Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ikhwanuliman Putera
"Laju kekambuhan tuberkulosis (TB) di Nusa Tenggara Timur hanya mencapai 71,3% di era Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). Pasien pasca TB memiliki risiko kembali terinfeksi TB hingga empat kali lipat di daerah endemik. Sementara itu, kontak serumah pasien juga merupakan kelompok dengan kelompok risiko tinggi sakit TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran klinis dan radiologi serta mencari faktor yang berhubungan pada pasien pasca TB dan kontak serumah.
Penelitian ini meggunakan desain potong lintang pada pasien pasca TB dan kontak serumah pasien. Pasien diambil berdasarkan catatan Puskesmas tahun 2003-2010 di NTT yang telah dinyatakan sembuh atau selesai pengobatan. Sebanyak 63 pasien pasca TB dan 45 kontak serumah mengikuti penelitian ini. Gejala klinis yang dominan terdapat pada pasien pasca TB yakni batuk produktif kronik (69,8%) sementara pada kontak serumah yakni penurunan berat badan (26,7%) dan sesak napas (24,4%). Sebanyak 54% pasien pasca TB dan 35,6% kontak serumah memiliki lesi aktif radiologi. Gejala batuk berdahak kronik berhubungan bermakna dengan adanya lesi aktif (p=0,001). Pasien pasca TB dalam rentang waktu tiga tahun setelah pengobatan TB secara statistik berhubungan bermakna terhadap kejadian lesi aktif radiologi (p=0,012). Pada penelitian ini juga didapatkan 11 dari 35 subjek (31,4%) memiliki sputum BTA positif, dimana sembilan diantaranya merupakan pasien pasca TB.

Cure rate TB in East Nusa Tenggara was around 71.3% in the era of DOTS. Post tuberculosis patients had four times increased risk of TB reinfection, especially in high endemic area. Meanwhile, household contacts were prone to TB disease as they had high exposure to TB. This study aimed to evaluate the clinical symptoms and radiologic findings and factors associated with them among post TB patients and household contacts.
This was cross sectional study involving post TB patients and household contacts. Patients were recruited based on Primary Heath Center (Puskesmas) registry from 2003-2010 in three districts in East Nusa Tenggara. Sixty-three patients and 45 household contacts were recruited in this study. The most dominant clinical symptom among post TB patients was chronic productive cough (69.8%) whereas among household contacts were weight loss (26.7%) and dyspnea (24.4%). Fifty-four persen post TB patients and 35.6% household contacts had active lesions based on radiological reading. Chronic productive cough was associated with active lesion (p=0.001). Post TB patients in three years period after completion of TB therapy was associated with active lesion (p=0.012). In this study, we examined sputum smear with 11 from 35 subjects (31.4%) had positive sputum smear, with nine of them were post TB patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maina Setiani
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Lesi tuberkulosis menggambarkan proses yang terjadi di paru dan dapat dideteksi oleh pemeriksaan radiologi toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dan faktor-faktor yang berhubungan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan desain cross sectional. Data didapatkan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner dan pemeriksaan radiologi toraks pada 61 subjek di Nusa Tenggara Timur. Subjek sebagian besar berusia dibawah 50 tahun (65,5%), berjenis kelamin laki-laki (50,8%), memiliki keluhan batuk (63,9%), sesak napas (59%) dan nyeri dada (8,2%). Gambaran radiologi toraks yang ditemukan adalah lesi aktif TB (45,9%), lesi bekas TB (42,6%) dan normal (11,5%). Lesi tuberkulosis yang ditemukan adalah fibrosis (72,1%), infiltrat (45,9%), ektasis (45,9%), kavitas (3,3%), kalsifikasi (24,6%), penebalan pleura (13,1%) dan luluh paru (3,3%). Pengolahan data menggunakan SPSS 16 yang kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square dan kolmogorov-smirnov. Hasil yang diperoleh adalah tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dengan usia (p = 0,985), jenis kelamin (p = 0,309), keluhan batuk (p = 0,357), sesak napas (p = 0,918) dan nyeri dada (p = 1,000).

