Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Cynthia Tanujaya K
"Penelitian ini difokuskan untuk meneliti penerapan SST dalam meningkatkan keterampilan sosial pada remaja yang mengalami autism spectrum disorder (ASD). Penelitian ini merupakan penelitian single-case dengan menggunakan teknik pre and post within subject design. Partisipan adalah remaja berusia 14 tahun yang telah didiagnosa mengalami ASD dan mengalami kesulitan dalam interaksi sosial di sekolah. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi melalui observasi, wawancara, dan penggunaan kuesioner Autism Social Skills Profile (ASSP). Sebelum program intervensi diberikan, partisipan tidak mampu membedakan kalimat sindiran dan pujian, merespon dengan ekspresi netral saat teman bercerita, tidak berani mengutarakan pendapat, dan tidak mampu menolak permintaan teman. Penelitian ini menunjukkan bahwa SST mampu meningkatkan keterampilan sosial remaja yang mengalami ASD. Partisipan mampu lebih mengobservasi petunjuk-petunjuk yang membedakan kalimat sindiran dan pujian, merespon dengan kalimat empatik, berani mengutarakan pendapat di antara teman-teman dekat, dan mampu menolak permintaan teman.

This study examined the application of SST in order to enhance social skills in an adolescent with autism spectrum disorder (ASD). The research was conducted using single-case experimental design with pre and post within subject design. The participant of the study was a fourteen-year-old student who had been diagnosed with autism spectrum disorder and had difficulties in social interactions in school. Measurements were taken before and after the intervention program through interviews, observation, and autism social skills profile (ASSP) questionnaire. Before interventions were conducted, the participant was unable to differentiate between sarcasm and compliment, responding to others? emotions with neutral facial expression, couldn't express her feelings, and couldn't say 'no' to friends? invitation or order. The results of this study indicate that SST could enhance social skills in an adolescent with autism spectrum disorder (ASD). The participant became more aware of social clues that indicated sarcasm or compliment, responding to others? stories with empathic statements, able to express her feelings to close friends, and able to say ?no? to friends? invitation or order."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Esti Yunita
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roy Christian
"Inflamasi berperan penting dalam proses ateroklerosis mulai sejak awal sampai tahap akhir hingga terjadinya ruptur plak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa LDL teroksidasi memegang peranan kunci terhadap terjadinya inflamasi ini. Terbentuknya LDL teroksidasi dipengaruhi oleh stress oksidatif karena ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Produksi radikal bebas oksigen pada pasien IMA lebih tinggi dibanding orang normal. Sementara itu, latihan fisik pada pasien IMA kini dianjurkan untuk dilakukan lebih dini. Walaupun aktifitas fisik akut dapat meningkatkan produksi radikal bebas oksigen, tetapi exercise training justru dapat menyebabkan produksi radikal bebas oksigen lebih rendah yang selanjutnya akan menurunkan proses oksidasi lipid. Namun hingga kini belum ada penelitian yang melihat efek latihan fisik yang teratur dan terukur terhadap proses oksidasi lipid pada pasien IMA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek latihan fisik secara teratur dan terukur terhadap proses oksidasi lipid (LDL teroksidasi) pada pasien IM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinda Ekapraja
"Initiation of joint attention merupakan kemampuan dasar yang diperlukan individu dalam berinteraksi secara sosial. Kemampuan ini melibatkan aspek bahasa, komunikasi, dan interaksi sosial, yang merupakan area defisit utama pada individu dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan modifikasi perilaku melalui penerapan prompting dan reinforcement oleh ayah dapat meningkatkan kemampuan initiation of joint attention pada anak dengan ASD. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah DFM, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan duduk di kelas IV sebuah sekolah dasar negeri inklusi di Jakarta Timur. DFM didiagnosa PDD-NOS saat berusia 2,5 tahun. Program intervensi dilaksanakan dalam 23 sesi dengan terlebih dahulu melatih ayah subjek untuk menerapkan prosedur prompting dan reinforcement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program intervensi yang dijalankan tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan initiation of joint attention pada subjek. Prosedur prompting dan reinforcement belum berhasil diterapkan dengan tepat dan konsisten oleh ayah. Kesiapan ayah dalam menerima pelatihan, kemampuan anak dalam memproses tatapan mata, dan kondisi keluarga subjek merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meningkatkan intensitas pelatihan kepada ayah sebagai persiapan intervensi, dan evaluasi terus-menerus sepanjang intervensi.

