Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rachel Ethelind
"ABSTRAK
Latar Belakang: Extended Spectrum Beta Lactamase ESBL merupakan salah satu dari kelompok beta lactamase yang dapat menghidrolisis sefalosporin generasi ke-3, penisilin, dan aztreonam. Kejadian ini dapat menyebabkan gagal terapi pada pasien yang terinfeksi bakteri tersebut. Di Indonesia, data yang tersedia mengenai prevalensi Klebsiella pneumoniae yang memproduksi ESBL masih sangat terbatas. Metode: Sampel diambil dari seluruh data isolat Klebsiella pneumoniae dari WHO.net Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dari tahun 2009 sampai tahun 2014. Selanjutnya, data isolat dianalisis dan dibandingkan setiap tahun menggunakan uji chi-square, SPSS versi 16. Hasil: Jumlah seluruh isolat K. pneumoniae dari tahun 2009-2010 sebanyak 555 isolat. Prevalensi K. pneumoniae penghasil ESBL pada tahun 2009-2010 menurun 31.1 menjadi 17.4 secara signifikan p0.05 . Dari tahun 2011-2014 prevalensi mengalami kenaikan secara berturut turut 9.4 , 10 , 10.2 , 12.1 , walaupun secara statistic tidak signifikan. Jika prevalensi K. pneumoniae penghasil ESBL dibandingkan pada tahun 2009 dengan tahun 2014, terdapat penurunan yang signifikan.

ABSTRACT
Background Extended Spectrum Beta Lactamase ESBL is one of beta lactamases group that hydrolyzes third generation cephalosporin, penicillin, and aztreonam. This event might cause failure in treating the patients infected with Klebsiella pneumoniae due to resistance problem. In Indonesia, there is still inadequate data regarding ESBL producing K. pneumoniae. Method Samples were obtained from all Klebsiella pneumoniae isolates data from WHO.net in Microbiology Department, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia from 2009 to 2014. Therafter, data was analyzed and compared year by year using chi square test, SPSS version 16. Results The total of K. pneumoniae in 2009 2014 was 555 isolates. There was a marked decrease p0.05 from 2010 to 2011 17.4 to 9.4 . Unfortunately, it then increased from 2011 until 2014 9.4 , 10 , 10.2 , 12.1 respectively , although it was insignificant p 0.05 . Moreover, if we compare the prevalence of ESBL producing K. pneumoniae in 2009 and 2014, we found a significant decreased prevalence."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delly Chipta Lestari
"Bakteri multi-resisten antibiotik [multidrug-resistant (MDR)] saat ini menjadi perhatian di seluruh dunia, terutama pada Klebsiella pneumoniae penghasil enzim beta laktamase. Di Indonesia, data mengenai Klebsiella pneumoniae MDR belum tersedia. Penelitian ini bersifat restrospektif untuk mengidentifikasi Klebsiella pneumoniae MDR penghasil enzim beta laktamase (ESBL, AmpC, dan karbapenemase), mengidentifikasi gen penyandi sifat resisten pada isolat yang resisten karbapenem, menganalisis faktor risiko dan menilai luaran klinis pasien yang terinfeksi oleh bakteri tersebut. Penelitian dilakukan di ICU RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011.
Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL 76%, penghasil AmpC 0%, dan penghasil karbapenemase adalah 43%. Ditemukan 1 isolat dengan penyandi gen resinten pada karbapenem yaitu NDM-1. Faktor risiko pasien yang berhubungan dengan infeksi oleh Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL adalah penggunaan CVC. Infeksi oleh Klebsiella pneumoniae penghasil enzim beta laktamase dapat memengaruhi lama rawat pasien di ICU dengan selisih lama rawat 11 hari dan effect size d = 0,4 (efek kecil hingga sedang). Infeksi oleh Klebsiella pneumoniae penghasil enzim beta laktamase dapat memengaruhi luaran klinis pasien meskipun dengan efek kecil (ES d = 0,2).

Multidrug-resistant organisms (MDRO) are being public health concern worldwide, especially for beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae. There is no data about multidrug-resistant Klebsiella pneumoniae in Indonesia yet. In this restrospective study we identified beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae (ESBL, AmpC, and carbapenemase), identified resistance encoding genes on carbapenem resistant isolates, analysed risk factors and patient?s outcomes. This study conducted in intensive care unit Cipto Mangunkusumo Hopital during 2011.
