Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Fadil Imran
"Sejak tahun 1970 kejahatan mutilasi sudah terjadi di Indonesia. Namun pola kejahatan tersebut mengalami peningkatan pada tahun 1990-2010 dengan total 36 kasus terjadi di Indonesia. Diketahui bahwa terdapat kondisi tertentu yang menyebabkan pelaku melakukan mutilasi pada korbannya. Oleh karena itu perlu dilihat kondisi dan aspek apa saja yang mempengaruhi pelaku dalam melakukan mutilasi.
Rational Choice Theory (RCT) sebagai sebuah teori kejahatan, digunakan untuk membantu menjelaskan fenomena tersebut dan mencari faktor apa saja yang mempengaruhi pelaku dalam dilakukannya mutilasi, ditambah dengan Routine Activity Theory (RAT) dengan segitiga permasalahan dilakukannya kejahatan, diharapkan dapat mempertajam hasil analisa dari fenomena mutilasi tersebut sehingga dapat diketahui kondisi dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi individu berbuat kejahatan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui wawancara mendalam terhadap para pelaku, penyidik yang menangani serta para orang orang dekat pelaku. Wawancara dilakukan beberapa kali sampai data yang dikumpulkan oleh peneliti dirasa cukup, guna menjawab pertanyaan penelitian. Observasi juga dilakukan guna melengkapi data, selain menelaah hasil dari BAP para pelaku.
Dalam menjelaskan mutilasi, muncul temuan bahwa faktor sosiodemografi diinterpretasikan juga memiliki hubungan erat dengan dilakukannya mutilasi, dimana ditemukan bahwa pelaku mutilasi memiliki kesamaan faktor dalam aspek sosio-demografi yaitu; (1) Pelaku adalah kaum urban, (2) Pelaku memiliki pendidikan yang rendah, dan (3) Pelaku berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Meskipun ditemukan motif yang berbeda-beda namun ternyata terdapat kesamaan diantara para pelaku mutilasi ini yaitu; (1) antara pelaku dan korban memiliki hubungan yang dekat, (2) pola pemikiran yang sederhana dari pelaku dalam memutuskan dilakukannya mutilasi, (3) pengambilan keputusan yang didasarkan pada terbatasnya informasi atau keterbatasan individu dalam menelaah informasi.
Selain faktor pencetus dan pendorong terdapat faktor lain yaitu dinamika yang terjadi ketika mayat tersebut hadir sebagai bentuk benda yang seharusnya tidak ada dan harus disingkirkan. Keterbatasan rasional pelaku dalam menganalisa permasalahan yang ada membuat tindakan yang diambilnya (memutilasi) adalah hasil pengambilan keputusan sesaat, tanpa mempertimbangkan lagi kemungkinan lain.

Crime with mutilation has been reported in Indonesia since 1970s. However, this crime pattern showed an increasing number of incidences between 1990 until 2010, with a total of 36 cases from across Indonesia. It is known that certain condition can cause perpetrators to perform mutilation on their victims. Thus, what conditions and aspects that influence the perpetrators? behavior when committing the mutilation.
Rational Choice Theory (RCT) as a theory on crime with its triangle of criminal causes is used to explain the phenomenon and to find attributing factors to perpetrators? behaviors to perform mutilation, in addition to the Routine Activity Theory. The use of both RCT and RAT is expected to be able to sharpen the result of analysis of this mutilation phenomenon so that it can lead to the disclosure of the conditions and factors influencing the perpetrators.
Data collection techniques are done through in-depth interviews of the perpetrators, investigators and the person who handles the near perpetrators. Interviews were conducted several times until the data collected by the researchers considered, in order to answer questions with research. Observations were also carried out in order to complete the data, in addition to reviewing the results of the investigation report (BAP) actors.
In explaining mutilation, findings are gathered from the study that sociodemographic factor is interpreted to have close tie to the act of mutilation and mutilation perpetrators share similar factors in socio-demographic aspects, namely; (1) Perpetrators are immigrants, (2) Perpetrators are of low education background, and (3) Perpetrators come from disharmonious families. Despite different motives, similarities are discovered among perpetrators, they are; (1) close relationship between the perpetrators and the victims, (2) perpetrators? simple way of thinking to decide mutilation, (3) decision-making is based on limited information or the limited ability of perpetrators to understand the information.
