Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174452 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deddy Hermawan
"Latar belakang - Asam asetil salisilat (ASA) adalah obat antiplatelet yang telah digunakan secara luas dan terbukti efektif dalam pencegahan stroke iskemik berulang. Sebagian penderita tidak berespons terhadap terapi ASA diistilahkan sebagai resistensi ASA yang memiliki risiko tinggi mengalami stroke iskemik berulang. Resistensi ASA dapat disebabkan oleh banyak faktor. Saat ini, resistensi ASA dapat diketahui dengan pemeriksaan yang lebih sederhana, cepat dan akurat, dengan uji fungsi trombosit VerifyNow®.
Tujuan - Mengetahui prevalensi resistensi laboratorik ASA dengan uji fungsi trombosit Verifynow® pada pasien stroke iskemik di RSCM dan faktor - faktor yang mempengaruhinya.
Metode - Desain potong lintang melibatkan 50 penderita stroke iskemik yang hanya mendapatkan terapi ASA. Pemeriksaan resistensi ASA dengan uji fungsi trombosit Verifynow®. Resistensi ASA dinyatakan jika ARU ≥ 550.
Hasil - Dari 50 subyek didapatkan 7 penderita resistensi ASA. Hubungan prevalensi resistensi ASA dengan jenis kelamin laki-laki (OR= 5,217 ; p=0,115), merokok aktif (OR=4,625; p=0,1). Kelompok resistensi ASA rerata usia 51,3±9,2; median kolesterol total 140 mg/dL (124-283). Kelompok respons ASA rerata usia 57,8±9,7 (p=0,105), rerata kolesterol total 173,9 ±40,9 mg/dL (p=0,157). Analisis multivariat mendapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih berperan menyebabkan resistensi ASA dibanding merokok aktif (OR 5,22 ; p = 0,141).
Kesimpulan - Didapatkan prevalensi resistensi laboratorik ASA dengan uji fungsi trombosit Verifynow® pada penderita stroke iskemik di RSCM sebesar 14%. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara prevalensi resistensi laboratorik ASA dengan karakteristik sosiodemografi, penyakit penyerta, klinis, dan laboratoris serta terapi ASA. Terdapat kecenderungan prevalensi resistensi laboratorik ASA lebih banyak terjadi pada penderita laki-laki, merokok aktif, berusia lebih muda, dan hiperkolesterolemia. Jenis kelamin laki-laki lebih berperan menyebabkan resistensi ASA dibanding merokok aktif.

Background - Asetylsalicylic acid (ASA) is considered to be effective antiplatelet and widely used for the prevention of recurrent ischemic stroke. Some patients did not respond to ASA therapy. Those patients defined as ASA resistant, which are associated with high risk for experiencing recurrent ischemic stroke. ASA resistant cause by many factors. Recently, ASA resistent could be examined by more simple, rapid and accurate method, using platelet function test VerifyNow®.
Purpose - Determine the frequency of ASA resistant among ischemic stroke patients in Cipto Mangunkusumo Hospital using platelet function test Verifynow® and the factors that influence it.
Method - Design research is a cross-sectional study involving 50 ischemic stroke patients with ASA therapy only. ASA resistant measured by platelet function test Verifynow®. ASA resistant was defined as an ARU ≥ 550.
Results - From 50 subjects obtained 7 subjects with ASA resistant. Association between the frequency of ASA resistant with male gender (OR= 5,217 ; p=0,115), active smoking (OR=4,625; p=0,1). ASA resistant group with a mean age 51,3±9,2 years; median total cholesterol 140 mg/dL (124-283). ASA respond group with a mean age 57,8±9,7 years (p=0,105); median total cholesterol 173,9 ±40,9 mg/dL (p=0,157). Multivariance analysis found that male gender more influenced to ASA resistant compare to active smoking (OR= 5,22; p = 0,141).
