Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fionita Kristianti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tokoh dan penokohan Jong Jeong-seok, Hwang
Kyung-min, Kim Cheol, dan Kang-min sebagai tokoh utama di dalam film
animasi Dwaeji-eui Wang arahan sutradara Yeon Sang-ho. Dalam menganalisis
tokoh dan penokohan, metode yang digunakan adalah deskriptif analitik. Melalui
film ini Yeon Sang-ho mengisahkan tentang kehidupan kelam para tokoh
utamanya saat duduk di bangku Sekolah Mengah Pertama. Di sekolah mereka
terbagi menjadi dua golongan, yaitu “anjing”, anak-anak pintar dari keluarga kaya
yang menguasai sekolah dan mem-bully “babi”, anak-anak dari keluarga yang
kurang atau tidak terpandang yang tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan.

ABSTRACT
This thesis analyze the character and the characterization of Jong Jeong-seok,
Hwang Kyung-min, Kim Cheol, and Kang-min as the main characters in the
Dwaeji-eui Wang, a animation movie directed by Yeon Sang-ho. Descriptive
analytic methodology is used to analyze the character and the characterization in
the movie. Through this movie, Yeon Sang-ho tells the terrible live of the main
characters in junior high school. There are two groups in their shool , “dogs” are
the smart boys from well-rich families who rule the school and bullies the “pigs”,
who come from poorer or less respectable backgrounds and have no power"
[Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, ], 2014
S55483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutut Chusniyah
"Studi ini menguji model kekerasan suci, apakah model teoretik yang diajukan menggambarkan pengaruh ideologi jihad, ideologi politik konservatif, belief in a just world mortality salience terhadap kekerasan suci. Sebanyak 371 responden berusia 15-40 tahun dari kelompok Islam fundamentalis mengisi kuesioner untuk mengukur variabel-variabel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model teoretik yang diajukan sesuai untuk menjelaskan kekerasan suci. Kekerasan suci dipengaruhi oleh ideologi jihad, ideologi politik konservatif, belief in a just world dengan mortality salience sebagai mediator. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jihad merupakan ideologi keagamaan yang paling besar pengaruhnya terhadap kekerasan suci. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah mengembangkan penelitian mengenai jihad dan pengaruhnya terhadap kekerasan suci dengan memperluas sarnpel dan melalui uji variabel lain yang mungkin juga dapat mernpengaruhi kekerasan suci, seperti persepsi terhadap ancaman, identitas dan soldaritas kelompok,
RWA, deprivasi, atau juga meneliti jihad sebagai legitimize ideology dalam perspektif teori SDO."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Mutiarahmanika
"Tesis ini membahas tentang representasi kekerasan seksual terhadap anak perempuan dalam film Korea Selatan berjudul Hope, dan berfokus pada dampak dari kekerasan seksual, proses pemulihan korban, dan proses pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis teks semiotika. Penelitian ini menjadi relevan dalam menggali apakah film ini benar-benar menciptakan naratif alternatif yang memperkuat pengalaman perempuan atau hanya mengikuti pola konvensional yang masih terikat oleh male gaze. Selain itu, melihat upaya sinema dalam mengatasi dan merombak norma-norma dominan, penelitian ini dapat memberikan pandangan baru terhadap peran film dalam mengubah perspektif dan memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi dampak dari terjadinya kekerasan seksual dalam film Hope meliputi cedera fisik, trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri. Representasidampak pada orang tua korban yaitu menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa anak mereka, dan perasaan sedih yang mendalam. Pada proses pemulihan, representasi yang ditampilkan adalah korban mendapatkan bantuan dari seorang psikolog anak, dan penggunaan tokoh kartun favorit korban sebagai sumber kekuatan dan kenyamanan bagi korban. Representasi proses pemidanaan pelaku yang ditunjukkan meliputi proses identifikasi pelaku, persidangan, dan hasil putusan hukum.

