Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228727 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Mariska
"Latar belakang: kecenderungan depresi yang berkaitan dengan dukungan purser, rekan kerja, beban kerja mental dan masa kerja pada pramugari akan mempengaruhi kinerja dan absen kerja. Tujuan penelitian ini membuktikan pengaruh dukungan purser dan faktor lainnya terhadap kecenderungan depresi pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dengan sampling purposif pada tanggal 12-28 Mei 2014 terhadap pramugari yang sedang melakukan pengujian kesehatan rutin di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Pengambilan data dengan kuesioner Beck inventory dan NIOSH generic job stress. Kecenderungan depresi dianalisis dengan menggunakan regresi linear.
Hasil: Jumlah total pramugari yang melakukan pengujian kesehatan rutin di Balai Kesehatan Penerbangan 242 orang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi adalah 145 orang, kecenderungan depresi dipengaruhi oleh dukungan purser, dukungan di luar pekerjaan dan beban kerja mental. Beban kerja mental terbukti meningkatkan kecenderungan depresi [koefisien regresi (β) = 0,549; p = 0,045] sedangkan dukungan purser [(β) = 0,552; p = 0,033] dan dukungan di luar pekerjaan [(β) = -1,191; p = 0,000] terbukti menurunkan kecenderungan depresi.
Kesimpulan: Dukungan purser dan dukungan di luar pekerjaan menurunkan kecenderungan depresi, sedangkan beban kerja mental meningkatkan kecenderungan depresi.

Background: Depression is associated with a tendency purser support, co-workers support, and mental workload on the flight attendants working lives will affect the performance and absence from work. The purpose of this study demonstrate the influence of other factors support the purser and the tendency of depression in civil aviation flight attendants in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study with purposive sampling on 12-28 May 2014 at flight attendant who was doing a routine health examination in Aviation Medical Center, Jakarta. Questionnaire data retrieval Beck inventory and NIOSH generic job stress. The tendency of depression were analyzed using linear regression.
Results: The total number of flight attendants who perform routine health examination in aviation medical Center hall 242 flight attendent, but the inclusion and exclusion criteria in this study was 145 flight attendent, depression tendencies influenced by the purser support, support outside work and mental workload. Mental workload proved increase of depression (p = 0.045, β = 0.549). wheareas purser support (p = 0.033, β = 0.552) and support outside work (p = 0.000, β = -1.191) shown to reduce the tendency of depression.
Conclusion: Purser support and support outside work reduces the tendency of depression, whereas mental workload increases of depression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasti Anditiarina
"Latar belakang: Stres kerja pada pramugari mengurangi tingkat konsentrasi dan kinerja dalam tugas terbang,serta menimbulkan gangguan fisiologis berupa gangguan siklus haid. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi stres kerja dan faktor lainnya terhadap risiko gangguan siklus haid pada pramugari.
Metode: Desain potong lintang dengan sampling purposif pada pramugari usia 19-50tahun yang melaksanakan pengujian kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dan Garuda Sentra Medika tanggal 18-29 Mei 2015. Data untuk gangguan siklus haid dikumpulkan melalui kuesioner. Stres kerja diidentifikasi dengan National Institute for Occupational Safety and Health generic job stress questionnaire mental demands.
Hasil: Di antara 521 pramugari yang melaksanakan pengujian kesehatan, tersedia 251 subyek yang terpilih. Stres kerja, jenis penerbangan long haul dan pernah merokok merupakan faktor risiko dominan yang berhubungan dengan gangguan siklus haid. Subyek dengan stres kerja berisiko 2 kali lebih tinggi mengalami gangguan siklus haid [risiko relatif suaian (RRa)= 2,03; p= 0,104]. Subyek dengan jenis penerbangan jarak jauh 1 tahun terakhir berisiko 79% mengalami gangguan siklus haid (RRa= 1,79; p= 0,041). Subyek yang pernah merokok berisiko 70% mengalami gangguan siklus haid (RRa= 1,70; p= 0,072).
Kesimpulan: Pramugari penerbangan sipil dengan stres kerja, jenis penerbangan jarak jauh dalam 1 tahun dan pernah merokok, memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan siklus haid.