In addition to precipitating factors and other factors that are driving the dynamics that occur when the body was present as a form of object that should not exist and should be eliminated. Limitations of rational actors in analyzing the existing problems make this action (mutilated) is the result of decision-making moment, without due regard to other possibilities."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Mutiara Larassati
"Remaja yang tinggal di panti asuhan di Indonesia berisiko tinggi mengalami berbagai masalah psikologis seperti, rendahnya psychological well-being, masalah perilaku dan emosional, serta beberapa masalah perkembangan. Kesulitan ekonomi membuat single mother menjadi kurang dalam memberikan kehangatan dan perhatian kepada anak, dan terpaksa menitipkan anaknya di panti asuhan. Padahal, kehangatan (penerimaan) ibu berdampak pada perkembangan sosial-emosional yang sehat. Sebaliknya, penolakan ibu merupakan prediktor utama meningkatnya risiko psychological distress pada anak. Penolakan ibu berdampak lebih besar dibandingkan penolakan ayah. Meskipun demikian, penerimaan ayah dapat meringankan dampak negatif dari penolakan ibu. Akan tetapi, anak yatim yang telah kehilangan figur ayah dan merasa ditolak oleh ibu mereka, akan cenderung memiliki risiko psychological distress yang lebih tinggi. Penelitian ini ingin melihat bagaimana persepsi remaja yatim di panti asuhan akan kehangatan (penerimaan-penolakan) ibu berdampak pada psychological distress. Jenis kelamin, usia, dan waktu tinggal akan dikontrol pada penelitian ini karena juga berkontribusi dalam meningkatkan risiko psychological distress. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan partisipan remaja yatim (usia 12-18 tahun di panti asuhan N, Depok), yang berjumlah 70 anak. Instrumen PARQ dan YOQ-SR digunakan untuk mengambil data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin remaja yatim merasa memperoleh penerimaan ibu, maka risiko psychological distress akan semakin rendah. Begitu pun sebaliknya, semakin remaja yatim merasa memperoleh penolakan ibu, maka semakin tinggi pula risiko remaja mengalami psychological distress. Diduga ada kemungkinan faktor-faktor di dalam panti asuhan ikut berkontribusi dalam meningkatkan risiko psychological distress pada remaja yatim di panti asuhan N.

Adolescents in the orphanages in Indonesia are at higher risk of various psychological problems. Due to economic difficulty, many single mothers were forced to leave their children in the orphanage. However, many of these orphanage children feel abandoned and rejected by their mothers. Single mothers with economic difficulties tend to be less warm and attentive. Many studies indicated that maternal’s warmth and acceptance very important factors that influence healthy social-emotional development in adolescents. On the contrary, maternal’s rejection is one of the main factors that cause psychological distress in adolescents. The risk of experiencing psychological distress is even higher in orphaned adolescents who lost their father. This study will to investigate how perception of maternal acceptance and rejection have an impact on psychological distress among orphaned adolescents in the orphanage. Gender, age, and residence time will be controlled in this study, because these factors contribute to the risk of psychological distress. This study is a quantitative study. There were 70 orphaned adolescents between the aged of 12-18, from N orphanage (Depok), participated in this study. PARQ and YOQ-SR measurements were used to collect the data. The results showed the more orphaned adolescents felt acceptance by their mother, the risk of psychological distress become lower, and vice versa. It indicated there might be other factors in the orphanage that contribute to the increase of risks of developing psychological distress in orphaned adolescents in N orphanage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Josua Goklas Parulian
"Salah satu kejahatan transnasional yang sering terjadi di masyarakat Indonesia adalah kejahatan perdagangan orang. Pelaku dalam kejahatan perdagangan orang tidak selalu berkaitan dengan organisasi kejahatan. Konsep criminal network dipakai untuk menganalisis tulisan ini. Criminal network dalam tulisan ini menjelaskan bahwa didalam suatu kejahatan perdagangan orang terdapat peran individual yang terbagi menjadi directed network dan transaction network, yang menjadikan kejahatan tersebut sebagai kejahatan terorganisir.

One of the most common transnational crimes in Indonesian society is the crime of trafficking in persons. The perpetrators are not always related to criminal organizations nor group. In this paper, I examine the event of human trafficking by borrowing the concept of Criminal Network. I argue that in a trafficking in persons, there is an individual role that is divided into directed network and transaction network, which makes the crime as organized crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bintang Ramadhan
"ABSTRAK
Angka kejahatan di lingkungan pemukiman terbilang cukup tinggi dibandingkan dengan tempat lainnya. Jenis kejahatan yang terjadi pun cukup beragam. Tipe pemukiman yang beragam juga memungkinkan adanya perbedaan dalam tipe kejahatan yang ada antara satu dengan lainnya. Dalam artikel ini penulis berusaha menjabarkan tipe kejahatan apa saja yang ada di salah satu jenis pemukiman yaitu apartemen. Selain itu penulis juga berusaha membedakan antara tipe kejahatan di apartemen dengan di perumahan konvensional. Penulis menggunakan Rational Choice Theory dan Routine Activity Theory untuk menjelaskan adanya perbedaan ini. Perbedaan karakteristik antara apartemen dan perumahan konvensional seperti sistem keamanan, fasilitas, hingga interaksi penghuni menyebabkan adanya perbedaan baik dalam tipe kejahatan maupun modus operandinya.

