Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinantya Ratnasari
"Tesis ini mengkaji hubungan intensi ibu terhadap asupan dan status gizi anak di dua sekolah dengan status sosial menengah ke atas dan ke bawah. Tujuannya untuk mengetahui gambaran faktor-faktor pembentuk intensi dan tingkah laku serta hubungannya dengan asupan dan status gizi anak. Faktor-faktor itu terdiri atas sikap, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC). Asupan gizi mencakup asupan energi, protein, frekuensi konsumsi buah dan sayur. Status gizi anak diukur menggunakan indikator indeks antropometri TB/U dan BB/U.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cros sectional. Responden penelitian terdiri atas 67 orang, mencakup 33 orang dari sekolah X dan 34 orang dari sekolah Y. Data dianalisis menggunakan teknik korelasi Spearman Rank Order dan uji perbedaan menggunakan teknik Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap, norma subyektif, dan intensi ibu dengan asupan dan status gizi, tetapi ada korelasi positif antara PBC dan asupan energi anak. Hasil juga menunjukkan bahwa intensi ibu dari Sekolah Y lebih tinggi dari ibu di Sekolah X. Hasil menunjukkan bahwa ibu yang memiliki intensi memberi makanan sehat lebih tinggi memiliki kecenderungan memberikan makanan sehat yang lebih tinggi daripada ibu yang memiliki intensi memberi makanan sehat yang lebih rendah.
Peneliti menyarankan untuk meningkatkan persepsi kontrol pada para ibu untuk memberi makanan sehat melalui peningkatan self-efficacy, mengembangkan strategi penyediaan bahan mentah, dan meningkatkan keterampilan memasak.

This thesis examines the relationship among mother’s behavioral intention, child food intake and nutritional status children in two schools in South Jakarta, using the theory of planned behavior approach. The goal is to describe the factors forming intentions and behavior and its relationship with the nutritional status of children. These factors consist of attitude, subjective norm, PBC. Food Intake includes intake of energy, protein, frequency of consumption of fruits and vegetables. Nutritional status was measured using anthropometric indicators of HFA and WFA.
This study used quantitative methods with cross sectional study design. The respondents consisted of 67 people, including 33 people from school X and 34 people from school Y. Data were analyzed using Spearman's Rank Order Correlation technique and mean difference test using the Mann-Whitney technique.
The results showed no significant relationship between attitudes, subjective norms, and intentions to food intake and nutritional status of children, but there is a positive correlation between perceived behavioral control and children’s intake of energy. The results also indicate that mother’s behavioral intention of the Preschool Y is higher than mother’s behavioral intention of the Preschool X. Results showed that mothers who have higher intention of giving healthy food has a higher tendency to give healthy foods than mothers who have lower intention.
Researchers suggest to improve mother’s perception of control on providing healthy food through increased self-efficacy, modeling, developing strategies to supply raw material food, and improve their cooking skills.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Salim S Alatas
"Status gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah asupan nutrien, baik makronutrien dan mikronutrien. Dalam penelitian ini, saya ingin mengetahui bagaimana tingkat status gizi dan hubungannya dengan asupan kalsium harian pada anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids. Penelitian ini menggunakaan desain cross sectional analitik. Data diambil pada 18 Oktober 2009 dengan jumlah repsonden sebesar 73 responden. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat asupan kalsium harian pada anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids yang tergolong kurang sebanyak 64 responden (87,67%), normal sebanyak 8 responden (10,96%) dan tergolong lebih 1 orang (1,37%). Berdasarkan tingkat status gizi, sebanyak 35 responden (47,9%) memiliki status BB/U kurang, sebanyak 37 responden (50,7%) memiliki status BB/U baik dan sebanyak 1 responden (1,4%) memiliki status BB/U yang tergolong lebih. Sedangkan berdasarkan indikator TB/U, sebanyak 21 responden (28,8%) memiliki status TB/U kurang dan sebanyak 52 responden (71,2%) memiliki status TB/U baik. Berdasarakan BMI (BB/TB), sebanyak 27 responden (37%) memiliki status BMI kurang dan sebanyak 46 responden (63%) memiliki status BMI yang tergolong baik. Dengan menggunakan uji two-sample Kolmogorov-Smirnov test dan uji Fisher?s Exact Test, didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan BB/U (p=1,000), TB/U (p=1,000), dan BB/TB (p=1,000) dengan tingkat asupan kalsium harian.