Conclusion - The frequency of ASA resistant using platelet function test Verifynow® among ischemic stroke patients in Cipto Mangunkusumo Hospital is 14%. There is no significant correlation between the frequency of ASA resistant with sociodemographic, concomitant diseases, clinical, laboratory, and treatment characteristics. There is a trend that ASA resistant more likely occured in male gender, active smoking, younger patients, and with hypercholesterol. Male gender more influenced to ASA resistant compare to active smoking.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Oktarina
"Stroke atau cerebrovascular accident(CVA) merupakan penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat dan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Stroke merupakan penyakit kronis yang bersifat menetap dan tidak dapat pulih secara total yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah otak (GPDO) (Mansjoer et al, 2000; Taylor, 1999). Efek yang ditimbulkan dari CVA beragarn, tergantung pada daerah otak yang terganggu. Selain kelumpuhan, kesulitan berbicara, dan memori yang terganggu, gangguan yang sering rnuncul adalah afasia yaitu gangguan pada kemampuan menggunakan kata-kata (Davison & Neale, 1996).
Gangguan bahasa (Afasia) merupakan salah satu akibat dari kerusakan hemisfer kiri pada pasien stroke yang kinan. Salah satu alat diagnostik untuk melakukan pengukuran dalam bidang neuropsikologi yaitu TADIR (Tes afasia, diagnosa, inforrnasi, dan rehabilitasi). Melalui TADIR dapat dilihat sindrom afasia yang diderita oleh pasien. Pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasiiikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Atas dasar aspek-aspek penamaan, kelancaran, peniruan dan pernahaman auditif, maka
Goodglass 3: Kaplan (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia. Setiap sindrom afasia dihubungkan dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Salah satu tujuan pemeriksaan ialah menenlukan letak kerusakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prius, 2002) dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia klasifikasi Boston (Dharmaperwira-Pnns, 2002).
Sementara itu dibidang kedokteran, khusuanya secara neurologis, untuk diagnostik lebih lanjut yang menunjukkan tempat kerusakan di otak dapat dimanfaatkan teknologi tertentu seperti penggunaan CT-scan dan MRI.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di luar negeri dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar telah membenarkan lokalisasi sindrom afasia yang klasifikasi Boston. Sedangkan pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kembali hasil penelitian itu, terutama di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan
sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR.
Di dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari bagian Fungsi Luhur, Neurologi RSCM selama tahun 2003. Untuk menghitung korelasi antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR, digunakan teknik Cramer Coejicient C dan diolah dengan menggunakan program SPSS 10.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otalc dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarlcan hasil tes TADIR. Dengan demikian hasil penelitian ini akan memperkuat teori klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass & Kaplan (dalam Dharmapenvira-Prius, 2002) yang menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia dimana tiap sindrom afasia dihubungkan
dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Selain itu hasil penelitian ini juga
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) dengan menggunakan CT-scan yang secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia berdasarkan klasifikasi Boston.
