Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Muhammad Yamin
"Latar Belakang : Kanker Kolorektal (KKR) masih menjadi masalah besar di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Kolonoskopi dapat melihat lesi di kolon tetapi biayanya mahal bila dilakukan pada semua pasien asimtomatik. Memakai komponen unsur-unsur APCS dapat memprediksi KKR pada pasien simtomatik sehingga kolonoskopi hanya merupakan modalitas untuk menstratifikasi KKR.
Tujuan : Mengetahui probabilitas kanker kolorektal menggunakan unsur-unsur APCS pada penderita simtomatik.
Metode : Penelitian kasus-kontrol retrospektif dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, sejak bulan Februari 2014 hingga Mei 2014. Data dikumpulkan dari catatan rekam medis pasien di RSCM. Kelompok kasus adalah subjek dengan kanker kolorektal, kelompok kontrol adalah subjek non-kanker kolorektal. Analisis bivariat dilakukan pada 4 variabel bebas dari unsur-unsur APCS yaitu usia, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita KKR dan merokok. Semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil : Pada 246 subjek, didapatkan wanita 127 (51,6 %), laki-laki 119 (48,4 %). Rerata usia 53 tahun, rentang usia 17 sampai 90 tahun. Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel probabilitas terjadinya KKR berdasarkan unsurunsur APCS yang memiliki kemaknaan secara statistik, yaitu usia ≥50 tahun (OR 1,682; IK 95% 1,002-2,823; p=0,049) dan riwayat keluarga menderita KKR (OR 4,865; IK 95% 1,340-17,665; p=0,016). Probabilitas terjadinya KKR usia ≥ 50 tahun : 53,33%, penderita yang ada riwayat keluarga menderita KKR: 76,49%, usia ≥ 50 tahun serta ada riwayat keluarga menderita KKR : 84,74%. Probabilitas terjadinya KKR penderita simtomatik pada jenis kelamin dan merokok tidak bisa digunakan pada penelitian ini.
Kesimpulan : Probabilitas terjadinya KKR pada populasi simtomatik paling tinggi pada usia diatas 50 tahun disertai dengan riwayat keluarga KKR.

Background : Colorectal cancer (CRC) is still a major problem in the world in general and Indonesia in particular. Colonoscopy can see lesions in the colon but it is expensive if done at all asymptomatic patients. Wearing component elements of APCS can predicted CRC in symptomatic patients that colonoscopy is the only modality for stratifying CRC.
Objective: To determine the probability of colorectal cancer in patients with symptomatic use APCS.
Methods : The study uses a retrospective case-control study. Data were collected from patient medical record in RSCM. Group of cases is subject to the colorectal cancer, the control group is the subject of non-crc. Bivariate analyzes performed on 4 independent variables are age, gender, family history and smoking suffer crc. All variables that have a value of p <0.25 on bivariate analysis included in the multivariate analysis with logistic regression.
Results: In 246 subjects, found 127 women (51.6 %), 119 men (48.4%). Mean age 53 years, age range 17 to 90 years. Based on the results of the multivariat analysis, there are two variables that had a statistically significance, ie age ≥ 50 years (OR 1.682; CI 95% 1.002 to 2.823, p = 0.049) and family history suffer from CRC(OR 4.865; CI 95% 1.340 to 17.665 p = 0.016). The probability of CRC patients with symptomatic at age ≥ 50 years is 53.33%, patients who have a family history of suffering from the CRC was 76.49%, while patients aged ≥ 50 years and had family history of the CRC is at 84.74 %. The probability of the occurrence of symptomatic patients CRC on sex and smoking can not be used in this study.
