Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Churniadita Kusumastuti
"ABSTRAK
Imbang nitrogen pada pasien sakit kritis selalu negatif akibat respon stres. Pada lansia perubahan metabolismenya berisiko memperburuk imbang nitrogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui imbang nitrogen dan hubungannya dengan asupan energi dan protein pada lansia sakit kritis dalam 48 jam pertama di ICU. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, consecutive sampling. Subyek penelitian adalah 26 lansia sakit kritis. Hasil penelitian pada 24 jam I dan II adalah; imbang nitrogen -5,2 (-31,2 − -4,1) g dan -4,5+4,6; asupan energi 78,8+45,0% dan 91,1+50,2% terhadap target; asupan protein 0,57+0,35 g/kgBB/hari dan 0,71+0,37 g/kgBB/hari serta terdapat korelasi positif bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan energi; r=0,6 dan r=0,5 dan korelasi positif bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan protein; r=0,5 dan r=0,4. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan energi dan protein pada lansia sakit kritis

ABSTRAK
Nitrogen balance in criticaly ill patients tend to be negative due to stress response. In the elderly patients, the metabolic changes risk to worsening nitrogen balance.The aim of this study is to determine nitrogen balance and its relation with energy and protein intake in critically ill elderly patients within 48 hours in ICU. The study was cross sectional, consecutive sampling on 26 subjects. The nitrogen balances were -5.2 (-31.2 − -4.1) g and -4.5+4.6 g; energy intakes were 78.8+45.0% and 91.1+50.2% target; protein intakes were; 0.57+0.35 g/kgBW/d and 0.71+0.37 g/kgBW/d. There were positive correlation between nitrogen balance and energy intake; r=0.6 and r=0.5, and between nitrogen balance and protein intake; r=0.5 and r=0.4 in 24 hours I and II respectively. The conclusion is there were positive correlation between nitrogen balance with energy and protein intakes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Wina
"ABSTRAK
Pada pasien sakit kritis, salah satu faktor yang berhubungan dengan angka mortalitas adalah hilangnya protein tubuh, yang digambarkan dengan imbang nitrogen negatif. Imbang nitrogen negatif merupakan akibat penyakit pasien tanpa diimbangi asupan energi dan protein yang adekuat. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan energi dan imbang nitrogen pasien sakit kritis di Intensive Care Unit (ICU) dewasa Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Metode penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang dengan cara mendapatkan sampel consecutive sampling. Kriteria penerimaan adalah pasien ICU dewasa RSUPNCM Jakarta, laki-laki atau perempuan, berusia 20-79 tahun, dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria penolakan adalah pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal atau gangguan fungsi hati. Kriteria pengeluaran adalah pasien tidak dapat mengikuti penelitian sampai selesai atau data tidak lengkap. Data penelitian meliputi asupan energi dan nitrogen, nitrogen urea urin (NUU), serta imbang nitrogen dalam 24 jam awal perawatan. Hasil penelitian menunjukkan pada 30 subyek penelitian terdapat rerata asupan energi 56,3+33,9 % berdasarkan panduan ESPEN. Rerata asupan nitrogen, NUU dan imbang nitrogen masing-masing adalah 3,8+2,7 g, 8,3+4,4 g, dan -8,5+5,5 g. Terdapat korelasi positif kuat bermakna antara asupan energi dan imbang nitrogen, r=0,6, p<0,01. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin kurang asupan energi, maka imbang nitrogen akan semakin negatif.

ABSTRACT
High protein loss is an important factor in critically ill patients mortality, that is indicated by negative nitrogen balance. Negative nitrogen balance is the result of urinary urea nitrogen (UUN), caused by the severity of the disease, compared to energy and protein intake. This study had been completed, which aimed to determine the correlation between energy intake and nitrogen balance of critically ill patients in adults Intensive Care Unit (ICU) Ciptomangunkusumo general hospital. The method of this study was a cross sectional with consecutive sampling. Inclusion criteria were patients admitted to ICU, aged 20-79 years, and agreed to join this study. Exclusion criteria were patients with kidney or liver diseases. Drop out criteria were patiens who did not complete the study or have complete data. Data collected were energy and nitrogen intake, UUN, nitrogen balance during first 24 hours. There were 30 patients who participated in this study. Energy intake mean was 56,3+33,9 %, based on ESPEN guideline. Mean of nitrogen intake, UUN, and nitrogen balance were 3,8+2,7 g, 8,3+4,4 g, and -8,5+5,5 g, respectively. The correlation between energy intake and nitrogen balance was significantly strong positive correlated. The conclusion of this study is the lower energy intake, the more negative nitrogen balance."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra
"Latar Belakang: Katabolisme pascalaparotomi menyebabkan imbang nitrogen negatif dan diduga tidak dapat dicegah dengan pemberian nutrisi. Nutrisi parenteral dapat meningkatkan faktor anabolisme. Belum diketahui apakah proporsi asupan energi dan protein dari jalur parenteral terhadap asupan total berkorelasi dengan imbang nitrogen pasien pascalaparotomi elektif.