Background: Job stress among female flight attendants reduce level of concentration and flight duty performance, also cause physiological disorder such as menstrual cycle disorder. This study aimed to identify risk factors related to menstrual cycle disorder on female flight attendants.
Methods: A cross-sectional with purposive sampling was conducted on female flight attendants age 19-50 years who underwent periodic medical examination at Civil Aviation Medical Center and Garuda Sentra Medika on May 18-29,2015. Menstrual cycle disorder data collected with questionnaire. Job stress was identified by using National Institute for Occupational Safety and Health generic job stress questionnaire mental demands.
Results: Among 521 flight attendants, 251 subjects to analyze. Job stress,flight type and ever smoked were the risk factors related to menstrual cycle disorder. Subjects who had job stress had 2 times higher risk to menstrual cycle disorder [adjusted relative risk (RRa)= 2.03; p= 0.104]. Subject who had long haul flight had 79% higher risk to menstrual cycle disorder (RRa= 1.79; p= 0.041). Subject who ever smoke had 70% higher risk to be menstrual cycle disorder (RRa= 1.70; p= 0.072).
Conclusions: Female civilian flight attendant who had job stress, long haul flight within the last one year, and who ever smoked had higher risk to be menstrual cycle disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Meriyandah
"

Depresi Pascamelahirkan merupakan masalah yang berhubungan dengan proses kelahiran. Perasaan sedih, tertekan, dan timbulnya keinginan untuk menyakiti diri sendiri merupakan tanda dari adanya masalah ini. Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa angka kejadian depresi pascamelahirkan menyentuh angka 10-34%

dan sebanyak 55,7% disebabkan minimnya dukungan pasangan. Desain penelitian ini adalah analitik deskriptif dengan pendekatan cross-sectional menggunakan sampel ibu postpartum di wilayah Depok sebesar 92 responden yang dipilih dengan teknik random sampling. Instrumen yang digunakan adalah Partner Support Questionnaire dan Edinburgh Postnatal Depression Scale.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa usia, status pekerjaan, status kehamilan, komplikasi persalinan, dan status tinggal bersama memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian depresi pascamelahirkan. Sedangkan tingkat pendidikan, paritas, dan dukungan pasangan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian depresi pascamelahirkan. Dari hasil ini menunjukkan bahwa dukungan pasangan tidak menjadi penyebab utama kejadian depresi pascamelahirkan di Kota Depok, karena dukungan sosial dari sumber lain juga banyak didapatkan oleh responden. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat

untuk meningkatkan pendampingan kepada ibu hingga masa pascamelahirkan.


Postpartum depression is a problem associated with the birth process. Feeling sad, depressed, and a desire to harm herself are some signs of this problem. Researches in various countries indicate that the incidence of postpartum depression touched 10-34% and as much as 55.7% due to the lack of spousal support. Design of this study is a descriptive analytic, cross-sectional, and the sample are postpartum mothers in Depok, about 92 respondents who selected by the random sampling technique. The instrument was a Partner Support Questionnaire and the Edinburgh Postnatal Depression Scale.

The results of the study were analyzed using univariate and bivariate analysis. The results of

this study found that age, employment status, pregnancy status, delivery complications, and status of living together have a significant relationship with the incidence of postpartum depression. While the level of education, parity, and partner support has no significant relationship with the incidence of postpartum depression. From these results indicate that spousal support is not the main cause of the incidence of postpartum depression in Depok, because social support from other sources may also be obtained by most of respondents. The results of this study are expected to increase public awareness to increase assistance to the mother until the postpartum period.

