Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lalamentik, Ivan Satrio
"Pesatnya perkembangan ekonomi melatarbelakangi timbulnya perusahaan dengan struktur induk-anak perusahaan berdasarkan kepemilikan saham. Namun, hukum perusahaan di Indonesia hanya mengakui doktrin separate legal entity dari struktur tersebut. KPPU dalam Putusan Temasek tidak mengakui separate legal entity, melainkan menggunakan doktrin single economic entity yang ditafsirkan dari definisi "Pelaku Usaha" UU 15/1999.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa KPPU menggunakan doktrin tersebut untuk memperluas yurisdiksinya (prinsip ekstrateritorial). Hasil penelitian membuktikan bahwa doktrin single economic entity tidak memiliki dasar hukum. Diperkuat Mahkamah Agung, doktrin tersebut dijadikan Preseden oleh KPPU untuk Kasus Astro dan Kasus Pfizer.

The rapidness of economic development has influenced the existence of company with parent-subsidiary structure, based on stock ownership. Indonesian Company Law only acknowledge separate legal entity doctrine towards such structure. Instead of use that doctrine, KPPU on Temasek case used the single economic entity doctrine which interpreted from the definition of "undertaking" Law of 15/1999.
The result shows that KPPU use such doctrine to expand its jurisdiction (extrateritorial principle). The reseach result shows that single economic entity doctrine does not have any legal basis. Supported by Supreme Court, the doctrine has become precedent by KPPU for Astro and Pfizer Case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyanto
"Doktrin Single Economic Entity (SEE) bukan konsep yang asing dalam dunia bisnis dan akuntansi. Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mempelopori penerapan doktrin ini dalam penanganan perkara pelanggaran hukum persaingan usaha. Berdasarkan doktrin ini, satu kelompok pelaku usaha yang terdiri dari beberapa pelaku usaha yang merupakan subyek hukum mandiri, dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan pelaku usaha yang merupakan angota SEE, bahkan jika induk perusahaan berdomisili di luar yurisdiksi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Di Indonesia, penerapan doktrin SEE telah dilakukan pada dua kasus hukum persaingan usaha, yaitu kasus Temasek dan Astro. Penerapan doktrin ini membawa perdebatan terutama berkaitan dengan landasan yuridisnya karena doktrin SEE tidak secara ekplisit tertuang dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktek Persaingan Tidak Sehat (UU nomor 5 tahun 1999). Untuk mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai konsep doktrin SEE, landasan yuridis, mekanisme penerapan, dan kendala yang dihadapi, kami tertarik untuk melakukan penulisan terkait tema dimaksud.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, penerapan doktrin SEE di Indonesia bukan sama sekali tidak memiliki landasan yuridis. Walaupun doktrin tersebut tidak tertuang dalam batang tubuh dan penjelasan UU nomor 5 tahun 1999, penerapan doktrin SEE sejalan dengan Memory van Toleighting UU dimaksud yang memasukkan "frasa satu kelompok pelaku usaha" untuk mengantisipasi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang merupakan anggota sebuah perusahaan grup. Selain itu, doktrin SEE sejalan dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 347/BL/2014 yang mewajibkan emiten dan perusahaan publik yang memiliki pengendalian atas anak perusahaan untuk menyusun laporan keuangan konsolidasi (menjadi satu kesatuan). Selain itu, untuk memperdalam pembahasan, dilakukan juga studi komparasi atas penerapan doktrin SEE di Malaysia dan Afrika Selatan. Lebih lanjut, untuk mengatasi perdebatan dalam penerapan doktrin SEE dimaksud, sebaiknya substansi doktrin SEE dimasukkan dalam perubahan RUU nomor 5 tahun 1999.

