Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200691 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arianne Astrinia
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan konsep pelanggaran paten yang diatur di Indonesia dengan Amerika Serikat. Bentuk pelanggaran paten yang diatur di Indonesia mengacu kepada ketentuan yang menyebutkan hak-hak pemegang paten dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Sementara Amerika Serikat mengatur bentuk pelanggaran paten ke dalam pasal tersendiri, serta membaginya ke dalam dua jenis yakni pelanggaran paten langsung dan tidak langsung.
Penelitian ini menunjukan bahwa ruang lingkup perlindungan paten yang diatur di Indonesia, tidak sekomprehensif pengaturan paten di Amerika Serikat, dengan tidak diaturnya bentuk pelanggaran paten tidak langsung di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Adapun dalam rangka mempertajam perbedaan konsep pelanggaran paten, objek yang dianalisa adalah sengketa pelanggaran paten obat.

This thesis compares the concept of patent infringement regulated in Indonesia and United States of America. Indonesia patent infringement's concept refers to clauses of patent holder's rights as stated in Article 16 Law Number 14 of 2001. In the other hand, United States of America regulates patent infringement in a specific article that distinguish direct infringement and indirect infringement.
This research discovered that the scope of patent protection in Indonesia does not as comprehensive as United States. Drug patent infringement is also analized in order to exacerbating the difference of patent infringement in Indonesia and United States.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Siswoyo
"Perlindungan hukum terhadap satu Invensi khususnya paten, dengan pemberian Hak Paten akan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional, juga akan lebih mendorong bagi para penemu teknologi untuk mengembangkan idenya. Untuk itu sudah sepatutnya negara memberikan perlindungan yang memadai terhadap Hak Paten tersebut. Secara normatif negara memberikan perlindungan hukum baik secara perdata maupun pidana kepada pemegang Hak Paten. Ancaman pidana dalam Undang Undang Paten untuk menegaskan bahwa negara turut melindungi hak milik perorangan, sepertinya halnya Hak Paten. Tanda bukti hak tersebut adalah Sertifikat Paten yang berfungsi untuk melindungi pemegangnya dari pihak lain yang tanpa seijinnya menggunakan klaim Hak Paten tersebut. Menurut hukum acara perdata, Sertifikat Paten mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, jadi tidak dapat diganggu gugat, sampai ada bukti yang membuktikan sebaliknya. Tetapi dalam hukum acara pidana kekuatan bukti Sertifikat Paten tersebut, tidak berarti mengikat hakim. Namun bukan berarti Hakim acara pidana dapat begitu saja mengesampingkan alat bukti surat otentik seperti hal-nya Sertifikat Paten. Dalam tindak pidana dibidang Paten, kewenangan Hakim pidana adalah untuk membuktikan secara materiil apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur hukum dalam surat dakwaan jaksa dan memperoleh keyakinan terdakwalah pelakunya. Persoalan paten tersebut memenuhi unsur kebaruan atau tidak, hal itu adalah kompetensi Pengadilan Niaga. Mengingat Sertifikat Paten merupakan bukti hak bagi pemegangnya dan diperoleh melalui prosedur dan mekanisme yang begitu ketat seperti yang diatur dalam undang-undang paten, setelah melalui proses pemeriksaan formil dan materiel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masnin
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa variabel teknologi informasi dan kompetensi SDM mempunyai pengaruh terhadap kinerja pemeriksa paten dan pemeriksa merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran teori teknologi informasi dari Dharma Oetomo (2002), pengukuran teori kompetensi dari Spencer dan Spencer (1993), untuk pengukuran kinerja menggunakan teori dari Bernadin dan Russel (1993) dan menggunakan teori Payaman (2005). Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan responden sebanyak !11 orang. Data yang dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan SPPS versi 18.0 windows.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa: variabel teknologi informasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 73,4%; variabel kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 67,5%; dan terdapat pengaruh yang signifikan antara teknologi informasi dan kompetensi terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek sebesar 76,6%. Hal ini menunjukan bahwa variabel teknologi informasi dan kompetensi dapat memberikan kontribusi sebesar 76,6% terhadap kinerja sedangkan sisanya sebesar 23,3% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain.
