Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Gema Ramadhan
"Sebagai pengatur level kation sitoplasmik, terutama besi, di dalam makrofag, natural resistance associated-macrophage protein 1 (NRAMP1) diduga memiliki hubungan erat dengan kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Zat besi sangat penting dan dibutuhkan untuk menghasilkan oksigen dan nitrogen reaktif, sementara MTB juga memerlukan zat besi, sehingga terjadilah kompetisi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran polimorfisme NRAMP1 pada pasien tuberkulosis di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Desain studi ini adalah kasus kontrol. Kasus merupakan pasien yang sudah terbukti pernah memiliki penyakit tuberkulosis. Sedangkan kontrol adalah keluarga yang tinggal bersama dengan kasus dan tidak terdiagnosis/tidak memiliki keluhan tuberkulosis. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan polimorfisme D543N NRAMP1 dan asosiasinya dengan tuberkulosis. Sebanyak 99 pasien dengan 86 kontrol berpartisipasi dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan yang signifikan pada pemeriksaan genotipe NRAMP1 pasien tuberkulosis dan kontrol sehat (p = 0,002), namun belum memenuhi persamaan Hardy-Weinberg. Penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan antara polimorfisme NRAMP1 dengan kerentanan terhadap tuberkulosis. Berbeda dengan beberapa studi terdahulu yang dilakukan di Jawa dan Sulawesi, yang tidak menunjukkan adanya asosiasi ini. Penambahan jumlah subjek akan meningkatkan kekuatan penelitian dan meningkatkan kemungkinan terpenuhinya persamaan Hardy-Weinberg. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat perbedaan proporsi polimorfisme NRAMP1 yang signifikan, tetapi perbedaan ini belum memenuhi persamaan Hardy-Weinberg.

As the regulator of cationic level in the cytoplasm of macrophage, especially iron, natural resistance associated-macrophage protein 1 (NRAMP1) is suspected to have close relation with the susceptibility to Mycobacterium tuberculosis (MTB) infection. Iron is very important for producing reactive oxygen and nitrogen, but MTB also needs it for its metabolism. The aim of the research is mapping the distribution of NRAMP1 polymorphism in tuberculosis patients from East Nusa Tenggara. This is a case-control study. Cases were patients who have been diagnosed with tuberculosis. Control were they who living with tuberculosis patients but did not develop any signs of tuberculosis. Blood sample were taken for D543N NRAMP1 polymorphism examination and the association with tuberculosis. The study involved 99 pulmonary tuberculosis patients and 86 healthy controls. We observed a significant difference in the distribution of NRAMP1 genotypes frequencies between tuberculosis patients and healthy controls (p = 0,002), so it showed association between NRAMP1 polymorphism and the susceptibility to tuberculosis, but it didn?t meet the Hardy-Weinberg Equilibrium. Increasing the number of subjects will raise the possibility to meet Hardy-Weinberg equilibrium. We conclude there was a significant difference in the proportion of NRAMP1 polymorphism, however this has not yet fulfilled the Hardy-Weinberg equilibrium.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikrar Syahmar