"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55385
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andyka Banyu Sutrisno
"Risiko depresi atau depresi subklinis merupakan kondisi paling awal sebelum terjadinya depresi. Risiko depresi dapat meningkat pada individu yang bekerja dengan stresor yang tinggi seperti awak kabin dan dapat menyebabkan inkapasitasi pada dikarenakan gejalanya yang dapat mengganggu performa saat bertugas. Pandemi COVID-19 meningkatkan terjadinya risiko depresi pada awak kabin terkait dengan adanya regulasi dalam mencegah penyebaran COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi serta hubungan antara jam terbang dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko depresi pada awak kabin penerbangan sipil di Indonesia pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada tanggal 17 Mei-8 Juni 2022. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 22. Dari 159 sampel, 80 awak kabin (50,3%) memiliki risiko depresi. Jam terbang tidak berhubungan dengan risiko depresi (p = 0.579). Ketakutan berlebih terhadap COVID-19 dan gangguan tidur dapat meningkatkan kemungkinan awak kabin mengalami risiko depresi sebesar 3.21 (95% IK 1,68-6,14); p < 0.001 dan 2.48 (95% IK 1.30-4.72); p = 0.005 kali secara berurutan. Prevalensi risiko depresi pada awak kabin penerbangan sipil di Indonesia pada masa pandemi COVID-19 cukup tinggi. Dari semua faktor yang dianalisis pada penelitian ini, hanya ketakutan berlebih terhadap COVID-19 dan gangguan tidur yang berhubungan dengan risiko depresi.

The risk of depression or subclinical depression is the earliest stage of depression. The risk of depression can increase in individuals who work in high stressors environments such as cabin crew and can cause incapacitation due to symptoms that can interfere with their flight performance. The COVID-19 pandemic increases the risk of depression in cabin crew related to regulations in preventing the spread of COVID-19. The purpose of this study is to determine the prevalence and the relationship between flight hours and other factors on the risk of depression in civil aviation cabin crew in Indonesia during the COVID-19 pandemic. This was a cross-sectional study conducted from 17 May – 8 June 2022. Data were collected using a questionnaire and analyzed using SPSS version 22. Among 159 samples, 80 cabin crews (50,3%) had a risk of depression. Flight hours were not associated with the risk of depression (p = 0.579). Excessive fear of COVID-19 and sleep disturbances can increase the odds of cabin crews of having the risk of depression 3.21 (95% CI 1.68-6.14); p < 0.001) and 2.48 (95% CI 1.30-4.72); p = 0.005) times, respectively. The prevalence risk of depression in civil aviation cabin crew in Indonesia during the COVID-19 pandemic was relatively high. Among all the factors analyzed in this study, only excessive fear of COVID-19 and sleep disturbances were associated with the risk of depression in cabin crew."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resna Nurhantika Sary
"Latar belakang: Pramugari harus memiliki kesehatan yang prima karena memiliki tugas utama menjaga keselamatan penumpang selama penerbangan. Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali mengenai wanita usia produktif dan dapat mengganggu kesehatan.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia.
Metode: Metode yang digunakan adalah potong lintang dan pengambilan sampel dengan metode sampling purposif dan analisa dengan regresi cox. Kriteria anemia apabila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl.
Hasil: Subjek terdiri dari 185 pramugari penerbangan sipil berusia 18 ? 46 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan. Persentase anemia pada penelitian ini sebesar 28,1%. Faktor risiko dominan terhadap anemia pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia adalah masa kerja > 4 tahun ? 16 tahun (RRa1,51 ;95% CI 0,96 ? 2,37; p 0,073), frekuensi makan daging lebih dari 2 kali seminggu (RR 0,57; 95% CI 0,32 ? 1,03; p 0,064), menstruasi heavyflow (RR 3,45; 95% CI 1,05 ? 3,4; p 0,000) dan jenis penerbangan panjang (RR 1,91; 95% CI 2,36 ? 5,02;p 0,034).
Kesimpulan: Pramugari dengan menstruasi heavyflow dan jenis penerbangan panjang mempunyai risiko lebih besar mengalami anemia.Oleh karena itu perlu penanganan anemia lebih komprehensif pada pramugari yang melibatkan pihak regulator dan operator di Indonesia.