Tuberculosis remains major health problem worldwide, including Indonesia. Tuberculosis lesions describe the process that occurs in the lung and can be detected by chest radiologic examination. This study aims to describe chest radiologic findings of post-pulmonary tuberculosis patients and associated factors in East Nusa Tenggara Province by using cross-sectional design. Data obtained by conducting interviews based on questionnaires and radiological examination in 61 subjects in East Nusa Tenggara. Most subjects are less than 50 years old (65.5%), male (50.8%), have cough (63.9%), dipsneu (59%) and chest pain symptom (8.2 %). Chest radiologic findings showed active lesion of TB (45,9%), former lesion of TB (42.6%) and normal (11.5%). Tuberculosis lesions found are fibrosis (72.1%), infiltrates (45.9%), ectasis (45.9%), cavities (3.3%), calcification (24.6 %), pleural thickening (13.1%) and destroyed lung (3.3%). Data processed using SPSS 16 and analyzed using the chi-square and kolmogorov-smirnov test. Results shows there is no relationship between chest radiologic findings of post pulmonary tuberculosis patients by age (p = 0.985), gender (p = 0.309), cough (p = 0.357), dipsneu (p = 0.918) and chest pain (p = 1.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chessy Ariesca Prisilya
"Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang umumnya menyerang golongan usia produktif dan golongan sosial ekonomi rendah. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia maupun pada tingkat dunia.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan pasien pasca tuberkulosis paru. Desain penelitian adalah studi analitik cross-sectional. Data diambil pada bulan juni 2011 hingga bulan agustus 2012 dengan menggunakan kuesioner kepada 194 responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian (total sampling). Hasil penelitian menunjukkan responden pada penelitian ini yang berusia dibawah 45 tahun sekitar 56,5% memiliki pengetahuan yang cukup dan sekitar 75,4% memiliki pengetahuan lebih baik, sedangkan pada responden dengan usia di atas 45 tahun yang memiliki pengetahuan yang cukup sekitar 43,5% dan 24,6% memiliki pengetahuan yang lebih baik. Dan responden yang berjenis kelamin laki-laki didapatkan 53,6% memiliki pengetahuan cukup dan 48,8% yang memiliki pengetahuan baik sedangkan pada yang berjenis kelamin perempuan didapatkan 46,4% memiliki pengetahuan yang cukup dan 51,2% yang memiliki pengetahuan yang baik. Responden dengan pengetahuan yang cukup dengan kondisi sedang sakit didapatkan sekitar 82,6% dan sehat sebanyak 17,6%. Sementara itu, pada responden dengan pengetahuan yang baik didapatkan responden dengan kondisi sakit sebanyak 76% dan sehat 24%. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan subyek penelitian mengenai penyakit tuberkulosis paru dan usia subyek penelitian dengan nilai p=0,009. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan subyek mengenai penyakit tuberkulosis paru dan usia subyek penelitian.

Tuberculosis is an infectious disease that generally affects the productive age group and low socioeconomic groups of society. The disease is still a major public health problem in Indonesia and also in the world. The purpose of the study is to determine the knowledge about of post-pulmonary tuberculosis patients. The design of this study was cross-sectional analytic study. The data was taken from June 2011 to august 2012 with questionnaire to 194 subjects who fulfilled the criteria of research samples (total sampling). The results shows that among the respondents under the age of 45, 56.5 % have sufficient knowledge and 43.5% have good knowledge, as for the respondents over the age of 45, 75.4 % have sufficient knowledge and 24.6 % have good knowledge. Alsomong the male respondents, 53,6% have sufficient knowledge and 48,8% have good knowledge, as for female respondents, 46.4 % have sufficient knowledge and 51.2 % have good knowledge. Another result shows that among respondents with sufficient knowledge, 82,6% have unhealthy condition while 17,4% others are healthy, as for respondents with good knowledge, 76% have unhealthy condition while 24% others are healthy. Result shows there is a significant relationship between age of post-tuberculosis patients and knowledge of post-tuberculosis patients about pulmonary tuberculosis with p value 0,0009. In conclusion, there is a significant relationship between age of post-ruberculosis patients and knowledge of post-tuberculosis patients about pulmonary tuberculosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Prevalensi TB paru di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 272 per 100.000 penduduk dan dampaknya terhadap sosio-ekonomi serta kualitas hidup penderitanya membuat penyakit ini sebagai salah satu masalah kesehatan nasional. Pasien TB paru mengalami perubahan fungsi paru akibat inflamasi kronik sehingga terjadi penurunan kualitas hidup. Uji jalan 6 menit merupakan salah satu tes sederhana yang telah terstandardisasi untuk menilai kapasitas fungsional paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil uji jalan 6 menit pada pasien pasca TB paru dan hubungannya dengan gejala klinis TB serta gambaran foto X-Ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Juni 2011. Sampel penelitian berjumlah 78 orang yang dipilih dengan metode total sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner, pengukuran uji jalan 6 menit, dan pemeriksaan foto X-Ray toraks.
