Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Tsurayya Afifah
"Skripsi ini membahas antologi puisi karya Han Yong-un, salah satu dari 33 orang yang memimpin perjuangan kemerdekaan pada tahun 1919, yang berjudul "Nim-ui Chimmuk" yang terbit tahun 1926. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan desain deskriptif. Makna Nim yang merupakan sebuah simbol, dapat diartikan sebagai "kekasih", "Tuhan", atau "Kemerdekaan". Dari penelitian ini disimpulkan bahwa Nim lebih tepat diinterpretasikan sebagai "Kemerdekaan Korea", dan puisi ini memiliki pesan tersirat untuk membangkitkan semangat rakyat Korea untuk tidak menyerah dalam mengejar kemerdekaan Korea setelah usaha mereka gagal dan membawa mereka ke dalam depresi dan keputusasaan.

This study focused on deeper meaning of Nim-ui Chimmuk, a poem anthology created and released in 1926 by Han Yong-un who was also one of 33 patriots leading Korea‟s independence movement. This study is qualitative descriptive. Nim, as a symbol, can be interpreted as "lover", "God, or "independence". The conclusion is that the meaning of Nim is best to be interpreted as "Korea`s independence", as well as this poem anthology was made to give spirit and hope to Korean people to keep struggling in achieving their independence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Kezya Artamevia
"Rasa nasionalisme yang dipercayai Han Yong-un, seorang penyair serta tokoh kemerdekaan Korea, tidak berpusat pada kebencian terhadap pemerintah kolonial Jepang melainkan pada refleksi diri masyarakat Korea. Nilai nasionalisme Han Yong-un dapat dilihat pada puisinya yang berjudul 님의 침묵 (Nimui Chimmuk), puisi representatif dalam antologi puisi Nimui Chimmuk yang mengawali ketenaran Han Yong-un dalam dunia sastra. Penelitian ini menganalisis pandangan Han Yong-un mengenai nasionalisme yang digambarkan pada puisi Nimui Chimmuk berdasarkan perjalanan hidupnya sebagai patriot kemerdekaan Korea. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode pengumpulan data studi pustaka yang dijabarkan dalam bentuk deskriptif. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah dengan membaca dan menganalisis puisi Nimui Chimmuk dengan teori semiotika Riffaterre untuk memahami lebih dalam tentang makna dan simbol yang terdapat di dalam puisi. Makna dan simbol tersebut dianalisis dengan mengaitkannya pada latar belakang Han Yong-un sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Korea. Penelitian ini menyimpulkan bahwa nasionalisme yang digambarkan dalam puisi Nimui Chimmuk berbeda dengan nasionalisme pada umumnya. Puisi ini mendefinisikan nasionalisme dengan ketegaran dan penguatan diri masyarakat Korea. Berbeda dengan pandangan umum, Han Yong-un memandang nasionalisme bukan dengan perlawanan secara fisik.

The sense of nationalism believed by Han Yong-un, a poet and Korean independence figure, was not centered on hatred of the Japanese colonial government but on the self-reflection of Korean society. The value of Han Yong-un's nationalism can be seen in his poem entitled 님의 침묵 (Nimui Chimmuk), a representative poem in the poetry anthology Nimui Chimmuk which started Han Yong-un's fame in the literary world. This study analyzes Han Yong-un's view of nationalism described in poetry Nimui Chimmuk based on his life journey as a patriot of Korean independence. The research method used is a qualitative method with a literature study data collection method described in descriptive form. The research procedure was carried out by reading and analyzing the poetry Nimui Chimmuk with Riffaterre's semiotic theory to understand more deeply about the meanings and symbols contained in the poem. The meanings and symbols are analyzed by relating them to the background of Han Yong-un as a figure in the Korean independence struggle. This study concludes that the nationalism described in poetry Nimui Chimmuk is different from nationalism in general. This poem defines nationalism by the obstinacy and self-strengthening of Korean society. Contrary to popular opinion, Han Yong-un views nationalism not with physical resistance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alvian Aviantara
"Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan makna yang terkandung dalam puisi berbahasa Belanda ‘Mijn Muze’ karya Marion Bloem. Penelitian kualitatif ini memakai pendekatan semiotik struktural Riffaterre yang menitikberatkan pada penggunaan gaya bahasa. Data dalam penelitian ini ialah teks puisi berbahasa Belanda ‘Mijn Muze’ yang diperoleh dari situs resmi penyair, yakni marionbloem.nl. Teks puisi ini dikaji melalui analisis ketidaklangsungan makna, pembacaan heuristik dan hermeneutik untuk mendapatkan makna puisi secara utuh. Penelitian ini menemukan bahwa gaya bahasa metafora dan kontradiksi dipakai secara dominan oleh penyair dalam penyampaian makna puisinya, yaitu penggambaran sosok oma dari sang penyair yang berdarah Belanda-Indo yang telah kehilangan kekuatannya.