Conclusion: The probability of colorectal cancer finding was highest among patient with age above 50 years and family history of CRC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Satriani
"Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan tumor ganas saluran cerna dan menjadi penyebab kematian keempat terbanyak akibat penyakit keganasan di seluruh dunia. Gejala klinik KKR sering tidak spesifik mengakibatkan sebagian besar kasus terdiagnosis pada stadium lanjut. Kolonoskopi masih digunakan sebagai baku emas penegakan diagnosis KKR, namun terdapat kendala akses pasien untuk kolonoskopi akibat keterbatasan fasilitas. Pemeriksaan darah samar merupakan metode penapisan awal KKR yang relatif murah dan tidak invasif. Pemeriksaan darah samar yang sering dilakukan menggunakan metode guaiac-based FOBT (gFOBT) atau Fecal Immunochemical Tes (FIT). Sistem skoring Asia Pasific Colorectal Cancer Screening (APCS) merupakan suatu cara untuk meningkatkan efisiensi penapisan pasien berdasarkan data umur, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita neoplasma kolorektal, dan riwayat merokok. Saat ini di Indonesia belum diketahui peran kombinasi sistem skoring APCS dan pemeriksaan darah samar feses untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penapisan karsinoma kolorektal di Indonesia. Penelitian ini menganalisis kombinasi pemeriksaan darah samar feses dan skor APCS dibandingkan dengan histopatologi sebagai baku emas. Penelitian ini memeriksa 78 pasien tersangka KKR yang diperiksa darah samar feses metode gFOBT dan FIT, dihitung skor APCS dan dilakukan biopsi kolonoskopi. Pemeriksaan FIT memiliki nilai prediktif yang lebih tinggi dibandingkan metode gFOBT. Hasil uji diagnostik kombinasi pemeriksaan darah samar feses dengan skor APCS ≥ 2 menunjukkan kombinasi skor APCS dengan metode FIT memiliki nilai spesifisitas, prediksi positif, prediksi negatif yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi metode gFOBT dan skor APCS ≥ 2.

Colorectal carcinoma (CRC) is a malignant tumor of the digestive tract and the fourth cause of death due to malignancy throughout the world. The clinical symptoms of CRC are not specific resulting in advanced stage when first diagnosed. Colonoscopy is used as the gold standard for the diagnosis of CRC, but there are difficulties for patient to access colonoscopy due to limited facilities. Occult blood test is relatively cheap and non-invasive initial screening methods. Occult blood test is often done using the guaiac-based (gFOBT) or Fecal Immunochemical Test (FIT) methods. The Asia-Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) scoring system is a tool to increase patient screening efficiency based on risks factor developed in the Asia-Pacific region, including age, sex, family history of colorectal neoplasm, and smoking history. At present the role of the APCS scoring system and fecal occult blood test to increase effectiveness and efficiency of colorectal carcinoma screening in Indonesia is still unknown. This study was aimed to analyze the combination of feccal occult blood test with APCS score showed in accordance with histopatology results. FIT has better predictive value compared to gFOBT. Combination of APCS score ≥ 2 and FIT is also gives higher specificity, positive predictive value, and negative predictive value compared when combined with gFOBT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ricka Christiani
"Karsinoma Kolorektal (KKR) merupakan keganasan keempat terbanyak dan penyebab kematian ketiga di dunia. Gejala awal KKR yang tidak jelas mengakibatkan sebagian besar pasien datang dalam stadium lanjut. Kolonoskopi sebagai standar diagnostik bersifat invasif, mahal, membutuhkan banyak persiapan, dan tidak dimiliki oleh semua rumah sakit di Indonesia. Pemeriksaan CEA serum saat ini hanya digunakan untuk menilai prognosis. Pemeriksaan CEA feses memberikan harapan dalam deteksi KKR dan terdapat peningkatan sensitivitas dan spesifisitas apabila dikombinasikan dengan parameter lain. Sistem skoring Asia Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) berdasarkan data umur, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita KKR dan riwayat merokok dapat meningkatkan efisiensi penapisan pasien KKR. Penelitian ini menganalisis kombinasi pemeriksaan CEA feses dan serum serta skor APCS dibandingkan dengan histopatologi sebagai baku emas. Desain penelitian potong lintang terhadap 60 pasien terduga KKR yang diperiksa CEA feses dan serum, dihitung skor APCS dan dilakukan biopsi kolonoskopi. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna kadar CEA feses, CEA serum dan skor APCS pada kelompok KKR dan non-KKR. Median kadar CEA feses kelompok KKR dan non-KKR adalah 10726 ng/mL (32,9 – 30000 ng/mL) dan 3671,8 ng/mL (35,9 – 29454,8 ng/mL), median kadar CEA serum kelompok KKR dan non-KKR adalah 8,95 ng/mL (0,5 – 7757,9 ng/mL) dan 1,75 ng/mL (0,5 – 5,8 ng/mL), dan skor APCS kelompok KKR dan non-KKR adalah 3 dan 2. Berdasarkan hasil analisis multivariat variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik dalam probabilitas terjadinya KKR adalah CEA feses dan CEA serum dengan rumus y = 1/ (1 + Exp (0,93 –1,56*CEA feses – 1,87*CEA serum)).