Sebagai penutup, diberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk penelitian lanjutan dapat memperbanyak sampel, hal ini terkait dengan generalisaai hasil pada populasi. Selain itu secara statistik, dengan sampel besar diharapkan agar semua kategori dalam perhitungan dapat diolah dan tidak ada kategori yang hilang. Perlunya penelitian lanjutan akan afasia terkait dengan aspek psikososial yang ditimbulkannya, dimana seseorang yang terkena afasia akan mempunyai kesulitan besar atau kecil dalam penggunaan bahasanya. Dampak dari perubahan itu tidak hanya dirasakan oleh pasien tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perlunya kerjasama lebih lanjut antara bidang neurologi, psikologi, logopedi dan Iinguistik dalam menangani gangguan bahasa atau afasia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan informasi bagi para dokter, perawat, psikolog, terapis wicara, dan pihak lain yang terkait bahwa selain CT-scan dan MRI, tes TADIR dapat digunakan untuk mendeteksi lokasi kerusakan di otak, serta merupakan salah satu pilihan dari alat diagnostik gangguan bahasa (Afasia) dengan biaya yang relatif tenjangkau dan pelaksanaannya tidak memakan banyak waktu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Toman
"ABSTRAK
Latar Belakang. Pneumonia sering menjadi komplikasi medis yang timbul pada pasien-pasien stroke iskemik akut yang dirawat di rumah sakit, sehingga diperlukan suatu sistem skor yang valid dan mudah diterapkan untuk memprediksi dan menstratifikasi risiko timbulnya pneumonia pada pasien stroke iskemik akut. Tujuan. Menilai performa kalibrasi dan diskriminasi skor A2DS dalam memprediksi insiden pneumonia pada pasien stroke iskemik akut Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif menggunakan rekam medik pasien stroke iskemik akut di ruang rawat neurologi dan stroke unit gedung A RSCM periode Januari 2014 ndash; Desember 2016 dengan metode total sampling. Usia, ada tidaknya fibrilasi atrium pada EKG, ada tidaknya disfagia, jenis kelamin laki-laki , dan tingkat keparahan stroke dinilai dengan NIHSS , dinilai pada awal perawatan di RSCM. Pasien diikuti hingga 7 hari sejak onset stroke iskemik untuk dilihat outcome-nya pneumonia atau tidak pneumonia . Performa kalibrasi skor A2DS2 dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow dan plot kalibrasi. Performa diskriminasi skor A2DS2 dinilai dengan Area Under The Curve AUC . Hasil. Sebanyak 281 subjek diikutsertakan ke dalam penelitian ini, dengan angka kejadian pneumonia dalam 7 hari sejak onset timbulnya stroke iskemik sebanyak 118 subjek 42 . Hosmer-Lemeshow menunjukkan p = 0,222. Plot kalibrasi menunjukkan koefisien korelasi r=0,982 dengan p = 0,000. AUC sebesar 0,885 IK95 0,845 - 0,924 .ABSTRACT
Pneumonia is the leading cause of morbidity and mortality in acute ischemic stroke patients admitted to hospital. Thus required a valid scoring system which is easy to apply, to predict and stratify the risk of pneumonia in patients with acute ischemic stroke. Aim. To assess the performance of calibration and discrimination of A2DS2 score in predicting the incidence of pneumonia in patients with acute ischemic stroke who are hospitalized in Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Methods. This was a retrospective cohort study of adult acute ischemic stroke patients who are hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital. Age, presence or absence of atrial fibrillation, presence or absence of dysphagia, Sex male , and stroke severity rated with NIHSS were obtained at the beginning of admission. The subjects were followed up for up to 7 days after the onset of ischemic stroke to assess the outcome pneumonia or not . Calibration properties of A2DS2 score were assessed by Hosmer Lemeshow test and calibration plot. Discrimination properties of A2DS2 score were assessed by the area under the curve AUC . Results A total of 281 subjects were followed up. The incidence of pneumonia in acute ischemic stroke patients was observed in 118 patients 42 . Hosmer Lemeshow test of A2DS2 score showed p 0,222 and calibration plot showed r 0,982. Discrimination of A2DS2 score was shown by the AUC value of 0,885 95 CI 0,845 0,924 . Conclusion A2DS2 score have a good calibration and discrimination performance in predicting incidence of pneumonia in patients with acute ischemic stroke who are hospitalized in Cipto Mangunkusumo National General Hospital."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Risayogi Wicaksana Asaf Huntal
"Prosedur Trombektomi Mekanik (MT) pada stroke iskemik akut telah dilakukan sejak tahun 2017 di RSUPN Dr. Cipto Mngunkusumo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ahli radiologi dan hasil klinis MT pada stroke iskemik akut dan faktor terkait lainnya. Studi observasional retrospektif memperoleh pasien telah menjalani MT pada Mei 2017-Desember 2020. Analisis univariat dan multivariat dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara demografi pasien, skor NIHSS pra trombektomi dan hasil seperti pasca trombektomi, skor mTICI pasca trombektomi, dan skor MRS pasca aksi. Dalam pemodelan multivariat p<0,05 digunakan untuk signifikansi statistik. Sebanyak 33 pasien dimasukkan. Pada analisis univariat demografi dan gambaran klinis didominasi oleh laki-laki, dengan rata-rata usia 55,8 tahun, GCS pra tindakan 11,9 hemiparesis, pra tindakan NIHSS 14,52, skor ASPECT 7,36, lokasi oklusi MCA, pemberian alteplase, MRS (90-day modified ranking scale: 3 sampai 6), onset rekanalisasi > 6 jam, MTICI post thrombectomy 2B-3 SICH, dan 39,4% meninggal dunia. Hubungan yang signifikan antara keberhasilan rekanalisasi dan mortalitas, dan waktu onset ke rekanalisasi secara rumit. Trombektomi mekanik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 2 tahun terakhir masih memberikan hasil luaran yang buruk.