Background: Flight attendants must have good health because their main task is maintaining safety of passengers during the flight. Anemia is one of the health problems that often affects reproductive women and can interfere health. This study was conducted to determine the factors associated with anemia in civilian female flight attendant in Indonesia.
Methode: The method used was cross-sectional with purposive sampling and analysis with cox regresion. Anemia criteria if hemoglobin level less than 12 g/dl.
Result: Subjects consisted of 185 civilian female flight attendants aged 18-46 years who conduct regular health checks at Balai Kesehatan Penerbangan. The percentage of anemia in this study was 28.1%. Dominant risk factor for anemia in civil female flight attendants in Indonesia are working period >4 - 16 years (RR 1.51; 95% CI 0.96- 2.37; p 0.073), frequency of eating red meat more than 2 times a week (RR 0.57; 95% CI 0.32 - 1.03; p 0.064), heavyflow menstruation (RR 3.45; 95% CI 1.05 - 3.4; p 0.000) and long haul flight (RR 1, 91; 95% CI 2.36 - 5.02; p 0.034).
Conclusion: Female flight attendant with heavyflow menstruation and long haul flight have higher risk to anemia. Need more comprehensive treatment of anemia in female flight attendant involving regulators and operators in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septira Purnama
"Pasca melahirkan, ibu berisiko mengalami stres dan kecemasan, yang dapat berkembang menjadi depresi postpartum. Depresi postpartum, yang mengganggu kesejahteraan ibu dan bayi, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk efikasi diri menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara efikasi diri menyusui dan kecenderungan depresi postpartum. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan 112 responden di Kota Depok. Data diperoleh melalui kuesioner Breastfeeding Self-Efficacy – Short Form dan Edinburgh Postpartum Depression Scale. Hasil menunjukkan 41% responden memiliki efikasi diri menyusui rendah, dan 45,5% mengalami kecenderungan depresi. Uji Chi-Square menunjukkan hubungan signifikan (p = 0.007, p < 0.05), dengan odds ratio 2,908. Temuan ini menunjukkan ibu dengan efikasi diri rendah berisiko 2,9 kali lebih besar mengalami kecenderungan depresi postpartum. Penelitian ini merekomendasikan intervensi untuk meningkatkan efikasi diri menyusui guna mengurangi risiko depresi postpartum.

Postpartum mothers are at risk of experiencing stress and anxiety, which may develop into postpartum depression. Postpartum depression, which negatively affects the well-being of both mother and baby, is influenced by various factors, including breastfeeding self-efficacy. This study aimed to identify the relationship between breastfeeding self-efficacy and the tendency toward postpartum depression. A cross-sectional design was employed, involving 112 respondents in Depok City. Data were collected using the Breastfeeding Self-Efficacy – Short Form and the Edinburgh Postpartum Depression Scale questionnaires. The results indicated that 41% of respondents had low breastfeeding self-efficacy, and 45.5% were prone to postpartum depression. The Chi-Square test showed a significant association between breastfeeding self-efficacy and postpartum depression (p = 0.007, p < 0.05), with an odds ratio of 2.908. These findings suggest that mothers with low breastfeeding self-efficacy are 2.9 times more likely to develop a tendency toward postpartum depression. This study recommends interventions to enhance breastfeeding self-efficacy to reduce the risk of postpartum depression."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septira Purnama
"Pasca melahirkan, ibu berisiko mengalami stres dan kecemasan, yang dapat berkembang menjadi depresi postpartum. Depresi postpartum, yang mengganggu kesejahteraan ibu dan bayi, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk efikasi diri menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara efikasi diri menyusui dan kecenderungan depresi postpartum. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan 112 responden di Kota Depok. Data diperoleh melalui kuesioner Breastfeeding Self-Efficacy – Short Form dan Edinburgh Postpartum Depression Scale. Hasil menunjukkan 41% responden memiliki efikasi diri menyusui rendah, dan 45,5% mengalami kecenderungan depresi. Uji Chi-Square menunjukkan hubungan signifikan (p = 0.007, p < 0.05), dengan odds ratio 2,908. Temuan ini menunjukkan ibu dengan efikasi diri rendah berisiko 2,9 kali lebih besar mengalami kecenderungan depresi postpartum. Penelitian ini merekomendasikan intervensi untuk meningkatkan efikasi diri menyusui guna mengurangi risiko depresi postpartum.