Initiation of joint attention has been considered essential in the establishment of human social interaction. Three aspects are involved in this skill, namely communication, language, and social interaction. These are areas found to be deficit in autistic individuals. This research aimed to determine the effectiveness of father-implemented behavior modification in improving initiation of joint attention on a child with autism. The procedures involved were prompt and reinforcement. The subject of this research was a 10-year old boy who was diagnosed with PDD-NOS at the age of 2.5 years. He is now a 4th-grade-student in an inclusive public school. The intervention program was conducted in 23 sessions, with father`s training preceding the initial intervention. The research resulted in the ineffectiveness of the program. Father-implemented behavior modification`s procedures were found to be non-optimal. Father`s readiness in taking instructions, child`s ability in perceiving eye gaze, and family condition were amongst factors considered to be contributing to the results of the research. Intensifying father`s training preceding intervention and continuous evaluation during intervention were suggested for future research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Aswanti Tjakrawiralaksana
"ABSTRAK
Borderline Intellectual Functioning adalah salah satu kondisi klinis dcngan
karaktcrisitik skor IQ berada pada kisaran 71 sampai dengan 84 (DSM-IV-TR,
2000). Dalam hubungan anak dengan lingkungan sosial terutama dengan teman
sebaya, anak dengan taraf kecerdasan borderline dapat mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan pergauian karena casa pandang yang naif
atau kecenderungan menarik diri, Agar anak mampu menjalin huhungan dengan
lingkungan sosialnya terutama dengan teman sebaya, maka mereka memerlukan
keterampilan sosial yang cukup.
Keterampilan sosial adalah kemarnpuan untuk bcrintcraksi dcngan orang
lain dengan cmra tertentu dalam suatu konteks sosial yang dapat diterima dan
dihargai secam sosial serta pada saat yang sama saling menguntungkan (Combs &
Slaby dalam Cartledge & Milbum, l995). Perkembangan keterampilan sosial
sendiri adalah sualu proses yang tems berjalan, sesuatu yang dipclajari serta lidak
diperoleh begilu saja.
Keterampilan sosial dapat dilatih melalui pelatihan keterampilan sosial
yaitu instmksi yang dilaksanakan dalam area pezilaku untuk meningkalkan
intemksi posilif dengan orang lain (Mclntyre, 200l). ivlcnurut Canledge dan
Milbum (l995), salah salu melode dalam pelatihan keterampilan sosial adalah
melalui social modeling yaitu suatu proses yang menghasilkan model pcrilaku
sosial yang mcmungkinkan seseorang belajar melalui obscrvasi dan imilasi.
Mcnumt LaGreca (dalam Cartlcdge & Milbum, 1995) perilaku menyapa
adalah salah salu area komunikasi yang memberikan kontribusi dalam hubungan
dcngan tcman scbaya yang posililf Salah salu komponenuya adalah pcrilaku
terscnyum kelika berlemu leman (Cartlcdgc dan Milbum, 1995).
Pelatihan dilaksanakan sclama lima scsi. Pada scsi satu dilalaul-Lan kcgiatan
idcnlilikasi pcrilaku tcrscnyum scbagai komponcn dalam mcnyapa leman melalui
penyajian model bcrdasarkan lokoh dalam buku cerim. Pada scsi dua mempakan
kcsempatan melatih perilaku tersenyum (skill performance) melalui pcnyajian
model dcngan mcnggunakan boncka dan role play. Semcntara sesi Iiga hingga
scsi lima merupakan scsi melatih perilaku tersenyum di setting sekolah. Berdasarkan hasil pelaksanaan pelalihan, tampak bahwa pclatihan
keterampilan sosial pada anak dengan taraf kecerdasan borderline dengan
menggunakan metode social modeling dapat melatih pexilaku tensenyum sebagai
komponen perilaku menyapa teman. Subyck tampak mampu memperlihatkan
perilaku tersenyum dalam kegiatan pelatihan walau masih memerlukan
pengarahan dan bimbingan.
Untuk mernperbaiki rancangan pelatihan di kcmudian hari, dipcrlukan
assessment keterampilan sosial yang mendalam sebeium merancang program.
Selain itu jcnis kegiatan pelatihan sebaiknya bersifat konkrit, tcrstruktur dan
menyenangkan bagi anak. Latihan perilaku juga sebaiknya dilakukan pada
beragarn situasi sosial sehingga memudahkan generalisasi perilaku.

"
2005
T34140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gangga Adi Purwanto
"Desain Pelatihan Pembentukan Karakter untuk Organisasi Kepemudaan Tingkat Nasional"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29666
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Rizal Fuadi
"Terdapat variabel-variabel yang membentuk kepribadian anak ketika anak tersebut tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa sehingga terjadi perilaku-perilaku menyimpang, pertama yang berasal dari Iuar individu dan kedua dari dalarn individu.
Sehubungan dengan kepribadian pada remaja, rintangan perkembangan remaja menuju kedewasaan itu ditentukan olch faktor-falctor yang mempengaruhi anak di waktu lampau, lingkungan menjadi salah sam faktor yang berperan sckali (social learning). J ika seseorang remqa di masa kanak-kanak banyak mcngalami rintangan hidup dan kegagalan, maka tiustrasi dan konflik yang pemah dialarninya dulu itu merupakan penyebab utama timbulnya deliquency, kegagalan penyesuaian diri dan perilaku yang bertentangan dengan aturan-aturan hukum berupa perilaku kriminal (criminal conduct disorder).
Pembentnkan perilaku anak sehingga menjadi deliquenqy disebabkan penyimpangam penyimpangan yang dilakukan oleh orang tua dan lingkungan sosialnya (significant others), dalam jangka waktu yang Iama dan terus menerus dapat rnembentuk suatu konsep diri (self concept) yang negatif dan menjadi traits dalam kepribadian remaja.