Study results found 76% isolates are ESBL producing, 0% are AmpC producing, and 43% are carbapenemase producing. We found 1 isolate contain gene that encoded resistance on carbapenem resistant, namely NDM-1. Risk factor that have correlation with ESBL producing is the use of central venous catheter. Infection due to beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae could influence length of stay at ICU (11 days longer) and effect size (ES) d = 0,4 (low to medium effect). Infection due to beta-lactamase producing Klebsiella pneumoniae also could influence patient?s outcome although with low effect (ES d = 0,2).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Glory Gelarich
"Resistensi antibiotik merupakan masalah utama yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau transfer gen horizontal yang membawa gen resisten dari satu bakteri ke bakteri lainnya. Rumah sakit merupakan sumber penularan dan penyebaran bakteri pembawa gen resisten antibiotik (ARG) serta sumber senyawa antibiotik yang tinggi sehingga merupakan reservoir utama dan tempat sempurna untuk transfer gen resisten antibiotik yang menyebabkan bakteri berkembang menjadi Multi-drug resistance (MDR). Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu bakteri batang gram negatif yang sering ditemukan pada air limbah. Hal ini terkait dengan tingginya prevalensi infeksi yang disebabkan oleh patogen ini. Berbagai gen seperti blaNDM dan blaTEM pada K. pneumoniae meningkat pada air limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi K. pneumoniae dan gen resistensi pengkode ESBL (blaTEM) dan carbapenemase (blaNDM) pada air limbah rumah sakit untuk mendapatkan data primer Antimicrobial Resistance (AMR) di lingkungan yang pertama di Indonesia. Metode deteksi gen resisten yang dikembangkan menggunakan singleplex Real-Time PCR berbasis SYBR Green dan multiplex Real-Time PCR berbasis probe. Hasil dianalisis untuk pemeriksaan kuantitatif secara absolut dan relatif. Penelitian ini menggunakan 24 sampel air limbah berasal dari inlet dan outlet. Dengan menggunakan kedua metode, semua gen dapat terdeteksi pada sampel inlet. Namun pada sampel outlet ditemukan blaNDM dan blaTEM pada singleplex tetapi tidak terdeteksi pada multiplex PCR dan beberapa blaNDM juga dapat terdeteksi pada multiplex namun tidak terdeteksi pada singleplex PCR. Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan bahwa deteksi gen resisten menggunakan singleplex lebih sensitif dibandingkan dengan multiplex PCR. Selain itu, proses pengerjaan seperti pipetting dan konsentrasi komponen PCR harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil pengujian.

Antibiotic resistance is a major problem caused by various factors, such as inappropriate use of antibiotics or horizontal gene transfer that carries resistance genes from one bacterium to another. Hospitals are a source of transmission and spread of bacteria that carry antibiotic resistance genes (ARGs) and are high sources of antibiotic compounds so that they are the main reservoir and perfect place for the transfer of antibiotic-resistant genes that cause bacteria to develop into Multi-drug resistance (MDR). Klebsiella pneumoniae is one of the bacilli gram-negative bacteria that is often found in wastewater. This is related to the high prevalence of infections caused by this pathogen. Various genes such as blaNDM and blaTEM in K. pneumoniae were increased in wastewater. This study aims to detect K. pneumoniae and resistance genes encoding ESBL (blaTEM) and carbapenemase (blaNDM) in hospital wastewater to obtain primary data on Antimicrobial Resistance (AMR) in the first environment in Indonesia. The resistance gene detection method was developed using singleplex Real-Time PCR based on SYBR Green and multiplex Real-Time PCR based on probe. The results were analyzed for quantitative examination in absolute and relative terms. This study used 24 samples of wastewater from the inlet and outlet. Using both methods, all genes could be detected in the inlet sample. However, in the outlet samples, blaNDM and blaTEM were found in singleplex but not detected in multiplex PCR and some blaNDM could also be detected in multiplex but not detected in singleplex PCR. Based on the results, it can be concluded that the detection of resistance genes using singleplex is more sensitive than multiplex PCR. In addition, processing processes such as pipetting and the concentration of PCR components must be considered because they can affect the test results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramdhani Yassien