Postpartum mothers are at risk of experiencing stress and anxiety, which may develop into postpartum depression. Postpartum depression, which negatively affects the well-being of both mother and baby, is influenced by various factors, including breastfeeding self-efficacy. This study aimed to identify the relationship between breastfeeding self-efficacy and the tendency toward postpartum depression. A cross-sectional design was employed, involving 112 respondents in Depok City. Data were collected using the Breastfeeding Self-Efficacy – Short Form and the Edinburgh Postpartum Depression Scale questionnaires. The results indicated that 41% of respondents had low breastfeeding self-efficacy, and 45.5% were prone to postpartum depression. The Chi-Square test showed a significant association between breastfeeding self-efficacy and postpartum depression (p = 0.007, p < 0.05), with an odds ratio of 2.908. These findings suggest that mothers with low breastfeeding self-efficacy are 2.9 times more likely to develop a tendency toward postpartum depression. This study recommends interventions to enhance breastfeeding self-efficacy to reduce the risk of postpartum depression."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana Kabang
"ABSTRAK
Depresi yang sering tidak terdeteksi apabila berlangsung secara menetap dan lama dapat menimbulkan masalah yang serius bagi remaja salah satunya upaya bunuh diri. Stres sebagai awal terjadinya depresi biasanya berkaitan dengan hubungan interpersonal remaja dengan orang terdekatnya. Di sisi lain, dukungan sosial yang diperoleh dari remaja dari orang terdekatnya merupakan faktor protektif terhadap terjadinya depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada remaja di Kecamatan Putussibau Utara. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dengan total responden 724 orang. Instrumen yang digunakan adalah CASSS dan PHQ-9. Data dianalisis dengan menggunakan Spearman Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada remaja dengan arah korelasi negatif. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima remaja, maka tingkat depresi semakin rendah. Peningkatan dukungan sosial serta pengadaan pelatihan manajemen stres direkomendasikan untuk mencegah depresi pada remaja.

