Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Irianti Ridwan
"Wacana sirkumsisi perempuan yang diakui sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dipraktikkan pada perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia Praktik ini diindikasikan tak memiliki manfaat dan justru menimbulkan dampak buruk pada perempuan yang disirkumsisi Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan praktiknya untuk dikriminalisasi dan mengetahui kondisi serta kebijakannya di Indonesia Perbandingan terhadap negara Mesir Guinea Perancis dan Australia dilakukan untuk mengetahui penanganannya di masing masing negara Tiga parameter digunakan untuk menganalisis sirkumsisi perempuan teori kriminologi konstitutif teori dominan dan kriteria kriminalisasi berdasarkan pendapat para sarjana Penelitian mencakup sejarah alasan jenis jenis beserta analisis praktiknya dari sudut budaya agama kesehatan dan HAM Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis Sirkumsisi perempuan tak diatur dalam ketentuan pidana Indonesia dan analisis menunjukkan bahwa praktiknya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Keempat negara pembanding memiliki strategi penal dan non penal dalam menangani praktiknya Hasil penelitian menyarankan perlunya pengaturan hukum akan sirkumsisi perempuan khususnya hukum pidana kriminalisasi dan kerjasama antara seluruh lapisan masyarakat untuk menangani dan mencegahnya

Wacana sirkumsisi perempuan, yang diakui sebagai pelanggaran hak asasi
perempuan, dipraktikkan pada perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia.
Praktik ini diindikasikan tak memiliki manfaat dan justru menimbulkan dampak
buruk pada perempuan yang disirkumsisi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kelayakan praktiknya untuk dikriminalisasi dan mengetahui kondisi serta
kebijakannya di Indonesia. Perbandingan terhadap negara Mesir, Guinea, Perancis
dan Australia dilakukan untuk mengetahui penanganannya di masing-masing negara.
Tiga parameter digunakan untuk menganalisis sirkumsisi perempuan: teori
kriminologi konstitutif, teori dominan, dan kriteria kriminalisasi berdasarkan
pendapat para sarjana. Penelitian mencakup sejarah, alasan, jenis-jenis, beserta
analisis praktiknya dari sudut budaya, agama, kesehatan, dan HAM. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis. Sirkumsisi perempuan
tak diatur dalam ketentuan pidana Indonesia, dan analisis menunjukkan bahwa
praktiknya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Keempat negara pembanding
memiliki strategi penal dan non-penal dalam menangani praktiknya. Hasil penelitian
menyarankan perlunya pengaturan hukum akan sirkumsisi perempuan khususnya
hukum pidana (kriminalisasi), dan kerjasama antara seluruh lapisan masyarakat untuk
menangani dan mencegahnya."
Universitas Indonesia, 2014
S56684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Noor Fauziah
"Praktik sunat perempuan saat ini sudah memasuki ranah rumah sakit dan dilakukan oleh para tenaga kesehatan, disebut dengan medikalisasi sunat perempuan. Banyak perempuan yang sudah tumbuh dewasa tidak sadar bahwa dirinya pernah mengalami praktik tersebut ketika masih dirawat di rumah sakit sehabis proses kelahirannya. Awalnya Menteri Kesehatan melarang masuknya sunat perempuan di ranah rumah sakit dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) 2006, saat itu banyak pihak yang tidak setuju dan banyak pula pihak yang setuju. Dibalik pro dan kontra mengenai sunat perempuan, pada tahun 2010 Menteri Kesehatan kembali mengeluarkan kebijakan mengenai praktik sunat perempuan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1636/Menkes/Per/XI/2010 yang melegalkan medikalisasi sunat perempuan. Menarik untuk melihat medikalisasi sunat perempuan di dua rumah sakit yang berbeda, yaitu Rumah Sakit Bersalin ASIH dan Rumah Sakit Umum Siaga Raya. Dengan latar belakang kedua rumah sakit yang berbeda, peneliti melihat adanya perbedaan pengetahuan, sikap, tindakan, dan kebijakan dari para tenaga kesehatan yang dapat menjadi sebuah wacana sunat perempuan.