This thesis discusses the representation of sexual violence against girls in a South Korean film titled Hope, and focuses on the impact of sexual violence, the victim's recovery process, and the criminalization process of sexual violence perpetrators. This research is a qualitative study with a semiotic text analysis method. This research becomes relevant in exploring whether this film really creates an alternative narrative that strengthens women's experiences or only follows conventional patterns that are still bound by the male gaze. In addition, seeing cinema's efforts to overcome and overhaul dominant norms, this research can provide new insights into the role of film in changing perspectives and fighting for more inclusive and just representations. The results show that the representation of the impact of sexual violence in Hope includes physical injury, psychological trauma and loss of self-confidence. The representation of the impact on the victim's parents is self-blame for what happened to their child, and feelings of deep sadness. In the recovery process, the representation shown is the victim getting help from a child psychologist, and the use of the victim's favorite cartoon character as a source of strength and comfort for the victim. The representation of the criminalization process of the perpetrator shown includes the process of identifying the perpetrator, the trial, and the results of the legal decision."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyatuti
"Perilaku kekerasan menjadi masalah diberbagai negara seperti Amerika, Australia dan negara maju lainnya. Indonesia memiliki masalah yang sama terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Perilaku kekerasan banyak dilakukan oleh anak mulai berusia 10-17 tahun (Berkowitz, 1993). Usia tersebut masuk kedalam kelompok anak sekolah, yang di Indonesia berjumlah hampir sepertiga penduduk. Anak sekolah sebenarnya menjadi sumber daya manusia yang sangat besar untuk masa yang akan datang. Pencegahan dan pengendalian perilaku kekerasan akan berdampak pada kesehatan individu remaja dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku kekerasan pada siswa sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta Timur.
Metoda penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan cross sectional. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Jakarta Timur yang didapat sebanyak 32 sekolah yang memiliki riwayat kekerasan, selanjutnya dirandom dan diperoleh 10 sekolah berdasarkan 10 kecamatan yang ada di Jakarta Timur yang terdiri 9 SMK/STM dan 1 SMU, dan jumlah responden sebanyak 370 orang. Instrumen perilaku kekerasan dikembangkan dari penelitian Morrison (1993). Instrumen karakteristik individu: demografi, aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Karakteristik lingkungan: lingkungan keluarga, teman, sekolah, masyarakat dan media di kembangkan oleh peneliti. Hasil uji coba instrurnen nilai Alpha Cronbach (reabilitas) berkisar 0,55-0,91 sedangkan validitas berkisar r=0,36-86 dari 30 sampel yang diuji cobakan. Analisis data dengan univariat, bivariat: analisis korelasi dan regresi sederhana, multivariat analisis regresi ganda.
Hasil penelitian menunjukan karakteristik siswa sekolah yang melakukan kekerasan terbanyak berusia I7 tahun, jenis kelamin Iaki-laki, dengan jumlah anak terbanyak didalam keluarga 3 orang, umumnya pernah mengalami riwayat kekerasan dengan tingkat kekerasan terbanyak katagori berat (fisik), dan pelaku kekerasan terbanyak oleh orangtua, guru, teman tidak sekelompok, masyarakat disekitar rumah, teman sekelompok, saudara dan masyarakat dilingkungan sekolah. Kondisi siswa, untuk aspek psikologis yang kurang sebesar 50,3%, aspek sosial yang kurang sebesar 38,4%, dan aspek spiritual sebesar 50,3%. Karakteristik lingkungan keluarga yang kurang sebesar 46,2%, lingkungan teman/kelompok yang kurang sebesar 47,6%, lingkungan sekolah yang kurang sebesar 54,1%, lingkungan masyarakat yang kurang sebesar 47,8%, dan media yang kurang menunjang sebesar 49,2%. Karakteristik perilaku kekerasan terbanyak adalah merusak lingkungan sebesar 45,4%, diikuti oleh mencederai orang lain sebesar 37,6% dan agresi secara verbal sebesar 37,3%. Terdapat hubungan yang negatif dan bermakna pada karakteristik individu dan lingkungan dengan perilaku