ABSTRACT
Depression that goes undetected for a long period of time may cause serious problems for adolescents such as suicide. Stress that leads to such depression is commonly associated with their interpersonal relation with their closest ones. Moreover, social support provided from their closest people is protective factor which mitigates depression in adolescents. This study aimed to identify relationship between social support and depression level among high school students in North Putussibau District. 724 respondens were select by total sampling method. CASSS and PHQ 9 were employed as instrument. Data were analyzed by Spearman Correlation. The analysis suggested that there was significant correlation between social support and level of depression among adolescents with negative direction of relationship. The higher social support which adolescents perceived, the lower their depression level would be. It is recommended to improve social support and conduct a training of stress management in order to prevent stress in adolescents."
2017
S67257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsya Larasati
"Hingga saat ini stigma negatif dari masyarakat masih melekat pada kaum homoseksual. Faktor sosial ini bisa berdampak pada timbulnya depresi pada homoseksual. Di sisi lain, dukungan sosial dari orang-orang di lingkungannya dapat berperan dalam menurunkan resiko mengalami depresi bagi homoseksual. Untuk mengetahui apakah memang seorang homoseksual dengan tingkat gejala depresi yang rendah memiliki dukungan sosial yang tinggi, peneliti mengangkat permasalahan tersebut di dalam penelitian ini. Pengukuran persepsi terhadap dukungan sosial menggunakan alat ukur social provision scale (Cutrona & Russell, 1975) dan pengukuran depresi menggunakan alat ukur Beck depression inventory (Beck dkk., 1971). Partisipan penelitian berjumlah 125 homoseksual yang berusia 20 ? 40 tahun dan berdomisili di kota-kota di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi pada homoseksual (r = - 0.502; p < 0.01). Artinya, semakin tinggi persepsi terhadap dukungan sosial seseorang, maka semakin rendah gejala depresi yang dialaminya. Selain itu, didapatkan hasil perbedaan mean persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi yang signifikan yang dikaitkan dengan orientasi homoseksual dan status hubungan romantis. Dengan kata lain, kelompok partisipan lesbian dan partisipan yang berpacaran memiliki nilai mean persepsi terhadap dukungan sosial yang lebih tinggi secara signifikan, sedangkan partisipan gay dan partisipan yang tidak berpacaran memiliki nilai mean depresi yang lebih tinggi secara signifikan. Namun, tidak terdapat perbedaan mean persepsi terhadap dukungan sosial dan depresi yang signifikan yang dikaitkan dengan keikutsertaan dalam komunitas LGBT. Untuk penelitian selanjutnya yang serupa disarankan menggunakan dimensi-dimensi persepsi terhadap dukungan sosial agar dapat diketahui secara spesifik dimensi mana yang paling dibutuhkan partisipan.

Nowadays, the negative community stigmas are still inherent to homosexuals. These social factors can have an impact on the incidence of depression in a homosexual. On the other hand, social support of people in their environment can play a role in lowering the risk of experiencing depression for homosexuals. To find out if indeed a homosexual with a low level of depression symptoms has high socials support, researchers raised these problems in this research. This Perceived social support measurement using gauge Social Provision Scale (Cutrona & Russell, 1975) and depression measurement using gauge Beck Depression Inventory (Beck et al., 1971). Research participants totaled 125 homosexuals aged 20-40 years and domiciled in cities in Java and outside Java.
The results of this research show there are significant negative relationship between perceived social support and depression in homosexuals (r =-0.502; p < 0.01). This means the higher of perceived social support, the lower the symptoms of depression of homosexuals. In addition, the obtained results mean difference of perception of social support and depression are significantly associated with homosexual orientation and romantic relationship status. In other words, the lesbian participants and participants who are dating have a mean value of the perception of social support was significantly higher, whereas participants who are not gay and dating participants had a mean depression is significantly higher. However, there are no mean differences in perceptions of social support and depression are significantly associated with participation in the LGBT community. For further research are advised to use the similar dimensions to perceptions of social support in order to be known specifically where the dimension is most needed participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadillah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada pasien HIV/AIDS. Desain penelitian ini adalah analitik non eksperimental cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat uji chi-square dan uji t-test independent . Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada pasien HIV/AIDS p=0,000, ?=0,05 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien HIV/AIDS mengalami depresi 60 dan sebanyak 47,5 pasien HIV/AIDS mendapatkan dukungan keluarga yang non-supportif. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan intervensi untuk memberdayakan keluarga agar senantiasa memberikan dukungan pada pasien HIV/AIDS dan upaya penanganan terhadap masalah depresi pada pasien HIV/AIDS.

The aim of this research was to explain the relationship between family support and depression in patients with HIV AIDS. Design of this research is non experimental analytic cross sectional and took 40 people as respondent. The analysis used univarate and bivariate analysis chi square test and independet t test . The result of this study showed there is a relationship between family support and depression in patients with HIV AIDS p 0,000 , 0,05 . This research showed that 60 patient with HIV AIDS are depression and 447,5 patients with HIV AIDS didn't receive the support from their family. Recommendations from this study is necessary to empowe family in order togiving support topatients withHIV AIDS and also needs to resolve problem of depression of patients with HIV AIDS.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S65768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>