Metode: Studi potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada pasien pascalaparotomi elektif yang memperoleh supplemental parenteral nutrition (SPN) antara 3 hari pertama pascalaparotomi. Pemeriksaan nitrogen urea urin (NUU) dilakukan terhadap pasien dengan asupan ≥ 12 kkal/kg BB pada hari ketiga pascalaparotomi. Pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak disertakan dalam penelitian.
Hasil: Rerata imbang nitrogen hari ketiga pascalaparotomi sebesar -2,8 ± 3,8 g/hari, dengan median asupan energi 19 (12–34) g/kg BB dan protein 0,9 (0,4–1,9) g/kg BB. Proporsi asupan energi dari jalur parenteral sebesar 0,51 ± 0,26 dan protein 0,59 ± 0,28. Tidak ditemukan korelasi signifikan pada proporsi asupan energi dan protein dari jalur parenteral terhadap asupan total dengan imbang nitrogen. Korelasi signifikan ditemukan pada variabel total asupan energi (r = 0,697, p <0,001) dan protein (r = 0,808, p <0,001) dengan imbang nitrogen.
Kesimpulan: Pemberian SPN dini penting dalam mencapai total asupan energi dan protein untuk mengimbangi kehilangan nitrogen hari ketiga pascalaparotomi elektif di RSCM meskipun korelasi proporsi asupan nutrisi dengan imbang nitrogen belum tampak pada penelitian ini.

Background: Post-laparotomy catabolism causes a negative nitrogen balance and is unlikely prevented by nutritional intervention. Parenteral nutrition can increase anabolic factor. It is not known whether the proportion of energy and protein intake from parenteral nutrition to total intake correlates with nitrogen balance in elective post-laparotomy patients.
Methods: A cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital in elective post-laparotomy patients who received supplemental parenteral nutrition (SPN) within first 3 days after laparotomy. Urine urea nitrogen (UUN) examination was performed on patients with intake ≥ 12 kcal/kg BW on the third day after laparotomy. Patients with renal and hepatic impairment were excluded. Results: The mean nitrogen balance on the third day post-laparotomy was -2.8 ± 3.8 g/day, with median energy intake of 19 (12–34) g/kg BW and protein 0.9 (0.4– 1.9) g/kg BW. The proportion of energy intake from the parenteral route was 0.51 ± 0.26 and protein was 0.59 ± 0.28. No significant correlation was found in the proportion of energy and protein intake from the parenteral nutrition to total intake with nitrogen balance. Significant correlations were found for total energy intake (r= 0.697, p <0.001) and protein (r= 0.808, p <0.001) with nitrogen balance. Conclusion: Early administration of SPN is important in achieving total energy and protein intake to compensate nitrogen loss on the third day after elective laparotomy although the association between the proportion of nutrition intake and nitrogen balance has not been observed in this study.