kekerasan. Karakteristik individu berupa pengalaman jenis kekerasan (p value 0,0001, r =- 0,219), pelaku kekerasan (p value 0,0001, r = -O,241), aspek psikologis (p value 0,0001, r = -0,303), aspek Sosial (p value 0,026, r= -0,ll6). Karakteristik lingkungan keluarga (p value 0,001, r = -0,172), lingkungan teman/kelompok (p value 0,0001, r = -0,491), sekolah (p value 0,004, r = 0,1-48), lingkungan masyarakat (p value 0,0001, r = -0,203), dan media (p value 0,0001, r = -O,310). Faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku kekerasan secara berurutan adalah teman/kelompok, media, pengalaman kekerasan, psikologi, dan sosial dengan signifkan F = 0,001 dan R square 0,326.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu dan lingkungan sebagian kecil dapat mengambarkan faktor penyebab perilaku kekerasan pada anak sekolah. Untuk dapat mencegah dan mengendalikan perilaku kekerasan perlu disiapkan kondisi psikologis, sosial dan spiritual siswa di sekolah dan di rumah dengan memberikan pendidikan, menyediakan lingkungan yang sehat dan memberi contoh peran yang baik. Untuk pelayanan keperawatan meningkatkan peran perawat UKS dengan mengembangkan program kesehatan jiwa anak usia sekolah, mengembangkan perawat sekolah tidak hanya dari puskesmas tetapi khusus menjadi perawat sekolah, mengoptimalkan program pencegahan dengan kerjasama instansi terkait, menyusun program pencegahan dan pengendalian yang mudah dilaksanakan di sekolah seperti cara mengontrol marah, meningkatkan kemampuan perawat sekolah dengan pendidikan dan latihan berkelanjutan. Untuk institusi pendidikan meningkatkan peran serta pelaksanaan program UKS dengan memfasilitasi dan terlibat dalam konseling remaja di sekolah, bersama tenaga kesehatan menyusun program pencegahan dan pengendalian kekerasan, menghindari tindakan kekerasan pada siswa, menyediakan waktu bersama siswa untuk bertukar pikiran, menyediakan sarana untuk anak sekolah dan menetapkan anti kekerasan di lingkungan sekolah misalnya dengan poster. Untuk pemerintah agar mewajibkan pelaksanaan program UKS di setiap sekolah, mengatur dan mengendalikan semua jenis media yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, menyusun program terpadu untuk mencegah perilaku kekerasan. Untuk keilmuan dapat mengembangkan intervensi keperawatan untuk menyusun pedoman pencegahan dan mengendalikan perilaku kekerasan. Perlu adanya penelitian lanjutan unluk mengetahui faktor-faktor yang lebih mendalam tentang aspek spiritual terhadap perilaku kekerasan siswa sekolah pada tahap perkembangan remaja Model untuk mengatasi kekerasan dapat dikembangkan melalui penelitian yang menggunakan metoda kualitatif dan kuasi eksperimental berdasarkan faktor-faktor yang telah teridentifikasi.

Violence has become a problem in many countries such as America, Australia, and other developed countries. Indonesia also has the same problem especially at big cities like Jakarta. Many violence was done by children at the age of 10-17 years old (Berkowitz,1993). This age group include in school age group, where in Indonesia almost one third of population are in the school age group. So they are a potential human resources for the fixture. Therefore, violence prevention will have an impact to the health of adolescent and the community as well. The purpose of this study is to identify the contributing factors of violence among the high school students at East Jakarta.
The cross sectional approach was applied in this study. There are thirty two schools in East Jakarta which have violence history. Ten schools were chosen randomly based on ten districts in East Jakarta. They consist of 9 technical schools and I high school, and the member of sample was 370. There were four instruments to collect data. The first, data demography. The second, psychological, family, and media mass. The third, social and spiritual aspect, environment characteristics; friends, schools, and society aspect. The fourth, violence, this instrument was developed from Morrison study (1993). While other instruments were developed by researcher. The trial of 30 samples results Alpha Cronbach value (reability) about 0,55-0,91, while the validity about r = >0,36-0,86. Data analysis used univariat, bivariat namely correlation analysis and simple regression, analysis multivariate with double regression.