"Sepsis neonatorum masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Klebsiella pneumoniae dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya muncul sebagai patogen terbanyak penyebab sepsis, namun juga menimbulkan masalah lain berupa resistensi antibiotik. Klebsiella pneumonia merupakan mikroorganisme penyebab infeksi terbanyak di ruang perinatologi RS Cipto Mangukusumo (RSCM) selama tahun 2018 yaitu sebesar 16,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada pasien sepsis neonatorum yang terinfeksi K. pneumoniae. Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap 174 pasien di unit perinatologi RSCM dengan diagnosis sepsis neonatorum dengan hasil kultur positif terhadap isolat K. pneumoniae sejak Januari 2017 - Oktober 2020. Karakteristik demografi, riwayat tata laksana, serta antibiogram diambil dari rekam medis. Penelitian ini mendapatkan proporsi mortalitas pada neonatus yang terinfeksi K. pneumoniae di RSCM sebesar 71,8%. Karakteristik neonatus yang terinfeksi K. pneumonia pada kelompok yang meninggal mayoritas memiliki usia gestasi kurang bulan, berat lahir rendah, dan dirawat lebih dari tujuh hari. Tindakan medis yang diperoleh antara lain mendapatkan nutrisi parenteral total, ventilasi mekanis dan kateter vena sentral lebih dari 14 hari, memiliki riwayat penggunaan vasopressor dan antibiotik karbapenem sebelumnya. Analisis pola sensitivitas antibiotik menunjukkan bahwa antibiotik yang paling sensitif terhadap K. pneumoniae adalah kolistin (90,9%), fosfomisin (75%), dan doripenem (65,7%). Dari analisis bivariat, hanya riwayat penggunaan vasopressor yang secara statistik bermakna terhadap mortalitas pada neonatus yang terinfeksi oleh K. pneumoniae (p<0,001; OR=5,0; IK95%=2,2-11,3). Analisis multivariat menunjukkan faktor risiko independen terhadap mortalitas pada neonatus yang terinfeksi oleh K. pneumoniae adalah berat lahir rendah (p=0,008; OR=3,6; IK95%=1,4-9,1).

Neonatal sepsis remains the leading cause of neonatal morbidity and mortality worldwide, especially in developing countries including Indonesia. Klebsiella pneumoniae in recent years has emerged not only as the most common pathogen causing sepsis but also causing a drug resistance problem. In 2018, Klebsiella pneumoniae caused 16.2% infection in perinatology unit Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH). This study is aimed to determine the risk factors that affect mortality in neonatal sepsis due to K. pneumoniae infection. A retrospective cohort study was done to 174 patients in perinatology unit of CMH with diagnosis of neonatal sepsis with positive culture result to K. pneumonia isolates during January 2017 - October 2020. Demographic characteristics, history of treatment, and antibiograms were obtained from medical records. This study found the proportion of mortality in neonates infected by K. pneumoniae at CMH was 71.8%. The majority of subjects who died to K. pneumoniae infection were born premature, had low birth weight, and were treated for more than seven days. They also received total parenteral nutrition, mechanical ventilation, and central venous catheter for more than 14 days, had history of using vasopressors and a recent carbapenem antibiotic. Analysis of antibiotic sensitivity patterns showed that the antibiotics most sensitive to K. pneumoniae were colistin (90.9%), fosfomycin (75%) and doripenem (65.7%). However, bivariate analysis showed that only history of vasopressor administration is statistically significant related to mortality due to K. pneumonia infection (p<0.001; OR=5.0; 95%CI=2.2-11.3). Multivariate analysis showed that the independent risk factor for mortality in infected neonates was the low birth weight group (p=0.008; OR=3,6; 95% CI=1.4-9.1)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randhy Fazralimanda
"Latar Belakang: Pneumonia berat masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia dan dunia. Sistem imun diketahui memiliki peranan penting dalam patogenesis pneumonia, namun tidak banyak studi yang menilai hubungan antara kadar CD4 dan CD8 darah dengan mortalitas akibat pneumonia berat pada pasien dengan status HIV negatif.
Tujuan: Mengetahui data hubungan dan nilai potong kadar CD4 dan CD8 darah dengan angka mortalitas 30 hari pada pasien pneumonia berat di RSCM.