Colorectal Cancer (CRC) is the fourth most common malignancy and third most deadly cancer in the world. The early nonspecific symptoms of CRC resulting most patients come in an advanced stage. Colonoscopy as a diagnostic standard is invasive, expensive, requires some preparation, and not available in all hospitals in Indonesia. Serum CEA is currently used only for prognostic purposes. Fecal CEA has advantage in detection of CRC and sensitivity and specificity increased as combined with the other parameters. The Asia Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) scoring system based on data of age, sex, family history of CRC and smoking history improve screening efficiency of CRC patients. This study analyzed combination of fecal and serum CEA, and APCS scores with histopathology as the gold standard. This is a cross sectional study in 60 suspected CRC who were examined for fecal and serum CEA, calculated APCS scores and performed colonoscopic biopsies. In this study, there were significant differences of fecal CEA, serum CEA and APCS scores in CRC and non-CRC groups. The median fecal CEA levels in CRC and non-CRC groups were 10726 ng/mL (32.9 – 30000 ng/mL) and 3671.8 ng/mL (35.9 – 29454.8 ng/mL), the median serum CEA levels in CRC and non-CRC groups were 8.95 ng/mL (0.5 – 7757.9 ng/mL) and 1.75 ng/mL (0.5 – 5.8 ng/mL), and APCS scores of CRC and non-CRC groups were 3 and 2. Based on the multivariate analysis, fecal and serum CEA were variables statistically significance in probability of CRC with formula y = 1/ (1 + Exp (0.93 – 1.56*fecal CEA – 1.87*serum CEA))."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Novianingtyas
"Kanker kolorektal adalah salah satu kanker dengan prevalensi yang cukup tinggi di dunia. Kanker kolorektal terkait dengan reaksi inflamasi lokal akut dan dapat tergambarkan melalui neutrofil. Kalprotektin merupakan petanda spesifik yang stabil, dapat diperiksa pada sampel feses, mudah dan memiliki presisi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik potong kadar kalprotektin fekal pada pasien terduga kanker kolorektal dan mengetahui peran diagnostik kalprotektin fekal dibandingkan dengan gambaran histopatologik sebagai baku emas. Desain penelitian adalah potong lintang dengan penyajian data secara deskriptif analitik. Penelitian melibatkan 84 pasien dewasa yang menjalankan kolonoskopi dan kadar kalprotektin fekal diperiksa menggunakan kit Calprest® Eurospital metode ELISA. Akurasi diagnostik kadar kalprotektin fekal berdasarkan analisis kurva ROC pada penelitian ini didapatkan sebesar 0,617 (95%CI: 0,483-0,75). Titik potong kadar kalprotektin fekal didapatkan 125 mg/kg dengan sensitivitas 60,71%, spesivisitas 60,71%, NPP 43,58% dan NPN 75,55%. Berdasarkan hasil uji diagnostik, kadar kalprotektin fekal dapat dipertimbangkan dalam penegakkan diagnosis pasien terduga kanker kolorektal sehingga pemeriksaannya dalam panel pemeriksaan pasien dengan terduga kanker kolorektal perlu dilakukan.