The study results the characteristic of students who have done violence mostly at the age of 17, boy, have 2 brothers/sisters, experienced physical violence from parents, teacher, friends hom other group, society, friends from the same group, and people around schools. Furthermore, the results show that many students have a lot of deficiencies. For individual characteristic, it is found that 50,3% student have low score for psychological aspect, 38,4% students for social aspect, and 50,3 % for spiritual aspect. Then, for environment characteristics, it is found that 46,2% students have low score for family; 47,6% for friends/groups; 54,1% for school?s environment; 47,8 for society and 49,2% for media mass. Violence mostly are demonstrated by destroying environment (45,4%), hinting other people (37,6%) and verbally aggressive (37,3%). There is a significant negative correlation between individual & environment characteristic with violence. Individual characteristics cover experienced to violence (p value 0,0001, r =- 0,219), violen subjecs (p value 0,0001, r = -0,2411, psychological aspect (p value 0,0001, r = -0,303), and social aspect (p value 0,026, r= -0,1 16). The environment characteristic cover family environment (p value 0,001, r = -0,172), friends/groups environment (p value 0,000l, r = -0,49l), school environment (p value 0,004, r = 0,148), society environment (p value 0,0001, r = -0,203), and media mass (p value 0,0001, r = -0,310). The most contributed factors to violence orderly friends/groups, media mass, experienced to violence, phisicological and social, with significant value F = 0,001 and R square = 0,326.
It can be concluded that individual characteristics and environment have influences to violence among students. The stability of psychological, social, and spirituality status of the students need to be improved to prevent and control violence by giving education, preparing healthy environment and the good role modelling. Nursing care at schools also need to be improved by developing mental health program for students at schools, developing school health nursing especially at schools not only at the health center, optimalizing prevention program with collaborated sectors, developing prevention and controling program that simple to be applied at schools such as anger controling, increase the ability of school health nurses with continuing nursing education and or courses. Besider that, the schools? participation in implementing school health nursing program can be improve by fasilitating and involving high school student?s counselling at school, proposing prevention and controling of violence program with health care personels, avoiding violence to students, preparing time to share feeling and opinion with student, preparing and facility to students and exposing ?againts violence campaign? at school In order to reduce violence among students, the govemtent need to abligate every schools to apply school health program, manage and control all of the media mass which will influence students' growth and development and develop the collaborated program to prevent violence. Then, a guideline to prevent and control violence need to develop nursing intervention. Finally, there is a demand to conduct advanced research to in depth contributing factors of spiritual aspect to high school students. Nursing model to control violence can be developed through research that apply qualitatif and quasi experimental methods based on the identified factors."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
T9918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Eka Qamara Yulianthy Dewi Hakim
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis bagaimana proses pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan yang mengalami mekanisme kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik digunakan sebagai upaya menanamkan pemahaman atau kepentingan-kepentingan tertentu dengan mengatasnamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis proses interaksi dalam kerangka pemberdayaan, mekanisme kekerasan simbolik yang berlangsung dan perjuangan simbolik para aktor yang terlibat dalam proses pemberdayaan. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode-metode: observasi partisipasi, wawancara mendalam, FGD, dokumentasi dan data sekunder. Penelitian dilakukan selama ± 2 tahun dengan pemilihan lokasi secara bertahap pada LSM Asih di Cengkareng, LSM Asah di Kutai Kartanegara dan LSM Asuh di Cibinong.
Temuan dalam studi ini adalah munculnya ?kelompok tanggung? sebagai hasil ?lain? dari proses pemberdayaan yang telah dilaksanakan oleh LSM Asih, LSM Asah dan LSM Asuh. Suatu kelompok ?baru? dari warga binaan yang telah berhasil menikmati pemberdayaan namun belum berdaya sepenuhnya, masih tergantung pada pemberdaya dan memiliki peran penting sebagai ?jembatan? antara pemberdaya dan warga yang akan dibina. Posisi menjadi serba tanggung karena tanggung untuk bisa maju dan tanggung untuk dikatakan telah maju. Ketiga kelompok tanggung tersebut memiliki persamaan dan perbedaan baik secara individu, relasi sosial, waktu dan lingkungan yang membentuknya.
