Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nyimas Nadia Sabrina
"Salah satu sistem pernikahan yang terdapat di Indonesia adalah arranged marriage. Di dalam ajaran Agama Islam, konsep arranged marriage dikenal sebagai ta?aruf. Arti dari ta?aruf adalah perkenalan yang dilakukan sesuai dengan norma Agama Islam. Tujuan dari ta?aruf adalah pernikahan (Hana, 2012). Di Indonesia, penelitian mengenai pernikahan yang dilakukan melalui proses ta?aruf tidak sepopuler penelitian terkait love marriage. Berdasarkan studi literatur, timbul dugaan humility dalam diri individu yang menikah melalui ta?aruf memiliki hubungan dengan komitmen pernikahan, yang merupakan prediktor keberhasilan pernikahan. Berdasarkan dugaan tersebut, dilakukanlah penelitian untuk membuktikan hubungan antara humility dengan komitmen pernikahan pada 205 individu yang menikah melalui ta?aruf di Indonesia. Hasil membuktikan adanya hubungan antara humility dengan komitmen pernikahan personal dan juga antara humility dengan komitmen pernikahan. Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara humility dengan komitmen pernikahan struktural.

One of the marriage systems that is found in Indonesia is arranged marriage. In Islamic teachings, the concept of arranged marriage is known as ta?aruf. The meaning of ta?aruf is introduction process that is conducted according to Islam norms. Ta?aruf aims for marriage (Hana, 2012). In Indonesia, research about ta?aruf marriage is not as popular as research regarding love marriage. Based on literature review, rose a presumption that there is a relationship between humility and marital commitment in ta?aruf individuals. According to that presumption, researcher conducted a study to prove the relationship between humility and marital commitment in 205 individuals who were married through ta?aruf process in Indonesia. Results showed that there is a significant positive correlation between humility and personal commitment as well as between humility and moral commitment. However, it was shown that there is no correlation between humility and structural commitment."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55388
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigih Prayitno
"Pendidikan merupakan salah satu hal yang mendasar dalam kehidupan manusia. Pendidikan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah pendidikan yang berusaha untuk membentuk manusia seutuhnya yang berkemampuan serta berwatak unggul. Namun pada kenyataan saat ini, kondisi siswa sebagai subjek pendidikan masih belum dapat dikatakan sesuai dengan amanat konstitusi tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai fenomena yang menunjukkan perilaku menyimpang oleh siswa seperti ujaran kebencian, cyberbullyingserta intoleransi. Di sisi lain, psikologi sebagai salah satu ilmu yang melakukan studi empiris terhadap pendidikan, memiliki sebuah konsep yaitu intellectual humility yang menurut berbagai studi terbukti dapat mencegah berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini berusaha melihat bagaimana gambaran intellectual humility khususnya pada siswa SMA di Jakarta. Hasil penelitian yang dilakukan pada partisipan (N=116) menunjukkan bahwa tingkat intellectual humility pada siswa SMA di Jakarta cenderung tinggi serta dominan tinggi pada dimensi Respect of Other’s Viewpoints (ROV) dan Lack of Intellectual Overconfidence (LIO). Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa tidak terdapat  perbedaan yang signifikan antara tingkat intellectual humility pada siswa laki-laki dan perempuan, serta terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat intellectual humility pada siswa yang berasal dari sekolah negeri dengan siswa yang berasal dari sekolah swasta.