Cancer colorectal has high prevalence worldwide. Colorectal cancer is associated with local acute inflammatory reaction so that in some cases it can be visualized by white cell neutrophil scanning. Calportectine is a stable neutrophil specific marker which can be easily evaluated in stool with a high precision. This study aims to find out fecal calprotectine cut off on suspected colorectal cancer and to establish its diagnostic role with histopathologic findings as a gold standart. The study design was cross sectional with descriptive analytic data presentation. The study involved 84 adult patients who performed colonoscopy and fecal calprotectine consentration was examined with ELISA kit Calprest® Eurospital. Diagnostic accuracy of fecal calprotectine based on ROC curve analysis in this study was 0,617 (95% CI: 0,483-0,75). Cut off fecal calprotectine was 125 mg/kg with sensitivity 60,71%, spesivicity 60,71%, PPV 43,58% and NPV 75,55%. Based on diagnostic accuracy, fecal calprotectine was considered in diagnosting suspected colorectal cancer and that should be tested on the panel of suspected colorectal cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reihan Khairunnisa
"Gangguan koagulasi merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien kanker kolorektal dan dikaitkan dengan risiko morbiditas dan mortalitas. Terapi antikoagulan pada pasien kanker kolorektal dengan gangguan koagulasi cukup sulit dilakukan akibat berbagai risiko. Pencarian kandidat biomarker sebagai potensi target terapi diperlukan untuk mengembangkan strategi pengobatan baru yang dapat menurunkan risiko efek samping pengobatan. Dataset microarray GSE52060 berisi data profil gen 23 sel tumor pasien kanker kolorektal dan 23 sel mukosa normal dari pangkalan data GEO dianalisis menggunakan GEO2R untuk identifikasi gen dengan ekspresi berbeda bermakna (DEG) dengan standar |log2(Fold Change)| > 2 dan p < 0,05. DEG yang memenuhi kriteria kemudian dilakukan analisis anotasi fungsi gen dengan analisis ontologi gen (GO) dan jalur KEGG. Analisis GEO2R menunjukkan terdapat 299 DEG antara sel tumor dan sel mukosa normal yang terdiri dari 221 gen yang mengalami down-regulasi dan 78 gen yang mengalami up-regulasi. Hasil analisis DEG oleh GO menunjukkan DEG cukup signifikan terjadi pada gen-gen yang terlibat dalam transport bikarbonat, transport anion, dan aktivitas carbonic anhydrase (CA). Hasil analisis DEG oleh jalur KEGG menunjukkan 23 DEG cukup signifikan pada berbagai jalur fisiologis maupun patologis dan memiliki hubungan dengan gangguan koagulasi pada lima jalur. Terdapat 23 gen yang memiliki potensi sebagai kandidat biomarker untuk pasien kanker kolorektal dengan gangguan koagulasi.

Coagulation disorders are common complications in colorectal cancer patients and are associated with the risk of morbidity and mortality. Anticoagulant therapy in colorectal cancer patients with coagulation disorders is difficult to carry out due to various risks and side effects. The search for biomarker candidates as potential targets for therapy is necessary to develop new treatment strategies that can reduce the risk of treatment side effects. The GSE52060 microarray dataset contains gene profile data of 23 tumor cells and 23 normal mucosal cells taken from colorectal cancer patients from the GEO database. The data was analyzed using GEO2R for identification of differentially expressed genes (DEGs). DEGs that met the criteria were then subjected to gene function annotation analysis using gene ontology (GO) analysis and KEGG pathways analysis. GEO2R analysis showed that there were 299 DEGs between tumor cells and normal mucosal cells consisting of 221 downregulated genes and 78 upregulated genes. The results of DEG analysis by GO showed that DEGs were enriched in bicarbonate transport, anion transport and carbonic anhydrase (CA) activity. The results of DEG analysis by the KEGG pathway showed that 23 DEGs were quite significant in various physiological and pathological pathways and had a connection with coagulation disorders in five pathways. Twenty-three genes have been identified as potential biomarkers for colorectal cancer patients with coagulation disorders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hengky Prabowo Irianto
"Pendahuluan: Insiden kanker kolorektal di Indonesia mencapai 12,8 setiap 100.000 penduduk usia dewasa dan merupakan penyebab dari 9,5% kematian akibat kanker. 40–80% dari semua pasien kanker kolorektal mengalami malnutrisi. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi status nutrisi pada kanker kolorektal dan hubungan karakteristik klinis kanker kolorektal dengan status nutrisi pada pasien yang akan menjalani operasi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode potong lintang. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien kanker kolorektal yang dilakukan tindakan operatif di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan dilakukan admisi pada September-Desember 2022 dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan. Instrumen yang digunakan adalah Mini Nutritional Assessment (MNA). Analisis data bivariat menggunakan Chi-square dilanjutkan multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil: Terdapat 71 pasien dengan diagnosis kanker kolorektal di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada periode September-Desember 2022 yang akan menjalani operasi. Karakteristik subjek pada pasien kanker kolorektal sendiri didapatkan sebagian besar pasien memiliki usia 64-78 tahun(57,7%), berjenis kelamin laki-laki (52,1%). Untuk stadium klinis, terlihat sebagian besar pasien memiliki stadium III, IV (78,9%), dengan panjangtumor 1-10,9 cm (76,1%), dan lokasi kanker berada di rectum (59,2%). Untuk hasil kadar CA19-9, terlihat bahwa sebagian besar pasien dengan kadar CA19-9 normal (62,0%) dan kadar CEA meningkat (66,2%). Sedangkan status nutrisi pada kanker kolorektal sebagian besar memiliki status berisiko mengalami malnutrisi (52,1%) diikuti memiliki status malnutrisi (43,7%). Hasil uji bivariat didapatkan karakteristik klinis kanker kolorektal yang bermakna adalah panjang tumor dengan nilai p < 0,05. Hasil multivariat didapatkan variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini hanya memberikan pengaruh sebesar 16,9% terhadap status nutrisi.