Kesimpulannya adalah dialektika negara, LSM dan masyarakat, dialektika kepentingan pemberdaya dan peningkatan capital warga binaan, dan dialektika global dan lokal bukanlah diamati sebagai siapa atau mana yang lebih berkuasa atau dominan. Dialektika-dialektika tersebut justru menciptakan suatu (re)produksi sosial atau budaya yang terus berproses. Walaupun di dalamnya ada upaya penghimpunan habitus kolektif atau dominasi atau kepentingan melalui mekanisme kekerasan simbolik, namun tetap ada upaya-upaya perjuangan simbolik para aktor di dalamnya. Terlepas dari menjadi kelompok dominan atau kelompok terdominasi, perjuangan simbolik menjadi kekuatan bertahannya dialektika tersebut.

ABSTRACT
This dissertation analyzes how the empowerment process in urban poor community who experienced symbolic violence. Symbolic violence is used as an approach to instill an understanding or any particular interests in the name of social welfare improvement.
The study aims to analyze an interaction process within empowerment framework, process of symbolic violence mechanism, and symbolic struggle of actors who involved in empowerment process. The study uses a qualitative approach with participant observation, in-depth interviews, focus group discussion (FGD), documentation and secondary data. The study was conducted for about two years in gradually selected three NGO?s are The Asih NGO in Cengkareng, The Asah NGO in Kutai Kartanegara, and The Asuh NGO in Cibinong. The key finding from this study is the emerging of ?Tanggung Group? as the ?other? output of empowerment process that has been conducted by The Asih, Asah and Asuh NGO. This is a ?new? group in the empowered communities that has gained several benefits but not fully empowered yet, they still depend to the empowerment institution and hold an important role as a ?bridge? group between the empowerment institution and community. Their position became halfempowered, because they either could not fully step forward or to be called as totally being empowered. Those three ?tanggung groups? have both similarties and differences in term of in individual, social relation, time and environment condition that build them.
The main conclusions drawn from this research were that the state, NGOs, and society dialectic, dialectic of empowerment institution interest and improvement of empowered community capital, global and local dialectic are not been viewed as who or which one is more powerful or dominant. Those dialectics have created a social or cultural (re)production that continues processing. Although is has a collective habitus collection or domination or particular interest through symbolic violence mechanism, however there is still symbolic struggle among the actors. Apart from being a dominant group or being dominated group, symbolic struggle become the strength of the existing dialectic."
Depok: 2011
D1198
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Thoriq Agustian
"Film digunakan sebagai media untuk mengirimkan pesan kepada audiens. Topik film biasanya adalah sebuah refleksi dari apa yang terjadi di dunia nyata. Pembuat film Elysium, Neil Blomkamp, membuat film yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana masyarakat berkehidupan di sekitar kita. Oleh karena itu, untuk menganalisis bagaimana film Elysium berkontribusi terhadap kritikan isu terkait dengan hegemoni, kekerasan, dan perbedaan kelas sosial, riset ini akan menganalisis elemen sinematik dan tema utama dari Elysium, terutama di sekitar sistem politik dan kesehatan dalam film. Terdapat juga tujuh karakter dari kelas sosial yang berbeda yang akan di inspeksi. Elemen-elemen tersebut akan dijelaskan oleh dua teori: pertama oleh mise-en-scene, dan kedua oleh analisis semiotik. Selain itu, riset ini mendiskusikan bagaimana film Elysium menjadi representasi dari terobosan penting dalam representasi kelas sosial menengah. Temuan yang terdapat di riset ini menganjurkan bahwa hegemoni di Elysium direpresentasikan oleh perbedaan kontras dalam kondisi kehidupan seperti kesehatan, imigrasi, karakteristik militer, bahasa, dan perbedaan kontras visual dari kedua tempat. Hegemoni mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan persekusi, membuat kekerasan tidak dapat dihindari yang membuat kehidupan masyarakat kelas sosial menengah, perempuan dan anak-anak sebagai alat untuk mencapai tujuan dari protagonis dan antagonis.