Single Economic Entity doctrine (SEE) is not a new concept in the world of business and accounting. United States and the EU has pioneered in practicing this doctrine to handle the infringements of competition law. According to the doctrine, a group of undertaking consisting of several businesses that are legal person, should be accountable for the actions of businesses which are members of SEE, even if the parent company is domiciled outside the jurisdiction of the businesses commiting infringements. In Indonesia, the application of the doctrine of SEE have been performed on two competition law cases, namely the case of Temasek and Astro. The practice of the doctrine drives a debate, mainly concerned with the juridical foundation since the SEE doctrine is not explicitly stated in the Act No. 5 of 1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition (Act No. 5 of 1999). To achieve a comprehensive understanding around the concept of SEE doctrine, juridical bases, implementation mechanisms, and encountered obstacles, we are interested to write such theme.
Based on the analyses, the practice of the SEE doctrine in Indonesia is not in the absence of legal bases. While the doctrine is not stated in the article and explanation of Act No. 5 of 1999, the practice of the of SEE doctrine is in line with the Memory van Toleighting of the act referred that include "phrase one group of businesses" to anticipate offenses committed by a company, member of a group company. In addition, the SEE doctrine is in line with the Financial Services Authority regulation number 347 / BL / 2014 requiring listed companies and public interest entities that posses control over the subsidiaries to prepare consolidated financial statements (as single economic unit). For further analyses, we also conducted comparison between the practice of Malaysia and South Africa. Furthermore, to address the argue, the substance of SEE doctrine should be included in the amandment draft of the Act number 5 of 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Ringe Angelina
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai urgensi pengaturan Single Economic Entity
Doctrine dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dengan mengaitkannya
dengan Mayarakat Ekonomi ASEAN. Dalam melakukan penelitian, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah urgensi pengaturan doktrin
tersebut dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dihubungkan dengan dengan
kasus-kasus terkait serta bagaimanakah dampak pengaturan doktrin tersebut
dihubungkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kesimpulan atas
permasalahan tersebut adalah perlunya pengaturan mengenai Single Economic
Entity Doctrine untuk dimasukkan dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999 agar
menimbulkan kepastian dalam menerapkan doktrin tersebut dan pengaturan
tersebut juga dibutuhkan untuk mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

ABSTRACT
This thesis discusses the urgency to regulate Single Economic Entity Doctrine on
Indonesian Competiton Law in relations to the ASEAN Economic Community. In
conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research
methods. The problem arise in this thesis is how to determine the urgency to
regulate such doctrine on Indonesian Competition Law considering the related
cases and its effect of such regulation considering the ASEAN Economic
Community. The conclusion is that it is important to include the regulation of
Single Economic Entity Doctrine to the soon-to-be revised Law Number 5/1999
to ensure the same perspectives in interpreting and applying the Single Economic
Entity Doctrine and to face the challenges in relations to the ASEAN Economic
Community."
2015
S61312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jordibec Essa Bala
"Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah mengantarkan pada realitas adanya akselerasi revolusi industri yang sangatlah dinamis, yang juga berdampak pada lingkup aktivitas bisnis yang semakin masif dilaksanakan secara lintas batas negara, yang kemudian didukung dengan adanya regulasi-regulasi yang mengarah pada integrasi ekonomi global. Realitas demikian tentunya akan membawa dampak positif dalam perkembangan perekonomian bangsa, termasuk namun tidak terbatas dalam hal menciptakan iklim persaingan usaha yang kompetitif, efektif dan efisien. Namun di sisi lain, hal demikian juga akan berdampak pada semakin terbukanya potensi anti persaingan yang dapat dilaksanakan secara lintas batas negara. Oleh karenanya, untuk mencegah dan mengakomodir potensi negatif demikian, diperlukan regulasi yang menerapkan prinsip ekstrateritorial dan doktrin single economic entity dalam penegakan hukum persaingan usaha Indonesia. Hukum persaingan usaha Indonesia saat ini, sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, menunjukkan bahwa tidak adanya penerapan prinsip dan doktrin tersebut. Berlandaskan hal tersebut, dalam penulisan Tesis ini, penulis akan mengkaji bagaimanakah korelasi, urgensi, dan sebaiknya penerapan pengaturan prinsip ekstrateritorial dan doktrin single economic entity dalam penegakan hukum persaingan usaha secara ekstrateritorial di yurisdiksi Indonesia. Selain itu juga, penulis akan mengkaji historis, filosofis, dan yuridis mengenai penerapan prinsip dan doktrin tersebut di yurisdiksi Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam kaitannya dengan penegakan hukum persaingan usaha secara ekstrateritorial.