"
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Hunter Design
"Latar belakang. Pasien sakit kritis berada dalam kondisi katabolik yang menyebabkan ketidakseimbangan sintesis dan pemecahan protein sehingga dibutuhkan asupan protein yang adekuat untuk mempertahankan massa otot, meningkatkan kadar prealbumin, dan imbang nitrogen. Ophiocephalus striatus (OS) mempunyai potensi sebagai sumber protein karena mengandung asam amino, asam lemak, mineral, dan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek dari pemberian suplementasi ekstrak OS terhadap luas penampang otot rektus femoris, bisep brakii, kadar prealbumin, dan imbang nitrogen pasien sakit kritis dengan ventilator.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain uji acak terkontrol yang dilakukan terhadap pasien usia 18-65 tahun yang menggunakan ventilator di intensive care unit (ICU) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak bulan Juli sampai dengan Oktober 2019 ICU. Sebanyak 42 subjek dirandomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok ekstrak (n=19) mendapatkan suplementasi ekstrak OS 15 g/hari, yang diberikan sejak hari kedua sampai dengan hari keenam. Kelompok kontrol (n=23) tidak mendapatkan suplementasi tersebut. Pengukuran luas penampang otot, pemeriksaan kadar prealbumin, dan imbang nitrogen dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh.
Hasil. Terjadi peningkatan luas penampang otot rektus femoris pada kelompok ekstrak (p=0,038) dan penurunan pada kelompok kontrol (p=0,006) disertai perbedaan bermakna antara dua kelompok (p=0,001). Terjadi peningkatan luas penampang otot bisep brakii pada kelompok ekstrak (p=0,033) dan penurunan pada kelompok kontrol (p=0,001) disertai perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p<0,001). Terjadi peningkatan kadar prealbumin pada kelompok ekstrak (p<0,001) maupun kelompok kontrol (p=0,023) disertai perbedaan peningkatan yang bermakna antara kedua kelompok (p<0,001). Terjadi peningkatan kadar imbang nitrogen pada kelompok ekstrak (p<0,001) maupun kelompok kontrol (p=0,001) disertai perbedaan peningkatan yang tidak bermakna antara kedua kelompok (p=0,685).
Kesimpulan. Pemberian suplementasi ekstrak Ophiocephalus striatus secara signifikan dapat meningkatkan luas penampang otot rektus femoris, otot bisep brakii, dan kadar prealbumin pada pasien sakit kritis.

Background. Critically ill patients are in catabolic conditions that have imbalances in protein synthesis and breakdown. Thus, they require adequate protein intake to maintain the muscle mass and to increase the prealbumin levels and nitrogen balance. Ophiocephalus striatus (OS) is a potential source of proteins since it contains high amount of amino acids, fatty acids, minerals, and vitamins. This study was aimed to measure the effect of OS extract supplementation on cross-sectional area (CSA) of rectus femoris and biceps brachii, prealbumin levels, and nitrogen balance in critically ill patients with ventilator.
Methods. This was a randomized controlled clinical trial study involving patients aged 18-65 years old with ventilator in intensive care unit (ICU) Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital between July until October 2019. In total, 42 subjects were randomized into two groups. Extract group (n=19) recieved 15 g of OS extract supplementation daily, administered from the second day to the sixth day. Control group (n=23) did not receive the extract. Measurement of CSA of rectus femoris and biceps brachii, prealbumin levels, and nitrogen balance were done in the first and the seventh day.
Results. There was an increase of cross sectional area of rectus femoris in extract group (p=0.038) and a decrease in control group (p=0.006) with significant difference between the two groups (p=0.001). There was an increase of cross sectional area of biceps brachii in extract group (p=0.033) and a decrase in control group (p=0.001) with significant difference between the two groups (p<0.001). There was an increase of prealbumin levels in both groups, extract group (p<0.001) and control group (p=0.023), with a significant difference of increase between the two groups (p<0.001). There was an increase of nitrogen balance in both groups, extract group (p<0.001) and control group (p<0.001), with an insignificant difference of increase between the two groups (p<0.685)
Conclusion. Administration of Ophiocephalus striatus extract supplementation can significantly increase the cross-sectional area of rectus femoris and biceps brachii, and the prealbumin levels in critically ill patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Halim
"ABSTRAK
Pada lanjut usia terjadi penurunan massa dan kekuatan otot yang memengaruhi
kapasitas fungsional sehingga meningkatkan risiko sarkopenia. Salah satu faktor yang dinilai dapat memengaruhi penurunan massa dan kekuatan otot pada lansia adalah menurunnya asupan protein dan asam amino rantai cabang (AARC) sehingga akan memengaruhi status protein viseral terutama prealbumin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara asupan protein, AARC dan kadar prealbumin dengan kekuatan otot pada lansia. Metode penelitian ini adalah studi potong lintang pada 52 lansia dari bulan April-Mei 2016. Data asupan makanan yang meliputi asupan energi, kalori non protein, protein dan AARC didapatkan dari food record 2x24 jam. Pengambilan darah dilakukan setelah subjek berpuasa ± 8 jam dan pengukuran kekuatan otot dengan handgrip dynamometer merk Jamar. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kekuatan genggam tangan dengan asupan protein (r=0,21 dan p=0,11), asupan AARC (r=0,18 dan p=0,19), dan kadar prealbumin serum (r=-0,05 dan p=0,69). Kesimpulan dari penelitian ini didapatkan bahwa asupan protein yang rendah tetapi disertai dengan asupan energi dan AARC yang cukup akan memengaruhi kadar prealbumin serum dan kekuatan otot tetap berada pada nilai normal, walaupun tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.