Kesimpulan: Kebanyakan kanker kolorektal memiliki risiko malnutrisi dan terdapat hubungan secara statistik dan paling kuat antara panjang tumor dengan status nutrisi pada pasien yang akan menjalani operasi.

Introduction: The incidence of colorectal cancer in Indonesia reaches 12.8 per 100,000 adult population and is the cause of 9.5% of cancer deaths. 40–80% of all colorectal cancer patients are malnourished. This study aims to determine the prevalence of nutritional status in colorectal cancer and the correlation between clinical characteristics of colorectal cancer and nutritional status in patients undergoing surgery.
Methods: This research is an observational study with a cross sectional method. The reachable population of this study were colorectal cancer patients who underwent surgery at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta and admission will take place from September-December 2022 with predetermined inclusion and exclusion criteria. The instrument used is the Mini Nutritional Assessment (MNA). Bivariate data analysis using Chi-square followed by multivariate logistic regression test.
Results: There were 71 patients with a diagnosis of colorectal cancer at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo in the September-December 2022 period who will undergo surgery. Clinical characteristics of colorectal cancer patients themselves showed that most of the patients were 64-78 years old (57.7%), male (52.1%). For clinical stages, it can be seen that the majority of patients have stages III, IV (78.9%), with a large tumor mass of 1-10.9 cm (76.1%), and the location of the cancer is in the rectum (59.2%) ). For the results of CA19-9 levels, it can be seen that most of the patients with normal CA19-9 levels (62.0%) and CEA levels were increased (66.2%). While the nutritional status in colorectal cancer most of them have at risk of malnourished (52.1%) followed by having malnourished(43.7%). The results of the bivariate test showed that the length of tumor was significant a p value <0.05. The multivariate results showed that the independent variables examined in this study only had a 16.9% correlation on nutritional status.
