Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179780 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adisty Setyari Putri
"Latar Belakang: Prakiraan usia merupakan pemeriksaan forensik untuk identifikasi individu.
Tujuan: menganalisis resorpsi akar, kalsifikasi, dan erupsi gigi secara radiografis untuk membuat atlas pertumbuhan dan perkembangan gigi populasi Indonesia usia 5 ? 23 tahun.
Metode: Desain potong lintang pada 304 subjek radiograf panoramik. Modus tahap dari resorpsi akar, kalsifikasi, dan erupsi setiap kategori usia dijadikan dasar pembuatan atlas.
Hasil dan Kesimpulan: Atlas pertumbuhan dan perkembangan gigi populasi Indonesia usia 5 - 23 tahun dikonstruksi sesuai dengan usia kronologis populasi Indonesia. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pertumbuhan dan perkembangan gigi antara laki-laki dan perempuan serta antara regio kanan dan kiri (p>0.05.

Background: Age estimation is useful for forensic examination.
Aim: To analyze tooth root resorption, calcification, and eruption to develop an atlas of tooth growth and development for Indonesian population age 5-23 years.
Methods: Cross-sectional study of 304 panoramic radiographs. Modus stage of tooth root resorption, calcification, and eruption was used to construct the atlas.
Results and Summary: Atlas of tooth growth and development for age 5-23 years was constructed to estimate chronological age in Indonesian population. There was no significant difference of tooth growth and development between female and male and between right and left region (p>0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Many factors have been found to be related to the timing of the eruption of permanent teeth in a population, e.g. racial composition, sex, climate and socio economic condition. The aim of the study is to compare the ages of eruption of permanent teeth in children with and without undernutrition problems. A number of 1216 school children aged 5-14 years selected from 5 underdeveloped villages in Kabupaten Serang and Pandeglang were taken as subjects. A tooth was considered to have erupted if any part of the crown had penetrated the gingiva. Undernutrition was assessed as such if the score of height-for-aged was less than 70% of median WHO-NCHS standard. The study found that 34,4% of the subjects had under nutrition problems and the average time of eruption of all upper and lower teeth of the boys and girls without undernutrition (normal) were significantly faster compare to that of boys and girls having undernutrition (p<0.001). Teeth eruption in boys with undernutrition problem were slower than that of the girls. Conclusion: Further study is recommended since undernutrition problems were important factors which may influence the time of tooth eruption in Indonesian children."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Eka Putra
"Bencana geologi seperti erupsi gunung api yang masih belum bisa diprediksi menjadikan wilayah sekitar gunung api rawan akan ancaman tersebut. Gunung Marapi merupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia, yang terletak di Kabupaten Tanah Datar sehingga wilayah tersebut rawan terhadap bencana erupsi Gunung Marapi. Kerentanan wilayah Tanah Datar dapat ditentukan dengan menggunakan metode skoring berdasarkan Peraturan BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dengan variabel kondisi sosial berupa kepadatan penduduk dan kelompok usia rentan, kondisi ekonomi berupa lahan produktif dan penduduk petani, dan kondisi fisik berupa wilayah terbangun, fasilitas umum dan fasilitas kritis.
Penelitian ini menghasilkan risiko erupsi Marapi berdasarkan kawasan rawan bahaya, kerentanan wilayah dan kapasitas yang dilihat dari sumber daya dan kemampuan mobilisasi menggunakan metode pembobotan yang menghasilkan tiga wilayah risiko. Wilayah risiko tertinggi berada di Desa Guguk di Kecamatan Pariangan dan wilayah risiko terendah berada di Desa Tigo Niniak di Kecamatan Limo Kaum, dimana kapasitas sangat berpengaruh dalam mengurangi tingkat risiko erupsi.

Geological disasters such as volcanic eruptions that still cannot be predicted to make the area around the volcano vulnerable to the threat. Mount Marapi is one of the active volcanoes in Indonesia. Mount Marapi is located in Tanah Datar so that region is vulnerable to the eruption of Mount Marapi. Tanah Datar vulnerability can be determined using a scoring method based BNPB Regulation No. 2 of 2012 with variable social conditions such as overcrowding and vulnerable age groups and economic conditions in the form of productive land and the farming population, the physical conditions in the form of region awakened, public facilities and critical facilities.