Education is one of the fundamental things in human life. The education referred to in these provisions is education that seeks to develop a person with desired abilities and characteristics. However, in these days, the condition of students as subjects of the education itself cannot be said to be ideal with the constitutional mandate. This can be seen through various phenomena that show deviant behavior by students such as hate speech, cyberbullying and religious intolerance. On the other hand, psychology as a science that conducts empirical studies on education has a concept, namely intellectual humility, which according to various studies has been proven to be able to prevent various deviant behaviors carried out by these students. Therefore, this study seeks to see how intellectual humility is described, especially among high school students in Jakarta. The results of research conducted on participants (N=116) showed that the level of intellectual humility among high school students in Jakarta tends to be high and dominantly high on the Respect of Other's Viewpoints (ROV) and Lack of Intellectual Overconfidence (LIO) dimension. In addition, the study also found that there was no significant difference between the level of intellectual humility in male and female students, and there was a significant difference between the level of intellectual humility between the students of public schools and the students of private schools."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisya Nilam Sari
"Subjective Well-Being (SWB) remaja relatif menurun selama pandemi dan salah satu faktor yang dapat menjadi buffer adalah strength dan virtue dalam diri seseorang. Salah satu virtue tersebut adalah Intellectual Humility (IH) yang relatif memiliki hubungan positif dengan SWB secara umum. Penelitian ini meneliti hubungan IH dengan SWB sekolah (SWBS) yang merupakan salah satu domain khusus dari SWB pada remaja. Partisipan penelitian berjumlah 166 remaja awal umur 12-15 tahun yang merupakan siswa/i SMP Negeri. Alat ukur yang digunakan adalah CIHS (Krumrei-Mancuso & Rouse, 2016) dan BASWBSS (Tian et al., 2014) untuk mengukur kedua variabel. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel IH dengan SWBS, tetapi ada hubungan antara beberapa dimensi dalam IH (Openness to Revise One's Viewpoint dan Lack of Intellectual Overconfidenc) dengan SWBS beserta komponen kognitif di dalamnya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perbaikan dalam metodologi dan prosedur pegambilan data, serta saran praktis bagaimana menanamkan IH pada siswa/i di sekolah sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka yang telah melalui pembelajaran akademik di era pandemi.

Subjective Well-Being (SWB) of adolescence has relatively decreased during the pandemic and one of the factors that can be a buffer towards it is the strength and virtues possessed by individuals. One of these virtues is Intellectual Humility (IH) which relatively has a positive relationship with SWB in general. This study examines the relationship between IH and SWB in school (SWBS) which is a special domain for adolescents’ well-being. The participants of this study were 166 teenagers aged 12-15 years old who were students of a Public Junior High School. The CIHS (Krumrei-Mancuso & Rouse, 2016) and BASWBSS (Tian et al., 2014) were used as measuring tools in this study. The result of this study showed that there was no significant relationship between IH and SWBS, but there was a relationship between several dimensions in IH (Openness to Revise One's Viewpoint and Lack of Intellectual Overconfidence) with SWBS and its cognitive component. Suggestions for future research are improvements in methodology and data collection procedures, as well as practical suggestions on how to instill IH in students at school as an effort to improve the welfare of students who had gone through academic learning in the pandemic era."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Nurul Anisyah Iryantie
"Kecemasan menghadapi ujian merupakan pengalaman umum di kalangan mahasiswa yang dapat berdampak negatif pada hasil akademik ketika dialami dalam tingkat tinggi. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi hubungan dari kecemasan menghadapi ujian, salah satunya adalah intellectual humility. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk melihat hubungan antara intellectual humility dengan kecemasan menghadapi ujian pada mahasiswa. Intellectual humility diukur dengan menggunakan alat ukur Comprehensive Intellectual Humility Scale (CIHS) sedangkan untuk kecemasan menghadapi ujian diukur dengan menggunakan alat ukur Test Anxiety Inventory (TAI). Partisipan pada penelitian ini merupakan 143 mahasiswa aktif dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, dengan rentang usia 18-25 tahun. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang positif antara intellectual humility (M = 76,87, SD = 9,431) dengan kecemasan menghadapi ujian (M = 52,27, SD = 11,285) pada mahasiswa, r = +0,190, p < 0,05, r² = 0,036, one-tailed. Limitasi penelitian ini yaitu jumlah partisipan perempuan (80%) jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah partisipan laki-laki (20%) sehingga tidak berimbang dan data penelitian dari salah satu variabel yaitu variabel intellectual humility ditemukan memiliki hasil distribusi data yang tidak normal.