Conclusion: Most colorectal cancers are at risk of malnourished and there is a statistically strongest correlation between tumor mass and nutritional status in patients undergoing surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dikha Ayu Kurnia
"ABSTRAK
Undernutrisi dapat terjadi dikarenakan kombinasi hasil dari respon pasien terhadap penyakit kanker kolorektal yang terdiri dari fisiologis tubuh, patofisiologi, perilaku, dan perspektif pengalaman. Identifikasi adanya konflik dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi menjadi hal utama yang perlu diketahui untuk memahami pengalaman yang terjadi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi sehingga tidak terjadi penurunan berat badan yang semakin memburuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman pasien kanker kolorektal yang mengalami undernutrisi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi dengan jumlah partisipan sebanyak 7 orang pasien kanker kolorektal yang mengalami undernutrisi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan catatan lapangan. Metode content analysis Colaizzi digunakan untuk mengembangkan tema sehingga memperoleh 10 tema yaitu kanker sebagai ―sesuatu‖ yang menyebabkan penurunan berat badan, makanan kesukaan sebagai penyebab kanker, kecemasan akan adanya gangguan pencernaan, respon patologis terhadap makanan, penundaan pemenuhan rasa lapar, keinginan untuk bunuh diri di luar kondisi penyakitnya, upaya berobat baik medis dan non medis, koping positif untuk makan, dukungan keluarga untuk makan, dan pengharapan untuk kembali normal. Identifikasi adanya hambatan dan dukungan yang terjadi dalam diri pasien kanker kolorektal menjadi pendekatan bagi Perawat untuk memberikan edukasi dan advokasi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
ABSTRACT
Colorectal cancer patients frequently have experienced in severe weight loss associated with cancer that can cause undernutrition. Interrelated patients response on physiological, phatophysiological, behavioral, and patients perspective might contribute to the state of undernutrition. There are conflicts live in patients to fulfill their nutritional requirement. The purpose of this study was to explore the experience of colorectal cancer patients who were undernutrition in fulfilling their nutritional needs. This study applied a qualitative research phenomenology method and involved seven participants with colorectal cancer experienced undernutrition. Data were collected using an in-depth interview and field notes. A Colaizzi?s content analysis method was applied across data. Ten themes emerged from this study were: cancer as a "something" that cause weight loss, food preferences as a cause of cancer, anxiety about the indigestion, food pathological responses, delays fulfillment of hunger, desire to commit suicide outside the condition of the disease, treatment efforts both medical and non-medical, positive coping for a meal, family support, and their hope to have normal condition. Understanding the obstacles and supports live in colorectal cancer patients is necessary for nurses to provide education and advocacy in meeting their nutritional requirement."
2013
T36747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maelissa Pramaningasih
"Pendahuluan: Kualitas hidup pasien dengan kanker kolorektal di Indonesia saat ini dievaluasi oleh kuesioner yang tidak seragam. European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire ColoRectal 29 EORTC QLQ-CR29 , adalah sebuah kuesioner yang terstandarisasi untuk menilai kualitas hidup yang umum digunakan pada negara maju. Penelitian ini untuk membuktikan bahwa EORTC QLQ-CR29 adalah kuesioner yang valid dan reliabel untuk digunakan di Indonesia.
Metode: Kuesiober EORTC QLQ-CR29 diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, dan diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris. Dilakukan sebuah studi pilot terlebih dahulu, kemudian studi utama ke pasien kanker kolorektal pada poliklinik Bedah Digestif di RS dr.Cipto Mangunkusumo. Desain studi cross-sectional, digunakan intraclass correlation coeficient ICC untuk menilai test-retest reability. Konsistensi internal dievaluasi menggunakan Cronbach rsquo;s ? coefficient. Validitas konvergen dan diskriminan dianalisa dengan multi-trait scaling. Validitas klinis dievaluasi berdasarkan perbedaan klinis yang telah diketahui sebelumnya menggunakan known-group comparisons.
Hasil: Sebanyak limapuluhdua pasien yang berpertisipasi pada penelitian ini. Proses penterjemahan membutuhkan sedikit perubahan akibat adanya perbedaan budaya. Uji test-retest dilakukan pada 17 subjek, yang menunjukan nilai yang dapat diterima 0.67-1.00 . Nilai Cronbach rsquo;s ? coefficient 0,77-0,86, nilai ini melebihi kriteria 0,7. Pada multi-trait scaling analysis menunjukan skala multi-item memenuhi standar validitas konvergen dan diskriminan. Pada uji known group comparison menunjukan kualitas hidup yang berbeda berdasarkan lokasi tumor.
Kesimpulan: dibutuhkan adaptsi budaya dalam proses penterjemahan. Kuesioner EORTC QLQ-CR29 yang telah diterjemakan merupakan kuesioner yang valid dan reliabel untuk menilai kualitas hidup pasien kanker kolorektal di Indonesia.

Background: Currently in Indonesia the quality of life QoL of colorectal cancer patients is evaluated by many questionnaire. European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire ColoRectal 29 EORTC QLQ CR29 , as a standardized objective method to assess QoL of colorectal cancer patients has been widely used in developed country. This research is to prove that EORCT QLQ CR29 is a reliable and valid questionnaire to be used in Indonesia.