The practice of female circumcision nowadays has reached into the hospital environment, and has practically adopted by many of medical workers. A big number of women who have been grow up and unconsciously realize that they already experienced the practice of circumcision when they were still at the hospital right after their birth. At first, The Ministry of Health prohibited the presence of female circumcision in the hospital environment with the regulation of Surat Edaran (SE) 2006. At that time, many parties were contradict with the regulation, but some of them also pro with that regulation. Behind those pros and contras about the regulation, in 2010 The Ministry of Health released the regulation about the practice of female circumcision with Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) No 1636/Menkes/Per/XI/2010, which legalize the medical practice of female circumcision. It is interesting to observe the medical practice of female circumcision at two different hospitals, which are ASIH The Maternity Hospital and Siaga Raya Hospital. With different backgrounds of those hospitals, the observer found some different knowledge, attitudes, actions, and regulations from the medical workers which can be a discourse of female circumcision. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Handayani
"Studi ini bertujuan untuk mendapatkan analisis tentang praktik khitan perempuan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi terkait dalam rangka mencari upaya untuk mengeliminasi khitan perempuan yang dilakukan tenaga kesehatan di Kecamatan Sukmajaya. Kota Depok, Jawa Barat.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan informasi yang menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan pengamatan melalui observasi praktik khitan perempuan. Jumlah keseluruhan informan bidan adalah 12 orang, yang bekerja di Puskesmas, Rumah Bersalin dan Bidan Praktik Swasta. Sedangkan informan kunci dalam studi ini terdiri dari ibu yang memiliki bayi perempuan yang anaknya dikhitan oleh tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Informasi yang diperoleh dalam studi ini menunjukkan bahwa informan tenaga kesehatan yang melakukan praktik khitan perempuan seluruhnya berprofesi sebagai bidan dengan rentang usia antara 23 hingga 49 tahun. Umumnya, informan bidan berasal dari suku Jawa dan Sunda serta beragama Islam. Masa kerja informan bidan yang > 5 tahun dan <5 tahun tidak memiliki perbedaan dari sisi pengetahuan, sikap, persepsi dan penawarannya terhadap khitan perempuan kepada masyarakat.
Informan bidan yang berusia < 30 cenderung longgar terhadap nilai-nilai tradisi. Sedangkan informan bidan yang berusia > 30 tahun memiliki nilai-nilai tradisi yang lebih melekat pada dirinya. Pada umumnya informan bidan beragama Islam dan terdapat perbedaan pendapat tentang kekuatan perintah pelaksanaan khitan perempuan.
Praktik khitan perempuan yang dilakukan oleh informan bidan, berdasarkan klasifikasi WHO (1984), masuk ke dalam tipe 4, yaitu `tidak terklasifikasi' unclassified, dan tipe simbolik (Pop Council) Alat yang digunakan adalah gunting kecil, jarum dan kapas, dilakukan pada saat bayi perempuan berusia 3 - 40 hari, dengan besar biaya bervariasi antara Rp 5.000 - Rp 50.000,-.
Informan bidan memiliki persepsi yang negatif terhadap mitos psikoseksual khitan perempuan. Namun, semua informan bidan memiliki persepsi bahwa khitan perempuan berhubungan dengan syarat sahnya masuk Islam.
Informan bidan menyatakan tidak menawarkan paket tindik kuping dan khitan perempuan kepada pasien yang baru melahirkan bayi perempuan. Namun, ada informan bidan yang mengakui secara otomatis menawarkan khitan perempuan kepada ibu yang baru melahirkan bayi perempuan. Informasi tersebut juga didukung oleh informan kunci ibu bayi yang mengatakan melakukan khitan perempuan karena ditawari oleh bidan penolong persalinan.
Informan bidan menyatakan tidak ada SOP khitan perempuan dan membutuhkannya supaya tidak melakukan praktik yang salah. Padahal SOP khitan perempuan tidak dapat dibuat karena tidak ada standar medis yang akan ditegakkan. Semua informan bidan menyatakan tidak tahu dan belum pernah mendengar bahwa WHO telah mengeluarkan pernyataan bulan Agustus 1982 tentang larangan tenaga kesehatan melakukan praktik khitan perempuan.
Praktik khitan perempuan oleh tenaga kesehatan kemungkinan akan tetap berlanjut di Kecamatan Sukmajaya. Selain karena eksistensi dukun yang semakin hilang dan masyarakat lebih memilih tenaga kesehatan untuk praktik khitan perempuan. Praktik ini juga didukung oleh tokoh agama dan lingkungan sosial. Perlu ada sosialisasi tentang manfaat dan bagi kesehatan perempuan serta peraturan yang jelas tentang praktik khitan perempuan serta kejelasan fatwa kejelasan fatwa dari MUI. Upaya ini perlu didukung oleh semua instansi terkait.