ABSTRACT
The number of crimes in the settlement is quite high compared other places. The types of crimes are also quite diverse. Different types of settlements also allow for differences in types of crime that exist between one another. In this article the author tries to describe the type of crime in one type of settlement which is an apartment. In addition the authors are also trying to distinguish the types of crime in an apartment and in a conventional housing. The author uses Rational Choice Theory and Routine Activity Theory to explain this difference. Characteristic differences between apartments and conventional housing such as security systems, facilities, to interactions between occupant causing the differences in both the type of crime and the modus operandi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Audrey
"Adiksi gim merupakan suatu masalah yang dicirikan dengan kontrol buruk terhadap gim, memprioritaskannya di atas kepentingan sehari-hari dan minat lain, serta tetap dilanjutkan meski telah muncul dampak negatif. Saat ini, adiksi gim telah berkembang menjadi masalah yang cukup mengkhawatirkan terutama pada kalangan remaja. Berbagai penelitian telah menunjukkan dampak negatif adiksi gim terhadap kesehatan mental seseorang. Namun, hal ini belum pernah diteliti pada kalangan remaja di Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara adiksi gim dengan masalah emosi dan perilaku pada pelajar SMA di Jakarta. Penelitian potong-lintang ini melibatkan subjek berusia 14-17 tahun dari siswa kelas X-XII pada salah satu SMA swasta di Jakarta yang dilakukan pada bulan Maret 2020. Adiksi gim dinilai dengan kuesioner Game Addiction Scale-21 (GAS-21) dan masalah emosi dan perilaku dinilai dengan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) yang keduanya sudah divalidasi dalam bahasa Indonesia. Analisis hubungan antara adiksi gim dan masalah emosi dan perilaku dilakukan dengan uji Chi-square dan Fischer, sementara uji korelasi antara durasi bermain gim dengan masalah emosi dan perilaku dilakukan dengan uji Spearman. Seluruh analisis data dilakukan dengan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) Mac versi 23. Sebanyak 53 subjek terlibat dalam penelitian ini. Proporsi kecenderungan adiksi gim pada pelajar SMA ditemukan sebesar 28,3%. Sementara itu, proporsi subjek berisiko masalah emosi dan perilaku adalah sebesar 43,4%, dengan proporsi risiko gejala emosional sebesar 62,3%, masalah perilaku sebesar 26,4%, hiperaktivitas sebesar 39,6%, masalah peer sebesar 49,1%, dan masalah perilaku prososial sebesar 30,2%. Terdapat hubungan yang signifikan antara adiksi gim dengan masalah emosi dan perilaku secara keseluruhan (OR=5,96 [1,57-22,60], p=0,006), secara spesifik pada domain masalah perilaku (OR=3,88 [1,05-14,28], p=0,046), dan hiperaktivitas (OR=4,91 [1,36-17,69], p=0,011). Selain itu, ditemukan pula korelasi positif lemah yang signifikan antara durasi bermain gim dengan masalah perilaku (r=0,374, p=0,006). Adiksi gim berhubungan secara signifikan dengan masalah emosi dan perilaku pada pelajar SMA di Jakarta. Dengan demikian, masyarakat terutama remaja perlu dianjurkan untuk tidak bermain gim secara berlebih guna mencegah adiksi gim mengingat dampaknya terhadap masalah emosi dan perilaku. Penelitian lebih lanjut yang meneliti faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko timbulnya masalah emosi perilaku pada remaja juga masih dibutuhkan.

