based on the relations between the goverment and businessman, and the influence of their political system. This study concludes that the implementation of the economic development policies in South Korea which included the participation of government, citizens and business groups can provide a better result than the implementation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusuf Kurniawan
"Penelitian ini fokus untuk mengetahui persepsi dan harapan kementerian/lembaga terhadap pelayanan asistensi yang diberikan oleh deputi program dan reformasi birokrasi, serta untuk mengetahui bagaimana strategi deputi program dan reformasi birokrasi dalam pelayanan asistensi tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh data bahwa persepsi kementerian/Iembaga terhadap pelayanan asistensi deputi program dan reformasi birokrasi adalah belum maksimalnya pelayanan yang ditandai dengan tidak adanya umpan balik, lambat, tidak responsif, dan baru menyentuh proses bukan hasil. Harapan kementerian/ Iembaga terhadap pelayanan asisrensi adalah adanya asistensi yang dapat diaplikasikan oleh instansi, dimana hasil asistensi dapat dimanfaatkan Iangsung dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, berdasarkan analisis yang telah dilakukan disimpulkan bahwa (1) Persepsi kementerian/Iembaga terhadap pelayanan asistensi jauh dari yang diharapkan, dalam arti masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Harapannya adalah agar pelayanan dapat lebih baik Iagi sehingga memudahkan kementerian/lembaga dalam proses reformasi birokrasi dan mendapatkan asistensi yang aplikatif lagi dan berguna bagi instansi; dan (2) Strategi pelayanan asistensi yang dilakukan oleh deputi program dan reformasi birokrasi belum berjalan optimal dengan keterbatasan yang ada. Untuk itu, perlu dirumuskan suatu strategi dalam pelayanan asistensi yang lebih aplikatif dan mudah untuk dilaksanakan.

This research is focus to know about the perceptions and expectations of the ministries/agencies about technical assistance that given by the Deputy Program and Bureaucracy Reform, and to find out how their strategy to give that technical assistance. Based the research conducted, the data showed that the perception of Ministries/Agencies about the technical assistance is that the assistance not maximal enough that characterized by no feedback, not responsive, and all the assistance is only touching process rather than outcome. The expectation of the assistance is there are result that can utilize directly in implemented the bureaucracy reforms. Therefore, based on the analysis that have been done, it concluded that (1) the perception of Ministry/Agencies about the assistance is far from the expected, which mean there are still have many shortcomings that have to be improved. The expectation is the assistance could be better so it can facilitate Ministry/Agencies in process to reform the bureaucracy and get the assistance that can be applied and give advantage to the agency; and (2) Strategy fiom Deputy Program and Bureaucracy Reforms in the technical assistance has not run optimally with the limitations that existing. So, it needed to make a formulation of a strategy that applicative and can be easy to implemented."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T21104
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas kepentingan ekonomi dan politik dibalik pemberian bantuan pembangunan Korea Selatan ke Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Lee Myung Baek dan Park Geunn Hye. Permasalahan yang diangkat adalah perbedaan kepentingan ekonomi-politik yang terdapat dibalik penyaluran bantuan pembangunan. Dimasa pemerintahan keduanya, Korea Selatan sangat aktif dalam menyalurkan bantuan pembangunan ke Indonesia, baik dalam bentuk pinjaman bersyarat maupun hibah. Bahkan volume bantuan pembangunan ke Indonesia meningkat pesat dimasa kepemimpinan Lee Myung Baek dan Park Geun Hye. Tujuan tulisan ini yaitu untuk menganalisis dan membandingkan kepentingan ekonomi dan politik Korea Selatan dalam pendistribusian bantuan pembangunan ke Indonesia dimasa jabatan dua pemimpin negara tersebut. Melalui pendekatan geoekonomi, ditemukan bahwa kebutuhan ekonomi Korea Selatan dalam memberikan bantuan pembangunan ke Indonesia adalah akses untuk penetrasi pasar industri, SDA seperti komoditas pertanian dan energi, pengembangan MNC, dan serapan tenaga kerja. Sementara dari sudut geopolitik, Korea Selatan menunjukkan intensi untuk menjadi leader dalam penyaluran bantuan pembangunan ke Indonesia pada periode jabatan Presiden Lee Myung baek dan membangun mutual trust dengan Indonesia dimasa pemerintahan Presiden Park Geun HYe. "
Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2017
321 JKLHN 30 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Pratama
"[Selain menghadapi permasalahan kemiskinan, Indonesia juga dihadapkan pada dua tantangan mendasar yang saling terkait yakni bagaimana mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan. Dalam menghadapi berbagai hal tersebut, Pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan redistribusi melalui strategi pertumbuhan yang inklusif dengan menyalurkan pengeluaran sosial dalam bentuk belanja bantuan sosial dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akan tetapi, belum banyak bukti
empiris yang dapat menjelaskan dampak pengeluaran sosial terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, belum dapat dibuktikan apakah pengeluaran sosial yang disalurkan oleh pemerintah Indonesia dapat dikategorikan sebagai strategi pertumbuhan yang pro-poor dan inklusif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh belanja
bantuan sosial dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap pertumbuhan ekonomi di 33 provinsi di Indonesia tahun 2006-2012 menggunakan alat analisis regresi dengan Fixed Effect Model. Setelah mengetahui jenis pengeluaran sosial yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, selanjutnya penelitian ini akan mengidentifikasi apakah pengeluaran sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai instrumen pertumbuhan yang pro-poor dan inklusif dalam kaitannya dengan pengurangan kemiskinan dan pembangunan manusia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang secara statistik berpengaruh dalam meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat dikategorikan sebagai instrumen pertumbuhan yang pro-poor dan inklusif.