Rerata hasil uji jalan 6 menit pada laki-laki adalah adalah 438,19 ± 117,77 m dan pada perempuan adalah 369,56 ± 143,10 m, serta hanya 9 orang subyek (11,5%) yang mencapai hasil uji jalan 6 menit yang normal. Sebesar 56,41% subyek masih memilki gejala klinis TB dan 88,5% memiliki lesi pada gambaran foto X-Ray toraks. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara hasil uji jalan 6 menit dengan gejala klinis TB (p=0,009) dan gambaran foto X-Ray toraks (p=0,000).

The prevalence of pulmonary TB in Indonesia is high (272 in 100.000 populations). It affects sosio-economy and quality of life of the patients so TB is one of national health problems. Lung function in post pulmonary TB will decline as a result of chronic inflamation leading to decreased quality of life. The six minutes walking test is one of standardized simple tests to assess the functional capacity of the lungs.
This study aims to determine the result of six minutes walking test of the post pulmonary tuberculosis patients and whether it is associated with clinical symptoms and chest X-Ray findings of TB. This is a cross sectional study held in South Central Timor District, East Nusa Tenggara on June 2011. Seventy eight subjects were selected using total sampling and interviewed to find out any clinical symptoms left. Then, the patients were ask to complete six minutes walking test measurement and chest X-Ray examination.
The mean result of six minutes walking test for male is 438.19 ± 117.77 m and for the female is 369.56 ± 143.10 m. Nine out of 78 subjects (11.5%) achieve normal results. Percentage of subjects who still have clinical symptoms of TB is 56.41% and 88.5% shows lesions on chest X-Ray. It is concluded that there is a correlation between six minutes walking test result with the clinical symptoms of TB (p = 0.009) and chest X-Ray findings (p = 0.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Umi Balkis
"TB paru masih menjadi masalah di Nusantara. Diperkirakan sejumlah 460.000 kasus baru ditemukan setiap tahunnya. Berbeda dengan kebanyakan penyakit, TB paru dinyatakan sembuh berdasarkan pengobatan lengkap dengan bukti pulasan dahak bebas basil tahan asam. Dalam penelitian ini, akan dipaparkan gambaran keluhan yang masih dijumpai pada pasien pasca-TB paru dihubungkan dengan sebaran jenis kelamin dan usia pasien. Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang dengan data berasal dari penelitian pada Juni-Juli 2011 serta data follow up pasien penelitian Pakasi et al tahun 2007 di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang diambil berupa keluhan pasien pasca-TB paru dengan beberapa data relevan melalui kuesioner dan pulasan dahak.
Dari hasil analisis, didapatkan keluhan pada 127 dari total responden 188 orang. Empat puluh lima kasus di antaranya mengarah pada kecurigaan lesi aktif TB. Terdapat hubungan bermakna antara usia dengan keluhan suspek lesi aktif TB (p=0,02). Sedangkan, kaitan keluhan dengan jenis kelamin tidak didapatkan hubungan bermakna (p=0,80). Dengan demikian, meski telah dinyatakan sembuh, masih terdapat keluhan pasien pasca-TB paru yang mengarah pada suspek lesi aktif TB. Bahkan setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan pulasan sputum, 12 dari 30 spesimen memiliki hasil BTA positif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan lebih lanjut terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh sebagai bagian dari evaluasi pengobatan.

Pulmonary-TB is still a problem in Indonesia. Approximately around 460,000 new cases are found every year. Unlike most diseases, pulmonary-TB recovery defined based on a complete medication with the evidence of negative acid-fast bacilli sputum smear. In this study, symptoms which still encountered from the post-pulmonary-TB patients and its relations to the patient genders and their ages are explained. Method of this research is a cross-sectional study using the data from the research held on June-July 2011 and patient?s follow-up data from the research conducted by Pakasi et al in East Nusa Tenggara, 2007. Data taken are the complaints of post-pulmonary-TB patients complemented by relevant questionnaire and the sputum smear.