Methods: The EORTC QLQ C29 was translated forward and backward into Indonesian language. A pilot study was firstly done then proceed with the main study towards colorectal patients in Digestive Surgery Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. This is a cross sectional study, intraclass correlation coeficient ICC was used to assess the test retest reability. The Internal consistency reability was estimated using Cronbach rsquo s coefficient. Convergent and discriminant validity was analyzed with multi trait scaling. Clinical validity was assesed in terms of clinical difference using known group comparisons.
Result: Fifty two patients participated in this study. The translation proses require some adjusment due to cultural adaptation. Test retest was administered to 17 patient, showed acceptable reproducibility 0,67 1,00. The Cronbach rsquo s coefficient 0,77 0,86 exceeded the 0,7 criterion and multi trait scaling analysis showed that multi item scales met standards of convergent and discriminant validity. The known group comparisons showed QoL differences between groups of patients based on tumor location.
Conclusion: Some cultural adaptation is needed in the translation process. The translated EORTC QLQ CR29 is a reliable and valid questionnaire for assessing quality of life of colorectal cancer patients in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinah
"Latar Belakang : Kanker kolorektal, yang meliputi kanker usus besar dan kanker rektal, menempati urutan ke dua sebagai kanker tersering yang diderita oleh wanita dan ke tiga pada pria di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan beban besar secara global baik pada morbiditas maupun mortalitas penderita kanker. The International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa kerja shift yang melibatkan gangguan sirkadian mungkin bersifat karsinogenik pada manusia (2A). Sebagian besar studi epidemiologi hingga saat ini masih berfokus pada hubungan antara shift malam dan risiko kanker payudara, sementara studi tentang hubungan antara shift malam dan kanker kolorektal belum banyak diketahui, demikian halnya dengan hasil yang masih inkonsisten. Laporan kasus berbasis bukti ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh shift malam dan peningkatan risiko kanker kolorektal pada perawat yang terpapar kerja shift.
Metode : Kasus yang disajikan diikuti dengan tinjauan literatur berbasis bukti untuk menjawab pertanyaan klinis. Pencarian literatur menggunakan beberapa kata kunci terkait melalui database Pubmed® dan Google scholar® dengan mengikuti kriteria inklusi dan ekslusi. Artikel-artikel tersebut kemudian di telaah dengan menggunakan kriteria Oxford Center for Evidence-based Medicine.
Hasil : Pada pencarian awal, 112 artikel diambil dari dua database. Melalui proses seleksi, tersisa tiga artikel, yang terdiri dari satu studi meta-analisis dan dua studi observasional. Dengan membandingkan ketiga artikel terpilih, maka studi meta-analisis dianggap lebih relevan dan sesuai untuk menjawab pertanyaan klinis. Studi meta-analisis menerapkan kriteria inklusi dan ekslusi yang ketat dengan mengecualikan studi yang berpotensi menyebabkan efek bias serta kurangnya validitas atau metode statistik yang tidak memadai. Studi tersebut menyatakan bahwa shift malam berhubungan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal (OR = 1.318, 95% CI 1.121-1.551)
Kesimpulan : Bukti terbaik yang ada saat ini menyatakan bahwa shift malam dapat meningkatkan kanker kolorektal, meskipun hasil penelitian tidak cukup kuat. Kanker kolorektal merupakan penyakit multifaktorial, dimana berbagai faktor risiko dapat berperan dalam terjadinya penyakit, terutama faktor genetik

Background : Colorectal cancer, which includes colon cancer and rectal cancer, is the third most common cancer in men and the second most common in women worldwide. It occupies a great proportion of the global burden of cancer morbidity and mortality. The International Agency for Research on Cancer (IARC) considered shift work that involves circadian disruption to be probably carcinogenic (Group 2A). Most epidemiological studies have focused on the link between night shift work and breast cancer risk while studies of the relation between shift work and colorectal cancer have not been widely known, and evidence is inconclusive. This evidence-based case report aimed to determine about the effect of night shift work and the increasing risk of colorectal cancer among nurses who exposed with shift work.
Method : a case is presented followed by a review of evidence to answer the clinical question. Literature searching used several related keywords in Pubmed® and Google scholar® by following inclusion and exclusion criteria. The article were critically appraised using relevant criteria by the Oxford Center for Evidence-based Medicine.