The nutritional status is influenced by many factors, such as the balanced intake of macronutrient and micronutrient. In this study, I would like to do research about the nutritional status level and its association with the calcium daily intake level at school aged children at Yayasan Kampung Kids. The design of this study was analytical cross sectional. This study was held on 18th October 2009 and involving about 73 respondent. The result showed that the number of students with low calcium daily intake level were 64 people (87,67%), with normal calcium daily intake level were 8 people (10,96%), and with high calcium daily intake level only 1 people (1,37%). According to the level of nutritional status (weight for age), children in Kampung Kids, there were 35 people (47,9%) categorized underweight, there were 37 people (50,7%) in normal range, and there was 1 people (1,4%) categorized overweight. In addition, according to the height for age status, there were 21 people (28,8%) categorized short stature but most of them ( 71,2%) were in normal range and for weight for height status (BMI), most of them also were in normal range (63%) and the less were categorized into underweight (37%). The data retrieved and then processed by using Two-sample Kolmogorov-Smirnov Test and Fisher?s Exact Test, which gave result that weren?t have significant correlation between nutritional status indicators (weight for age, p= 1,000), height for age (p=1,000), and weight for height (p=1,000) and the calcium daily intake level among school aged children at Yayasan Kampung Kids."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fiky Rahayuningtiyas
"Status gizi lebih sudah menjadi masalah global bagi semua kategori usia, yang akan bermanifestasi menjadi suatu penyakit yang berbahaya pada saat dewasa jika dialami saat masa remaja. Di Indonesia menurut data Riskesdas 2010, prevalensi penduduk usia 13-15 tahun yang memiliki status gizi lebih sebesar 2,9 % pada laki-laki dan 2 % perempuan. Asupan serat memiliki pengaruh yang sangat penting dalam mengontrol pertambahan berat badan dan terjadinya status gizi lebih.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik siswa, karakteristik orang tua, asupan makanan (asupan serat, energi, lemak, protein, dan kebiasaan jajan), dan aktifitas fisik dengan status gizi lebih pada siswa SMPN 115 Jakarta Selatan tahun 2012.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Subjek penelitian ini merupakan siswa siswi kelas 7 dan 8 yang memenuhi kriteria sebanyak 113 responden yang dipilih dengan metode systematic random samping. Data penelitian yang didapatkan dengan cara pengukuran antropometri tinggi badan dan berat badan, kuesioner untuk karakteristik siswa, karakteristik orang tua, kebiasaan jajan, dan aktifitas fisik, serta food recall 2x24 jam untuk asupan makanan.
Hasil penelitian ini sebanyak 47,8 % responden memiliki status gizi lebih dan hasil bivariat yang menggunakan uji chi square menunjukkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, asupan energi, asupan lemak, asupan karbohidrat, pendidikan ibu, lama tidur, dan kebiasaan berolah raga dengan status gizi lebih. Perlu diberikan edukasi kepada siswa dan pedagang makanan sekitar sekolah mengenai makanan yang harus dikonsumsi siswa sesuai dengan kebutuhannya.

Over nutritional status in adolescent has been the global problem for all age, which will become a chronic disease in the future. Indonesia from Riskesdas 2010 had prevalence of over nutrition in adolescent, 13-15 years old, 2,9 % in male and 2 % in female. Fiber intake has a very important role for controlling weight gain and the next over nutrition.
This research objectively investigated relationship between student characteristic, parents characteristic, food intake (fiber intake, energy intake, fat intake, protein intake, and snacking habit), and physical activity with over nutritional status in junior high school student of 115 Junior High School East Jakarta 2012.
This research was a quantitative study with cross sectional study. Subjects for this research are 113 of 7th and 8th grade students who meet the criteria. They selected by systematic random sampling. Data for this research are obtained by antropometri measurement for height and weight, questionnaire for student and parents characteristic, snacking habit, and physical activity, and also food recall 2x24 hour for food intake data.