From the analysis, symptoms from 127 of 188 respondens are found, with 45 cases lead to the suspicion of an active TB lesion. There is a statistically significant correlation between ages and the symptoms from the suspected active tuberculosis lesion (p=0.02). Meanwhile, the correlation between symptoms and genders is not found (p=0.80). In conclusion, symptoms from the post-pulmonary-TB which lead to the suspected active TB lesion are still encountered in spite of the fact that the patient has evidently cured. Moreover, after confirmed with sputum smear investigation, 12 of 30 speciments result positive AFB. Therefore, further surveillance to the cured patients is necessary as a part of treatment evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Akbar Bramantyo
"Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tidak menjamin penanganan TB yang adekuat. Hal tersebut tergambar melalui rendahnya angka kesembuhan TB di Nusa Tenggara Timur yang memunculkan berbagai risiko mulai dari resolusi tidak sempurna hingga kekambuhan TB. Sementara itu, berkembangnya alat ukur termasuk pemeriksaan darah lengkap menuntut pemanfaatan yang lebih baik. Studi ini memiliki tujuan untuk menyelidiki dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, status pendidikan, lama setelah pengobatan, serta status gizi terhadap gambaran pemeriksaan darah lengkap pada pasien pasca pengobatan TB. Studi ini berdasarkan desain potong lintang yang dilakukan terhadap pasien pasca TB sesuai catatan Puskesmas sejak tahun 2003 hingga 2010 di NTT yang telah dinyatakan sembuh dan mengikuti pengobatan hingga selesai.
Didapatkan sebanyak 63 subjek pasca pengobatan TB ikut serta dalam studi ini. Terdapat gambaran pemeriksaan darah abnormal yang ditemukan berupa peningkatan LED, leukositosis, limfositosis, serta anemia. Gambaran peningkatan LED ditemukan bermakna secara signifikan pada kelompok dengan jenis kelamin perempuan, faktor usia di atas 45 tahun, lama pengobatan kurang dari 3 tahun, serta status gizi underweight (p<0,05). Selain itu, pada studi ini juga didapatkan karakteristik pasien pasca TB, kaitan temuan objektif hasil pemeriksaan darah lengkap dengan gejala klinis, serta 9 dari 37 pasien pasca TB yang dapat diperiksa BTA menunjukkan hasil sputum BTA positif.

Availability of Anti-Tuberculosis Drugs does not guarantee adequate treatment of TB. It is reflected by the low cure rate of TB in East Timor that gives rise to a variety of risks ranging from imperfect resolution to TB recurrence. Meanwhile, the development of measurement tools including complete blood examination demand better utilization. This study has the objective to investigare and determine the relationship between factors such as age, gender, educational background, time after TB treatment, as well as the nutritional status with the hematological profile in patients with previous TB treatment. This study is also based on cross-sectional design conducted on patients with post-tuberculosis according to primary health care records from 2003 to 2010 in East Timor, which has been declared cured and follow complete treatment.
63 subjects of post TB treatment participated in this study. Abnormal hematological profile were found such as increased ESR value, leucocytosis, lymphocytosis, and anemia. The value of increased ESR was found statistically significant in the group factors of female gender, more than 45 years, duration after treatment is less than 3 years, and the nutritional status of underweight (p<0,05). In addition, the study also found post TB patient characteristics, connection between objective finding of complete blood count with clinical symptoms, and 9 of the 37 patients show the result of positive sputum smear examination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Indonesia menempati urutan ketiga dengan insiden terbanyak TB (8%) di dunia. Program dunia mewajibkan investigasi kontak dan terapi preventif dilakukan kepada seluruh kontak serumah pasien TB terutama kontak anak, karena termasuk kelompok risiko tinggi. Di Indonesia, program ini belum belum dilaksanakan secara optimal tercermin dari pencatatan data kontak dan pemberian profilaksis yang masih kurang. Tujuan: Mengetahui angka kejadian TB pada kontak serumah anak (0-18 tahun) pasien TB dan faktor-faktor yang memengaruhi. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan pada kontak serumah anak pasien TB yang masih dalam pengobatan di Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur pada bulan Agustus hingga September tahun 2019. Pemeriksaan kontak dilakukan melalui anamnesis terkait gejala, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan dahak dan foto toraks untuk anak yang bergejala, atau pemeriksaan IGRA untuk skoring TB anak apabila dahak tidak didapat. Etik penelitian didapatkan dari Komite Etik FKUI dan izin penelitian didapatkan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Hasil: Sebanyak 36 kontak serumah anak dari 19 kasus indeks TB diinvestigasi. Kontak mayoritas laki-laki (58,3%), rerata usia 9,72 (s.b. 5,398), status gizi mayoritas normal (83,3%) dan mayoritas memiliki parut BCG (69,4%). Tipe resistansi kasus indeks 78,9% SO dan 21,1% RO. Sebanyak 8 subjek (22%) didiagnosis TB klinis. Terdapat hubungan antara tipe resistansi kasus indeks dengan kejadian TB pada kontak serumah anak. Tidak terdapat hubungan antara bacterial load dan bentuk lesi kasus indeks, jenis kelamin, usia, status gizi dan parut BCG kontak dengan kejadian TB pada kontak serumah anak. Kesimpulan: Angka kejadian TB pada kontak serumah anak sebanyak 22%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Khairunnisa