Kesimpulan dari penelitian ini diketahui bahwa teknologi informasi dan kompetenst SDM baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempunyai pengaruk yang positif dan signifikan terhadap kinerja pemeriksa paten dan merek.

The research is conducted to know how far the influence of information technology and human resource competence to the performance of patent and trademark examiners of Directorate General of Intellectual Property Rights.
The research is utilizing the measurement of information technology theory from Dharma Oetomo (2002), the competence theory measurement from Spencer and Spencer (1993), to the performance measurement from Bernadin and Russel (1993), and theory trom Payaman (2005). The method that had been used is the descrptive anlytical accompanied with 111 samples. The data was collected through quesioners and the analysis was processed by SPSS 18.0 windows.
From the research result, it could be concluded that: information technology variable has the influence to the performance of patent and trademar examiners for 73,4%; and competence variable has the influence to the performance of patent and trademark examiners for 67,5%. From this research it could be concluded that information technology and competence factor may influence up to 76,6% to the performance of patent and trademark examiners and the other 23,3% is merely another factors.
This research concludes that information technology and human resource competence whether as an independent or a combination factors clearly has a significant contribution to the performance of patent and trademark examiners.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33512
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agniya Anggraeni
"Penjaminan berbasis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sedang marak dalam masyarakat internasional. Hak paten sebagai bagian dari HKI di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, China, Inggris dan Singapura telah diakui untuk dapat dimanfaatkan yaitu sebagai jaminan pinjaman perusahaan khususnya bagi perusahaan dalam sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sementara di Indonesia, pelaksanaan hak paten sebagai jaminan masih kurang memadai karena belum tersedianya suatu ketentuan yang mengatur tentang penggunaan hak paten sebagai jaminan dalam pembiayaan yang diberikan bagi perusahaan. Disamping itu, masih rendahnya tingkat keberanian bank di Indonesia untuk menerima hak paten sebagai jaminan yang dianggap penuh dengan resiko tinggi.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada studi dokumen dalam penelitian kepustakaan dengan analisis data berupa deskriptif analisis.
Tujuan penelitian ini adalah agar HKI khususnya hak paten dapat menjadi terobosan baru bagi para pengusaha UMKM, para pihak penyalur dana baik milik pemerintah maupun swasta dalam memanfaatkan hak paten sebagai sumber dana atau untuk meningkatkan suatu modal usaha sehingga hal tersebut dapat turut memberikan efek peningkatan perekonomian Indonesia. Hak paten memiliki potensi yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai jaminan dengan melihat adanya unsur hak eksklusif yang memberikan kebebasan bagi penciptanya untuk mengalihkan hak paten tersebut.
Sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, China, Inggris dan Singapura hak paten sebagai jaminan telah diatur dan diakui di dalam peraturan perundang-undangan negara tersebut. Beberapa negara diantaranya bahkan telah melaksanakan penggunaan hak paten sebagai jaminan dalam praktek pembiayaan bagi perusahaan di negaranya. Berdasarkan data yang diberikan secara terbuka pada negara-negara tersebut dapat diketahui bahwa sesungguhnya hak paten dapat dijadikan sebagai jaminan karena adanya pengakuan dan eksistensi dari hukum yang berlaku pada negara bersangkutan.

Financing based an IPR assets becomes flare in the international society. In the developed country such as United States, China, United Kingdom dan Singapore, patent rights as the part of the IPR is recognized to be utilized as the company's collateral especially by Small Medium Enterprise (SME) company. Whilst in Indonesia, the implementation of the patent right as the collateral yet inadequate since there is no law and regulation that governs the using of patent as collateral which provided by financing scheme to the company. Other than that, the courage of Indonesian bank to accept patent as collateral is still lack taking to consideration of the high risk in such scheme.
The research methods which support this research is normative legal methods that particularly emphasizes on the documentation study in library research with data analysis in the form of descriptive analysis.