While battling poverty incidence, Indonesia is also confronted with two interwoven rudimentary challenges, sustained economic growth fueled with prevalent income inequality. Henceforth, the Government had intervened by
executing redistributive policy through the inclusive growth strategy by social expenditures provision in the form of social assistance spending and education support spending (BOS Program). Nonetheless, little has been proven empirically concerning the effect of social expenditures to economic growth and whether such spending can be categorized as pro-poor growth and inclusive growth strategy in the Indonesian context. Against this backdrop, this paper attempts to shed a light in this area by employing regression analysis through the Fixed Effect Model to investigate the effect of social assistance spending and education support spending (BOS Program) to economic growth in 33 Indonesian provinces from 2006-2012. After identifying the type of social spending which is able to stimulate economic growth, this paper then tries to determine whether such social spending can be categorized as pro-poor growth and inclusive growth instrument in the context of its efficacy on poverty alleviation and human development improvement respectively. The result suggests that only education support spending (BOS Program) that statistically significant in uplifting economic growth level. Furthermore, closer investigation indicates that this particular spending can be classified both as pro-poor growth and inclusive growth instrument.;While battling poverty incidence, Indonesia is also confronted with two
interwoven rudimentary challenges, sustained economic growth fueled with
prevalent income inequality. Henceforth, the Government had intervened by
executing redistributive policy through the inclusive growth strategy by social
expenditures provision in the form of social assistance spending and education
support spending (BOS Program). Nonetheless, little has been proven empirically
concerning the effect of social expenditures to economic growth and whether such
spending can be categorized as pro-poor growth and inclusive growth strategy in
the Indonesian context.
Against this backdrop, this paper attempts to shed a light in this area by
employing regression analysis through the Fixed Effect Model to investigate the
effect of social assistance spending and education support spending (BOS
Program) to economic growth in 33 Indonesian provinces from 2006-2012. After
identifying the type of social spending which is able to stimulate economic
growth, this paper then tries to determine whether such social spending can be
categorized as pro-poor growth and inclusive growth instrument in the context of
its efficacy on poverty alleviation and human development improvement
respectively. The result suggests that only education support spending (BOS
Program) that statistically significant in uplifting economic growth level.
Furthermore, closer investigation indicates that this particular spending can be
classified both as pro-poor growth and inclusive growth instrument, While battling poverty incidence, Indonesia is also confronted with two
interwoven rudimentary challenges, sustained economic growth fueled with
prevalent income inequality. Henceforth, the Government had intervened by
executing redistributive policy through the inclusive growth strategy by social
expenditures provision in the form of social assistance spending and education
support spending (BOS Program). Nonetheless, little has been proven empirically
concerning the effect of social expenditures to economic growth and whether such
spending can be categorized as pro-poor growth and inclusive growth strategy in
the Indonesian context.
Against this backdrop, this paper attempts to shed a light in this area by
employing regression analysis through the Fixed Effect Model to investigate the
effect of social assistance spending and education support spending (BOS
Program) to economic growth in 33 Indonesian provinces from 2006-2012. After
identifying the type of social spending which is able to stimulate economic
growth, this paper then tries to determine whether such social spending can be
categorized as pro-poor growth and inclusive growth instrument in the context of
its efficacy on poverty alleviation and human development improvement
respectively. The result suggests that only education support spending (BOS
Program) that statistically significant in uplifting economic growth level.
Furthermore, closer investigation indicates that this particular spending can be
classified both as pro-poor growth and inclusive growth instrument]
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T45044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riawati
"Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh earnings terhadap stock returns pada perusahan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006- 2012. Sampel yang digunakan adalah 104 perusahaan. Earnings dalam penelitian ini diproksi dengan Earnings Per Share (EPS) dan stock returns diproksi dengan perubahan harga saham. Dalam menganalisis penelitian ini digunakan empat model penelitian, yaitu Price Model, Return Model, Differenced Model, dan Deflated Model. Penelitian ini membagi periode waktu menjadi dua bagian, yaitu sebelum dan setelah terjadinya krisis ekonomi global. Hasil penelitian menunjukkan bahwa earnings berpengaruh terhadap stock returns. Dari empat model penelitian yang digunakan, Price Model merupakan model penelitian yang paling mampu menjelaskan pengaruh earnings terhadap stock returns.