"Natural Resistance Associated-Macrophage Protein (NRAMP1) dan Vitamin D Receptor (VDR) merupakan gen yang selama ini diteliti karena berhubungan dengan kejadian kasus TB paru. Penelitian yang mencoba menghubungkan polimorfisme genetic dengan tuberculosis sudah mulai dilakukan di Indonesia, namun hasilnya berbeda-beda.NTT adalah salah satu daerah endemic TB sehingga pengetahuan mengenai kerentanan pejamu mungkin berkontribusi terhadap tingginya risiko TB. Desain studi ini adalah kasus kontrol, dengan kasus adalah pasien TB paru.Sedangkan kontrol diambil dari keluarga serumah pasien tanpa keluhan TB, foto thoraks tanpa lesi aktif, dan tanpa riwayat pengobatan TB. Peneliti mengambil darah semua subjek kemudian melakukan analisis menggunakan metode PCR/RFLP untuk mengetahui polimorfisme D543N NRAMP1 dan BsmI VDR.Sebanyak 35 pasien dengan 35 kontrol berpartisipasi dalam penelitian ini. Polimorfisme D543N NRAMP1 meningkatkan risiko TB (OR 3,22, 95% IK 1,06-9,77). Sedangkan polimorfisme BsmI VDR tidak mempengaruhi kejadian kasus TB (OR 2,08, 95% IK 0,62-6,98). Secara khusus, perbedaan bermakna pada polimorfisme BsmI VDR terlihat setelah dilakukan analisis stratifikasi pada subjek dengan genotipe wildtype D543N NRAMP1 (p = 0,002; OR = 23,4; 95% CI). Pengaruh polimorfisme NRAMP1 terhadap kejadian kasus TB lebih kuat pada populasi dengan polimorfisme VDR (OR =23,4), dibandingkan hanya polimorfisme NRAMP1 saja (OR = 3,22). Sebagai kesimpulan, secara umum hanya polimorfisme NRAMP1 yang berhubungan bermakna dengan kejadian kasus TB.Namun, secara khusus polimorfisme D543N NRAMP1 secara bermakna memunculkan kasus pada populasigenotipe BsmI VDR yang mengandung alel b.

Natural resistance associated machrophage protein (NRAMP) and Vitamin D Receptor (VDR) were recently studied to find their association wth tuberculosis susceptibility. Studies aimed to find the association of genetic susceptibility eith tuberculosis were performed but still revealed inconclusive results. Nowadays, East Nusa Tenggara was a high endemic area of TB and thus information from genetic polymorphism would be valuable. This is a case control study. Cases were post tuberculosis patients and controls were recruited as thousehold contacts without history, symptoms, and radiologic findings suggestive to have TB. We examined blood samples using PCR/RFLP method. Thirty-five patients and 35 controls were recruited. Subjects with D543N NRAMP1 polymorphism was found to have an increased risk to TB (OR 3,22, 95% CI 1,06-9,77) while not with BsmI VDR polymorphism (OR 2,08; 95% CI 0,62-6,98). After stratified analysis, D543N NRAMP1 polymorphism was found to have an increased risk to TB with genotipe VDR B/b and bb(OR 23,4; 95% IK 1,30-42,57). In conclusion, there was an increased risk to TB in subjects with D543N NRAMP1 polymorphism and the association was more profound in subjects with VDR genotipe with b allele.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Di Indonesia, tuberkulosis (TB) paru menjadi salah satu prioritas nasional dalam program pengendalian penyakit karena dapat berdampak terhadap kualitas hidup, ekonomi, dan menyebabkan kematian. Status gizi merupakan penentu penting dari klinis pasien TB. TB diketahui dapat menyebabkan malnutrisi, sedangkan malnutrisi dapat menjadi faktor risiko terjadinya aktivasi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gizi kurang pada pasca TB paru dan faktor-faktor yang berhubungan. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah gejala klinis TB dan hasil gambaran foto X-ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada Juni 2011 di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan total sampling dengan jumlah sampel 78 orang. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dengan wawancara langsung, pengukuran berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pemeriksaan radiologi X-ray toraks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek terbanyak berusia 26-65 tahun (74,4%) dan berjenis kelamin laki-laki (52,6%). Prevalensi malnutrisi pada pasca TB sebesar 52,3% dengan rerata IMT 18,29±2,43 kg/m2. Sebanyak 67,9% subyek masih memiliki gejala klinis TB dan lesi infiltrat pada foto X-ray toraks sebanyak 51,3%. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan gejala klinis TB (p≥0,05) dan gambaran hasil foto X-ray toraks (p≥0,05).