This research resulted in the risk of eruption of Marapi based on Marapi eruption hazard, the vulnerability of the area and capacity as seen from the resources and the ability to mobilize using weighting method produces three regions of risk. The highest risk region is in the village Guguk in the district Pariangan and the lowest risk region is in th village Tigo Niniak in the district Limo Kaum where capacity is very influential in reducing the level of risk of eruption.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bazooka Akbar Anantama
"Letusan Gunung Kelud yang terjadi pada malam hari tanggal 13 Februari hingga dini hari 14 Februari 2014 meninggalkan dampak pada daerah di sekitarnya. Kabupaten Kediri yang terletak di sebelah barat Gunung Kelud, merupakan salah satu kabupaten yang terdampak letusannya. Arah angin pada saat hari kejadian menjadikan Kabupaten Kediri wilayah yang paling parah terpapar oleh material hasil letusan Gunung Kelud. Di samping faktor angin, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Kabupaten Kediri termasuk ke dalam wilayah terdampak letusan Gunung Kelud 2014, diantaranya faktor morfologi, topografi dan kemiringan lereng, serta jaringan sungai daerah bersangkutan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana dampak letusan Gunung Kelud serta bagaimana kerusakan yang ditimbulkan, khususnya di wilayah Kabupaten Kediri. Melalui analisis citra radar, spasial dan deskriptif dapat ditunjukkan bahwa seluruh wilayah Kabupaten Kediri terpapar oleh material letusan dan sejumlah desa di empat kecamatan mengalami kerusakan permukiman dengan kategori ringan hingga berat. Analisis kapasitas dan sensitivitas menunjukkan bahwa daerah yang terkena dampak letusan Gunung Kelud tidak serta merta mengalami kerusakan baik itu ringan, sedang maupun berat.

Kelud Eruption that had happened in 2014 from February 13 night till February 14 night, was exposed its surrounding area. Kediri Regency which located in the west of Mount Kelud, is one of regencies that exposed by the eruption. Even Kediri Regency became the most exposed by all material things from the eruption. Furthermore, there's some other factors that impact Kediri Regency as an exposed area of Kelud Eruption. Those factors such as morphology, topography, slope, and river network in that area.
So, the purposes of this research are observing how far impact of the eruption and the damage that's been caused in Kediri Regency. By using radar imagery interpretation, spatial analysis, and descriptive analysis, readers will know how far Kediri Regency exposed and many houses in some villages in 4 districts were damaged, those kind of damage can be categorized as light and heavy damage. In addition, capacity and sensitivity analysis will show area that is not damaged by eruption, neither light, moderate nor heavy damage.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Yuliyanti
"Saat terjadi erupsi Gunung Merapi, Pemerintah Kabupaten Magelang harus mengungsikan penduduk yang berada pada jarak 5 km dari puncak Merapi, hal ini membutuhkan penanganan yang khusus karena pada setiap fase erupsi Gunung Merapi, warga diungsikan selama 7 sampai dengan 11 bulan. Pengungsian tersebut terjadi secara berkala setiap 4-5 tahun sekali. Adapun selama masa pengungsian tersebut Pemerintah Kabupaten telah menyediakan huntara, namun huntara yang disediakan belum optimal dalam memberikan kenyamanan sehingga pada tahun 2020 saat terjadi pengungsian erupsi Gunung Merapi, terdapat pengungsi yang memutuskan untuk meninggalkan huntara menuju ke rumahnya dan ada pula yang tetap tinggal di huntara namun membentuk pola perilaku dan adaptasi sebagai upaya mereka dalam mengatasi ketidaknyamanan tersebut. Ketidaknyamanan bangunan baik secara fisik maupun termal mengakibatkan perubahan perilaku dan pembentukan pola adaptasi pengungsi. Ada beberapa hal yang perlu dirubah pada ruang huntara agar dalam pengungsian erupsi Gunung Merapi selanjutnya para pengungsi dapat menjalani pengungsian dengan lebih nyaman."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2022
728 JUPKIM 17:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ariefah Santri
"Latar Belakang: Estimasi usia secara radiografis merupakan prosedur yang penting
dan bersifat noninvasif untuk mengidentifikasi individu pada bencana massal maupun
kondisi yang membutuhkan pembuktian hukum. Metode atlas dan metode skoring
adalah metode estimasi usia secara radiografis yang dapat digunakan pada rentang usia
5-17 tahun. Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia merupakan
metode atlas yang baru dikembangkan di Indonesia. Sedangkan metode Nolla
merupakan metode skoring yang umum digunakan secara global. Tujuan: Untuk
mengetahui perbandingan estimasi usia 5-17 tahun antara Atlas Pertumbuhan
Perkembangan Gigi Populasi Indonesia dan Metode Nolla pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional (potong lintang) yang
didahului uji reliabilitas oleh 2 orang. Penelitian ini membandingkan hasil estimasi usia
antara Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Populasi Indonesia dan metode Nolla
menggunakan 97 sampel radiograf panoramik digital dari rekam medik pasien berusia
5-17 tahun di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut FKG UI. Hasil: Hasil uji komparatif
Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik (nilai p = 0,192)
antara usia kronologis dan estimasi usia menggunakan Atlas Pertumbuhan dan
Perkembangan Gigi Populasi Indonesia, sedangkan pada estimasi usia menggunakan
metode Nolla terdapat perbedaan bermakna secara statistik (nilai p = 0,000). Secara
berurutan mean 95% CI usia kronologis 10,48 (9,78 - 11,19), estimasi usia menggunakan
Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia 10,40 (9,70 - 11,10),
dan estimasi usia menggunakan metode Nolla 9,64 (9,01 - 10,27). Selisih estimasi usia
Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia terhadap usia
kronologis adalah 0,08 - 0,09 tahun lebih rendah. Sedangkan selisih metode Nolla
terhadap usia kronologis 5-17 tahun adalah 0,77 - 0,92 tahun lebih rendah. Kesimpulan:
Penggunaan Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia lebih
disarankan karena menggunakan tahapan yang lebih sederhana dan selisihnya terhadap
usia kronologis lebih kecil dibandingkan dengan metode Nolla.