This study was conducted to analyze the effect of earnings on stock returns at the companies listed in Indonesia Stock Exchange 2006-2012 period. The samples used were 104 companies. The earnings in this study proxy by earnings per share (EPS) and stock returns proxy by stock price changes. In analyzing this research study used four models, namely Model Price, Return Model, Differenced model, and Deflated Model. This study divides the time period into two parts, there were before and after the global economic crisis. The results showed that earnings affect stock returns. From the four models used in this study, the Price Model is the most capable research model explaining the effect of earnings on stock returns.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S57550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Maury Surya Wardhana
"Krisis Ekonomi yang terjadi di kawasan Asia yang dimulai dengan kejatuhan mata uang Bath Thailand, juga menimpa Indonesia dan Korea Selatan. Rupiah dan Won terpuruk nilainya yang mengakibatkan negara ini terancam akan mengalami kebangkrutan akibat desakan hutang-hutang jangka pendek yang harus segera dilunasi yang diketahui semuanya dalam denominasi dollar Amerika Serikat. Maka tidak lain kedua negara meminta IMF yang merupakan organisasi keuangan internasional untuk membantu kesulitan finansial dalam negeri kedua negara.
IMF sebagai lembaga keuangan internasional yang memberikan bantuan likuiditas terhadap negara-negara anggota yang mengalami kesulitan sebagaimana tertuang dalam Artikel I mengenai peran dan fungsi lembaga ini, bersedia untuk membantu kedua negara. Tetapi terdapat perbedaan perilaku dalam cara-cara pemberian bantuan terhadap Indonesia. Indonesia yang tergolong sebagai negara berkembang dan juga termasuk dalam salah satu Highly Debt Country (Kelompok Negara Penghutang Besar) mendapat cairan dana hanya US$ 10 milyar itupun diberikan dalam waktu yang cukup lama semenjak komitmen IMF untuk memberikan bantuan ekonomi yang berjumlah US$ 43 milyar disepakati tahun 1998. Berbeda dengan Korea Selatan yang sebelumnya tergabung dalam OECD (Kelompok Negara-negara Kaya), IMF dengan mudahnya mengucurkan bantuannya, bahkan sejak tahun 1997 sejak Korea Selatan mulai terjerembab dalam krisis ekonomi, IMF dengan mudahnya mencairkan dana talangannya sebesar US$ 20 milyar. Sebagaimana diketahui penyebab krisis ekonomi yang dialami oleh kedua negara hampir serupa. Pertama, terlalu banyak arus modal jangka pendek dari luar negeri yang masuk ke dalam pasar domestik yang tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Kedua, budaya dan etika bisnis yang sangat rentan terhadap iklim persaingan dalam pasar global, seperti masih kuatnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di kalangan pengusaha dan pejabat pemerintah.
Asumsi dasar yang digunakan adalah berdasarkan keberhasilan kedua negara untuk keluar dari krisis ekonomi. Maka bantuan ekonomi yang diberikan IMF untuk Indonesia dianggap tidak berjalan cukup efektif dibandingkan dengan bantuan ekonomi IMF untuk Korea Selatan. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya Korea Selatan untuk keluar dari krisis ekonomi terlebih dahulu dengan hasil pencapaian makro dan mikro ekonomi yang dianggap telah baik sejak akhir tahun 1998, dibandingkan dengan Indonesia yang sampai tahun 2000 saja indikator perekonomiannya tidak menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan.
Dalam penelitian ini sekurang-kurangnya ada dua variabel utama yang menjadi penyebab efektif tidaknya bantuan IMF terhadap Indonesia dan Korea Selatan. Pertama adalah variabel eksternal, yaitu variabel-variabel yang ada di dalam atau di luar IMF dimana kedua variabel tersebut dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektif tidaknya bantuan ekonomi IMF. Kedua, adalah variabel internal yaitu kondisi-kondisi sosioekonomi Indonesia dan Korea Selatan yang berpengaruh kepada efektif tidaknya bantuan ekonomi yang diberikan.
Terdapat dua variabel eksternal yaitu : pertama, adalah faktor-faktor internal IMF dalam hal ini proses terbentuknya pengambilan kebijakan IMF, dimana terjadi perumusan kebijakan paket bantuan ekonomi kepada negara-negara yang terkena krisis. Kedua adalah faktor-faktor eksternal IMF, yaitu adanya negara-negara besar (Amerika Serikat dan Jepang) yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan bantuan ekonomi IMF. Kedua variabel eksternal ini selanjutnya akan diukur secara kualitatif dengan menggunakan data-data sekunder.
Variabel internal merupakan variabel selanjutnya yang menjadi bagian dari proses analisis. Dalam variabel ini terdapat sekurang-kurangnya tiga variabel utama yaitu politik, ekonomi dan sosial. Kemudian dari ketiganya diambil satu sampai dengan empat indikator yang kemudian diukur secara kualitatif dengan menggunakan data-data sekunder. Selanjutnya secara metodologis kedua variabel akan digunakan untuk melihat tidak efektifnya bantuan ekonomi IMF di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>