"Penatalaksanaan standar tuberkulosis (TB) yang disusun WHO memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Namun, masalah kesehatan pasien pasca-TB, seperti anemia, belum banyak diketahui. Padahal, anemia merupakan masalah kesehatan yang umum pada pasien TB dan dapat terjadi persisten bahkan setelah pengobatan selesai. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan gambaran anemia pada pasien pasca-TB serta faktor-faktor yang berhubungan. Pada penelitian cross sectional ini, subjek diambil dari 3 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan metode total sampling. Karakteristik subjek dan gambaran klinis didapat dari wawancara menggunakan kuesioner. Data gambaran radiologis didapat dari foto polos toraks. Kadar hemoglobin dan laju endap darah (LED) diperoleh dari pemeriksaan darah perifer lengkap.
Data indeks massa tubuh (IMT) diperoleh dari pengukuran antropometri. Dari 78 sampel, didapatkan prevalensi anemia pada pasien pasca TB sebesar 19,2% yang terdiri dari anemia mikrositik hipokrom (60%) dan normositik normokrom. Tidak terdapat hubungan antara anemia dengan gambaran klinis, baik batuk, demam atau keringat malam, sesak napas, dan nyeri dada (p>0,05). Anemia juga tidak berhubungan dengan gambaran infiltrat, kavitas, maupun peningkatan LED (p>0,05). Terdapat hubungan antara IMT<18,5 kg/m2 dengan anemia (p=0,013), OR 5,0 (95% CI 1,28-19,46). Anemia masih menjadi masalah kesehatan pada pasien pasca-TB dan berhubungan dengan rendahnya status gizi pada pasien pasca-TB.

Standard tuberculosis (TB) treatment that has been established by WHO has high success rate. Yet, health problem among post-TB patient, such as anemia, has not been studied, though anemia is common health problem in TB patient and can persists even after successful treatment. The study aimed to fnd out prevalence of anemia in post-TB patients and its associated factors. In this cross sectional study, subject was enrolled from 3 subdistrict in Timor Tengah Selatan district, using total sampling method. Subject characteristic and clinical presentation of TB was obtained by interview based on questionnare. Data of radiologic finding was collected by conducting chest X-Ray. Hemoglobin level and erythrocyte sedimentation rate (ESR) was obtained from complete blood count.
Body mass index (BMI) is calculated from anthropometric measurement. Involving 78 subject, this study found prevalence of anemia in post-TB patient is 19,2% consisted of normositic normochromic (60%) and micrositic hypochromic anemia. Neither cough, fever or night sweat, breath difficulty nor chest pain has associaton with anemia (p>0,05). Anemia also has no association with infiltrate, cavity, and elevated ESR (p>0,05). There is association between BMI <18,5 kg/m2 and anemia (p=0,013 ), OR 5,0 (95% CI 1,28-19,46). Anemia still become a health problem for post-TB patient and it is associated with poor nutritional status among post-TB patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Di Indonesia, tuberkulosis (TB) paru menjadi salah satu prioritas nasional dalam program pengendalian penyakit karena dapat berdampak terhadap kualitas hidup, ekonomi, dan menyebabkan kematian. Status gizi merupakan penentu penting dari klinis pasien TB. TB diketahui dapat menyebabkan malnutrisi, sedangkan malnutrisi dapat menjadi faktor risiko terjadinya aktivasi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gizi kurang pada pasca TB paru dan faktor-faktor yang berhubungan. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah gejala klinis TB dan hasil gambaran foto X-ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada Juni 2011 di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan total sampling dengan jumlah sampel 78 orang. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dengan wawancara langsung, pengukuran berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pemeriksaan radiologi X-ray toraks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek terbanyak berusia 26-65 tahun (74,4%) dan berjenis kelamin laki-laki (52,6%). Prevalensi malnutrisi pada pasca TB sebesar 52,3% dengan rerata IMT 18,29±2,43 kg/m2. Sebanyak 67,9% subyek masih memiliki gejala klinis TB dan lesi infiltrat pada foto X-ray toraks sebanyak 51,3%. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan gejala klinis TB (p≥0,05) dan gambaran hasil foto X-ray toraks (p≥0,05).