In Indonesia, pulmonary tuberculosis (TB) is one of a national priority in disease control programs because it affects the quality of life, economy, and mortality. Nutritional status is an important determinant of clinical manifestation in pulmonary TB patients. TB can lead to malnutrition, while malnutrition may predispose TB. This study aims to determine prevalence of under nutrition on post pulmonary TB and its associated with clinical symptoms and chest X-ray findings. This study is an observational analytic using cross sectional design. This study was held in June 2011 in South Central Timor District, East Nusa Tenggara. The selection of the samples is done by total sampling by involving 78 subjects. The data was collected by interviewing all subjects with questionnaire, the body weight measurement, height measurement, and chest X-ray examination.
The result of this study shows that the most subjects aged 26-65 years (74,4%) and males (52,6%). Prevalence of under nutrition on post TB is 52,3% and the mean BMI is 18,29±2,43 kg/m2. Most of subjects still have one of clinical symptoms of TB (67,9%) and infiltrate on chest X-ray finding (51,3%). It was concluded that there are no association between nutritional status with clinical symptoms (p≥0,05) and chest X-rays findings (p≥0,05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Yuli Astrid
"Polimorfisme gen reseptor vitamin D (RVD) merupakan kandidat genetik yang dapat menjelaskan rentannya suatu populasi terhadap tuberkulosis. Namun, hingga kini, sejumlah penelitian yang mencoba membuktikan hal tersebut menunjukkan hasil bervariasi pada berbagai populasi. Studi ini merupakan studi kasus-kontrol yang mengikutsertakan 35 pasien pascatuberkulosis paru (14 laki-laki dan 21 perempuan, median usia 40) serta 35 kontrol serumah (14 laki-laki dan 21 perempuan, median usia 39) yang tinggal di Nusa Tenggara Timur, salah satu provinsi di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis paru yang tinggi. Polimorfisme genetik diperiksa melalui metode polymerase chain reaction restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dengan menggunakan enzim restriksi BsmI dari sampel darah yang diisolasi dan ditambahkan EDTA. Sebaran frekuensi genotipe BsmI RVD pada kelompok kasus adalah BB=9 (26%), Bb=24 (69%), dan bb=2 (5%) sementara pada kelompok kontrol adalah BB=5 (14%), Bb=25 (72%), dan bb=5 (14%) dengan p=0,232 (OR 2,07, IK 95% 0,62-6,98). Distribusi frekuensi alel pada kelompok kasus adalah B=42 (60%) dan b=28 (40%) sementara pada kelompok kontrol adalah B=35 (50%) dan b=35 (50%). Frekuensi alel varian (alel b) pada penelitian ini adalah 0,45. Distribusi genotipe pada penelitian ini tidak memenuhi persamaan Hardy-Weinberg. Sebagai kesimpulan, penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara polimorfisme gen RVD terhadap kejadian tuberkulosis paru.

Vitamin D receptor gene (VDR) polymorphism is a genetic candidate which may explain the susceptibility of tuberculosis (TB) in a single population. However, until now, some studies which had tried to prove this showed varied results in different populations. This is a case-control study involving 35 post pulmonary tuberculosis patients (14 males and 21 females, median age 40) and 35 healthy household controls (14 males and 21 females, median age 39) who dwelled in East Nusa Tenggara, one of the provinces in Indonesia with high prevalence of pulmonary tuberculosis. The genetic polymorphism was examined using polymerase chain reaction restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) method with BsmI restriction enzyme from EDTA added-isolated blood sample. The distribution of VDR BsmI genotype frequency in case group was BB=9 (26%), Bb=24 (69%), and bb=2 (5%) whereas in control group was BB=5 (14%), Bb=25 (72%), and bb=5 (14%) with p=0.232 (OR 2.07, 95% CI 0.62-6.98). Furthermore, the distribution frequency of allele in case group was B=42 (60%) and b=28 (40%) whereas in control group was B=35 (50%) and b=35 (50%). Frequency of variant allele in this study was 0.45. Genotype distribution in this study did not meet the Hardy-Weinberg equilibrium. As conclusion, this study did not show any association between VDR gene polymorphism and pulmonary tuberculosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chessy Ariesca Prisilya
"Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang umumnya menyerang golongan usia produktif dan golongan sosial ekonomi rendah. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia maupun pada tingkat dunia.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan pasien pasca tuberkulosis paru. Desain penelitian adalah studi analitik cross-sectional. Data diambil pada bulan juni 2011 hingga bulan agustus 2012 dengan menggunakan kuesioner kepada 194 responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian (total sampling). Hasil penelitian menunjukkan responden pada penelitian ini yang berusia dibawah 45 tahun sekitar 56,5% memiliki pengetahuan yang cukup dan sekitar 75,4% memiliki pengetahuan lebih baik, sedangkan pada responden dengan usia di atas 45 tahun yang memiliki pengetahuan yang cukup sekitar 43,5% dan 24,6% memiliki pengetahuan yang lebih baik. Dan responden yang berjenis kelamin laki-laki didapatkan 53,6% memiliki pengetahuan cukup dan 48,8% yang memiliki pengetahuan baik sedangkan pada yang berjenis kelamin perempuan didapatkan 46,4% memiliki pengetahuan yang cukup dan 51,2% yang memiliki pengetahuan yang baik. Responden dengan pengetahuan yang cukup dengan kondisi sedang sakit didapatkan sekitar 82,6% dan sehat sebanyak 17,6%. Sementara itu, pada responden dengan pengetahuan yang baik didapatkan responden dengan kondisi sakit sebanyak 76% dan sehat 24%. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan subyek penelitian mengenai penyakit tuberkulosis paru dan usia subyek penelitian dengan nilai p=0,009. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan subyek mengenai penyakit tuberkulosis paru dan usia subyek penelitian.

Tuberculosis is an infectious disease that generally affects the productive age group and low socioeconomic groups of society. The disease is still a major public health problem in Indonesia and also in the world. The purpose of the study is to determine the knowledge about of post-pulmonary tuberculosis patients. The design of this study was cross-sectional analytic study. The data was taken from June 2011 to august 2012 with questionnaire to 194 subjects who fulfilled the criteria of research samples (total sampling). The results shows that among the respondents under the age of 45, 56.5 % have sufficient knowledge and 43.5% have good knowledge, as for the respondents over the age of 45, 75.4 % have sufficient knowledge and 24.6 % have good knowledge. Alsomong the male respondents, 53,6% have sufficient knowledge and 48,8% have good knowledge, as for female respondents, 46.4 % have sufficient knowledge and 51.2 % have good knowledge. Another result shows that among respondents with sufficient knowledge, 82,6% have unhealthy condition while 17,4% others are healthy, as for respondents with good knowledge, 76% have unhealthy condition while 24% others are healthy. Result shows there is a significant relationship between age of post-tuberculosis patients and knowledge of post-tuberculosis patients about pulmonary tuberculosis with p value 0,0009. In conclusion, there is a significant relationship between age of post-ruberculosis patients and knowledge of post-tuberculosis patients about pulmonary tuberculosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Akbar Bramantyo
"Ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tidak menjamin penanganan TB yang adekuat. Hal tersebut tergambar melalui rendahnya angka kesembuhan TB di Nusa Tenggara Timur yang memunculkan berbagai risiko mulai dari resolusi tidak sempurna hingga kekambuhan TB. Sementara itu, berkembangnya alat ukur termasuk pemeriksaan darah lengkap menuntut pemanfaatan yang lebih baik. Studi ini memiliki tujuan untuk menyelidiki dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, status pendidikan, lama setelah pengobatan, serta status gizi terhadap gambaran pemeriksaan darah lengkap pada pasien pasca pengobatan TB. Studi ini berdasarkan desain potong lintang yang dilakukan terhadap pasien pasca TB sesuai catatan Puskesmas sejak tahun 2003 hingga 2010 di NTT yang telah dinyatakan sembuh dan mengikuti pengobatan hingga selesai.