The Procedure of Mechanical Trombectomy (MT) in acute ischemic stroke has been done since 2017 in RSUPN Dr. Cipto Mngunkusumo. The aim of this study are to detemining radiologist and clinical  outcome MT in the acute ischemic stroke and the other related factors. The retrospective observational study acquiring patient’s had undergone MT in May 2017-December 2020. Univariate and multivariate analysis were conducted to evaluate the relationship between patient’s demography, NIHSS score pre trombectomy and the outcomes such as post trombectomy, mTICI score post trombectomy, and MRS score post action. In multivariate modelling p<0.05 was used for statistical significance.  A total of 33 patients were included. On univariate analysis demography and clinical description were dominated by men, with 55.8 years age average, GCS pre action 11,9 hemiparesis, NIHSS pre action 14.52, ASPECT score 7.36, MCA occlusion location, given alteplase, MRS (90-day modified rank of scale: 3 to 6), onset to recanalization> 6 hours, MTICI post thrombectomy 2B-3 SICH, and 39.4% passed away. The significance association between recanalization success and mortality, and onset-to-recanalisation time complicationally. Mechanical thrombectomy in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for in the recent past 2 year still giving the poor outcomes result. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Al Rasid
"Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan perawat sangat dipengaruhi seberapa besar pemberian layanan yang diterima pasien. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan menerapkan berbagai peran perawat spesialis menerapkan Evidence Based Nursing EBN serta peran sebagai inovator. Peran pemberi asuhan keperawatan dilakukan pada pasien dengan stroke iskemik dan 30 pasien dengan gangguan sistem persarafan menggunakan Model adaptasi Roy MAR . Penerapan EBN yang dilakukan pada orang pasien stroke dan menunjukkan bahwa latihan Active Assisstive range of Motion mampu mengatasi masalah mobilitas fisik. Program inovasi penambahan format pengkajian neurologi mampu meningkatkan pengetahuan perawat mengenai format pengkajian selain dari format pengkajian yang telah ada di ruangan. Diharapkan mobilisasi dini dengan latihan active assisstive range of motion tetap diajarkan pasien stroke yang mengalami masalah mobilitas fisik dikarenakan perlu waktu yang cukup lama untuk mengatasi masalah mobilitas.