Based from the result, 47,8 % respondents had over nutritional status and from analyses data by chi square test, there were significantly relationship between gender, energy intake, fat intake, carbohydrate intake, mother's education, sleep duration, and exercise habits with over nutritional status. It is important giving an education for student and food seller in around the school, especially for school's canteen, about the food that supposed to be eaten for the students according their needs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliani Budiyarti
"Di Indonesia masih ditemukan tradisi dan budaya seputar pantangan dan keharusan pasca persalinan. Salah satunya pantangan dan keharusan tentang perilaku konsumsi makanan oleh ibu nifas suku Banjar di propinsi Kalimantan Selatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 'hubungan antara faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku ibu berpantang makanan selama masa nifas, dan hubungan perilaku berpantang makanan selama masa nifas dengan status gizi ibu di Banjarmasin'. Jenis penelitian analitik komparatif, dengan metode cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan (p = 0,000; OR = 0,035; 95 % CI: 0,004- 0,281), tipe keluarga (p = 0,000; OR = 0,011; 95 % CI: 0,001-0,092), pengetahuan ibu (p = 0,000; OR = 0,004; 95 % CI: 0,000-0,036), pengetahuan masyarakat (p = 0,000; OR = 0,029; 95 % CI: 0,006-0,145) dan sikap masyarakat (p = 0,000; OR = 0,025; 95 % CI: 0,003-0,204) dengan perilaku ibu berpantang makanan selama masa nifas dan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku berpantang makanan selama masa nifas dengan status gizi ibu (p = 0,000; α= 0,05; OR= 46,75; 95 % CI: 9,04 - 241,7).

In Indonesia, still found in the traditions and culture surrounding the taboo and mandatory post-delivery. One of these restrictions and the necessity of food consumption behavior by postpartum mothers tribe Banjar in South Kalimantan province. The purpose of this study to find out "the relationship between internal and external factors that affect maternal behavior during parturition food abstinence, and abstinence from food related behavior during postpartum with the nutritional status of mothers in Banjarmasin." Kind of a comparative analytical study, with cross sectional method. The results showed a significant correlation between level of education (p = 0,000; OR = 0,035; 95 % CI: 0,004 to 0,281), family type (p = 0,000; OR = 0,011; 95 % CI: 0,001 to 0,092), maternal knowledge (p = 0.000, OR = 0.004; 95% CI: 0.000 to 0.036), the knowledge society (p = 0.000, OR = 0.029; 95% CI: 0.006 to 0.145) and social attitude (p = 0.000, OR = 0.025; 95% CI: 0.003 to 0.204) with maternal behavior during the post partum abstinence from food and there were significant relations between the behavior during the post partum abstinence, food with nutritional status of mothers (p = 0.000, α= 0.05, OR = 46.75; 95% CI : 9.04 to 241.7)"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29387
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rufiah Aulia Rasyidah
"Latar belakang: Anak berusia 2-6 tahun berada pada fase terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak mereka, sehingga penting untuk memastikan kebutuhan gizi anak tercukupi. Anak dengan perilaku picky eating cenderung menolak makanan baru atau asing dan selektif terhadap makanan, menyebabkan terbatasnya jumlah dan variasi asupan makan anak. Hal ini memunculkan kemungkinan tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi anak, yang dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara perilaku picky eating dengan status gizi pada anak.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. 64 subjek merupakan anak berusia 2-6 tahun di wilayah Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Penggolongan anak sebagai picky eating atau tidak picky eating didapatkan melalui kuesioner Child Eating Behaviour. Status gizi diukur berdasarkan z-skor berat badan per tinggi badan. Data dianalisis menggunakan Uji Fisher (p<0,05).
Hasil: Persentase anak picky eating pada populasi anak di wilayah Jakarta adalah 46,9%. Rata-rata skor food fussiness yang digunakan sebagai cut-off adalah 2,75. Prevalensi perilaku picky eating tertinggi di usia 3 tahun sampai usia 4 tahun dengan 4 tahun sebagai puncak (58%). Sebagian besar status gizi subjek populasi adalah normal (90,6%). Terdapat perbedaan proporsi status gizi antara picky eating dan tidak, anak dengan status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak yang pilih-pilih makanan (6,7% pada kelompok picky eating dan 2,9% pada yang tidak), namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Simpulan: Tidak ada hubungan perilaku picky eating dengan status gizi pada anak berusia 2-6 tahun.

Background: Children aged 2-6 years are in the best phase for growth and development of their physical and brain, so it is important to ensure that children's nutritional needs are fulfilled. Children with picky eating tend to refuse new or unfamiliar foods and are selective about food, causing limitation of the quantity and variety of children's food intake. This raises possibility that the child's nutritional needs are not fulfilled, which can cause disruption to the child's growth and development.
Aim: To determine the relationship between picky eating behavior and nutritional status in children aged 2-6 Years Old in Jakarta in 2020.