Background: Age estimation using radiograph is an important and non-invasive way to
identify a person in mass disasters or legal procedures. The radiographic methods that
can be used at age 5-17 years are atlas method and scoring method. The Atlas of Dental
Development in the Indonesian Population is a newly developed atlas method in
Indonesia. While the Nolla method is a globally used scoring method. Objective: To
compare the estimated age of 5-17 years between the Atlas of Dental Development in
the Indonesian Population and Nolla Method on panoramic radiographs. Methods: This
study is a cross-sectional study that is preceded by reliability test between two
observers. It compares estimated age between the Atlas of Dental Development in the
Indonesian Population and Nolla method using 97 samples of digital panoramic
radiographs from medical records of patients aged 5-17 years at Rumah Sakit Gigi dan
Mulut FKG UI. Results: Wilcoxon comparative test showed no statistically significant
difference (p-value = 0.192) between chronological age and estimated age using the
Atlas of Dental Development in the Indonesian Population, while in Nolla method there
is a statistically significant difference (p-value = 0.000). Mean 95% CI in chronological
age, estimated age of Atlas of Dental Development in the Indonesian Population, and
estimated age of Nolla method are [9,78 - 11,19], [9,70 - 11,10], and [9,01 - 10,27]
respectively. The difference between the estimated age of the Atlas of Dental
Development in the Indonesian Population and chronological age is 0.08 - 0.09 years
lower. Meanwhile, the difference between the Nolla method and the chronological age
is 0.77 - 0.92 years lower. Conclusion: The use of the Atlas of Dental Development in
the Indonesian Population is recommended because it allows more accurate age
estimates than Nolla's method
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Rizki Muladi
"Latar belakang: Penyebab stunting bersifat multifaktorial, salah satu faktor risikonya adalah malnutrisi kronis akibat kurangnya asupan protein. Kurangnya asupan protein dapat menyebabkan terjadi penurunan IGF-1, yaitu salah satu faktor pertumbuhan penting dalam pembangunan sel tubuh. IGF-1 juga memiliki peran dalam perkembangan kompleks dentoalveolar, terutama pada enamel, akar gigi, dentin, ligamen periodontal, dan jaringan pulpa gigi. Perlu dianalisis apakah gangguan perkembangan kompleks dentoalveolar akibat penuruan kadar IGF-1 pada anak stunting juga mempengaruhi waktu erupsi gigi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar IGF-1 dengan waktu erupsi gigi pada anak stunting. Metode: Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan pedoman alur Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) pada tiga electronic database, yaitu PubMed, EBSCO, dan Scopus. Penilaian kualitas literatur dilakukan dengan menggunakan QUADAS-2. Hasil: Terdapat 5 studi yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kadar IGF-1 lebih rendah pada anak stunting dibandingkan dengan kelompok anak normal. Hal ini disebabkan karena kadar IGF-1 dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya yaitu nutrisi, status gizi, dan usia. IGF-1 yang rendah pada anak stunting berpotensi menyebabkan keterlambatan waktu erupsi gigi karena mengganggu mekanisme persinyalan molekul selama erupsi gigi, seperti BMP-2, Runx-2, dan TGF-. Kesimpulan: Terdapat korelasi positif antara kadar IGF-1 yang rendah dengan erupsi gigi pada anak stunting. Ekspresi IGF-1 yang rendah dapat menyebabkan terjadinya gangguan waktu erupsi gigi karena mengganggu proses maturasi gigi.