This study conducted to get analysis about the practices of FC by HCP in district of Sukmajaya, Town of Depok, West Java. The result of this study expected can become input to related institution in order to searching effort for elimination of FC by HCP in district of Sukmajaya, Town of Depok, West Java.
To achieve the objectives. data was collected qualitative method by indepth interview, focus group discussion and observation of the practices. informants of this study consists of 12 midwifes from Puskesmas, Rumah Bersalin and Midwife from private sector. To validate of information, this study also collected data from mother owned baby girl who circumcised by HCP, elite figure and religion figure.
Information which obtained in this study indicate that HCP who practices circumcised in district of Sukmajaya, entirely have profession as midwife. So that here in after referred to as midwife informan, spanned aged between 23 till 49 year. In general midwife informan come from ethnic Java and Sunda and also believe in Islam. In general, midwife informan year of service with year of service > 5 year < 5 year do not have difference of knowledge side, attitude, perception and promoted FC to client.
In general midwife informan which have age < 30 tend to diffuse to tradition values. While midwife informan which have age > 30 year have more coherent tradition values in them self. In general midwife informan believe in Islam and there are different idea about strength of command of the obligatory of FC. There is which is obliged, and there is which is mubah.
The practiced of FC by midwife informan, pursuant to classification of WHO ( 1984), coming into type 4, that is unclasified. While, pursuant to criterion of Population Council ( 2003), including symbolic classification, where there is no part of organ of kelamin crosscut or cut. Appliance the used was small scissors, cotton and needle, done at the time of baby woman of have age to 3 - 40 day, the expense of varying between Rp 5.000 - Rp 50.000,-.
In general midwife informan have negative perception to myth of FC flirtatiously and fertility.But, in general midwife informan have perception that FC relate to its islamization, In general midwife informan express do not offer the package of tindik and ear and FC to new patient who have just delivery baby girl. Though there is also midwife informan confessing automatically offer FC to new mother bear woman baby. The information is also supported by mother of baby girl who told conducted FC because offered by midwife.
In general midwife informan express there is no SOP(Standard Operation Procedure) FC and requiring her so that de not do wrong practices. Though SOP FC cannot be made by for no medical standard to be upheld. In general midwife informan express do not know and have never heard that WHO have released statement of August, 1982 that HCP prohibited to do FC practices. hi general midwife informan express that the FC practices conducted because request of public.
There is also indication that in all possibility the practice of FC by HCP will remain continue in District of Sukmajaya after time. Besides, because of tine traditional circumciser have not exist anymore, this practice also supported by religion figure and social environment. Need there is socialization about implication and benefit of FC to health of woman and also clear regulation about practices of FC by HCP and also supported from any institutions related.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Nadila
"Female Genital Mutilation atau yang dikenal dengan sunat perempuan, merupakan praktik yang masih kental dilakukan. Tujuan makalah non seminar ini untuk memahami motif di balik praktik sunat perempuan. Penulisan menggunakan studi literatur sebagai sumber kajian. Hasil dari pengamatan ini adalah adanya nilai bahwa hak kebertubuhan perempuan untuk mencapai kepuasan seksual harus dibatasi. Hal ini lahir akibat konstruksi sosial patriarki yang mengharuskan perempuan tidak permisif dan lsquo;suci rsquo;. Secara medis, praktik sunat perempuan tidak membawa kemaslahatan apapun, bahkan cenderung lebih membahayakan nyawa perempuan. Kendati demikian, praktik ini masih dilakukan dikarenakan pemaknaan sunat perempuan bagi kehidupan sosial dipengaruhi oleh tradisi turun-menurun dan agama.