ABSTRACT
The decrease of muscle mass and strength in elderly people will affect the
functional capacity and increase the risk of sarcopenia. One factor that can affect the loss of mass and muscle strength in elderly is the decrease in protein and branched chain amino acids (BCAA) intakes. This will affect the visceral protein status, especially prealbumin. The purpose of this study is to assess the association between intake of protein, BCAA and serum prealbumin level with muscle strength in elderly people. The methodology of this research is a cross-sectional study with 52 elderly people from April-May 2016. Food intake include energy, non-protein calorie (NPC), protein, and BCAA which is obtained from 2x24 hours food records. Blood sampling was performed after the subjects fasted for ± 8 hours, and muscle strength was measured with a Jamar's handgrip dynamometer. The results show there are no correlation between protein intake with the hand grip strength (r = 0,21 and p = 0,11), as well as AARC intake (r = 0,18 and p = 0,19) and prealbumin serum level (r = -0,056 and p = 0,69). This study concludes that low protein intake but accompanied with sufficient energy intake and BCAA will affect serum prealbumin level and muscle strength will be remained at normal values, however a statistically significant relationship is not found."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Cahya Saputra
"Prevalensi risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Indonesia mengalami peningkatan berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 dan 2013. Kondisi ini penting diperhatikan karena kurang energi kronis pada ibu hamil akan memberikan dampak yang buruk tidak hanya pada tubuh ibu namun juga janin yang dikandungnya. Proporsi risiko KEK memiliki sebaran yang berbeda-beda terkait karakteristik ibu hamil, misalnya pekerjaan, pendidikan, dan usia kehamilan. Selain itu, asupan nutrisi tentu menjadi faktor penting yang memengaruhi status nutrisi ibu hamil.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara prevalensi risiko KEK pada ibu hamil di Jakarta dengan pekerjaan, pendidikan, usia kehamilan, dan asupan makronutrien. Potong lintang merupakan desain penelitiannya dengan jumlah subjek sebanyak 56 orang ibu hamil usia 20-35 tahun di Jakarta. Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) digunakan untuk menilai risiko KEK (<23,5cm). Data asupan makronutrien diperoleh dengan menggunakan metode 24-hour food recall. Data pendidikan, pekerjaan, dan usia kehamilan diperoleh dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi risiko KEK mencapai 10,7%. Berdasarkan uji fisher tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara risiko KEK pada ibu hamil di Jakarta dengan pekerjaan, pendidikan, asupan makronutrien, asipan energy, dan usia kehamilan. Terdapat beberapa faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini antara lain usia saat hamil dan aktivitas fisik.

The prevalence of chronic energy deficiency (CED) on pregnant women in Indonesia have increased based on data Riskesdas 2007 and 2013. This condition is important to note because chronic energy deficiency in pregnant women will have a negative effect for both mother and fetus. The proportion of CED has different based on occupation, education, and gestational age of pregnant women. In addition, nutrition is certainly an important factor affecting the nutritional status of pregnant women.
This study was conducted to determine the relationship between the prevalence of CED in pregnant women in Jakarta and occupation, education, pregnancy / trimester of pregnancy, and macronutrient intake. Is a cross-sectional study design with a number of subjects as much as 56 pregnant women aged 20-35 years in Jakarta.Measurement mid upper arm circumference (MuAC) is used to assess the risk of CED (<23.5 cm). Macronutrient intake data is obtained by using a 24-hour food recall. Data of education, occupation, and trimester of pregnancy obtained using a questionnaire.