The rapid development of information technology has led to the reality of a very dynamic acceleration of the industrial revolution, which also has an impact on the scope of increasingly massive business activities carried out across national borders, which are then supported by regulations that lead to global economic integration. This reality will certainly have a positive impact on the development of the nation's economy, including but not limited to creating a competitive, effective and efficient business climate. But on the other hand, it will also have an impact on the opening of anti-competitive potential that can be implemented across national borders. Therefore, to prevent and accommodate such negative potentials, regulations that apply the extraterritorial principle and single economic entity doctrine are required in the enforcement of Indonesian competition law. Indonesia's current competition law, as contained in Law Number 5 Year 1999, shows that there is no application of this principle and doctrine. Based on those, in writing this thesis, the author will examine the correlation, urgency, and best application of the extraterritorial principle and single economic entity doctrine in the enforcement of competition law extraterritorially in the Indonesian jurisdiction. In addition, the author will also examine the historical, philosophical, and juridical aspects of the application of this principle and doctrine in the jurisdictions of the European Union and the United States in relation to extraterritorial enforcement of competition law and antitrust law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Aprilitasari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25065
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Baruga Ermond
"Pembentukan perusahaan grup badan usaha milik negara berbentuk persero sedang gencar dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia agar tercipta perusahaan grup
yang ramping dan kuat. Dengan dilakukannya pembentukan perusahaan grup tersebut, persero-persero yang terlibat diharapkan akan semakin fokus dalam mengembangkan bisnisnya dari hulu hingga ke hilir. Akan tetapi, terdapat polemikpolemik dari gagasan pembentukan perusahaan grup ini. Mulai dari tidak adanya peraturan yang sistematis, rinci, dan komperhensif mengenai pembentukan perusahaan grup beserta hubungan-hubungan yang terjadi didalamnya, hingga terlalu kuatnya dominasi negara di dalam anak perusahaan akibat penyisipan saham seri A dwi-warna yang mengaburkan batasan antara kepemilikan dan pengendalian sehingga melunturkan prinsip separate legal entity. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif melalui kajian peraturan perundang-undangan yang relevan serta menganalisis doktrin-doktrin ahli hukum terkait dengan permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Indonesia belum mengakomodasi kerangka regulasi yang valid dan memadai dalam pembentukan perusahaan grup baik
dari segi pendirian, hubungan antara induk dan anak perusahaan, perpajakan, keuangan, persaingan usaha, kepailitan, dan sebagainya. Kemudian, tidak adanya
batasan yang jelas mengenai peran negara dalam dominasi dan/atau kontrol anak perusahaan melalui saham seri A dwi-warna yang berpotensi menyebabkan pengurusan perusahaan menjadi tidak efisien dan mencederai prisip-prinsip Good Corporate Governance.

The establishment of a state-owned group company is being intensively carried out by the Government of the Republic of Indonesia in order to create a lean and strong group company. By encouraging these group companies, the involved companies are expected to be more focused on developing their business from upstream to downstream. However, there are several problems and polemics about the establishment of this kind of group company. Starting from the absence of systematic, detailed, and comprehensive regulations regarding the establishment of group companies as well as the relationships that will occur within parent and subsidiary company, to the overly strong dominance of the state in the subsidiary company due to the insertion of golden share which is owned by Indonesia Government that obscures the boundary between ownership and control as well as injures the principle
of separate legal entity. The research is conducted by juridical-normative method through the study of relevant legislation and analyzing the doctrines from legal
experts which are related to the issues discussed. The results of this study conclude that Indonesia has not accommodated a valid and adequate regulatory framework
regarding group companies in terms of establishment, relations between parent and subsidiaries companies, taxation, finance, business competition, bankruptcy, and so on. Then, there is no clear boundary regarding the role of the state in dominating and/or controlling subsidiaries through golden share which has the potential to cause the management of the company to be inefficient and injure the principles of Good Corporate Governance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhifla Wiyani
"Era pasar bebas membuat perusahaan melakukan ekspansi ke berbagai negara. Banyak pula perusahaan yang mempunyai anak perusahaan dan mengintegrasikannya ke dalam bentuk perusahaan holding.. Perusahaan holding sebagai pihak pengendali menentukan arah kebijakan terhadap anak perusahaannya. Pengendalian tersebut menghilangkan independensi anak perusahaan dalam menentukan kebijakannya. Perusahaan holding dan anak perusahaan mempunyai status badan hukumnya masing-masing. Permasalahan mulai muncul manakala anak perusahaan melanggar ketentuan hukum persaingan usaha suatu negara, akibat kebijakan yang salah dari perusahaan induknya. Dapatkan otoritas persaingan usaha suatu negara meminta pertanggungjawaban pada perusahaan pengendali?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25880
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dhifla Wiyani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37326
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Ismail Suny
"Era perdagangan babas mengharuskan Pemerintah Republik Indonesia untuk bertindak lebih profesional dalam menjalankan roda pemerintahan dan menjauhkan dirt dart kepentingan individu atau kelompok tertentu, termasuk di dalamnya dalam rangka menjalankan roda perekonomian. Melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pemerintah berusaha untuk menjadi penggerak sekaligus sebagai contoh yang baik bagi rakyatnya dalam melakukan kegiatan bisnis. semi mengejar keuntungan yang sebesarbesarnya, Pemerintah memilih model perseroan terbatas sebagai kendaraan dalam menjalankan usahanya yang diimplementasikan dalam bentuk BUNN Persero.
BUMN Persero sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab pribaoi sebagaimana telah diatur dalam doktrin-daktrin perseroan terbatas, UU Perseroan Terbatas dan UU Badan Usaha Milik Negara. Untuk menunjang cita-cita luhur menjadi penggerak perekonomian yang baik, pemerintah berusaha senantiasa mengikuti aturan-aturan yang baik dan benar dalam menjalankan kegiatan usahanya, salah satunya adalah dengan mengimplementasikan doktrin pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam BUN Persero. Doktrin tersebut menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh demi menciptakan ikliin usaha yang baik.
Namun di Indonesia seringkali pandangan mengenai kepentingan negara seolah merupakan alasan pembenar untuk menempuh jalan apapun, termasuk di dalamnya jalan yang melanggar asas-asas yang sebelumnya dijunjung tinggi dan dijadikan acuan. Urusan negara, urusan perusahaan dan korupsi semakin lama semakin dicampuradukkan pengertiannya sehingga menimbulkan kekacauan sistem peradilan dan iklim usaha di tanah air yang senyata nyatanya telah mengakibatkan kesimpangsiuran dalam putusan pengadilan.

