Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165492 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanalin Norfirdausi
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara gender role conflict dan psychological well-being pada laki-laki gay dewasa muda. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ialah Gender Role Conflict Scale Short Form (GRCS-SF) dan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being (RPWB). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 99 orang laki-laki berusia 20-40 tahun yang memiliki orientasi seksual homoseksual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gender role conflict dan psychological well-being (R=-0,023; p>0,05). Meskipun demikian, salah satu dimensi gender role conflict yaitu keterbatasan afeksi antar laki-laki menunjukkan korelasi negatif yang siginifikan dengan psychological well-being (R=-0,261; p<0,01.

This research is conducted to find the correlation between gender role conflict and psychological well-being among young adult gay men. This research used the Gender Role Conflict Scale Short Form (GRCS-SF) and Ryff’s Scales of Psychological Well-Being (RPWB). The participants of this research are 99 homosexual self-identified men aged between 20-40 years old.
The result of this research showed that there is no significant correlation between gender role conflict and psychological well-being (R=-0,023; p>0,05). However, one of the gender role’s dimensions, restrictive affectionate behavior between men, showed that there is a significant negative correlation with psychological well-being (R=-0,261; p<0,01).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S57731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roy Akbar Al Rofiq
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara outness dan subjective well-being pada laki-laki homoseksual dewasa muda di wilayah JABODETABEK. Penelitian ini diikuti oleh responden yang berjumlah 100 orang yang terdiri dari laki-laki homoseksual dewasa muda yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan meminta kesediaan responden untuk malegisi kuesioner outness dan subjective well-being. Variabel dalam penelitian diukur dengan menggunakan alat ukur Outness Inventory yang dikembangkan oleh Mohr & Fassinger (2000) dan The Satisfaction With Life Scale karya Diener et al. (1985). Melalui penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara kedua variabel yaitu sebesar r = 0.223, yang artinya semakin tinggi skor outness laki-laki homoseksual dewasa muda maka semakin tinggi pula subjective well-being mereka.

This research was conducted to examine the correlation between outness and subjective well-being among homosexual young adult male in JABODETABEK. The number of participants in this study were 100 homosexual young adult male, aged 20-40, who reside in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. This research was carried out quantitatively using a questionnaire to assess the outness and subjective well-being of the participants. The variables in this research were measured using the Outness Inventory by Mohr & Fassinger (2000) and the Satisfaction With Life Scale by Diener et al. (1985). Analysis of the results proved that there is a significant positive correlation between the two variables with a Pearson?s coefficient of r = 0.540, which means that the higher the outness, the higher the subjective well-being of the homosexual young adult male.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frea Petra Maheswari
"Masa depan tidak akan dapat diraih apabila seseorang tidak dapat melakukan pemaafan. Pemaafan dibutuhkan seseorang untuk tidak menyimpan rasa dendam dan bersalah yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi di masa lampau. Dewasa muda yang merupakan masa dengan banyak konflik dan peralihan hidup tentu mengalami hambatan yang terjadi disebabkan oleh diri mereka sendiri maupun hal-hal di luar diri mereka. Pemaafan diperlukan oleh dewasa muda agar dapat memaafkan hal-hal tersebut demi tercapainya cita-cita mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda. Sebanyak 175 partisipan berusia 22-44 tahun mengisi kuesioner yang mengukur pemaafan Heartland Forgiveness Scale/HFS dan kesejahteraan psikologis Ryff rsquo;s Psychological Well-Being Scale/RPWB. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda r=-0.620.

Future cannot be reached if one cannot do forgiveness. Forgiveness is needed to keep us from holding grudge and guilt caused by past events. Young adulthood is a phase of many conflicts and life transitions that obstructed by themselves or another person. Forgiveness is necessary to young adult so that they can forgive those underexpected things for the sake of achieving their aspirations.
The aim of this research was to examine the relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood. A total of 175 participants aged 22 44 completed questionnaires of forgiveness Heartland Forgiveness Scale HFS and psychological well being Ryff rsquo s Psychological Well being Scale RPWB . The result of this research showed that there is a significant and positive relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood r 0.620.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Fransisca
"Penilaian dan penolakan dari masyarakat, menyebabkan kaum homoseksual sulit untuk menyatakan pada publik tentang orientasi seksualnya (coming-out). Hal yang terpenting dalam masa dewasa muda selain tugas perkembangan adalah kebutuhan akan intimacy. Untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut, individu biasanya akan menjalin hubungan dengan lawan jenis untuk menyeleksi dan memilih pasangan hidupnya. Jika kebutuhan intimacy dewasa muda tidak terpenuhi, maka individu akan mengalami kesepian, cemas, dan tidak percaya diri. Hal itu menunjukkan hubungan antara intimacy dan kesejahteraan psikologis (psychological well-being).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat gambaran psychological well-being pada pria gay yang telah coming-out. Untuk mendapatkan gambaran kesejahteraan psikologis, peneliti menggunakan konsep psychological well-being dari Ryff. Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara coming-out, intimacy dan kesejahteraan psikologis individu. Jika dalam proses coming-out individu mendapatkan dukungan sosial maka kaum homoseksual dewasa muda dapat memenuhi kebutuhan intimacy dengan baik, dan itu akan membuat kaum homoseksual mempunyai kualitas kesejahteraan psikologis yang baik. Demikian pula sebaliknya, jika terjadi hambatan dalam proses coming-out yang menyebabkan individu sulit memenuhi intimacy-nya, hal itu akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis yang dimiliki.