Result : At the initial search, 112 articles were retrieved from the two databases. Through the selection process, three article remained, which consisted of one meta-analysis and two observational studies. Comparing the selected articles, the meta-analysis is considered as more relevant and appropriate for answering the clinical question. The meta-analysis applied strict inclusion and exclusion criteria and excluded studies that potentially led to bias effects with lack of validity or inadequate statistical methods. The study stated that night shift work was correlated with an increased risk of colorectal cancer (OR=1.318, 95% CI 1.121-1.551)
Conclusion : The current best available evidence stated that night shift work may increased of colorectal cancer, although the result of the study are not strong enough. Colorectal cancer is a multifactorial disease, where various risk factors may play a role in the occurrence of the disease, especially in the genetic one.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harris Putra Reza
"Latar Belakang: Mobilisasi dini merupakan faktor penting dalam meningkatkan luaran pascaoperasi kolorektal. Terdapat empat komponen dalam protokol ERAS untuk operasi kolorektal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang dipegang penuh Anestesi yang diharapkan menunjang keberhasilan mobilisasi dini, yaitu pemberian profilaks Post Operative Nausea and Vomiting (PONV), multimodal analgesia intraoperasi, manajemen cairan intraoperasi dan manajemen nyeri pascaoperasi tanpa opioid. Meskipun keberhasilan mobilisasi dini dipengaruhi oleh nyeri, mual muntah, dan manajemen cairan intraoperasi, namun hingga saat ini belum jelas seberapa besar bobot setiap komponen anestesi ini terhadap keberhasilan mobilisasi dini.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospekstif dengan pengambilan data sekunder pasien yang menjalani operasi kolorektal elektif di RSCM dari Januari 2020 hingga Desember 2022. Luaran yang dinilai adalah angka mobilisasi dini pascaoperasi dan faktor-faktor yang memengaruhinya (profilaksis PONV, multimodal analgesia, manajemen cairan, dan manajemen nyeri pascaoperasi tanpa opioid).
Hasil: Total pasien yang terjadwal menjalani operasi kolorektal elektif di RSCM antara tahun 2020 hingga 2022 adalah 595 pasien dengan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 343 pasien. Keberhasilan mobilisasi dini sebesar 39.7%. Manajemen cairan intraoperasi [RR 12.353, (95% CI 3.131-46.745), p < 0,001] dan manajemen nyeri pascaoperasi tanpa opioid [RR 3.647, (95% CI 1.444-108.764), p 0.029] merupakan faktor independen dalam keberhasilan mobilisasi dini.
Simpulan: Faktor-faktor yang memengaruhi mobilisasi dini pascaoperasi kolorektal adalah manajemen cairan intraoperasi dan manajemen nyeri pascaoperasi tanpa opioid. Pemberian profilaksis PONV dan multimodal analgesia intraoperasi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap mobilisasi dini.

Background: Early mobilization is an important factor in increasing colorectal postoperative outcome. There are four components held by anesthesiologist in ERAS protokol for colorectal surgery in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) those are PONV prophylaxis, intraoperative fluid management, intraoperative analgesia multimodal, and opioid free postoperative pain management. Although early mobilization affected by postoperative pain, vomiting and nausea, and fluid balance therapy, nonetheless there is no clear evidence of how much each of these components will affect early mobilization.
Methods: This study is a retrospective cohort study by collecting secondary data from patients underwent elective colorectal surgery at RSCM from January 2020 to December 2022. The outcomes assessed were early mobilization rate and factors affecting it (PONV prophylaxis, intraoperative fluid management, intraoperative analgesia multimodal, and opioid free postoperative pain management).
Results: The total number of patients underwent elective colorectal surgery at RSCM during 2020 to 2022 was 595 patients and 343 patients fulfilled inclusion and exclusion criteria of this study. Early mobilization rate is 39.7%. Intraoperative fluid management [RR 12.353, (95% CI 3.131-46.745), p < 0,001] and opioid free postoperative pain management [RR 3.647, (95% CI 1.444-108.764), p 0.029] are independent factors affecting early mobilization.
Conclusion: Factors affecting colorectal postoperative early mobilization are intraoperative fluid management and opioid free postoperative pain management. PONV prophylaxis and intraoperative analgesia multimodal do not have significant effect on early mobilization
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>