Advanced clinical practice in the neurological system is intended to be able to provide nursing care, apply Evidence Based Nursing EBN as well as the role of an innovator. Nursing care roles were performed in patients with Stroke Ischemic and 30 patients with impaired neural system using the Roy adaptation model RAM . The behavioral mode of physiological adaptation most often experiences maladaptive behavior. The emerging nursing diagnosis is the risk of perfusion of cerebral tissue perfusion. The nursing management intervention of cerebral edema is intended to improve patient adaptation in enhancing cerebral tissue perfusion. Application of EBN Active Assisstive Range of Motion of Mobility performed on 3 stroke patients and showed that. The innovation program for the addition of the neurological assessment format was able to increase the nurse 39 s knowledge of the assessment format apart from the existing assessment formats in the room. Assessment of behaviors and stimuli in RAM need to be applied to patient assessment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Erwanto
"Nafas Dalam, Rentang Gerak Sendi, dan Peregangan merupakan bentuk intervensi keperawatan komunitas untuk meningkatkan kemampuan rehabilitasi pada lansia paska stroke. Penulisan bertujuan memberikan gambaran pelaksanaan bentuk intervensi dalam pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas melalui integrasi CAP, FCN, konsekuensi fungsional, dan manajemen pada lansia dengan paska stroke di Kelurahan Curug. Hasil terjadi peningkatan skor perilaku anggota kelompok pendukung yaitu pengetahuan 14,6%, sikap 10,6%, dan tindakan 8,75%. Peningkatan perilaku kelompok lansia paska stroke yang meliputi pengetahuan 16,67%, sikap 5,2%, dan tindakan 8,1%. Terjadi peningkatan skor kekuatan otot lengan sebesar 0,87% dan otot kaki 0,7%. Terjadi penurunan skor kecemasan sebesar 6,4%. Terjadi peningkatan perilaku keluarga meliputi pengetahuan 16,7%, sikap 13,5%, dan tindakan 18,36%. Terjadi peningkatan tingkat kemandirian keluarga sebesar 100%. Kesimpulan dari penulisan ini yaitu terdapat pengaruh pelaksanaan intervensi "NAfas DAlam, Range Of Motion dan Stretching (Nada ROMS) terhadap peningkatan kemampuan rehabilitasi pada kelompok lansia paska stroke. Diharapkan keluarga dapat memberikan dan mendampingi lansia dalam melakukan latihan NADA ROMS di rumah.

Deep Breathing, Range of motion, and Stretching are the forms of community nursing interventions that can be conducted by families and communities to improve post-stroke rehabilitation in the elderly. This report aimed to provide an overview of the implementation of nursing intervention and services project through the integration of the CAP, FCN, functional consequences, and management in older adults with post-stroke in Curug sub district, Depok. The result showed that the score of support groups behaviour increased by 14.6%, 10.6% and 8.75% (knowledge, attitude, and skill respectively). The result showed that the score of knowledge level, attitude, and action of elderly with post stroke in Curug increased by 16.67%, 5,2% and 8.1% respectively. There was an increase in arm muscle and leg muscles strength score by 0.87% and 0.7%. The anxiety scores decreased by 6.4%. The family behavior included knowledge 16.7%, 13.5% attitude and skill by18.36%. There was an increase in the level of family independence of 100%. The study concludes that there are significan implementation of the intervention "Deep breathing, Range Of Motion and Stretching (NADA ROMS) to increase the rehabilitation capacity of post-stroke elderlies. Caregiver or family member should assist elderly with post stroke to do NADA ROMS exercises.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Pristiana Dewi
"Serangan stroke di masyarakat sering dianggap bencana karena umumnya menimbulkan kegagalan fungsi lumpuh dan sulit berkomunikasi. Kurang lebih 50% penderita stroke yang masih hidup menjadi kegagalan fungsi, tidak dapat bekerja lagi, dan menjadi beban dari keluarga (Luckman & Sorensen, 1993 dalam Handiyani, Haryati, Sumarwati, 2003). Dengan daya ketergantungan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, pasien stroke membutuhkan bantuan dan dukungan dari keluarga. Keluarga yang mampu menyelesaikan lima tugas kesehatan keluarga akan memberikan dampak yang signifikan terhadap optimalisasi status kesehatannya. Dalam hal melakukan perawatan terhadap anggota keluarga dengan stroke perlu didukung dengan internalisasi motivasi.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan stroke di IRNA B di RS Dr Cipto Mangunkuso Jakarta Responden pada penelitian ini berjumlah 32 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengetahui data demografi responden dan motivasi keluarga. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dalam bentuk persentase.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16 responden (50%) memiliki motivasi tinggi dan sebanyak 16 responden (50%) memiliki motivasi rendah. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka hendaknya dapat dilakukan penelitian lebih Ianjut perbandingan motivasi keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan stroke pada beberapa Rumah Sakit di Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA5575
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Yuliatri
"ABSTRAK
Tujuan
Tindakan bedah saraf, diduga dapat mengentikan atau memperlambat cedera otak sekunder, yang berhubungan dengan proses neuroinflamasi. Peneliti bertujuan untuk mengetahui peranan neuroinflamasi (Il-6) terhadap prognosis pasien cedera otak dan untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan kondisi neuroinflamasi.