Female Genital Mutilation or known as female circumcision, is a practice that is still thick. The purpose of this non-seminar paper is to understand the motives behind the practice of female circumcision. Writing using literature study as a source of study. The result of this observation is the value that the right of women to reach sexual satisfaction must be limited. This is born due to patriarchal social construction which requires women not to be permissive and 39;holy 39;. Medically, the practice of female circumcision does not bring any benefit, even more likely to endanger the lives of women. Nevertheless, this practice is still done because the meaning of female circumcision for social life is influenced by the tradition of descent and religion. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hira Almubarokah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi tenaga kerja perempuan perkotaan. Dalam hal ini partisipasi tenaga kerja perempuan perkotaan merupakan proporsi penduduk perempuan yang bekerja terhadap jumlah penduduk perempuan usia kerja. Selain itu pengaruh faktor-faktor ini juga akan dibandingkan pengaruhnya pada partisipasi tenaga kerja laki-laki. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apa yang mempengaruhi kesenjangan pastisipasi tenaga kerja perempuan dan laki-laki di pasar tenaga kerja. Data dalam penelitian ini berasal dari data kor gabungan individu dan rumah tangga yang berasal dari Susenas 2014. Estimasi dilakukan menggunakan analisis model logistik karena variabel dependennya adalah kategorik yaitu partisipasi perempuan perkotaan untuk bekerja atau tidak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga (status perkawinan, keberadaan balita dan jumlah anak) merupakan faktor-faktor dominan yang menurunkan probabilitas partisipasi tenaga kerja perempuan perkotaan di Indonesia. KUR, PNPM, umur dan tingkat pendidikan menjadi faktor yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap probabilitas partisipasi tenaga kerja perempuan perkotaan di Indonesia. Hasil berkebalikan karakteristik rumah tangga tersebut justru meningkatkan partisipasi tenaga kerja laki-laki perkotaan. Selain itu peningkatan pendapatan regional juga meningkatkan partisipasi tenaga kerja laki-laki perkotaan namun tidak terjadi peningkatan pada partisipasi tenaga kerja perempuan perkotaan. Sedangkan variabel upah justru menurunkan probabilitas partisipasi baik pada tenaga kerja laki-laki maupun perempuan, namun dampaknya lebih besar pada perempuan perkotaan.

This study aimed to analyze the factors that affect the urban female labor participation. In this case the urban female labor participation is the proportion of working female against the population of working age female. In addition the influence of these factors also are compared to the effect on the urban male labor participation. This is done to find out what affect labor participation gap among female and male in the labor market. The data in this study come from a combination of core data of individuals and households from Susenas 2014. Estimated done using logistic model analysis as dependent variables of the problems faced by urban categorical that female's participation to work or not.
The results showed that the household characteristics (marital status, presence of children under five years and the number of children) are the dominant factors that decrease the probability of urban female labor participation in Indonesia. KUR, PNPM, age and education level are also factors that significant and positive impact on the probability of urban female labor participation in Indonesia. Results contrasts characteristic variables such households actually increase the probability of urban male labor participation. In addition, increasing regional revenues also increase urban male labor participation but no increase in the urban female labor participation. While wages actually reduce the probability of participation in the labor both male and female, the greater impact is on urban female.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T48284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuliarti
"Industri manufaktur berkontribusi sebesar 20,27% dari produk domestik bruto di Indonesia dan setiap tahunnya membutuhkan sekitar 600 ribu pekerja baru. Proporsi pekerja perempuan pada sektor ini cenderung stagnan pada rata-rata 45% dan rendah pada subsektor industri tertentu. Penelitian ini menganalisis produktivitas pekerja perempuan pada industri manufaktur di Indonesia sampai dengan 23 subsektor industri menggunakan model cross section data survey IBS (Industri Besar Sedang) tahun 2019 pada 28.641 perusahaan. Tujuan analisis adalah untuk mengidentifikasi hubungan korelasi pekerja perempuan terhadap produktivitas perusahaan yang direpresentasikan melalui total output dibandingkan dengan total tenaga kerja (produktivitas tenaga kerja).

Indonesia’s manufacturing sector contributes to 20.27% of the country’s gross domestic product. The sector absorbs approximately 600 thousand new labors annually. It is noted that the proportion of female workers in this sector is approximately 45% and even lower in certain subsectors. This study analyzes the productivity of female labors in Indonesian manufacturing sector within 23 subsectors by using the 2019 IBS survey data of 28,641 companies. The objective of the analysis is to identify the correlation of the female workers participation rates with the companies’ productivities, which is resulted from the ratio of total output and participation rate."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Widia Lestari
"Terlepas dari kenyataan bahwa Indeks Pengembangan TIK menyatakan Indonesia menduduki peringkat ke-111 di antara semua negara, pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia terus berkembang pesat. Seperti yang dikatakan beberapa penelitian, TIK mampu memberdayakan kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat, terutama perempuan. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis apakah TIK – dimana definisinya akan dibatasi pada penggunaan internet, dapat membuat perempuan dengan jenis pekerjaan yang rentan, seperti pekerja mandiri, menjadi diuntungkan. ‘Menguntungkan’ diukur dari adalah pertumbuhan upah riil dan tren penurunan jam kerja pekerja akun perempuan sendiri dari 2005 hingga 2017. Untuk mencapai ini, saya akan menggunakan data pekerja dari SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional) dan data dari penggunaan internet dari SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Hasil kami menunjukkan bahwa internet memiliki indikasi hubungan kausalitas yang positif secara signifikan dengan pendapatan riil per jam. Sementara itu, hubungan antara internet dan jam kerja adalah signifikan negative. Hal ini menunjukkan bahwa wanita yang berusaha sendiri akan diuntungkan apabila menggunakan internet.