This research is aimed for the IPR, especially patent rights that can be the new breakthrough for the SME entrepreneur, state or private funder in order to utilize the patent right as the capital source or as to increase the business capital itself and therefore it would be affect to increasing the Indonesian economic condition. Patent right has a huge potential to be used as a collateral with its exclusive right in which granting the holder of such rights capability to assign his patent right.
As occurred in the developed country such as United States, China, United Kingdom and Singapore, patent right as collateral has been governed and recognized in the prevailing law and regulation in such country. Some of country among other is even clearly have implemented the using of patent right as collateral related to the financing granted for the company in respective country. According to the disclosure information provided from such
countries concerned can be recognized that basically patent right is being able to be collateral since there is acknowledgement and existences in the prevailing law and regulation regarding patent as collateral.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Aprilia Adani
"ABSTRAK
Dengan perkembangan teknologi, semua aktivitas manusia menjadi lebih efisien. Salah satunya dalam hal jual beli. Teknologi internet memungkinkan penjual dengan konsumen untuk jual beli tanpa tatap muka, yaitu lewat perdagangan elektronik (e-commerce). Seiring dengan perkembangan proses penjualan beli, semakin banyak masalah yang ada. Salah satu masalahnya adalah pelanggaran merek. Di platform e-niaga online Ada tiga pihak di pasar, yaitu Penyedia Platform, Pedagang, dan Konsumen. Jika terjadi pelanggaran pada platform e-commerce, Penyedia Platform sering dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran itu Skripsi ini membahas tentang latar belakang terciptanya safe harbour kebijakan yang dibentuk untuk melindungi penyedia platform e-commerce yang sering dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran di platform serta analisis komparatif dari tanggung jawab Penyedia Platform ECommerce terhadap konten pelanggaran merek di Indonesia (Safe Harbor Policy) dengan Amerika (The Digital Millenium Act) dan China (Hukum E-commerce) berdasarkan lima indikator yaitu regulasi, tindakan, hukuman, batas waktu dan set tipe platform.
ABSTRACT
With the development of technology, all human activities have become more efficient. One of them is in terms of buying and selling. Internet technology allows sellers and consumers to buy and sell without face to face, namely through electronic commerce (e-commerce). As the buying and selling process progresses, more and more problems arise. One of the problems is brand infringement. In the online e-commerce platform There are three parties in the market, namely Platform Providers, Traders and Consumers. If there is a violation on the e-commerce platform, the Platform Provider is often considered to be the party responsible for the violation. This thesis discusses the background of the creation of a safe harbor policy that was formed to protect e-commerce platform providers who are often considered the party responsible for violations. on the platform as well as a comparative analysis of the responsibilities of ECommerce Platform Providers for brand infringement content in Indonesia (Safe Harbor Policy) with America (The Digital Millenium Act) and China (E-commerce Law) based on five indicators, namely regulations, actions, penalties, time limits and the platform type set."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Decisions of Indonesian Commercial Court regarding patent."
Jakarta: Tatanusa , 2007
346.048 6 HIM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cattelya Nabila Mediarman
"Manusia yang sebelumnya merupakan satu-satunya makhluk hidup yang diberikan kecerdasan akal dan fikiran untuk terus berkembang dan menjadi inventor akan teknologi baru, kini dapat mendelegasikan kemampuan tersebut kepada mesin kecerdasan buatan atau AI. Meskipun AI sendiri merupakan sistem ciptaan manusia dan masih sebatas sistem yang terintergrasi dengan manusia atau operatornya, namun saat ini sistem tersebut dapat secara otonom menciptakan invensi, atau yang disebut dengan AI-generated inventions. Namun, apakah invensi dari AI tersebut dapat dimohonkan paten? Hal tersebut menjadi pertanyaan besar dikarenakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada, subjek yang dapat menjadi inventor adalah natural person, sedangkan dalam hal ini AI bukanlah termasuk dalam klasifikasi natural person. Oleh karena itu, Penulis akan menganalisis bagaimana peran AI sebagai inventor, dilihat dari perspektif hukum Indonesia dan Amerika Serikat, serta dengan kasus actual mengenai permohonan paten atas AI-generated inventions. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebenarnya dengan perkembangan zaman, maka akan banyak munculnya AI-generated inventions, sehingga salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh adalah dengan membentuk pengaturan mengenai AI-generated inventions tersebut maupun perubahan atau penambahan aturan mengenai klasifikasi inventor dalam undang-undang.