Metode
Penelitian ini bersifat prospektif observasional dengan desain cross sectional. Dari 40 pasien cedera otak yang dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan kadar Il-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi. GCS dinilai saat di UGD (GCS awal) dan sesudah tindakan operasi (GCS hari ke-7). GOS dinilai setelah bulan ke-1 dan bulan ke-3 pasca trauma. Kadar IL-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi dihubungkan dengan nilai GCS awal, GCS hari ke-7, GOS bulan ke-1 dan GOS bulan ke-3 untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan proses neuroinflamasi dan nilai prognostiknya terhadap pasien cedera otak.
GCS awal. GCS hari ke-7 dikelompokkan menjadi GCS <=8 dan GCS >8. GOS bulan ke-1 dan bulan ke-3 dikelompokkan menjadi GOS favorable (>3) dan unfavorable <=3.
Hasil
Kadar Il-6 awal berhubungan bermakna dengan GCS awal (p: 0.001) dengan OR 11.4 --> pasien dengan kadar Il-6 >100 pg/ml memiliki peluang 11.4 kali mendapatkan nilai GCS <=8. Terdapat perbedaan nilai median kadar Il-6 pasca operasi dibandingkan dengan pre operasi, dengan kecenderungan kadar Il-6 pasca operasi (median=35.55 pg/ml) lebih rendah daripada kadar Il-6 awal (median=76.74 pg/ml)
Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GCS hari ke-7 (p=0.006), dengan OR 24 --> pasien dengan Il-6 pre op <= 100 pg/ml memiliki peluang 24 kali memperoleh nilai GCS hari ke-7 >8. Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GOS bulan ke-3 (nilai p= 0.016) dengan OR 11.6 --> pasien dengan kadar Il-6 <=100 pg/ml memiliki peluang sebesar 11.6 kali mencapai GOS bulan ke-3 favorable.
Simpulan
Proses neuroinflamasi memiliki nilai prognostik pada pasien cedera otak, di mana maikin tinggi kadar Il-6 serum awal, makin buruk GCS awal pasien.Tindakan bedah saraf dapat menurunkan proses neuroinflamasi dan berhubungan dengan outcome GCS hari ke-7 (status kesadaran) pasca operasi dan GOS bulan ke-3 (kualitas hidup) yang lebih baik.

ABSTRACT
Objectives
Neurosurgical procedures are performed to stop or slow down the secondary brain injury. This study is aimed to determine the association of neuroinflammation with the prosnosis of brain injury patients and the association of neurosurgical procedure with the neuroinflammation.
Method
The study design is a prospective observation of 40 brain injuty patients who were operated. Examination were carried out top measured Il-6 serum level of pre and one day post operation on brain injury patients, and to analize therir association with GCS,GOS and neurosurgical procedures.
Results
The Il-6 serum level pre surgery was significantly associated with initial GCS (p value=0.001 and OR 11.4). There was significant median difference of Il-6 post surgery compared with pre surgery, with a downward trend of Il-6 post surgery.
The post operative Il-6 level was significantly associated with GCS 7 days post surgery (p=0.006), with OR 24, meaning that patients with post surgery level of Il-6 <= 100 pg/ml had 24 times chance of getting GCS 7 days post trauma >8. The post operative Il-6 serum was significantly associated with GCA 3 months post trauma (p value= 0.016) with OR 11.6, meaning that the patients with post operative Il-6 level <= 100 pg/ml has 11.6 times as much chance of reaching the 3 months post trauma GOS favorable.