Methods: This study used a cross sectional design. 64 subjects were children aged 2-6 years in the Jakarta area who met the inclusion criteria. The classification of children as picky eating or not picky eating is obtained through the Child Eating Behavior Questionnaire. Nutritional status was measured based on weight per height z-score. Data were analyzed using Fisher's Test (p<0,05).
Results: The percentage of picky eatings in the child population in DKI Jakarta is 46.9%. The mean food fussiness score which were used as the cut-off was 2.75. The highest prevalence of picky eating behavior occurs at the age of 3 to 4 years with the peak at 4 years (58%). Most of the population has normal nutritional status (90.6%). There is a difference in the proportion of nutritional status between childrens who were picky and those who do not. Children with poor nutritional status are more often found in children who are picky eatings. However, statistics showed that there is no relationship between picky eating behavior and nutritional status (p>0,05).
Conclusion: There is no relationship between picky eating behavior and nutritional status in children aged 2-6 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaula Karima
"Berat badan lahir merupakan faktor penting yang dapat memberikan dampak hingga usia dewasa. Besar 2500 gram merupakan standar berat badan lahir rendah yang masih digunakan hingga saat ini untuk mengukur risiko morbiditas dan mortalitas bayi, sementara itu bayi dengan berat badan lahir dibawah 3000 gram berkaitan dengan risiko terjadinya penyakit degeneratif di usia dewasa. Berbagai penelitian menunjukkan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi berat badan lahir, khususnya status gizi ibu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi ibu: berat badan prahamil, pertambahan berat badan selama kehamilan, serta kadar hemoglobin ibu, dan beberapa faktor lain yaitu status bekerja ibu, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, urutan kelahiran bayi, jarak kelahiran bayi, dan jenis kelamin bayi dengan berat badan lahir bayi. Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain crossectional menggunakan data dari rekam medis RSIA Budi Kemuliaan Jakarta yang diukur pada bulan Januari 2012 yang berjumlah 118 pasien. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji chi square dan korelasi regresi, sementara itu analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil uji chi square dan korelasi regresi menunjukkan hubungan yang bermakna antara berat badan prahamil ibu dan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dengan berat badan lahir bayi. Setelah dikontrol oleh berbagai variabel, hasil uji regresi logistik ganda menyatakan bahwa berat badan prahamil ibu, pertambahan berat badan selama kehamilan, usia ibu, dan urutan kehamilan merupakan faktor yang mempengaruhi berat bada lahir bayi. Berat badan prahamil ibu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap berat badan lahir bayi (OR=6,643) setelah dikontrol oleh berbagai variabel. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus bagi wanita yang sedang merencanakan kehamilan dengan status gizi yang kurang.

Birth weight is important factor that could give impact until adulthood. 2500 g is a standard of low birth weight that still used to asses risk of infant mortality and morbidity, while infant with birth weight less than 3000 is related to risk of non communicable disease in adulthood. Various studies determined there are many factors that affect birth weight, especially nutritional status of mothers.
The objectives of this paper is to determine the relationship between mother nutritional status, i.e. pre-pregnancy weight, weight gain during pregnancy, and maternal hemoglobin level in 3rd trimester and several other factors i.e. maternal work status, maternal age, maternal education level, birth order, birth interval, and infant sex with infant?s birth weight. This is quantitative researched by design cross sectional and using secondary data from medical record Budi Kemuliaan Hospital Jakarta which measured in January 2012 involved 118 respondents. Data analysis using chi square and correlation regression test and multivariate analysis using multiple logistic regression.