The aim of this research is to explain the meaning behind the Dutch poem 'Mijn Muze' by Marion Bloem. This qualitative research used Riffaterre’s structural semiotic approaching that focusing on the literary style that used in this poem. The analytical data consists of texts from the Dutch poem 'Mijn Muze' which was acquired from the poet's official website, marionbloem.nl. The poem is studied based on the indirectly meaning way, heuristic reading, and hermeneutic reading that used in order to get the meaning of the poem. This research found that the poet used metaphors and contradiction dominantly to deliver the meaning behind the poem. The meaning of the poem 'Mijn Muze' is about the portrayal of the poet’s Dutch-Indonesian grandmother who lost her strength.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Ariyani Kartika Dewi
"Skripsi ini adalah penelitian mengenai pelacakan yang dilakukan tokoh detektif Maigret dalam roman Un Crime en Hollande. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan jalan pelacakan Maigret dan kendala-kendala yang dihadapi tokoh tersebut dalam pelacakannya. Penelitian ini memakai pendekatan struktural dengan menggunakan teori Ronald Barthes mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik, serta teori Schmitt dan Viala mengenai sekuen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S13835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainiyatul Fithriyah
"Skripsi ini membahas sudut pandang pada sembilan cerkak dalam antologi cerkak Rubrik Jodoh Karya Catharina Is Sarjoko. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sudut pandang dibangun dalam sembilan cerkak. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Teori yang digunakan adalah konsep pengelompokan sudut pandang menurut Burhan Nurgiyantoro. Hasil penelitian ini menemukan cara pengarang membangun sudut pandang pada sembilan cerkak yang mencerminkan sudut pandang seorang perempuan Jawa.

This research discusses about the point of view of a nine short stories in the anthology entitled Rubrik Jodoh by Catharina Is Sarjoko. The purpose of this research is to find out how the point of view was built in nine short stories. This research use descriptive-analytical method, and using the concept grouping point of view Burhan Nurgiyantoro. The result of this research showed how author build the point of view in nine short stories which reflect the point of view from woman in Java.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okke Saleha K. Sumantri Zaimar
"Dalam suatu karya sastra terpancar pemikiran, kehidupan dan tradisi yang hidup dalam suatu masyarakat. Karena itu, berbicara tentang kesusastraan berarti juga membicarakan suatu segi kebudayaan. Sekarang, di mana-mana kita dapat menyaksikan percampuran budaya. Berkat hubungan antarnegara dan adanya komunikasi modern, dunia menjadi lebih kecil. Lagi pula, situasi politik menunjang percampuran budaya tersebut. Kita masih dapat melihat akibat kolonisasi yang tersebar selama berabad-abad di berbagai bagian bumi ini.
Di Paris, misalnya, kita lihat hadirnya berbagai macam budaya bersama pendukungnya, baik yang berasal dari Eropa maupun dari benua lain: dari Asia atau dari Afrika. Mereka tinggal bersama kelompoknya dalam wilayah-wilayah. Muncullah kekhawatiran bahwa Paris akan menjadi menara babel, tempat manusia tidak lagi saling mengerti karena perbedaan bahasa. Hal itu mungkin terjadi jika setiap orang tetap terpencil dalam lingkungannya masing-masing. Akan tetapi selama masih ada komunikasi antar mereka, selama masih ada kontak budaya, kekhawatiran itu tidak perlu ada.
Di pihak lain, ada pula kekhawatiran akan terjadinya penyeragaman budaya yang akan mengarah pada kemiskinan budaya. Akan tetapi kita masih jauh dari situasi semacam itu. Justru di sini ingin dikemukakan bahwa hampir dalam setiap negara terdapat keragaman budaya.
Demikian pula halnya di Indonesia, negeri yang terdiri dari ribuan pulau. Setiap suku bangsa mempunyai budaya sendiri. Lagi pula posisi geografisnya menyebabkan Indonesia selalu terbuka bagi datangnya berbagai pengaruh budaya dari luar. Indonesia telah lama sadar akan keragaman budayanya. "Bhineka Tunggal Ika" demikian bunyi semboyan bangsa Indonesia. Keadaan itu sebenarnya merupakan suatu kondisi ideal untuk suatu kontak budaya yang dapat mengembangkan pemikiran. Pada umumnya, anak Indonesia dibesarkan dalam keragaman budaya. Kolonisasi Belanda yang berlangsung selama berabad-abad menambah kuatnya keragaman budaya itu. Tidak mengherankan apa bila kita melihat percampuran budaya dalam karya sastra Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D435
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nursamsiah Danardono
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Jaya
"Jurnal ini membahas tentang puisi yang bertemakan seorang ibu, yaitu puisi Eomma Keokjeong karya Gi Hyeong Do yang ditinjau dari diksi dan makna yang terdapat di dalam puisi tersebut. Seperti yang kita ketahui, sebagian besar orang di Indonesia hanya menyoroti budaya modern Korea, seperti K-Pop, drama Korea, film Korea, dan lain sebagainya. Akan tetapi, belum banyak orang yang mengetahui tentang kesusastraan Korea, salah satunya adalah puisi Korea. Puisi di Korea dinilai sebagai karya sastra penting yang mampu menunjukkan nilai sejarah, budaya, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai salah satu puisi Korea yang kurang disoroti oleh masyarakat Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah puisi Eomma Keokjeong memiliki kata-kata yang sederhana, namun jika ditelaah lebih dalam lagi, adanya hubungan yang erat antara diksi yang dipilih oleh penyair dengan makna lugas maupun makna utuh yang terkandung di dalam puisi tersebut sehingga pembaca akan mengerti pesan yang ingin disampaikan oleh penyair.