Metode: Penelitian berdesain kohort prospektif yang dilakukan di ruang rawat intensif RSCM periode Juni-Agustus 2020. Keluaran berupa kesintasan 30 hari, nilai titik potong optimal kadar CD4 dan CD8 darah untuk memprediksi mortalitas 30 hari dan risiko kematian. Analisis data menggunakan analisis kesintasan Kaplan-Meier, kurva ROC dan multivariat regresi Cox.
Hasil: Dari 126 subjek, terdapat 1 subjek yang loss to follow up. Mortalitas 30 hari didapatkan 26,4%. Nilai titik potong optimal kadar CD4 darah 406 sel/μL (AUC 0,651, p=0,01, sensitivitas 64%, spesifisitas 61%) dan kadar CD8 darah 263 sel/μL (AUC 0,639, p=0,018, sensitivitas 62%, spesifisitas 58%). Kadar CD4 darah < 406 sel/μL memiliki crude HR 2,696 (IK 95% 1,298-5,603) dan kadar CD8 darah < 263 sel/μL memiliki crude HR 2,133 (IK 95% 1,035-4,392) dengan adjusted HR 2,721 (IK 95% 1,343-5,512). Bila sepsis dan tuberkulosis paru ditambahkan dengan kadar CD4 darah dan CD8 darah, didapatkan nilai AUC 0,752 (p=0,000).
Kesimpulan: Kadar CD4 dan CD8 darah memiliki akurasi yang lemah dalam memprediksi mortalitas 30 hari pasien pneumonia berat. Kadar CD4 darah < 406 sel/μL dan kadar CD8 darah < 263 sel/μL memiliki risiko mortalitas 30 hari yang lebih tinggi.

Background: Severe pneumonia is a major health problem in Indonesia and the world. The immune system is known to play an important role in the pathogenesis of pneumonia, but few studies have assessed the relationship between blood CD4 and CD8 count and mortality from severe pneumonia in patients with negative HIV status.
Objectives: Knowing the correlation data and the cut-off value of blood CD4 and CD8 count with a 30-days mortality rate in severe pneumonia patients at RSCM. Methods. This study is a prospective cohort study conducted at RSCM intensive care rooms from June to August 2020. The outputs were 30-days survival rate, optimal cut-off value for blood CD4 and CD8 count to predict 30-days mortality and mortality risk. Data analysis used Kaplan-Meier survival, ROC curves and multivariate Cox regression analysis.
Results: Of the 126 subjects, there was 1 subject who lost to follow up. The 30- days mortality rate was 26.4%. The optimal cut-off value for blood CD4 count was 406 cells/μL (AUC 0.651, p=0.01, sensitivity 64%, specificity 61%), blood CD8 count was 263 cells/μL (AUC 0.639, p=0.018, sensitivity 62%, specificity 58%). CD4 blood count < 406 cells/μL had a crude HR of 2.696 (95% CI 1.298- 5.603) and blood CD8 count < 263 cells/μL had a crude HR of 2.133 (95% CI 1.035-4.392) with an adjusted HR of 2.721 (CI 95% 1,343-5,512). If sepsis and pulmonary tuberculosis were added to the blood CD4 and CD8 count, the AUC value was 0.752 (p=0.000).
Conclusion: Blood CD4 and CD8 count had poor accuracy in predicting 30-days mortality in patients with severe pneumonia. The group with blood CD4 count < 406 cells/μL and blood CD8 count < 263 cells/μL had a higher risk of 30-days mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asmah
"Penelitian ini bertujuan mengkaji pelaksanaan pengendalian pneumonia balita dilihat dari komponen input, proses, dan output. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berlokasi di dinas kesehatan dan 2 puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan di dinas kesehatan sarana dan dana cukup. Untuk perencanaan, pelaksanaan dan monitoring kegiatan belum maksimal dilaksanakan karena keterbatasan SDM dimana pemegang program ISPA merangkap program diare sehingga tidak fokus dan kesulitan untuk memantau 43 puskesmas. Data kelengkapan laporan sebesar 97,09% dan ketepatan laporan baru mencapai 6,01%. Hasil penelitian di puskesmas masih ada sarana yang belum lengkap dan petugas di BP anak puskesmas belum terampil dalam tatalaksana kasus dan menggunakan alat sound timer. Perencanaan kegiatan pneumonia balita belum ada di POA (Plan Of Action) puskesmas. Diperlukan penambahan SDM kesehatan dan workshop MTBS serta bimbingan teknis untuk petugas puskesmas.