In Indonesia, pulmonary tuberculosis (TB) is one of a national priority in disease control programs because it affects the quality of life, economy, and mortality. Nutritional status is an important determinant of clinical manifestation in pulmonary TB patients. TB can lead to malnutrition, while malnutrition may predispose TB. This study aims to determine prevalence of under nutrition on post pulmonary TB and its associated with clinical symptoms and chest X-ray findings. This study is an observational analytic using cross sectional design. This study was held in June 2011 in South Central Timor District, East Nusa Tenggara. The selection of the samples is done by total sampling by involving 78 subjects. The data was collected by interviewing all subjects with questionnaire, the body weight measurement, height measurement, and chest X-ray examination.
The result of this study shows that the most subjects aged 26-65 years (74,4%) and males (52,6%). Prevalence of under nutrition on post TB is 52,3% and the mean BMI is 18,29±2,43 kg/m2. Most of subjects still have one of clinical symptoms of TB (67,9%) and infiltrate on chest X-ray finding (51,3%). It was concluded that there are no association between nutritional status with clinical symptoms (p≥0,05) and chest X-rays findings (p≥0,05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Grace Yulita
"Latar Belakang: Indonesia menempati peringkat ke-3 beban TB di dunia dengan gap antara notifikasi dan insiden TB yang tinggi. Investigasi kontak TB merupakan salah satu strategi penemuan kasus aktif. Kontak serumah pasien TB merupakan populasi berisiko tinggi karena tingkat paparan yang lebih tinggi dibanding populasi umum. Di Indonesia, pencatatan serta investigasi kontak serumah pasien TB masih sangat jarang dilakukan.
Tujuan: Mengetahui angka kejadian TB pada kontak serumah dewasa pasien TB dan faktor-faktor yang memengaruhi.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional terhadap kontak serumah dewasa dari pasien TB (kasus indeks) yang terdaftar di Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur pada bulan Agustus–September 2019. Pemeriksaan foto toraks kemudian dilakukan pada kontak yang diduga mengalami TB. Etik penelitian diperoleh dari Komite Etik FKUI dan izin penelitian didapat Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Hasil: Tujuh puluh dua kontak serumah dewasa dari 32 kasus indeks dengan median usia 36,67 tahun, 55,6% perempuan, mayoritas (41,7%) IMT normal dan tidak memiliki parut BCG 51,4%. Sebanyak 4 (5,56%) subjek terdiagnosis TB klinis. Dari kasus indeks didapatkan 75% kasus TB SO dan 25% kasus TB RO. Tidak terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, IMT, dan parut BCG kontak dengan kejadian TB. Tidak terdapat hubungan antara tipe resistansi kasus indeks dengan kejadian TB
Background: Indonesia is listed as the world’s third-largest TB burdened country with a large gap between notification and incident cases. Investigation of TB contacts is one of the strategies in finding active diseases. Individuals having contact with TB patients within household are at higher risk of exposure compared to general population. In Indonesia, household contacts with TB patients record and investigation are still rarely done.
Objective: To identify number of active TB cases among adult household contacts with TB patients and factors asssociated.
Methods: This research used cross sectional study toward adult household contacts with TB patients (index cases) that registered at Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur in August—September 2019. Thoracic imaging examination was done in subjects with suspected TB. Research ethics was obtained from FKUI Research Ethical Committee and research permission from Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Results: Seventy-two adult household contacts from 32 index cases (75% were drug- sensitive (DS) TB and 25% were drug-resistant (DR) TB). The median of contacts age was 36.67 years old, 55.6% were women, 41.7% have normal BMI, and 51.4% do not have BCG scar. We identified 4 (5.56%) subjects with active clinical TB. There were no association between age, gender, BMI, and BCG scar with TB diseases. There was no association between resistance type of index cases with TB diseases.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>