Test anxiety is a common experience among college students that can negatively impact academic results when experienced at high levels. Therefore, it is essential to explore the relationship between test anxiety, one of which is intellectual humility. This quantitative study aims to see the relationship between intellectual humility and test anxiety in college students. Intellectual humility was measured using the Comprehensive Intellectual Humility Scale (CIHS), while test anxiety was measured using the Test Anxiety Inventory (TAI). Participants in this study were 143 active college students from various universities in Indonesia, with an age range of 18-25 years. The results showed that there was a positive relationship between intellectual humility (M = 76,87, SD = 9,431) and test anxiety (M = 52,27, SD = 11,285) for in college students, r = +0,190, p < 0,05, r² = 0,036, one-tailed. The limitation of this study is that the number of female participants (80%) is far more than the number of male participants (20%) so it is not balanced and research data from one of the variables, namely the intellectual humility variable, is found to have abnormal data distribution results."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dearni Thalia
"Mempraktikkan toleransi beragama masih menjadi masalah di Kota Depok. Toleransi beragama sendiri dapat dipahami sebagai perilaku menghormati atau menghargai individu lain yang memiliki kepercayaan berbeda, serta tidak menghalangi penganut kepercayaan lain dalam menjalankan agamanya. Penelitian terdahulu menemukan bahwa kerendahan hati intelektual sebagai suatu kebajikan berkaitan dengan toleransi beragama. Akan tetapi, belum mempertimbangkan keberagaman agama dalam penelitian yang dilakukan. Kerendahan hati intelektual tersebut dapat dipahami sebagai kesadaran individu bahwa dirinya bisa saja salah tanpa merasa terserang oleh pendapat-pendapat lain yang berbeda dengannya. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kerendahan hati intelektual dengan toleransi beragama pada emerging adult yang menjalani pendidikan di Kota Depok. Partisipan dalam penelitian ini adalah emerging adult berusia 18–25 tahun (M = 21.33 dan SD = 1.26) yang pernah atau sedang menjalani pendidikan di Kota Depok dengan lingkungan yang terdiri dari keberagaman agama (N = 146). Instrumen penelitian yang digunakan adalah Comprehensive Intellectual Humility Scale (CIHS) dan Religious Tolerance Measurement. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kerendahan hati intelektual dan toleransi beragama r(146) = 0.257, p < 0.01, one-tailed. Implikasi penelitian ini adalah institusi pendidikan diharapkan dapat lebih mempromosikan kerendahan hati intelektual dan toleransi beragama karena tidak hanya memungkinkan pelajar untuk dapat terbuka pada pengetahuan-pengetahuan baru, namun juga dapat menghindari konflik-konflik interpersonal dalam lingkungan yang terdiri dari keberagaman dan perbedaan.

Practicing religious tolerance still becomes an issue in Depok. Religious tolerance itself can be understood as respectful behaviours and attitudes toward individuals from different beliefs and does not interfere with their religious practices. Previous research found intellectual humility as a virtue related to religious tolerance. However, they have not considered religious diversity in their research. Intellectual humility can be understood as one's non-threatening awareness of their intellectual fallibility. This study aims to determine the relationship between intellectual humility and religious tolerance in emerging adults who have attended education in Depok. Participants in this study were emerging adults aged 18–25 years old (M = 21.33 and SD = 1.26) who had or are currently studying in Depok with an environment consisting of religious diversity (N = 146). The research instruments used were the Comprehensive Intellectual Humility Scale (CIHS) and the Religious Tolerance Measurement. The result shows that there is a positive and significant relationship between intellectual humility and religious tolerance r(146) = 0.257, p < 0.01, one-tailed.. This research implies that educational institutions are expected to promote intellectual humility because not only does it allow students to be open to new knowledge, but also to avoid interpersonal conflicts in an environment consisting of diversity and differences."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Arifianti
"Intellectual Humility (IH) merupakan suatu sifat kebajikan yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu psikologi dan dipercaya dapat membantu para siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) mengelola dirinya saat bertemu dengan
perbedaan berpendapat. Dewasa ini, alat ukur The Comprehensive Intellectual Humility Scale (CIHS) telah teruji secara komprehensif mampu mengukur konsep IH
yang terdiri atas empat aspek yang berbeda, yaitu; Independence of Intellect and Ego (IIO), Openness to Revising One’s Viewpoint (OROV), Respect for Others’
Viewpoints (ROV), Lack of Intellectual Overconfidence (LIO). Tujuan dari penelitian
ini adalah mengadaptasi alat ukur CIHS ke dalam versi bahasa Indonesia pada siswa
SLTA di Indonesia. Metode penelitian kuantitatif dilakukan dalam beberapa tahap
berdasarkan pedoman adaptasi alat ukur dari International Test Commission (ITC).