This study aims at assessing the implementation of pneumonia control for under-five children. From input, process and output components. This study uses qualitative approach in district health office and two public health centers (puskesmas). The results show that there is enough equipment, materials and sufficient fund in district health office. But, planning, implementation, and monitoring activities have not been implemented well since there is one staff only at district health office who is responsible for managing acute respiratory program. She also needs to manage diarrhea program and monitor 43 puskesmas. The report completeness at district health office reaches 97.09%, but timeliness reaches 6.01% only. In contrary with the condition at district health office, at puskesmas where the achievement is low, there is still lack of equipment and materials. The personnel also lacks of skill in managing the pneumonia case and using sound timer. The plan of action of pneumonia control program for under-five children has also not been written in the puskesmas plan of action. More human resources, capacity building on integrated management of childhood illnesses, and technical assistance for puskesmas personnel are needed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hafiidh Surya Putra
"Latar Belakang. Moringa oleifera merupakan tanaman yang banyak tumbuh di area tropis seperti Asia dan Afrika yang ditemukan memiliki komponen bioaktif yang memiliki aktivitas antiseptik. Penggunaan antiseptik memiliki peranan penting dalam pencegahan dan pengobatan infeksi bakteri, salah satunya adalah Klebsiella pneumoniae, bakteri batang gram negatif yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial dan resisten terhadap antibiotik. Infeksi oleh bakteri ini menjadi perhatian lebih akibat adanya resistensi dan kemampuannya membentuk biofilm pada permukaan alat medis. Metode. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah Klebsiella pneumoniae. Sampel yang diuji efektivitasnya sebagai antiseptik adalah ekstrak daun Moringa oleifera 80% dengan pelarut karboksimetil selulosa. Penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung pertumbuhan koloni K. pneumoniae pada sampel perlakuan dan kontrol dengan waktu kontak 1, 2, dan 5 menit. Efektivitas antiseptik sampel dinilai dengan perhitungan dari prinsip percentage kill, yaitu ≥ 90%. Hasil. Hasil perhitungan percentage kill ekstrak daun M. oleifera dalam menghambat pertumbuhan koloni K. pneumoniae dengan waktu kontak selama 1, 2, dan 5 menit masing-masing adalah 65,7%, 85,6%, dan 90,1%. Efektivitas antiseptik didapatkan pada waktu kontak 5 menit, senilai 90,1%. Kesimpulan. Ekstrak daun M. oleifera memiliki aktivitas antiseptic yang efektif terhadap K. pneumoniae.

Background. Moringa oleifera is a plant that thrives in tropical areas such as Asia and Africa, known to contain bioactive components with antiseptic properties. The use of antiseptics plays a crucial role in the prevention and treatment of bacterial infections. Klebsiella pneumoniae is a gram-negative rod-shaped bacterium that causes nosocomial infections and exhibits significant antibiotic resistance. Infections caused by this bacterium are of particular concern due to its resistance and its ability to form biofilms on medical device surfaces. Method. The bacteria used in this study are Klebsiella pneumoniae. The sample tested for its antiseptic effectiveness is an 80% extract of Moringa oleifera leaves with carboxymethyl cellulose as a solvent. This research was conducted by counting the growth of K. pneumoniae colonies in treatment and control samples with contact times of 1, 2, and 5 minutes. The antiseptic effectiveness of the sample is assessed based on the percentage kill principle, which is ≥90%. Results. The results of the percentage kill calculation for the M. oleifera leaf extract in inhibiting the growth of K. pneumoniae with contact times of 1, 2, and 5 minutes were 65.7%, 85.6%, and 90.1%, respectively. Antiseptic effectiveness was achieved at a 5-minute contact time, with a value of 90.1%. Conclusion. Moringa oleifera leaf extract has effective antiseptic activity against K. pneumoniae."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjenileila Boer
"Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terutama pneumonia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak balita di negara berkembang ,sekitar 4 juta kematian disebabkan penyakit tersebut Di Indonesia ISPA bawah terutama pneumonia mengakibatkan kematian sekitar 150.000 balita per tahun. Di Pangkal Pinang, Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, cakupan Pneumonia sejak tahun 1998 terus meningkat Pada tahun 1999 berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pangkal Pinang didapatkan 15,37 % balita mengalami gizi buruk. Gizi buruk dapat menyebabkan penyakit infeksi termasuk pneumonia. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia balita di kota Pangkalpinang tahun 2000. Jenis desain yang digunakan adalah kasus kontrol, dengan 120 sampel, dimana kasus adalah balita yang datang ke puskesmas dan menderita pneumonia sedangkan kontrol adalah balita yang datang ke puskesmas dan tidak menderita pneumonia. Unit analisis adalah balita usia 9 - 59 bulan. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap ibu balita yang terpilih sebagai sampel kasus maupun kontrol. Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi dengan kejadian pneumonia balita (OR= 3,194. 95 % CI :1,585 - 6,433 ). Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada pengambil keputusan agar lebih memberikan perhatian terhadap status gizi balita dengan meningkatkan kegiatan yang sudah ada."