These results indicate that the prevalence of CED reached 10.7%. Based fisher test showed no significant association between the risk of CED in pregnant women in Jakarta and her occupation, education, macronutrient intake, energy intake, and trimester of pregnanc. There are several factors which are not examined in this study include age and physical activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mellya Seswita
"Homosistein merupakan asam amino kelompok sulfhidril dari hasil metabolisme metionin. Faktor-faktor seperti, penuaan, defisiensi asam folat, vitamin B6 dan B12, dapat meningkatkan kadar homosistein. Telah dilakukan penelitian dengan desain studi potong lintang yang bertujuan mengetahui hubungan antara asupan folat dengan kadar homosistein pada usila perempuan. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Desember 2012 sampai Januari 2013 di Pusaka 12 (Tomang) dan Pusaka 39 (Senen). Pengambilan subyek dilakukan dengan cara cluster random sampling, dan didapatkan 55 orang subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara meliputi usia, tingkat pendidikan, penghasilan, food frequency questionnaire (FFQ) semikuantitatif untuk menilai asupan folat, vitamin B6 dan B12.
Pengukuran antropometri yaitu berat badan (BB) dan tinggi lutut (TL) untuk menilai status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) serta pemeriksaan laboratorium meliputi kadar homosistein. Didapatkan rerata usia 69,2±6,3 tahun. Malnutrisi terdapat pada 78,2 % subyek. Sebagian besar subyek penelitian, memiliki asupan folat, vitamin B6 dan B12 yang kurang dari angka kecukupan gizi (AKG), yaitu masing-masing 92,7%, 87,3% dan 80%. Median asupan folat berbahan kedelai 17,9(0,75–151,2)%. Median kadar homosistein 13,95(7.92–29,21)μmol/L. Hiperhomosisteinemia ringan dan sedang didapatkan sebanyak 23,6% dan 3,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna antara asupan folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein (p=0,702, p=0,624, dan p=0,658).

Homocysteine is an amino acid sulfhydryl group from the metabolism of methionine. Homocysteine levels influenced by various factors, ie aging, deficiency of folic acid, vitamin B6 and B12, can raise homocysteine level. The aim of the cross sectional study was to determine the relationship between intake of folate with homocysteine levels in elderly women. Data collection was conducted during December 2012 to January 2013 at the Pusaka 12 (Tomang) and Pusaka 39 (Senen). Subjects were obtained using cluster random sampling, and 55 subjects who met the study criteria were recruited. Data were collected through interviews include age, education level, income, and semiquantitative food frequency questionnaire (FFQ) to assess intake of folate, vitamin B6 and B12.
Anthropometric measurements of the body weight (BW) and high-knee (TL) to assess the nutritional status based on body mass index (BMI) as well as laboratory examinations include homocysteine levels. This study obtained a mean age of 69.2 ± 6.3 years. Malnutrition was occurred in 78.2% of subjects. Majority of the subjects had intakes of folate, vitamin B6 and B12 were less than the nutritional adequacy rate (RDA), which is respectively 92.7%, 87.3% and 80%. Median folate intake from soybeans 17.9 (0.75 to 151.2)%. Median levels of homocysteine 13.95 (7.92-29,21) μmol/L. Mild hyperhomocysteinemia and intermediate hyperhomocysteine were obtained as 23.6% and 3.6%. No significant association was found between intake of folate, vitamin B6 and vitamin B12 with homocysteine levels (p = 0.702, p = 0.624, and p = 0.658).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cleo Syahana Indaryono
"Stunting merupakan kondisi kurang gizi kronis dengan dampak jangka panjang yang dapat menghambat perkembangan kognitif dan fisik, meningkatkan risiko penyakit degeneratif, dan pada akhirnya mengurangi produktivitas. Anak-anak panti asuhan termasuk kelompok yang lebih rentan mengalami kekurangan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan energi, protein, dan makanan beragam terhadap kejadian stunting di panti asuhan kota Depok, Jakarta, dan Tangerang Selatan dengan desain cross-sectional pada data primer dengan total sampel sebanyak 99 balita. Ditemukan proporsi stunting sebesar 16,2% dan kecukupan asupan energi, protein, dan makanan beragam adalah 59,6%, 94,9%, dan 66,7%. Analisis cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kejadian stunting (PR 9,6 (95% CI: 2,050 - 44,977) p-value: 0,004,. Balita dengan asupan energi yang tidak cukup memiliki risiko kejadian stunting 9,6 kali dibandingkan balita dengan asupan energi cukup setelah dikontrol oleh variabel status wilayah tempat tinggal balita, hubungan wali dengan balita, usia wali, ketahanan pangan, riwayat penyakit balita, dan pengetahuan wali. Panti Asuhan memiliki potensi besar menjangkau lapisan masyarakat cakupan panti asuhan, membantu pencegahan kejadian stunting dengan pendampingan dari institusi kesehatan dan sosial dalam mendeteksi kasus stunting dan berperan dalam implementasi praktis berbagai program pencegahan stunting pada balita.