Result of chi square and correlation regression test show there is significant relationship between pre-pregnancy weight and weight gain during pregnancy to birth weight. After controlled by many variables, multiple logistic regression test result that pre-pregnancy weight, weight gain during pregnancy, maternal age, and birth order are factors that effecting birth weight. Pre-pregnancy weight is the major factor that affect infant?s birth weight (OR=6,643) after controlled by other variables. Therefore, it is necessary to give more attention to women who are planned conception who undernourished.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Fauziyana
"Tingkat kebugaran pada pekerja merupakan faktor penting dalam mendukung produktifitas kerja yang optimal dan terhindar dari berbagai resiko penyakit terkait gaya hidup yang sedentari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tinkat kebugaran pada pekerja. Desain penelitian ini menggunakan studi cross-ssectional pada 98 karyawan yang bekerja di kantor pusat PT Wijaya Karya, Cawang, Jakarta Timur. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode simple randon sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-independen, uji ANOVA, uji korelasi Pearson, dan uji korelasi regresi linier sederhana.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, hubungan persen lemak tubuh dan tingkat kebugaran ditemukan bermakna dengan pola hubungan positif (p< 0.000, r= 0.38). IMT berhubungan bermakna positif hanya pada responden laki-laki (p< 0.05, r= 0.301). Aktifitas fisik (p< 0.05, r= -0.304), asupan vitamin B1 (p< 0.05, r= -0.204), dan vitamin B6 (p<0.05, r= -0.216) berhubungan bermakna dengan pola hubungan negatif terhadap kebugaran. Berdasarkan hasil analisis, diketahui faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan tingkat kebugaran yaitu IMT, persen lemak tubuh, ativitas fisik, asupan vitamin B1 dan B6. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar kelompok pekerja/ karyawan dapat meningkatkan aktivitas fisik secara rutin dan menyeimbangkan asupan zat gizi sesuai dengan anjuran konsep gizi seimbang.

Employee's fitness is one of the urgent factor to support optimum wor productivity and avoid from sedentary lifestyle disease. This research ovjective is to investigate factors related to employess' fitness. This research designed for a crosssectional study to 98 employees in main office of PT Wijya Karya, North Jakarta, 2012. Samples taken by simple random sampling method. Statistic analysis used is tindependent, ANOA, Pearson correlation, and simoke linier regression analysis.
According to the Pearson's correlation analysis, body fat percentage significantly has positive associtation with physical fitness (p< 0.000, r= 0.38). Body mass index was significantly has postitive association with physical fitness only for males employees (p<0.05, r= 0.301). Physical acitivities (p< 0.05, r= -0.304), vitamin B1 intake (p< 0.05, r= -0.204), and vitamin B6 intake (p<0.05, r= -0.216) significantly has negative associations' with employees fitness. It is recommended for employees to improve their regular physical activities and balancing their nutrient's intake based on recommended dietary allowance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denita Selvia Sinta
"Citra tubuh merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan penampilan fisik, yaitu ukuran, bentuk tubuh, dan berat badan yang menggambarkan seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan antara status gizi dengan citra tubuh dan faktor lain pada pengguna pusat kebugaran. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 dengan menggunakan desain cross-sectional dan jumlah sampel sebanyak 143 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 74,1% responden laki-laki dan perempuan mengalami ketidakpuasan citra tubuh. Beberapa variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan citra tubuh adalah status gizi (p-value = 0,001), pola makan berdasarkan frekuensi minuman berenergi dan minuman isotonik (p-value = 0,003), pengaruh teman sebaya (p-value = 0,001), dan pengaruh lawan jenis (p-value = 0,009) dengan citra tubuh.
Disarankan kepada pusat kebugaran untuk melakukan kerja sama dengan universitas-universitas yang memiliki program studi gizi dalam mempromosikan dan meningkatkan pengetahuan tentang pola konsumsi, aktivitas fisik dan citra tubuh yang baik bagi pengguna pusat kebugaran melalui upaya komunikasi, informasi dan edukasi.

Body image is a concept related to the body appearance, including size, body shape and weight which describe someone based on their shape and weight. This study aims to show factors that have significance associated between nutritional status, body image, and other factors within the gym community. This cross-sectional study was conducted on April 2015 with a total of 143 respondents.
The result showed that 74,1 % men and women respondents were unsatisfied with their body image. Variables that showed a significantly associated with body image are nutritional status (p-value = 0,001), model of meal based on energy and isotonic drink frequencies (p-value = 0,003), impact by peer group (p-value = 0,001), and their body image perception based on their opposite gender counterparts (p-value = 0,009).