Background: The causes of stunting are multifactorial, one of the risk factors causing stunting is chronic malnutrition due to lack of protein intake. Lack of protein intake can cause the decrease of IGF-1 level, which is one of the important growth factor supporting the growth and development of somatic cells. Furthermore, IGF-1 also has a role in the development of the dentoalveolar complex, especially enamel, tooth roots, dentin, periodontal ligament, and dental pulp tissues. It should be clarified whether the disturbances of dentoalveolar complex development due to decreased IGF-1 level in the stunted children would also affect the eruption time of the dentition. Objective: To analyze the relationship between IGF-1 level and the timing of tooth eruption in stunted children. Methods: Literature researches were done by using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) guidelines through three electronic databases, which were PubMed, EBSCO, and Scopus. Quality assessment of bias was examined using QUADAS-2 tool. Results: There were 5 selected studies based on inclusion and exclusion criteria. The results of the study showed that IGF-1 levels were lower in stunted children compared to normal children. The influencing factors of the level of IGF-1 in the blood, are nutritional status and age. Low level of IGF-1 in stunted children has the potential to cause delays in the timing of tooth eruption, by interrupting the activity of BMP-2, Runx-2, and TGF-β. Conclusion: There is a positive correlation between low IGF-1 level and the timing of tooth eruption in stunted children. Low IGF-1 expression can cause disturbances in the timing of tooth eruption because it interferes with the dental maturity process."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Firdaus
"ABSTRAK
Latar belakang: Prakiraan usia untuk usia remaja dan dewasa muda penting dalam konteks hukum dan medikolegal. Pada periode usia ini hanya gigi molar tiga yang masih mengalami proses perkembangan.
Tujuan: mengetahui korelasi antara usia kronologis dengan perkembangan gigi molar tiga pada orang Indonesia menggunakan aplikasi metode Demirjian.
Metode: Jumlah sampel terdiri dari 407 radiograf panoramik orang Indonesia yang telah diketahui usia kronologis (8-25 tahun). Analisis atatistik menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis regresi dilakukan untuk mendapatkan rumus regresi untuk perhitungan prakiraan usia.
Hasil: Hasil uji korelasi Pearson, korelasi antara masing-masing gigi molar tiga dengan usia sangat kuat (> 0,75) dan (P<0,05). Didapatkan hubungan regresi model penjumlahan empat gigi molar tiga, tiga gigi molar tiga, dua gigi molar tiga dan satu gigi molar tiga.
Kesimpulan terdapat korelasi yang sangat kuat antara usia kronologis dengan perkembangan gigi molar tiga pada orang Indonesia.

ABSTRACT
Background: Age estimation to adolescence and young adults is important in the context of law and medicolegal. At this age period only third molars are still a process of development.
Objective: To know the correlation between chronological age with the development of the third molars in Indonesia using Application method of Demirjian.
Material and Methods: The sample consisted of 407 panoramic radiographs Indonesian people who have known chronological age (8-25 years). Statistical analysis using Pearson correlation test. Regression analysis was performed to obtain the regression formula for the calculation of the age estimation.
Results: The results of the Pearson correlation test, the correlation between each of the third molars with a very strong age (> 0.75) and (P <0.05). Regression models obtained relationship summation four third molars, three molars three, two and one third molars third molars.
Conclusion: there is a very strong correlation between chronological age with the development of third molars on the Indonesian people.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Bronto
"Indonesia mempunyai banyak gunung api yang berpotensi menimbulkan bencana bagi manusia dan lingkungan hidup di sekitarnya. Usaha mitigasi sudah dilakukan terhadap 128 gunung api aktif, yang jenis potensi ancaman bahayanya sudah diketahui berdasarkan pada lokasi sumber bahaya dan sejarah kegiatan. Namun demikian, ancaman bahaya letusan gunung api yang lebih besar, yang membentuk kaldera letusan atau kaldera longsoran masih memerlukan penelitian. Begitu pula terhadap potensi ancaman bahaya gunung api monogenesis, yang dapat membentuk lubang letusan baru di luar gunung api aktif. Pemikiran ini dilandasi oleh kenyataan bahwa sampai sekarang belum ada letusan besar setara G. Tambora 1815 dan G. Krakatau 1883, namun kegiatan tektonika yang menimbulkan tsunami dan gempa bumi besar sudah sering terjadi. Kedua, erupsi gunung api lumpur Sidoarjo berlangsung cukup lama dan kawasan gunung api semakin dipadati oleh pemukiman serta kegiatan usaha."
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2011
665 JSDG 21:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>