Despite of the fact that ICT Development Index stated Indonesia occupied 111th ranking among all countries, the growth of internet use in Indonesia keep pushing forward. As several studies stated, ICT are able to empower marginalized group in society, especially women. This paper aims to analyze on whether ICT–which definitions will be limited to internet use in this paper, are able to make women with vulnerable type of occupation, such as own-account worker, better-off. The measurement of better-off itself is growth of real wage and decreasing working hour trend of female own account worker from 2005 to 2017. In order to achieve this, I will utilize data of workers from SAKERNAS (National Labor Force Survey) and data of internet use from SUSENAS (National Socio-Economic Survey). Our results suggest that internet indicates a positively significant causality relationship with real income per hour. Meanwhile, the relationship between internet and working hours remain negatively significant. This shows that female own-account worker in Indonesia is better-off by using the internet."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safriska Desna Putri
"Norma global merujuk pada harapan bersama atau standar perilaku yang dianggap pantas dan diharapkan diterima oleh semua negara di seluruh dunia. Salah satu aspek dari norma global adalah norma kesehatan global, yang telah diterima dan dijadikan lembaga di Indonesia karena dianggap penting dan relevan bagi masyarakatnya. Namun, terdapat kendala dalam adopsi norma global terkait kesehatan reproduksi, khususnya norma global anti-FGM, di Indonesia. Negara ini menempati peringkat ketiga tertinggi dalam praktik sunat perempuan setelah Gambia dan Mauritania. Di Indonesia, Gorontalo adalah salah satu wilayah dengan angka praktik FGM tertinggi dengan 83,7% dari anak perempuannya mengalami FGM. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjawab mengapa norma global anti-FGM gagal diadopsi di Gorontalo, Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menerapkan analisis thematic analysis. Pengumpulan data dilakukan melalui interview, kuesioner, dokumen resmi pemerintah, jurnal, buku, dan artikel daring. Konsep yang digunakan sebagai kerangka pemahaman dalam penelitian ini adalah konsep internalisasi norma milik Amitav Acharya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 aspek penyebab kegagalan adopsi norma global anti-FGM di Gorontalo, Indonesia yaitu kuatnya nilai, norma dan kepercayaan masyarakat Gorontalo (people aspect), lemahnya NGO dalam menyuarakan isu FGM (transmission belt aspect), dan ketidakseriusan pemerintah dalam legalitas pelarangan FGM (state aspect). 