Humans who were previously the only living beings given the intelligence of mind and mind to continue to evolve and become inventors of new technologies, can now delegate those abilities to artificial intelligence machines or AI. Although AI itself is a human creation system and is still limited to systems that are integrated with humans or their operators, today the system can autonomously create inventions, or so-called AI-generated inventions. However, can the invention of the AI be requested for a patent? This is a big question because in accordance with existing regulations, the subject that can be an inventor is a natural person, while in this case AI is not included in the classification of natural persons. Therefore, the author will analyze how AI's role as an inventor, viewed from the legal perspective of Indonesia and the United States, as well as with actual cases regarding patent applications for AI-generated inventions. This research was conducted with juridical-normative research methods with data obtained from literature studies and interviews. The results show that actually with the times, there will be many applications of AI-generated inventions, so one way out that can be taken is to form arrangements regarding AI-generated inventions as well as changes or additions to rules regarding the classification of inventors in the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Adriel Devanza
"Dengan berkembangnya penerapan Hukum Kekayaan Intelektual dalam pasar, serta meningkatnya perdagangan internasional, muncul dua konsep hukum dalam rezim HKI, yaitu Exhaustion yang merupakan hilangnya hak distribusi barang terkait HKI, serta Impor Paralel, yang merupakan tindakan mengimpor barang terkait HKI masuk ke dalam sebuah negara yang mana HKI barang tersebut telah terdaftar. Terdapat dua bentuk prinsip Exhaustion; National Exhaustion dimana hak distribusi barang hanya hilang di dalam negeri, yang mana jika dilakukan penjualan dari luar negeri maka hak distribusi masih ada dan impor paralel dapat dilarang, dan International Exhaustion dimana hak distribusi barang dimanapun barang dijual dan Impor Paralel diperbolehkan. Dalam Penelitian ini Penulis akan mengkaji prinsip Exhaustion dan Impor Paralel yang dianut oleh rezim Hak Cipta, Hak Merek, dan Hak Paten di Indonesia, hasil penelitian yang ditemukan adalah terdapat kekosongan hukum prinsip Exhaustion serta pengaturan Impor Paralel dalam rezim Hak Cipta melalui UU 28/2014 dan Hak Merek melalui UU 20 2016. Dalam konteks UU Hak Paten secara eksplisit melarang Impor Paralel melalui ketentuan Pasal 160 ayat (1) dengan pengecualian obat-obatan, tetapi masih terdapat ambiguitas prinsip Exhaustion yang dianut apa dalam rezim Paten. Atas berbagai kekosongan hukum tersebut Penulis membandingkan ketentuan Hukum Indonesia dengan Hukum Amerika Serikat dalam ranah Intellectual Property bagi Hak Merek, Hak Paten, dan Hak Cipta untuk menemukan metode terbaik untuk mengisi kekosongan hukum tersebut. Hasil perbandingan dan analisa penulis adalah diperlukanya ketentuan Exhaustion dan Impor Paralel yang tegas dalam Hak Cipta Serta Hak Merek melalui penjelasan yang spesifik kapan terpicunya Exhaustion, dalam konteks Hak Merek juga dapat dicontoh ketentuan Lever Rule AS, bagi UU Hak Paten perlu kejelasan mengenai doktrin Exhaustion untuk memberi kejelasan mengenai kebolehan Post-sale Restriction atau perjanjian pengendalian distribusi setelah penjualan.