Free-trade era requires the government of the Republic of Indonesia to act more professionally and distance itself from individual and group interest, especially in economic matters. The government hopes to utilize state owned enterprise to drive the economy and to act as a good model for other domestic enterprises. For greater profits, the government has chosen a limited company model as a vehicle to run its business organization in the form of limited state owned company (BUMN Persero).
State owned limited enterprise as a legal entity has its own rights and obligation as specified by limited liability company doctrine, law of Limited Liability Company and law of the State Owned Enterprise. The government in order to fulfill its role as economic driver always attempts to abide by the regulations such as implementing the principles of good corporate governance in the state owned limited enterprise. Such doctrine determines measures that need to be taken in order to ensure favorable business climate.
Nevertheless in Indonesia, state interest frequently is being used as a reason to justify measures that violate sound legal doctrines. For example, misunderstanding in regard to public and private realm of law, as well as incorrect interpretation of the definition of corruption has led to confusion in upholding the law.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atharyanshah Puneri
"Perkumpulan merupakan salah satu bentuk badan hukum yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak jaman kolonial Belanda. Bahkan banyak perkumpulan yang berjasa dalam kemerdekaan bangsa Indonesia, seperti perkumpulan Budi Utomo. Sampai sekarangpun Perkumpulan masih banyak digunakan dalam masyarakat Indoensia. Tetapi sayangnya perkembangan mengenai Perkumpulan tersebut di Indonesia tidak diikuti dengan perkembangan mengenai hukum yang mengatur mengenai Perkumpulan tersebut. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk memahami mengenai hukum apa yang dijadikan dasar bagi Perkumpulan-perkupulan yang ada di Indonesia. Lebih lanjut penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana urgensi mengenai pembaruan hukum mengenai Perkumpulan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode deskriptif analitis, yang dibuat dengan melihat bagaimana Perkumpulan berdiri dan eksis di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, Perkumpulan di Indonesia masih diatur dalam Staatsblad 1870-64, KUHPerdata Pasal 1653-1665 dan Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016. Lebih lanjut, aturan-aturan yang ada tersebut ternyata dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan Perkumpulan yang ada di Indonesia, contohnya adalah yang terjadi dalam perkara dengan Putusan No. 203/G/2014/PTUN-Jkt dan Putusan No. 166/G/2013/PTUN-Jkt sehingga dibutuhkan adanya suatu pembaruan mengenai hukum yang mengatur Perkumpulan di Indonesia.

Association is one of the legal entity that is already known by the people of Indonesia since the Dutch colonial era. In fact, many associations are instrumental in the independence of Indonesia, such as association Budi Utomo. Until now, the Association is still widely used in public. But unfortunately the development of the Association in Indonesia is not followed by the development of the law governing the Association. The purpose of this study was to understand on what legal basis for the Associations in Indonesia. Furthermore, this study also aims to describe the urgency of the reform law on associations in Indonesia. This research is normative juridical that uses descriptive analytical method and made focusing on how an Association can rise and exist in Indonesia. Based on the results, it can be concluded, associations in Indonesia is still set in the Staatsblad 1870-64, Indonesian Civil Code Article number 1653-1665 and Regulation Minister of Law and Human Rights Number 3 Year 2016. Further, the existing rules is apparently considered incompatible with the development of the Association in Indonesia, for example on Case number 203/G/2014/PTUN-Jkt and Case number 166/G/2013/PTUN-Jkt, so it takes the existence of a reform of the laws governing the Association in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>