Universitas Indonesia, 2001
T1085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Adhyaksanti
"Pneumonia komunitas adalah penyebab kematian terbesar di Indonesia. Sistem skor PSI dan CURB-65 telah digunakan dalam menentukan keparahan penyakit dan keputusan tempat rawat berdasarkan risiko kematian dalam 30 hari. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan sistem skor modifikasi PSI dan modifikasi CURB-65 pada pasien CAP sebagai prediktor mortalitas 30 hari di RS Persahabatan. Penelitian ini adalah kohort prospektif yang dilakukan pada pasien CAP yang dirawat di RS Persahabatan sejak bulan Oktober 2012-Maret 2013. Gejala klinis nilai laboratorium, foto toraks, penyakit penyerta skor PSI dan CURB-65 serta hasil akhir berupa kematian dicatat untuk dianalisis. Selama 30 hari subjek penelitian diikuti. Sebanyak 167 pasien CAP mengikuti penelitian ini didapatkan angka kematian sebesar 18,6%. Sensitivitas PSI sama dengan CURB-65 yaitu sebesar 77,4%. Spesifisitas PSI sedikit lebih tinggi dari pada CURB-65 (58,1% vs 53,7% p < 0,001). Risiko relatif mortalitas berdasarkan PSI pada kelompok risiko tinggi sebesar 3,64 kali dibandingkan kelompok risiko rendah, sedangkan risiko relatif mortalitas berdasarkan CURB-65 pada kelompok risiko tinggi sebesar 3,15 kali dibandingkan kelompok risiko rendah. Skor CURB-65 dapat dipertimbangkan sebagai prediktor mortalitas pada pasien CAP yang di rawat inap.

Community Acquired Pneumonia (CAP) is the first leading disease with the highest mortality in hospitalized patient in Indonesia. Pneumonia severity assessment systems such as the pneumonia severity index (PSI) and CURB-65 were designed to predict severity of illness and site of care base on 30-d mortality. The purpose of this study is to comparing the PSI with CURB-65 in patient admitted with CAP as predictor 30 days mortality in Persahabatan Hospital, Jakarta. This is a prospective cohort study in hospitalized community acquired pneumonia patients in Persahabatan Hospital since October 2012- Maret 2013. Clinical symptoms, laboratory findings, chest x-ray , comorbidities, score of PSI and CURB-65, 30 days mortality were recorded for analysis. Thirty days mortality outcome were recorded to analysis which score system as the best to predict 30 days mortality. One hundred and sixtty seven patients CAP were studied with an overall 30-d mortality of 18,6%. Sensitivity of PSI were simillar with CURB-65 for predicting patients who died within 30 d (77,4% ; p < 0.001). Specificity of PSI was slighty higher than CURB-65 (58,1% vs 53,7% p < 0,001). Score PSI have risk mortality 3,64 times in high risk group CAP than low risk group CAP. Score CURB-65 have risk mortality 3,15 times in high risk group CAP than low risk CAP. CURB-65 modification was considerable to predict mortality in CAP patients hospitalized.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>