With the development of the application of Intellectual Property Law in the global market, as well as the increase in international trade, two legal concepts have emerged in the IPR regime, namely Exhaustion, which is the loss of distribution rights of IPR-related goods, and Parallel Importation, which is the act of importing IPR-related goods into a country where the IPR of the goods has been registered. There are two forms of the Exhaustion principle; National Exhaustion where the right to distribution of goods is only lost in the country of origin, which if sales are made from abroad then the distribution rights still exist and parallel imports can be prohibited, and International Exhaustion where the right to distribution of goods wherever the goods are sold and Parallel Imports are allowed. In this study, the author will examine how the principle of Exhaustion and Parallel Imports adopted by the Copyright, Trademark Rights, and Patent Rights regimes in Indonesia, the results of the research found are that there is a legal vacuum of the Exhaustion principle and Parallel Import arrangements in the Copyright regime through Law No. 28 of 2014 and Trademark Rights through Law No. 20 of 2016. In the context of the Patent Law, it explicitly prohibits Parallel Imports through the provisions of Article 160 paragraph (1) with the exception of medicines, but there is still ambiguity as to what Exhaustion principle is adopted in the Patent regime. For the various legal lacunae, the author compares the provisions of Indonesian Law with United States Law in the realm of Intellectual Property for Trademark Rights, Patent Rights, and Copyright to find the best method to fill the legal lacunae. The results of the comparison and the author's analysis are the need for strict Exhaustion and Parallel Import provisions in Copyright and Trademark Rights through a specific explanation of when Exhaustion is triggered, in the context of Trademark Rights can also be emulated by the provisions of the US Lever Rule, for the Patent Rights Act it is necessary to clarify the doctrine of Exhaustion to provide clarity on the permissibility of Post-sale Restriction or distribution control agreements after sales. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilderoy Lihardo Immanuel
"Perkembangan teknologi yang pesat menghasilkan pertukaran informasi yang semakin mudah tiap hari nya, hal ini tidak terlepas dengan kemudahan untuk mengakses karya cipta melalui akses internet. Kemudahan ini tidak membatasi terjadi nya pelanggaran terhadap karya cipta orang lain, dimana salah satu nya merupakan Tindakan pelanggaran terhadap font dan typeface yang kerap terjadi. Pengaturan terhadap font dan typeface merupakan hal yang penting dikarenakan pengaturan merupakan satu-satu nya metode perlindungan karena belum ada nya sistem perlindungan yang dapat melindungi font dan typeface dari tindakan pelanggaran. Untuk itu, penelitian ini akan menjelaskan terkait font dan typeface beserta pelanggaran yang dapat terjadi kepada font dan typeface. Selain itu penelitian ini juga akan menganalisis terkait pengaturan terhadap font dan typeface di Indonesia dan akan dilakukan perbandingan dengan peraturan di Amerika Serikat dan Inggris. Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber penelitian dan data yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pengaturan terkait font dan typeface belum diatur secara eksplisit pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (“UUHC”) dan dirasa perlu nya pengaturan lebih lanjut terkait aspek-aspek pada font dan typeface yang lebih medetail agar tercipta nya kepastian hukum. Sehingga, Indonesia dapat membuat pengaturan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia dengan mengadopsi pengaturan yang telah berlaku di Amerika Serikat dan Inggris.

The rapid development of technology has resulted in an easier exchange of information every day, this is inseparable from the ease of accessing copyrighted works through internet access. This convenience does not limit the occurrence of violations of other people's copyrighted works, where one of them is a violation of fonts and typefaces that often occur. Regulations on font and typeface is important because those regulations is the only protection method available, because there is no protection system that can protect fonts and typefaces from violations. For this reason, this study will explain fonts and typefaces along with violations that can occur to fonts and typefaces. In addition, this study will also analyze the regulations related to fonts and typefaces in Indonesia and will be compared with regulations in the United States and United Kingdom. The research will be carried out using research sources and data obtained through literature studies. The conclusion that can be drawn is that the regulations related to fonts and typefaces have not been explicitly regulated in Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ("UUHC") and it is felt that further arrangements are needed regarding aspects of fonts and typefaces that are more detailed in order to create legal certainty. Thus, Indonesia can make arrangements that are in accordance with the conditions in Indonesia by adopting the arrangements that have been in force in the United States and the United Kingdom."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jones, Stacy V.
New York: Praeger Publishers, 1971
346.048 6 JON p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>