Penelitian ini melibatkan 411 partisipan berusia 14-19 tahun (M = 16.10) dipilih
melalui convenience sampling. Prosedur pengujian reliabilitas dan validitas melalui
internal consistency dan confirmatory factor analysis (CFA) telah dilakukan. Hasil
perhitungan reliabilitas menunjukkan alat ukur CIHS versi Bahasa Indonesia tidak
memiliki item-item dengan nilai konsistensi internal yang tinggi, baik secara
keseluruhan maupun pada dua aspek yang termasuk di dalamnya. Sementara itu, hasil
uji validitas dengan menggunakan CFA menunjukkan model good fit, dengan
memenuhi 2 dari 3 kriteria yang berlaku. Pengembangan alat ukur ini masih
diperlukan terutama dalam meningkatkan nilai reliabilitasnya. Meskipun demikian,
alat ukur CIHS versi Bahasa Indonesia valid dalam mengukur konstruk Intellectual
Humility. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian adaptasi alat
ukur, pengembangan konstruk Intellectual Humility di kemudian hari, serta
pengembangan lebih jauh dari penelitian ini dapat membantu guru dan para psikolog
sekolah dalam proses asemen pengukuran Intellectual Humility untuk pengembangan karakter siswa SLTA di Indonesia.

Intellectual Humility (IH) is a virtue that was recently developed in the field of
psychology and is trusted to be able to help high school students manage themselves
when facing disagreements. Currently, The Comprehensive Intellectual Humility
Scale (CIHS) has been tested comprehensively to be able to measure the IH which
consists of four different aspects, namely; Independence of Intellect and Ego (IIO),
Openness to Revise Someone's Point of View (OROV), Respect for Other
Perspectives (ROV), Lack of Too Intellectual Trust (LIO). The purpose of this study
was to adapt the CIHS into an Indonesian version for secondary school students in
Indonesia. The quantitative research method was carried out in several stages based
on the guidelines for adapting measuring instruments from the International Test
Commission (ITC). This study involved 411 participants aged 14-19 years (M = 16.10)
who were selected by convenience sampling. The procedure for testing the reliability
and validity through internal consistency and confirmatory factor analysis (CFA) was
carried out. The results of reliability calculations show that the Indonesian version of
the CIHS does not have items with high internal consistency, both as an overall score
and on the two aspects included in it. Other than that, the results of the validity test
using the CFA showed a good fit, by meeting 2 of the 3 criterions. The development
of this measurement is still needed, especially in increasing its reliability score.