Evaluation and denial from society causing homosexual have difficulty to declare to the public about their sexual orientation (coming-out). Most important thing in adult period other than growing up is necessity to for intimacy. To fulfill such growing task, individual usually create relationship with their opposite sex to select their spouse. If the adult intimacy necessity is not fulfilled, a person shall undergo loneliness, anxiety, and unconfident. This shows relationship between intimacy and psychological well-being.
In this research, researcher wishes to see image of psychological well-being at gay who has coming-out. To obtain image of psychological well-being, researcher using concept of psychological well-being from Ryff. In this research known that there is relationship between coming-out, intimacy and psychological well-being. If in the process of comingout a person receives social support, therefore young homosexual may fulfill intimacy with well, and it makes homosexual having good psychological well-being. On the contrary, if there is obstacle in coming-out process making a person difficult to fulfill their intimacy, it shall affect to their psychological well-being they had.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.5 MAY g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pandam Kuntaswari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perfeksionisme dan psychological well-being pada seniman berusia dewasa muda dan dewasa madya. Pengukuran perfeksionisme menggunakan alat ukur Multidimensional Perfectionism Scale (Hewitt & Flett, 1989) dan pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff’s Revised-Psychological Well-Being (Ryff, 1995). Partisipan berjumlah 63 seniman berusia dewasa muda dan dewasa madya.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perfeksionisme dan psychological well-being (r = -0.584; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi perfeksionisme yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah psychological well-being yang ia miliki. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dimensi perfeksionisme yang memberikan sumbangan paling banyak terhadap psychological well-being adalah socially prescribed perfectionism. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan intervensi lebih dini terhadap perfeksionisme, terutama pada socially prescribed perfectionism.

This research was conducted to find the correlation between perfectionism and psychological well-being in artists in their young and middle adulthood. Perfectionism was measured by using Multidimensional Perfectionism Scale (Hewitt & Flett, 1989), and psychological well-being was measured by using Ryff’s Revised-Psychological Well-Being (Ryff, 1995). The participants of this research were 63 artists currently in their young and middle adulthood.
The main result of this research showed that perfectionism is negatively significant correlated with PWB (r = -0.584; p = 0.000, significant in L.o.S 0.01). This meant that the higher the level of one's perfectionism, the lower the level of PWB in oneself. Other result of this research was that the dimension of perfectionism that contributed the most to PWB was socially prescribed perfectionism. Based on such results, there needs to be an early intervention about perfectionism, especially about the socially prescribed perfectionism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviani Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa. Variabel gratitude diukur dengan SS8 (Skala Syukur 8) yang divalidasi dan diterjemahkan oleh Oriza dan Menaldi (2010), dari GQ6 (Gratitude Questionaire 6) yang diciptakan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2001). Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari (2011), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian ini melibatkan 340 responden yang berusia 17 sampai 25 tahun dari seluruh fakultas di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well-being. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa mean skor kedua variabel tersebut tidak signifikan berbeda antara responden yang tergabung dalam perkumpulan keagamaan dan yang tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan.

The aim of this research is to investigate the correlation between gratitude and psychological well-being among college students of. Gratitude measurement used SS8 (Skala Syukur 8) which is validated and translated by Oriza and Menaldi (2010), from GQ6 (Gratitude Questionaire 6) which is created by McCullough, Emmons, and Tsang (2001). Psychological well-being measurement used self-report scale which is adopted by Hapsari (2011) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Respondents of this research are 340 college students of Universitas Indonesia aged 17 to 25 years old.
Finding shows that gratitude and psychological well-being are significantly and positively correlated. Furhtermore, this research found there is no significant difference among respondents who are involved in religious group and who aren't involved in religious group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rahmawati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan citra
tubuh dan psychological well-being pada wanita usia dewasa madya. Di usia
dewasa madya, wanita mengalami perubahan fisik yang dapat mempengaruhi
kepuasan citra tubuhnya (Koch, Mansfield, Thurau, dan Carey, 2005). Walaupun
ketidakpuasan terhadap citra tubuh dapat mempengaruhi psychological well-being
secara negatif (Cash & Pruzinsky, 2002), wanita memiliki kegiatan-kegiatan
lainnya yang lebih diutamakannya yang bisa memperkaya hidupnya (Lachman,
2004). Penelitian kuantitatif ini dilakukan pada 61 wanita berusia dewasa madya
antara usia 40 hingga 64 yang berdomisili di Jabodetabek. Kepuasan citra tubuh
diukur dengan Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire (MBSRQ),
sedangkan psychological well-being diukur dengan Psychological Well-Being
Scales (SPWB). Kesimpulan yang diperoleh adalah kepuasan citra tubuh
berhubungan positif secara signifikan dengan psychological well-being (r = 0,289;
p = 0,028, signifikan pada L.o.S. 0,05).