Global norms refer to shared expectations or standards of behaviour that are considered appropriate and expected to be accepted by all countries worldwide. One aspect of global norms is global health norms, which have been accepted and institutionalized in Indonesia because they are considered essential and relevant to society. However, there are obstacles to the adoption of global norms related to reproductive health, particularly anti-FGM global norms, in Indonesia. The country ranks third highest in the practice of female circumcision after Gambia and Mauritania. In Indonesia, Gorontalo is one of the regions with the highest FGM rate, with 83.7% of its girls undergoing FGM. Therefore, this study aims to answer why the global anti-FGM norm failed to be adopted in Gorontalo, Indonesia. The research uses a qualitative method by applying thematic analysis. Data were collected through interviews, questionnaires, official government documents, journals, books, and online articles. Amitav Acharya's concept of norm internalization is used as the analysis framework in this research. The results showed that there are three leading causes for the failure of the adoption of global anti-FGM norms in Gorontalo, Indonesia, namely: the strong values, norms and beliefs of the Gorontalo community (people aspect), the weakness of NGOs in voicing the issue of FGM (transmission belt aspect), and the government's lack of seriousness in the legality of prohibiting FGM (state aspect)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narisa Nurazizah
"Tiap masyarakat tentunya berbeda-beda dalam mengonstruksi seksualitas mereka dan hal tersebut tercermin pada norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut. Saya berusaha menjelaskan hubungan antara konstruksi masyarakat Mekarwaru tentang seksualitas perempuan dalam titik ini pengawasan dan pengaturan seksualitas kepada perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi, metode life-history, observasi partisipan, dan wawancara mendalam dengan melibatkan tidak hanya para perempuan sebagai subjek yang diawasi dan diatur, tapi juga orang tua, aparat desa, remaja Karang Taruna, serta masyarakat sekitar yang saya kategorikan menjadi gossipers sebagai bentuk triangulasi. Berdasarkan hasil penelitian saya, ada dua hal yang menjadi alat untuk mengontrol seksualitas perempuan Mekarwaru, yakni pertalian rasa malu (kinship of shame) dan gosip. Rasa malu nyatanya tak dapat muncul begitu saja, tetapi diaktifkan menggunakan gosip. Tulisan ini juga ingin menunjukan bahwa aliran kekuasaan tidak melulu secara top-down ataupun bottom-up, tapi juga horizontal. Hal ini tercermin dari pelaksanaan apel malam serta bekerjanya pertalian rasa malu [kinship of shame] dan gosip sebagai praktik village biopower untuk mewujudkan performative regulation.

Each community constructs their ows sexuality, which could be reflected in their social norms that they carries and applies. Through this writing, I explained the connections between the social construction in the village of Mekarwaru regarding their women’s sexuality with the surveillance and sexuality regulation for women. I use ethnographic approach, life-history methods paired with participant observation and in-depth interview to not only the women as the subject that are being watched and regulated, but also their parents, village apparatus, Remaja Karang Taruna, and the community members that I categorizes as ‘the gossiper’ as a form of triangulation. My research shows that there’s two things that plays the role as a ‘tool’ to control Mekarwaru’s women’s sexuality, that are kinship of shame and gossip. The shame aspect could not stand by itself without the active role of gossip. Through this writing, I would also like to show that power flow is not as stagnant as ‘top-down’ or ‘down-top’, but could also be horizontal, which proven through the ’apel malam’ activity, and the work of kinship of shame with gossip as a practice of village biopower to manifest the performative regulation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Amanda Putri
"Jurnalisme olahraga menjadi suatu hiburan yang ditunggu oleh masyarakat, khususnya pecinta olahraga. Dunia olahraga dipersepsikan oleh banyak kalangan sebagai sesuatu yang dekat dengan laki-laki, baik dari subjek pemberitaan, audiens, hingga jurnalis. Dominasi laki-laki pada dunia jurnalisme olahraga terkadang membuat perempuan diremehkan bahkan hanya dilihat sebagai objek. Oleh karena itu, atlet maupun reporter perempuan sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Masalah objektifikasi perempuan pada dunia jurnalisme olahraga pun akhirnya tidak terhindarkan. Artikel ini menganalisis dua hasil penelitian mengenai objektifikasi pada reporter perempuan dan atlet perempuan yang ditulis dalam jurnal ilmiah internasional. Terdapat dua metode yang berbeda dari masing-masing penelitian, yaitu metode analisis konten dan metode kuantitatif. Kedua metode memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, sesuai dengan objek penelitian yang dilakukan. Pada artikel pertama, hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memfokuskan pandangan mereka terhadap tubuh penyiar perempuan. Pada artikel kedua, hanya 51% atlet perempuan digambarkan melalui foto yang relevan dengan olahraganya, lebih rendah dari penggambaran atlet laki-laki yang mencapai 82%.

Sports journalism is an entertainment that is awaited by the public, especially sports lovers. The world of sports is perceived by many as something close to men, from news subjects, audiences, to journalists. The domination of men in the world of sports journalism sometimes makes women belittled and even seen as objects. Therefore, female athletes and reporters often receive less favorable treatment. The problem of objectification of women in the world of sports journalism was finally unavoidable. This article analyzes the results of two studies regarding the objectification of female reporters and female athletes written in international scientific journals. There are two different methods from each research, namely the content analysis method and the quantitative method. Both methods have their own advantages and disadvantages, according to the object of the research conducted. In the first article, the results showed that most of the respondents focused their views on the female broadcaster's body. In the second article, only 51% of female athletes were depicted through photos relevant to their sport, lower than the depiction of male athletes which reached 82%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>