Conclusion
Neuroinflammation may have prognostic values in brain injured patients. Neurosurgical procedures can decrease the neuroinflammation process and was associated with better conciousness state (GCS) and neurological outcome (GOS)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Eta Risnawati
"Praktik residensi merupakan pendidikan profesi untuk membentuk perawat spesialis. Kompetensi yang harus dicapai oleh seorang mahasiswa dalam praktik residensi medikal bedah adalah manajemen kasus dengan menggunakan teori keperawatan, penerapan praktik berdasarkan bukti dan proyek inovasi, Asuhan keperawatan dalam konteks neurosains menggunakan model adaptasi Roy, yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama dan 30 kasus resume. Dalam penerapan praktik berdasarkan bukti digunakan format BJH-SDS untuk skrining disfagia pada pasien stroke.
Hasil menunjukkan bahwa BJH-SDS dapat menilai disfagia pada pasien stroke. Proyek inovasi yang diterapkan adalah Pengembangan Media Edukasi perawatan Brain Tumor Craniotomy. Hasil penerapan media edukasi ini menunjukkan bahwa pengetahuan pasien tentang persiapan pre operasi dan post operasi meningkat dengan signifikan setelah pemberian edukasi.

Practice residency is a professional education to form specialist nurses. Competency that must be achieved by a student in medical practice residency is case management using nursing theory, application of evidence-based practices and innovation projects, nursing care in the context of neuroscience using Roy's adaptation model, which consists of 1 main case and 30 cases of resumes. In the application of evidence-based practice, the BJH-SDS format is used for screening dysphagia in stroke patients.
The results show that BJH-SDS can assess dysphagia in stroke patients. The innovation project implemented is the Development of Brain Tumor Craniotomy Education Media Care. The results of the application of this educational media show that the knowledge of patients about preoperative and postoperative preparation increased significantly after the provision of education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Nurul Afifah
"Pasien yang dirawat inap dengan stroke iskemik perlu mendapat perhatian khusus karena komorbiditas dan polifarmasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah terkait obat dengan domain efektivitas terapi dan reaksi obat yang tidak diinginkan di bawah Jaringan Perawatan Farmasi Eropa. Metode penelitian ini adalah cross sectional berdasarkan data rekam medis, resep, dan catatan perawat. Sampel dari penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis primer stroke iskemik dan pasien berusia lebih dari sama dengan 23 tahun. Analisis dilakukan pada 115 sampel penelitian. Masalah terkait obat yang paling umum adalah masalah efektivitas pengobatan (65,00%) dengan efek sub domain dari pengobatan obat tidak optimal (29,58%) sebagai sub domain yang paling parah. Masalah terkait narkoba lainnya adalah masalah reaksi merugikan memiliki prosentase (35,00%) dengan subtitusi kejadian obat merugikan (tidak alergi) sebesar (34,58%) sebagai sub domain tertinggi. Penyebab tertinggi dari masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa kombinasi obat, atau obat, dan makanan yang tidak tepat yaitu (56,04%).

Patients who are hospitalized with ischemic stroke need special attention due to comorbidity and polypharmacy. This study aims to analyze drug-related problems with the domain of therapeutic effectiveness and unwanted drug reactions under the European Pharmaceutical Care Network. This research method is cross sectional based on medical records, prescriptions, and nurses' records. Samples from this study were patients with a primary diagnosis of ischemic stroke and patients aged more than equal to 23 years. Analysis was conducted on 115 study samples. The most common drug-related problem is the problem of treatment effectiveness (65.00%) with the sub-domain effect of suboptimal drug treatment (29.58%) being the most severe sub-domain. Another drug related problem is the problem of adverse reactions having a percentage (35.00%) with the substitution of adverse drug events (not allergic) of (34.58%) as the highest sub domain. The highest cause of the problems identified in this study was that the combination of drugs, or drugs, and food were not appropriate (56.04%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>