This journal elaborated a mother-themed poem entitled Eomma Keokjeong written by Gi Hyeong Do, through observing the diction and the meaning contained inside the poem. As we know, nowadays the majority of people in Indonesdia spotlight the modern Korean culture only, such as Korean Pop, Korean dramas, Korean films etc. However, only few people know Korean literatures, such as Korean poems. In Korea, poem is considered as a valuable literary work which could manifest historical values, culture, folk belief etc. The objective of this research was to provide an in-depth assessment on a Korean poem which is not brought yet into spotlight in Indonesdian society. This research applied a qualitative method. The result showed that the poem Eomma Keokjeong used simple words but if observed further, the reader will comprehend the message that the author intented to deliver due to the fact that the diction used by the author described very well the meaning inside the poem.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Munifa Yasmin
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana bentuk dan makna dari ketiga puisi dalam gambaran kondisi Suriah sebagai bentuk terpengaruhnya karya sastra terhadap peristiwa Arab Spring di Timur Tengah. Data penelitian ketiga puisi berasal dari penyair Suriah Tarif Youseff Agha yang berjudul “Arwaahu Al-Athfal”, “Yawmiyat Bathatan”, dan “Akhrujuuna Min Buyuutina”. Adapun metode yang dipakai, yaitu metode kualitatif dan metode deskriptif dengan menggunakan teori struktural semiotika pada analisisnya. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah ketiga puisi menjadi cara penyair untuk melakukan protes terhadap pemerintah negaranya. Penggambaran keadaan sosial di Suriah dalam puisinya menjadi alasan dari protesnya.

This study discusses how the form and meaning of the three poems describe the condition of Syria as a form of literary influence on the Arab Spring events in the Middle East. The research data for the three poems comes from Syrian Poet Tarif Youseff Agha entitled “Arwaahu Al-Athfal”, “Yawmiyat Bathatan”, dan “Akhrujuuna Min Buyuutina”. The methods used are qualitative methods and descriptive methods using semiotic structural theory in their analysis. The conclusion drawn from this research is that the three poems are the poet's way of protesting against the government of his country. The description of social situation in Syria in his poetry as a reasons of his protests."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Erlinda
"ABSTRAK
Verba bahasa Jepang dasu dan hajimeru masing-masing memiliki makna leksikal yang berbeda. Dasu memiliki makna ?mengeluarkan? dan hajimeru memiliki makna ?memulai?. Namun demikian, sebagai verba sufiks dalam verba majemuk gramatikal bahasa Jepang, dasu dan hajimeru memiliki makna gramatikal yang sama yakni ?mulai?. Meskipun memiliki makna gramatikal yang sama, terdapat beberapa perbedaan di antara kedua verba sufiks tersebut. Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada makna dan penggunaan dari verba sufiks dasu dan hajimeru. Dasu cenderung digunakan untuk menggambarkan hal yang tidak diduga, sedangkan hajimeru cenderung digunakan untuk menggambarkan hal yang terjadi secara bertahap.

ABSTRACT
Japanese verbs dasu and hajimeru have different lexical meaning. Dasu means ?to take out? and hajimeru means ?to begin (something). However, as a verb suffixes in syntactic compound verb, both have the same grammatical meaning, which is ?start? or ?begin?. Even though they share the same grammatical meaning, there have to be differences in between them. Those differences can be found in the meaning and the use of them in syntactic compound verb. Dasu tends to depict unexpected things, while hajimeru tends to be depict things that happens gradually.
"
2015
S59692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>