However, the Indonesian version of the CIHS is valid in measuring the construct of
intellectual humility. The results of this study can be used as a reference for measuring instrument adaptation research, the development of the intellectual humility construct in the future, and further development of this study can assist
teachers and school psychologists in the process of measuring Intellectual Humility for building characters of secondary school students in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Bilqisthi
"Di Indonesia, terdapat fenomena ta?aruf (perjodohan muslim Indonesia). Hal yang membedakan ta?aruf dengan perjodohan lainnya adalah landasan proses ini berdasarkan keyakinan agama, bukan budaya ataupun alasan ekonomi. Studi mengenai pasangan pernikahan yang melalui perjodohan, termasuk ta?aruf masih sedikit jika dibandingkan pernikahan romantic love. Berdasarkan studi literatur, komitmen dan kepuasan pernikahan merupakan prediktor kesuksesan pernikahan. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kedua variabel tersebut dalam konteks pernikahan ta?aruf. Maka peneliti melakukan penelitian yang melihat hubungan kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan pada 131 individu yang menikah melalui ta?aruf. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan pernikahan dengan komitmen personal (r = 0,423, p < 0.01, one-tailed.) dan juga antara kepuasan pernikahan dengan komitmen moral (r =0.330, ,p < 0.01, one-tailed). Namun, ternyata tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen struktural dan kepuasan pernikahan (r = 0,074, p > 0.01)

In Indonesia , there are ta'aruf phenomenon ( Indonesian Muslim matchmaking ) . The differences between ta'aruf with other matchmaking is the cornerstone of this process is based on religious beliefs, not cultural or economic reasons. Studies with arranged marriage participant, including ta'aruf, are less when compared to romantic love marriage. Based on the literature study, commitment and marital satisfaction is a predictor of marriage success. However , no studies have looked at the relationship between the two variables in the context of ta'aruf. So the researcher conducted a study to see the relationship between marital satisfaction and commitment in 131 married individuals through ta'aruf. The results show that there is a positive and significant relationship between marital satisfaction with personal commitment ( r = 0.423 , p < 0.01 , one-tailed) And also between marital satisfaction with moral commitment ( r = 0.330 , p < 0.01 , one-tailed). However, it turns out there is no significant relationship between structural commitment and marital satisfaction ( r = 0.074 , p > 0.01)"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fath Fatheya
"Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Dalam proses menuju pernikahan yang islami, biasanya individu yang religius melalui proses ta?aruf. Ta?aruf merupakan perkenalan antar calon pasangan yang diniatkan untuk menuju pernikahan, dengan cara yang sesuai dengan syariat-syariat agama Islam seperti, laki-laki dan perempuan tidak boleh bertemu hanya berdua saja, tidak diperbolehkan adanya kontak fisik sebelum menikah, dan adanya batasan durasi perkenalan. Individu yang menikah secara ta?aruf, diasumsikan memiliki religiositas yang tinggi. Pada penelitian mengenai individu yang memiliki religiositas yang tinggi di Amerika, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara stabilitas pernikahan dan komitmen pernikahan. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian komitmen pernikahan dan stabilitas pernikahan dalam konteks pernikahan ta?aruf. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan komitmen pernikahan (personal, moral, dan struktural) dan stabilitas pernikahan. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif pada 100 individu yang menikah secara ta?aruf dengan usia pernikahan minimal 3 tahun di Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara stabilitas pernikahan dengan komitmen personal (r= -0,266, p < 0,01, one-tailed) dan komitmen moral (r= -0,195, p < 0,05, one-tailed). Selain itu, tidak terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara stabilitas pernikahan dengan komitmen struktural (r= 0,043, p > 0,05, one-tailed

Indonesia is a country which major citizens are Muslim. In the process through islamic marriage, occassionally religious individual pass through ta?aruf process. Ta?aruf is an introduction stage between the candidate couple which is inteded to be married, where the etiquettes are based on Islamic laws such as, man and women are not allowed to meet alone, physically contact before marriage is forbidden, and there is time limitation on the introduction process. Individuals who have married through ta?aruf process are assumed having high religiosity. In a research which samples are highly religious people at Unites States, shows that there is a relationship between marital stability and marital commitment. Researcher is interested to study marital commitment and marital stability in ta?aruf marriage context. This study aims to see the relationship between marital commitment (personal, moral, and structural) and marital stability. This study is conducted quantitatively to 100 Indonesian people who have married through ta?aruf at least 3 years. The results showed there is positively significant relationship between marital stability and personal commitment (r= -0,266, p < 0,01, one-tailed) and moral commitment (r= -0,195, p < 0,05, one-tailed). Moreover, there is no negatively significant relationship between marital stability and structural commitment (r= 0,043, p > 0,05, one-tailed)."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiya Solihat Eka Riani