ABSTRACT
This study is aimed to investigate the correlation between body image
satisfaction and psychological well-being of middle-aged women. During midlife,
women experience physical changes that affect their body image satisfaction
(Koch, Mansfield, Thurau, dan Carey, 2005). Although body image dissatisfaction
can negatively affect psychological well-being (Cash & Pruzinsky, 2002), women
have other activities that have become their priorities that will further enrich their
lives (Lachman, 2004). This is a quantitative study of 61 middle-aged women
between the age of 40 and 64 who are living in Jabodetabek. Body image
satisfaction is measured using Multidimensional Body-Self Relations
Questionnaire (MBSRQ), whereas psychological well-being is measured using
Psychological Well-Being Scales (SPWB). This study concludes that there is a
significant positive correlation between body image satisfaction and psychological
well-being (r = 0,289; p = 0,028, significant at L.o.S. 0,05)."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53660
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Savitri Adriani
"Perceraian orang tua memberikan dampak negatif berkepanjangan pada anak hingga ia dewasa. Salah satunya adalah rendahnya psychological well-being (PWB) anak. Self-compassion (SC) dianggap mampu meningkatkan PWB. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. PWB diukur menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, sedangkan SC diukur menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale-Short Form. Jumlah partisipan yang diperoleh adalah 210 partisipan. Hasil korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai, (r(N=210)=0.680,p<0.01, two tailed). Perbedaan rata-rata skor signifikan ditemukan pada variabel PWB pada jumlah pengeluaran keluarga.

Divorce of parents have a prolonged negative impact on the child until they become an adult. One of them is the low psychological well-being (PWB) in emerging adults. Self-compassion (SC) is considered capable of increasing PWB. This study aims to explore the relationship between SC and PWB in emerging adults with divorced parents. PWB is measured using the Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, while SC is measured using the Self-Compassion Scale-Short Form. Total of participants obtained was 210 participants. Results show that there was a significant relationship between self-compassion and psychological well-being in emerging adults with divorced parents, (r (N = 210) = 0.680, p <0.01, two tailed). Significant mean differences in scores were only found in the psychological well-being variable in the demographic data section on family expenditure."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Meliza Zubir
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara psychological well-being dan college adjustment pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Tahun pertama di perguruan tinggi memberikan tantangan bagi mahasiswa terutama dalam proses penyesuaian diri. Pada masa ini psychological well-being bermanfaat bagi mahasiswa dalam menghadapi tantangan tersebut. Psychological well-being penting bagi individu yang sedang mengalami masa transisi dalam kehidupan. Pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff's Scale of Psychological Well-Being dan pengukuran college adjustment menggunakan alat ukur Student Adaptation to College Questionnaire yang disusun oleh Baker dan Siryk. Partisipan penelitian ini berjumlah 226 mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Data penelitian kemudian diolah dengan menggunakan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dan college adjustment pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia (r = 0.595; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01).

This research was conducted to find the correlation between college adjustment and psychological well-being among first-year college students of Universitas Indonesia. Psychological well-being was measured by using Ryff's Scale of Psychological Well-Being and college adjustment was measured by using the Student Adaptation to College Questionnaire by Baker and Siryk. The participants of this research were 226 first-year college students of Universitas Indonesia. Data was processed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The main results of this research showed that psychological well-being positively correlated significantly with college adjustment (r = 0.595; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nendra Yelena Sarina
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres akademis dengan psychological well being pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 122 mahasiswa tingkat pertama berusia 17-20 yang sedang menempuh semester dua di Universitas Indonesia. Pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff?s Psychological Well- Being Scale (1995) yang telah diadaptasi oleh Yorike dan rekan-rekan payung penelitian psychological well-being tahun 2011. Pengukuran stres akademis menggunakan alat ukur Student-Life Stress Inventory yang dikembangkan oleh Gadzella (1994) dan telah diadaptasikan ke dalam konteks bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson Product Moment, diperoleh hubungan yang negatif dan signifikan antara stres akademis dan psychological well -being pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Semakin tinggi skor stres akademis yang dimiliki maka semakin tinggi skor psychological wellbeing, begitu pula sebaliknya.

The objective of this research is to find the corelation between academic stress and psychological well-being among first-year college students in Universitas Indonesia . The participant for this research were 122 students aged 17-20 whose studied at the second term in Universitas Indonesia. Psychological well-being was measured with Ryff?s Psychological well-being Scale (1995) which was constructed by Carol D. Ryff and had been adapted to Indonesian context by Yorike and colleagues in 2011. Academic stress was measured with Student-Life Stress Inventory which constructed by Gadzella and had been adapted to Indonesian context. The coefficient of Pearson Product Moment correlation showed that there is negative and significant correlation between psychological well being and academic stress among first-year college students in Universitas Indonesia. The more academic stress suffered by first-year college students, the lower score of psychological well being they have and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>