Movies are being used as a medium to deliver a message to the audience. The topics, more often than not, are usually a reflection of what happens in real life. The maker of the movie Elysium, Neil Blomkamp, crafted a movie to mirror how society is shaped around us. Therefore, to examine how the movie Elysium serves as a criticism of the issues related to hegemony, violence, and class disparity in our society, this study analyzed cinematic elements and main themes of Elysium, mainly around the politics and healthcare system in the story. There are also seven characters of different social classes from the movie that were inspected. Such elements are addressed by two means: first by mise-en-scene, and second by semiotic analysis. In addition, this research discusses how the Elysium film represented an important breakthrough in middle-class representation. The findings presented in this study suggest that the hegemony in Elysium is represented by the contrasting difference in the living conditions such as healthcare, immigration, military characteristics, language, and the visual contrasts of the two places. The hegemony results in power abuse and mistreatment, which create inevitable violence that sees the lives of middle-class society, women and children as mere throwaway tools to attain the goals of both the protagonists and antagonists."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diahning Sekar Ayu
"Latar Belakang: Kekerasan seksual merupakan suatu tindak kejahatan yang cukup sering terjadi di masyarakat Indonesia dan menduduki peringkat kedua dibawah kekerasan fisik sebagai kekerasan yang paling sering terjadi pada perempuan di Indonesia. Sampel yang ditemukan pada TKP umumnya berupa sel sperma dari pelaku bercampur dengan sel epitel korban. Oleh karena itu pemisahan sel perlu dilakukan untuk memudahkan interpretasi pelaku kekerasan seksual. Pemisahan sel dilakukan dengan metode conventional differential extraction yang sampai saat ini masih menjadi gold standard dalam menangani sampel kekerasan seksual walaupun terdapat berbagai alternatif lain dikarenakan sederhana, murah, dan menghasilkan konsentrasi DNA yang baik. Tujuan: Mengetahui pemisahan sel sperma dari epitel dalam berbagai rasio konsentrasi dengan metode conventional differential extraction. Metode: Sampel penelitian dibuat dengan mencampurkan sel epitel dan sperma kedalam 4 rasio konsentrasi (A,B,C,D). Pemisahan sel sperma dari epitel dilakukan dengan metode conventional differemtial extraction kemudian DNA diekstraksi dengan metode Chelex 20%. DNA yang telah diekstraksi dihitung konsentrasinya dengan Quantifiler Duo. Hasil: Pemisahan sel dapat terjadi pada 4 kelompok rasio konsentrasi. Uji statistik menunjukkan perubahan rasio konsentrasi memiliki perbedaan bermakna terhadap konsentrasi DNA yang dihasilkan baik pada fraksi epitel maupun fraksi sperma. Kesimpulan: Conventional differential extraction dapat memisahkan sel sperma dari epitel dilihat dari konsentrasi DNA yang dihasilkan pada seluruh kelompok rasio konsentrasi dengan rasio konsentrasi A sebagai rasio terbaik dalam memisahkan sel

Background: Sexual violence is a crime that occurs quite often in Indonesian society and ranks second below physical violence as the most frequent violence against women in Indonesia. Samples found at crime scenes are generally in the form of sperm cells from the perpetrator mixed with the epithelial cells of the victim. Therefore, it is necessary to separate cells to facilitate the interpretation of perpetrators of sexual violence. Cell separation was carried out using the conventional differential extraction method, which is still the gold standard in handling sexual violence samples, although there are various other alternatives because they are simple, inexpensive, and produce good DNA concentrations. Objective: To determine the separation of sperm cells from the epithelium in various concentration ratios using the conventional differential extraction method. Methods: Samples were prepared by mixing epithelial cells and sperm into 4 concentration ratios (A, B, C, D). Separation of sperm cells from the epithelium was carried out by conventional differemtial extraction method, then DNA was extracted using the Chelex 20% method. The extracted DNA was calculated for its concentration with Quantifiler Duo. Result: Cell separation can occur in 4 concentration ratio groups. Statistical test showed that the change in concentration ratio had a significant difference in the concentration of DNA produced in both the epithelial and sperm fractions. Conclusion: Conventional differential extraction can separate sperm cells from the epithelium seen from the concentration of DNA produced in all groups, the concentration ratio with the concentration ratio A as the best ratio in separating cells"