Game addiction is characterized by impaired control over gaming, increased priority of gaming over daily activities and other interests, as well as its continuation despite the occurrence of negative consequences. Currently, game addiction has increasingly become an alarming issue especially among adolescents. Various studies have documented the negative effects of game addiction in mental health. However, such association has not been investigated among adolescents in Jakarta. Therefore, the aim of this study is to investigate the association between game addiction and emotional and behavioral problems among high school students in Jakarta. This cross-sectional study involves subjects aged 14-17 years old from grade 10-12 students in a private high school in Jakarta, conducted in March 2020. Game addiction was evaluated with Game Addiction Scale-21 (GAS-21), while emotional and behavioral problems were assessed with Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ), in which both questionnaires have been validated in Indonesian language. Analysis of association between game addiction and emotional and behavioral problems was performed with Chi-square and Fischer’s exact test. Meanwhile, correlation between gaming time and emotional and behavioral problems scores was analysed with Spearman test. All analyses were performed with Statistical Package for Social Sciences (SPSS) Mac version 23. Fifty-three subjects were involved in this study. The proportion of game addiction tendency among the high school students was 28,3%. Meanwhile, the proportion of subjects at risk of emotional and behavioral problems was 43,4%. Within each domain, the proportion of risk of emotional problems was 62,3%, conduct problems 26,4%, hyperactivity 39,6%, peer problems 49,1%, and prosocial behavior problems 30,2%. A significant association was found between game addiction and emotional and behavioral problems in general (OR=5,96 [1,57-22,60], p=0,006), specifically in the domains of conduct problems (OR=3,88 [1,05-14,28], p=0,046), dan hyperactivity (OR=4,91 [1,36-17,69], p=0,011). Moreover, there was also a significant weak positive correlation between gaming duration and conduct problems (r=0,374, p=0,006). Game addiction was significantly associated with emotional and behavioral problems among high school students in Jakarta. Therefore, playing games excessively should be avoided in order to prevent game addiction considering its impacts on emotional and behavioral problems especially in adolescents. Further research such as studies investigating other factors which could increase the possibility of developing emotional and behavioral problems among adolescents are also still required."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Ristria Jaya
"ABSTRAK
Globalisasi yang tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi kehidupan
manusia, namun juga dapat memberikan sisi negatif. Semakin kabuniya batasbatas
negara menjadi salah satu penyebab teqadinya penyelundupan migran
sebagai bagian dari kejahatan transnasional. Oleh karena isu-isu penyelundupan
migran di Indonesia yang beredar tak kunjung reda, maka muncul suatu dugaan
bahvva ada jaringan penyelundup migran yang memainkan suatu bisnis dalam lalu
lintas migrasi transnasional. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk
melihat peran jaringan penyelundup migran di Indonesia dalam melakukan
kegiatan bisnis migrasinya yang juga melibatkan agen lokal dalam operasinya.
Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan konsep kejahatan transnasional
dan didukung dengan teori bisnis migrasi, untuk melihat bentuk kegiatan bisnis
misrasi yang dilakukan oleh jaringan penyelundup migran di Indonesia.

ABSTRACT
Globalization does not only bring a positive impact on human life, but also can
cause a negative side. The blurring of the state boundaries become (s) one of the
causes of migrant smuggling as part of transnational crime. Therefore, because of
migrant smuggling issues in Indonesia never stop, it appears a suspicion that there
is a network of migrant smugglers who plays a traffic business in tenus of
transnational migration. Under these conditions, this thesis focuses to see the role
of the network of migrant smugglers in Indonesia in conducting business activities
which also involve the migration of local agents in the operation. Therefore this
study uses the concept of transnational crime and supported by the business theory
of migration, to see the form of the business activities conducted by the network
migration of migrant smugglers in Indonesia."
2015
T48886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, Taylor & Francis Group, 2018
364.4 FUT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khoyrunnisaa Annabiilah Amila Fiartri
"Meski secara teoretis diduga sebagai hambatan utama pencapaian pertumbuhan pascatrauma, peran disregulasi emosi terhadap pertumbuhan pascatrauma jarang sekali diteliti secara empiris. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah benar terdapat hubungan negatif signifikan antara disregulasi emosi dan pertumbuhan pascatrauma; dan jika iya, apakah penggunaan regulasi emosi interpersonal merupakan moderator signifikan. Partisipan merupakan 388 dewasa muda Indonesia 87,1% wanita; Musia = 21,06, SD = 2,12) yang pernah mengalami kekerasan dan/atau penelantaran di masa kecil. Disregulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation Short Form DERS SF, regulasi emosi interpersonal diukur menggunakan Interpersonal Emotion Regulation Questionnaire IER-Q, dan pertumbuhan pascatrauma diukur menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). Melalui analisis moderasi ditemukan bahwa disregulasi emosi memprediksi pertumbuhan pascatrauma secara signifikan (b = -0,3683, t(384) = -6,235, p < 0,001) dan penggunaan regulasi emosi interpersonal bukan merupakan moderator signifikan (b = 0,0027, t(384) = 0,850, p > 0,001). Bukti empiris ini menekankan betapa penting teregulasi dengan baiknya emosi negatif dan perasaan distres untuk mencapai pertumbuhan pascatrauma."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahel Priskila Nauli
"Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang cenderung memiliki ketahanan emosional yang rentan atau labil. Ketahanan emosional yang negatif akan mempengaruhi kesehatan emosionalnya. Maka dari itu, kelompok anak usia sekolah beresiko mengalami penurunan kesehatan emosional. Aktivitas spiritual merupakan salah satu mekanisme koping bagi individu yang mengalami stres karena ketahanan emosionalnya yang negatif. Penelitian ini merupakan studi korelasi yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara tingkat spiritualitas dengan ketahanan emosional pada anak usia sekolah di SDN Kayuringin Jaya VI dan SDN Kayuringin Jaya VII, Bekasi Selatan. Responden sebanyak 106 orang yang diambil dari proportionate stratified. Hasil analisis menggunakan uji chi-square menghasilkan data bahwa adanya hubungan yang signifikan antara tingkat spiritualitas dengan ketahanan emosional p = 0,026 . Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan kepada institusi sekolah untuk dapat mengoptimalkan kegiatan spiritual di sekolah yang dapat bermanfaat untuk membentuk ketahanan emosional yang positif.