"Pacaran dan ta’aruf dikenal sebagai tren pemilihan pasangan di Indonesia (Madya, 2017). Dalam pacaran dan ta’aruf, terdapat beberapa perbedaan mekanisme dalam proses perkenalan menuju pernikahan dalam hal waktu perkenalan, ada atau tidaknya perantara dalam proses perkenalan, kontak fisik, dan pengalaman mengembangkan rasa cinta sejak sebelum pernikahan (Wuryandari, 2010; Sakinah & Kinanthi, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dan hubungan antara self-disclosure dengan kepuasan pernikahan yang signifikan pada dua kelompok individu yang menikah melalui proses pacaran dan ta’aruf. Sebanyak 133 partisipan yang terdiri dari 71 individu yang menikah melalui proses pacaran dan 62 individu yang menikah melalui proses ta’aruf, dengan rentang usia 19-40 tahun dalam masa 5 tahun pertama pernikahan berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian komparasi dengan metode pengujian statistik independent sample t-test dan strategi penelitian korelasional dengan metode pengujian statistik pearson moment correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self-disclosure yang signifikan antara pernikahan yang melalui proses pacaran dan ta’aruf (t(131) = 3,087, p < 0,05, d = 0,517, two-tailed), namun tidak ditemukan adanya perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara pernikahan yang melalui proses pacaran dan ta’aruf. Self-disclosure berhubungan secara positif dan signifikan dengan kepuasan pernikahan, baik pada pernikahan yang melalui proses pacaran (r = 0,405, p < 0,01, r2 = 0,164) maupun pernikahan yang melalui proses ta’aruf (r = 0,457, p < 0,01, r2 = 0,209). Dengan demikian, semakin tinggi self-disclosure individu atau semakin terbuka individu dalam pengungkapan diri terhadap pasangannya, semakin tinggi kepuasan pernikahannya.

Dating and ta’aruf are known as the trend of partner selection in Indonesia (Madya, 2017). There are several different mechanisms in the process of introduction to marriage between dating and ta’aruf in terms of time, the presence or absence of intermediaries, physical contact, and the experience to develop love since before marriage (Wuryandari, 2010; Sakinah & Kinanthi, 2018). This study aimed to investigate whether there is a significant difference and relationship between self-disclosure and marital satisfaction in two groups. A total of 133 participants consisting of 71 individuals who married through the dating process and 62 individuals who married through the ta'aruf process, with an age range of 19-40 years in the first 5 years of marriage participated in this study. This study used a comparative research strategy with the independent sample t-test statistical testing method and a correlational research strategy with the Pearson’s moment correlation statistical testing method. The results show that there is significant difference in self-disclosure between marriages through the dating process and ta'aruf (t(131) = 2.974, p < 0.05, d = 0.517, two-tailed), but there is no significant difference in marital satisfaction between marriages through the dating process and ta'aruf. Self-disclosure has a positive and significant relationship with marital satisfaction, both in marriages through the dating process (r = 0.405, p < 0.01, r2 = 0.164) and marriages through the ta'aruf process (r = 0.457, p < 0,01, r2 = 0.209). Thus, the higher the self-disclosure towards the partner, the higher the satisfaction of the marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jelsy Triwidya Cristiar
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kualitas perkawinan dengan usia perkawinan pada individu yang menikah melalui proses ta?aruf. Variabel kualitas perkawinan diukur menggunakan Quality Of Marriage Index (Norton, 1983), sedangkan usia perkawinan diukur secara kontinuum dalam urutan tahun. Penelitian ini melibatkan 99 responden (laki-laki 26 orang dan perempuan 73 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor total kualitas perkawinan dengan lamanya usia perkawinan r(99)= -0,109, p> 0,05. Namun terdapat perbedaan skor kualitas perkawinan yang signifikan antara individu yang mengenal pasangannya sebelum ta?aruf dengan individu yang tidak mengenal. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas perkawinan dengan jenis kelamin, dan antara kualitas perkawinan dengan tingkat pendidikan.

The objective of this research was to investigate the relationship between marital quality and marital duration with arranged (ta?aruf) married individuals. Marital quality was measured using Quality of Marriage Index by Norton (1983). Marital duration was obtained continuumly based on years of marriage. The respondents of this research were 99 married individuals (26 male and 73 female). The result of this research shows that total score of marital quality and marital duration toward arranged (ta?aruf) married inividuals were not significantly correlated, r(99)= -0,109, p> 0,05. While there was difference score of marital quality between individual who had known their spouse before ta?aruf and who had not. This research also shows that between total score of marital quality and educational level, also total score of marital quality and gender were not significantly correlated."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>