Pendidikan nilai respect dan responsibility terhadap remaja perlu diaphkasikan dalam kehidupan sehari-harinya untuk pengembangan nilai-nilai positif yang ada pada diri remaja sehingga merangsang terbcntuknya konsep diri positiif Pemasyarakatan mempakan institusi yang melaksanakan saiah satu tugas untuk membina remaja yang melakukan tindak pidana agar tidak melanggar hukum kembali. Petugas Pemasyarakatan yang menjadi pembina di Lembaga Pemasyarakatan Anak hams dapat mewujudkan apa yang menjadi Visi dan Misi Pemasyarakatan dalam proses pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Rahmi
"ABSTRAK
Perubahan PT. X menjadi Perusahaan industri pangan berbasis produk pertanian dan jasa terkait, membawa perubahan pada operasional PT. X, salah satunya adalah dibentuknya unit karyawan frontliner yang bertugas dalam melayani penjualan secara langsung.
Front liner ini terdiri atas Sales Representative dan Technical Representative. Untuk meningkatkan kinerjanya PT. X memberikan beberapa pelatihan, salah satu pelatihan tersebut adalah Pelatihan Service Excellence.
Pelatihan tersebut telah dilaksanakan, namun sejauh ini belum diketahui sejauh mana efektivitas pelatihan tersebut dalam aplikasi pekerjaannya. Untuk mengetahui efektivitas tersebut maka dibutuhkan suatu bentuk evaluasi pelatihan.
PT. X telah melakukan Evaluasi pada tahap pertama (reaction) dan kedua (learning). Namun saat ini PT. X ingin mengetahui efektivitas pelatihan tersebut dalam aplikasi pekerjaannya, sehingga penulis mencermati untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan dengan membuat rancangan evaluasi tahap III yaitu tahap Behaviour. Evaluasi tahap Behaviour berorientasi pada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pelatihan, yang dilakukan dengan cara menanyakan apakah perilaku peserta dalam bekerja berubah karena program pelatihan. Tahap ini akan dilakukan penulis dengan merancang Personal Development Plan Book, yang terdiri dari Action Plans and Follow up Assignments dan Questionnaire. Questionnaire berisi pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh peserta pelatihan berkaitan dengan aspek-aspek yang diberikan pada pelatihan. Questionnaire diisi sebelum mengikuti pelatihan (pre test) dan tiga bulan setelah pelatihan Quost tesy, yang akan memberikan gambaran terhadap perubahan perilaku para peserta sebelum dan setelah mengikuti pelatihan dan apakah pembahan tersebut positif sebagai dampak dari pelatihan yang diharapkan, Sedangkan Action Plan and follow up assignment akan membantu peserta dalam membuat perencanaan dalam peningkatan kinerjanya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T34132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Aswani
"Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang menyatakan, bahwa sistem pemasyaralcatan diselcnggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan (narapidana) menjadi manusia seutuhnya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun sebagai insan Tuhan. Untuk itu suasana yang kondusii tertib dan kesehatan jasmani dan psikologis yang terpelihara dari warga binaan pemasyarakatan merupakan sesuatu yang sangat bcrarti dan diharapkan oleh sebuah institusi lembaga pernasyarakatan di lingkungan Deparlcmen Hukum dan HAM RI.
Undang -- undang nomor 12 tahun 1995 telah menggariskan hak-hak yang dimiliki oleh warga binaan lembaga permasyarakatan, tanpa kecuali. Adapun hak-hak tarsebut antara lain mendapatkan pcrawatan, baik perawatan rohani maupun jamani. Selain itu UU HAM Nomor 39 Tahun 1999 juga mencantumkan tentang Hak untuk Hidup : Sctiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf hidupnya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin scrta bcrhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Bunuh diri (suicide) di dalam lcmbaga pemasyarakatan dapat texjadi dan merupakan kasus yang paling fatal karcna mcrupakan gangguan psikologis yang paling berbahaya dan wargabinaan yang melakukan bunuh diri dapat menimbulkan kericuhan pada teman-teman sekamarnya maupxm orang-orang sekjtamya. Data yang diambil dari Dircktorat Jcndcral Pemasyarakatan tentang bunuh diri di dalam lembaga pemasyrakatan di seluruh Lndonmsia yang terlihat cenderung meningkat Pada tahun 2004 ada 19 kasus, tahun 2005 sebanyak 21 kasus, dan tahun 2006 dari Ianuari- Oktober sebanyak 17 kasus.
Berdasarkan kejadian diatas maka perlu upaya identiiikasi resiko bunuh did (suicide risk) tcrhadap warga binaan pcmasyarakatan oleh petugas kesehatan lembaga pemasyamkatan melalui pelatihan untuk mcningkatkan pemahaman dan kemampuannya dalam memberikan pelayanan pemcriksaan kcschatan fisik dan psikologis warga binaan schingga dapat dilakukan pcnoegahan bunuh diri warga binaan di lembaga pemasyarakatan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>