School age children are group of age who have emotional resilience which is unstable. A negative emotional resilience will influence their emotional health. Based on this theory, school age children have risk to have emotional resilience decrease. Spiritual activity is one of coping mechanism for them who have stress experienced because negative emotional resilience. This research is a correlation study to know presence or absence of relationship between spirituality level and emotional resilience of children school age in SDN Kayuringin Jaya VI and SDN Kayuringin Jaya VII, Bekasi Selatan. Respondents were 106 people taken from proportionate stratified. The results with chi square test showed there were a correlation between spirituality level and emotional resilience p 0,026 . Based on this research, researcher suggest for school institution to optimalyze spiritual activity in school which could be use for form positive emotional resilience."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Supriatno S.
"Organisasi yang kuat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasinya, karena komitmen akan mendorong tumbuhnya sikap inovatif, kreatif dan patuh terhadap aturanaturan yang ada dalam organisasi, sehingga tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan yang merugikan organisasi serta dapat meningkatkan kinerja organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen organisasi yang diantaranya adalah kecerdasan emosional dan kompensasi.
Untuk sampai pada tujuan ini digunakan desain penelitian korelasional dengan melibatkan 89 responden yang diambil teknik acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang sebelumnya telah teruji validitas dan reliabilitas. Uji validitas melibatkan 23 sampel yang dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman dan uji reliabilitas dengan menggunakan Spearman Brown. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan formula statistika, yakni korelasi Rank Spearmans dan uji t yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 12.
Hasil analisis deskriptif menujukkan bahwa kecerdasan emosional pegawai tergolong sangat tinggi, kompensasi dinilai baik dan komitmen organisasi tergolong tinggi. Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi dengan nilai koefisien korelasi 0,695. Demikian pula kompensasi juga diketahui memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi dengan nilai koefisien korelasi 0,603.
Kecerdasan emosional perlu ditingkatkan dengan mengikuti perkembangan dan mendalami literatur-Iiteratur terbaru tentang kecerdasan emosional serta mengikuti peiatihan-pelatihan khusus kecerdasan emosional. Kompensasi juga perlu perbaikan terutama tunjangan atau penghargaan yang diberikan kepada karyawan harus sesuai dengan kebutuhan riil karyawan.

Strong organization needs human resource which has high commitment toward its organization, because commitment will enable innovative attitude, creativity, and comply with organization rules, so that there will be no such disorders which can create any losses and also can increase organization performance. This research was aimed to discover factors affecting organization commitment in which several among others are emotional intelligence and compensation.
To obtain the goal of this study, correlation research design was employed. Using simple random sampling, 89 respondents were participated in this research. The validity and reliability of questionnaire used in this study were tested using Rank Spearman and Spearman Brown. Data obtained from 23 respondents then were analyzed with Rank Spearman Correlation and t-test using SPSS Ver.12.
The results from descriptive analysis showed that employees' emotional intelligence could be categorized as very high, compensation could be said as good, and organizational commitment could be seen as high. Hypotheses testing results concluded that emotional intelligence had positive and significant relationship with organizational commitment (coefficient correlation 0.695). Compensation also had positive and significant relationship with organizational commitment (coefficient correlation 0.603).
Emotional intelligence needs to be increased by following the developments and studying newest literatures related with emotional intelligence and also by joining such trainings. Compensation also needs to be fixed especially allowances and rewards for employees must be fit and proper with their realistic needs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>