Didapatkan sebanyak 63 subjek pasca pengobatan TB ikut serta dalam studi ini. Terdapat gambaran pemeriksaan darah abnormal yang ditemukan berupa peningkatan LED, leukositosis, limfositosis, serta anemia. Gambaran peningkatan LED ditemukan bermakna secara signifikan pada kelompok dengan jenis kelamin perempuan, faktor usia di atas 45 tahun, lama pengobatan kurang dari 3 tahun, serta status gizi underweight (p<0,05). Selain itu, pada studi ini juga didapatkan karakteristik pasien pasca TB, kaitan temuan objektif hasil pemeriksaan darah lengkap dengan gejala klinis, serta 9 dari 37 pasien pasca TB yang dapat diperiksa BTA menunjukkan hasil sputum BTA positif.

Availability of Anti-Tuberculosis Drugs does not guarantee adequate treatment of TB. It is reflected by the low cure rate of TB in East Timor that gives rise to a variety of risks ranging from imperfect resolution to TB recurrence. Meanwhile, the development of measurement tools including complete blood examination demand better utilization. This study has the objective to investigare and determine the relationship between factors such as age, gender, educational background, time after TB treatment, as well as the nutritional status with the hematological profile in patients with previous TB treatment. This study is also based on cross-sectional design conducted on patients with post-tuberculosis according to primary health care records from 2003 to 2010 in East Timor, which has been declared cured and follow complete treatment.
63 subjects of post TB treatment participated in this study. Abnormal hematological profile were found such as increased ESR value, leucocytosis, lymphocytosis, and anemia. The value of increased ESR was found statistically significant in the group factors of female gender, more than 45 years, duration after treatment is less than 3 years, and the nutritional status of underweight (p<0,05). In addition, the study also found post TB patient characteristics, connection between objective finding of complete blood count with clinical symptoms, and 9 of the 37 patients show the result of positive sputum smear examination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Rifani
"Latar belakang. Endometriosis adalah suatu penyakit radang kronik yang dicirikan dengan adanya pertumbuhan jaringan mirip endometrium yang dapat ditemukan pada peritoneum, ovarium, dan septum retrovagina. Penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain itu, faktor hormonal diketahui mempengaruhi perkembangan dan klinis endometriosis. Resistensi hormon progesteron merupakah salah satu penyebab terjadinya endometriosis karena sering dihubungkan dengan rendahnya kadar dan aktivitas kerja reseptor hormon progesteron pada endometriosis. Polimorfisme gen reseptor progesteron (PROGINS=progesterone receptor gene polymorphism) diketahui berkaitan dengan risiko endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen reseptor progesteron (PR) rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.
Metode penelitian. Penelitian cross sectional ini menggunakan 30 sampel jaringan endometriosis ovarium dari wanita penderita endometriosis dan 17 jaringan endometrium dari wanita tanpa endometriosis. Sampel DNA dari subjek diisolasi, dilakukan PCR, diikuti dengan proses elektroforesis, dan dilanjutkan dengan DNA sequencing.
Hasil. Hasilnya dianalisis secara statistik dengan uji Fisher. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan frekuensi genotip rs139646398 dari gen PR pada endometriosis ovarium dan kontrol (p=0,638). Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara polimorfisme gen reseptor progesteron rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara polimorfisme gen reseptor progesteron rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.

Endometriosis is a chronic inflammatory disease characterized by the growth of endometrial-like tissues that can be found in peritoneum, ovary, and retrovaginal septum. This disease is a multifactorial disease caused by genetic and environmental factors. In addition, hormonal factors are known to influence the development and clinical symptom of endometriosis. Progesterone resistance is one of the causes of endometriosis. It is often associated with low levels or activity of hormone progesterone receptor in endometriosis patients. Progesterone receptor gene polymorphism (PROGINS) is known to be associated with the risk of endometriosis. This study aims to determine the relationship between progesterone receptor (PR) gene polymorphism rs139646398 with endometriosis.