Depok: 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidya Ade Rahmawati
"Kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia turut disebabkan karena lamanya pengesahan RUU TPKS yang utamanya disebabkan oleh pertarungan ideologi dan kuatnya narasi utama kekerasan seksual yang mengopresi penyintas. Perlawanan terhadap narasi utama kekerasan seksual dan upaya untuk menghadirkan ruang bagi penyintas salah satunya dilakukan dengan memanfaatkan media kreatif, seperti yang ditunjukan dalam video dokumenter berjudul Dengar dan Suarakan yang dipublikasikan oleh LBH APIK Jakarta. Tulisan ini menganalisis bagaimana kontra-narasi kekerasan seksual divisualisasikan dalam video dokumenter Dengar dan Suarakan sebagai salah satu upaya untuk melawan narasi penolakan RUU TPKS dan mengadvokasikan pengesahannya. Melalui pembedahan adegan, matrikulasi data, dan analisis dengan pendekatan kriminologi visual, kriminologi naratif, dan kriminologi feminis, tulisan ini menemukan pada media visual video dokumenter Dengar dan Suarakan dapat merepresentasikan suara penyintas dan menghadirkan kontra-narasi kekerasan seksual dalam rangka menegaskan urgensi dan mendukung pengesahan RUU TPKS.

Ideological battles and the solid existing narrative of sexual violence that oppresses survivors, has prolonged the passing of the TPKS law, and concocted emergency conditions regarding sexual violence in Indonesia. LBH APIK is publishing a documentary video entitled "Dengar dan Suarakan" to resist the existing narrative and create space to support survivors in voicing their experiences, which include efforts to obtain justice. This paper analyzes the visualization of the counter-narrative of sexual violence in the documentary Dengar dan Suarakan to counter the narrative of rejecting the Sexual Violence Crime Bill (RUU TPKS) and advocate for its ratification. Through scene analysis, matriculation data, and analysis using visual criminology, narrative criminology, and feminist criminology approach and perspective, this article finds that the visualization of the documentary "Dengar dan Suarakan" can represent the voices of survivors and present a counter-narrative of sexual violence to emphasize the urgency and support the ratification of the RUU TPKS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Ashriana
"Kekerasan seksual merupakan tindakan pelanggaran hak asasi yang dilatarbelakangi oleh budaya patriarki. Akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual cukup tinggi dan cenderung menuai banyak kesalahpahaman yang membuat korban disalahkan dan pelakunya hanya dibiarkan. Dalam empat cerpen Kelam Kelamin, Laviaminora menyuarakan potret dan pengaruh kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma pada korban. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk kekerasan seksual dan bentuk trauma yang terdapat pada karya Laviaminora tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dan kajian psikoanalisis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan identifikasi dan analisis terhadap masing-masing tokoh cerpen, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat berbagai bentuk kekerasan seksual yang memengaruhi timbulnya beragam bentuk gejala trauma. Bentuk trauma tersebut bergantung pada bagaimana tokoh memaknai, memproses, dan menanggapi tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.

Sexual violence is an act of violation of human rights caused by a patriarchal culture. Lately, cases of sexual violence are quite high and tend to reap a lot of misunderstandings that make the victim blamed and the perpetrators are left alone. In the four short stories Kelam Kelamin, Laviaminora voiced the portrait and influence of sexual violence that traumatized the victim. This study aims to reveal the forms of sexual violence and forms of trauma contained in Laviaminora's work. To achieve the aim, this study uses a literary psychology approach and psychoanalytic studies. The research method used a descriptive qualitative method. Based on the identification and analysis of each character in the short story, it is concluded that various forms of sexual violence affect the emergence of various forms of trauma symptoms. The form of trauma depends on how the characters interpret, process, and respond to the acts of sexual violence they experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>