Stunting is a chronic form of malnutrition with long-term effects that can hinder cognitive and physical development, increase the risk of degenerative diseases, and reduce productivity. Children in orphanages tend to be more vulnerable to the risk of malnutrition. This study aims to determine the relationship between the intake of energy, protein, and dietary diversity on stunting in orphanages in Depok, Jakarta, and Tangerang Selatan through cross-sectional design using primary data of 99 under-five children. The proportion of stunting was 16.2% and intake of energy, protein, and dietary diversity was 59.6%, 94.9%, and 66.7%. Analysis using Cox regression showed a significant relationship between energy intake and stunting (PR 9.6 (95%CI: 2.050 - 44.977) p-value: 0.004, under-five children with insufficient energy have a risk of stunting 9,6 times compared to under-five children with sufficient energy intake, controlled by child-friendly living area status, relationship between the guardian and the child, age of the guardian, child’s household food security, child's illness history, and guardian’s nutrition knowledge. Orphanages have great potential to reach the “hidden” layers of society, help prevent stunting with the assistance of health and social institutions through stunting case detection, and take part in the practical implementation stunting prevention programs in children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Atmadika Rahim
"Balita merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan mengalami masalah status gizi. Di Indonesia, prevalensi balita kekurangan gizi, pendek, dan kurus cukup tinggi, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain masalah status gizi, sebagian besar balita di Provinsi NTT juga mengalami kekurangan asupan protein. Asupan protein merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi balita dan hubungannya dengan tingkat pola asupan protein di Provinsi NTT. Desain penelitian yang digunakan adalah desain potong lintang analitik dengan jumlah sampel sebesar 564 balita berusia 12-59 bulan. Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 47 subjek kekurangan gizi, 62,8 subjek pendek, dan 14,9 subjek kurus. Setengah dari jumlah subjek juga memiliki tingkat pola asupan protein yang kurang 50,4. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pola asupan protein dengan status gizi menurut BB/U p=0,001 dan TB/U p=0,041. Selain itu, juga terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat penghasilan keluarga dengan status gizi menurut BB/U p=0,019 dan TB/U p=0,002 serta tingkat pendidikan ibu dengan status gizi menurut TB/U p=0,011. Kesimpulannya, prevalensi kekurangan gizi, pendek dan kurus pada balita di Provinsi NTT tinggi dan secara signifikan berhubungan dengan tingkat pola asupan protein.

Under five children are one of group which is very vulnerable to nutritional status problem. In Indonesia, prevalence of underweight, stunting, and wasting among under five children is high, especially in Nusa Tenggara Timur. Besides nutritional status problem, most of under five children in NTT also had low protein intake. Protein intake is one of many factors that may influence nutritional status. The aim of this study is to determine nutritional status of under five children and its association with protein intake in NTT. Study design applied is analytical cross sectional with. sample of 564 under five children aged 12 59 months. The results showed that 47 subjects were underweight, 62.8 subjects were stunting, and 14.9 subjects were wasting. Half of subjects had insufficient protein intake 50.4. Bivariate analysis using Chi square test showed significant association between protein intake and nutritional status index of weight for age. 0.001 and height for age. 0.041. In addition, there were significant association between family income and nutritional status index of weight for age. 0.019 and height for age. 0.002. as well as mother rsquo. education and nutritional status index of height for age. 0.011. In conclusion, prevalence of underweight, stunting, and wasting among under five children in NTT was high and it significantly associated with protein intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>