The results of this study has come to a few suggestions where gyms should work together with universities with major in nutrition to promote and increase knowledge about eating habits, physical activities and the right body image the gymers through the efforts of communication, information, and education."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felly Febriyani
"Masalah gizi yang umum ditemui di Indonesia yaitu stunting atau kelainan berupa pertumbuhan panjang/tinggi badan anak yang lebih rendah dari standar panjang/tinggi badan anak seusianya. Pada tahun 2019, jumlah balita stunting terbanyak di Provinsi DKI Jakarta terdapat di Kota Jakarta Timur yaitu mencapai 10.485 jiwa. Kecamatan di Kota Jakarta Timur dengan jumlah balita stunting tertinggi pada tahun 2019 tepatnya terdapat di Kecamatan Jatinegara dengan total mencapai 351 balita stunting. Berdasarkan banyaknya jumlah balita stunting yang terdapat di Kecamatan Jatinegara, maka penelitian ini memfokuskan pada penelitian mengenai status gizi balita di Kecamatan Jatinegara. Permasalahan kesehatan penduduk di kota perlu segera diatasi mengingat masih maraknya perpindahan penduduk desa menuju kota. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang memiliki hubungan dengan status gizi balita serta (2) untuk mengetahui pola spasial dari status gizi balita di Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan unit analisis Rukun Warga (RW) dengan metode analisis secara statistik menggunakan Chi Square dan analisis spasial menggunakan Nearest Neighbor Analysis (NNA). Hasil analisis statistik menunjukkan faktor individu yang memiliki hubungan dengan status gizi balita adalah pola makan balita, sedangkan faktor rumah tangganya adalah mata pencaharian keluarga serta dari faktor lingkungan adalah jenis hunian. Selain itu, analisis spasial menunjukkan bahwa balita dengan status gizi normal memiliki pola spasial yang sama dengan balita berstatus gizi sangat pendek yaitu tersebar seragam pada Rukun Warga (RW) dengan jumlah Posyandu yang rendah, kepadatan hunian yang rendah, dan jenis hunian berupa rumah kecil. Sedangkan balita dengan status gizi yang pendek cenderung memiliki pola yang mengelompok pada Rukun Warga (RW) dengan jumlah Posyandu yang rendah, kepadatan hunian yang rendah, dan jenis hunian berupa rumah sangat kecil.

Nutritional problems that are commonly encountered in Indonesia are stunting or abnormalities in the form of growth in length/height of children that are lower than the standard length/height of children their age. In 2019, the highest number of stunting toddlers in DKI Jakarta Province was in East Jakarta City, reaching 10.485 people. The sub-district in East Jakarta City with the highest number of stunting toddlers in 2019 is precisely in Jatinegara District with a total of 351 stunting toddlers. Based on the large number of stunting toddlers in Jatinegara District, this study focuses on research on the nutritional status of toddlers in Jatinegara District. The health problems of the population in the city need to be addressed immediately considering the widespread movement of rural residents to the city. This study aims to (1) determine what factors have a relationship with the nutritional status of toddlers and (2) to determine the spatial pattern of the nutritional status of toddlers in Jatinegara District, East Jakarta City. This study uses the unit of analysis for the Rukun Warga (RW) with statistical analysis methods using Chi Square and spatial analysis using Nearest Neighbor Analysis (NNA). The result of statistical analysis shows that the individual factor that has a relationship with the nutritional status of children under five is the diet of the toddler, while the household factor is the family's livelihood and from the environmental factor is the type of dwelling. In addition, spatial analysis shows that toddlers with normal nutritional status have the same spatial pattern as toddlers with very short nutritional status, namely uniformly distributed in the Rukun Warga (RW) with a low number of Posyandu, low residential density, and the type of housing in the form of small houses. Meanwhile, toddlers with short nutritional status tend to have a clustered pattern in the Rukun Warga (RW) with a low number of Posyandu, low residential density, and very small housing types."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilmia Fahmi
"Perubahan musim memiliki dampak serius pada kualitas makanan. Oleh karena itu, kami menginvestigasi hubungan antara skor healthy eating index HEI dan status gizi pada wanita usia subur di dua musim di daerah pedesaan, Kabupaten Buol. Studi longitudinal dilakukan pada musim panen dan musim non-panen. Semua wanita n=153 di musim non-panen dan 98 wanita n=150 di musim panen termasuk dalam kategori poor diet. Total skor HEI lebih tinggi secara signifikan pada musim panen dibandingkan musim non-panen p=0.026 . Ada hubungan positif antara skor HEI dengan indeks massa tubuh ?=0.113, p=0.043 setelah dikontrol dengan musim dan karakteristik demografi.

Seasonal change has serious impacts on diet quality. Therefore, we investigated the association between healthy eating index HEI score and nutritional status of reproductive aged women across two seasons in rural areas of Buol District. A longitudinal study was conducted in lean and harvest seasons. All women n 153 in lean season and 98 women n 150 in harvest season had poor diets HEI"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>