Methods. This cross sectional study used 30 endometriosis ovary samples from women suffered endometriosis and 17 endometrium tissues from women without endometriosis. DNA samples from subjects were isolated, PCR was carried out, then followed by electrophoresis, and continued with DNA sequencing.
Results. The results were statistically analysed by Fisher’s test. There was no statistically significant difference in genotype frequency of rs139646398 of the PR gene in ovarian endometriosis and controls (p=0.638).
Conclusion. This study shows no relationship between progesterone receptor gene polymorphism rs139646398 and endometriosis in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Penyakit tuberkulosis di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pemerintah memperkirakan saat ini setiap tahun terjadi 583.000 kasus bare dengan kematian 140.000 orang. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) sejak tahun 1995.
Untuk mengetahui keberhasilan program DOTS, menggunakan indikator atau tolok ukur angka konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA positif, Di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, angka kesembuhan tahun 2001 baru mencapai 80% dan angka konversi sebesar 90,65%. Angka kesembuhan tersebut sangat berkaitan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru bersangkutan. Oleh karena itu secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang hubungan persepsi , pengetahuan penderita, dan Pengawas Menelan Obat dengan kepatuhanberobat penderita TB paru di Puskesmas Kecamatan Jatinagara tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan memanfaatkan data primer dan sekunder. Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara berpedoman pada kuesioner pada tanggal 29 Maret 2002 sampai 8 Mei 2002 dad seluruh penderita TB paru BTA positif sebanyak 92 orang yang mendapat pengobatan kategori-1 dan telah selesai berobat di Puskesmas tersebut tahun 2001. Variabel dependen adalah kepatuhan berobat, dan variabel independen adalah persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat minus rintangan , persepsi ancamanlbahaya, pengetahuan dan pengawas menelan obat. Sedangkan variabel confounding terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Untuk pengolahan data, penulis menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik Banda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang patuh berobat 73,9 % dan tidak patuh berobat 26,1%_ Dui basil analisis bivariat didapatkan variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan kepatuhan berobat adalah variabel persepsi kerentanan P value=4.045 dan OR=0,314 , persepsi keseriusan P value 0,034 dan OR=3,26 , persepsi manfaat minus rintangan P value-0,023 dan OR=3,70 , persepsi ancamanl bahaya P value~,030 dan OR=0,310 dan pengawas menelan obat P value-0,008 dan OR=0,171. Sedangkan basil analisis multivariat mendapatkan tiga variabel yang berhubungan dengan kepatuhan berobat yaitu keseriusan P value=0,013 dan OR=6,221, manfaat minus rintangan P value 0,019 dan OR=5,814 , dan pengawas menelan obat P value= 0,024 dan OR ,174. Namun yang paling dominan diantara ketiga variabel tersebut adalah variabel keseriusan P value-0,013 dan OR-6,221.
Peneliti menyarankan kepada pengelola program penanggulangan TB pare di Puskesmas untuk memberikan informasi yang cukup dan lebih jelas lagi tentang TB pare kepada setiap penderita dengan menggunakan bahasa sederhana agar penderita mudah memahami dan melaksanakannya. Sebaiknya di ruang tunggu Puskesmas diadakan penyuluhan TB paru melalui TV dan poster. Meningkatkan pecan PMO melalui penyuluhan dan pertemuan yang efektif dengan kader kesehatan , TOMA dan terutama dengan PMO dari keluarga. Mensosialisasikan Pedoman Umum Promosi Penanggulangan TB yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2000 .

Tuberculosis remains to become a large public health problem in Indonesia. This time the government estimates that there are 583.000 new cases of tuberculosis and up to 140.000 persons die from tuberculosis annualy. Solving this problem the government has carried out the program to fight against tuberculosis by DOTS (Directly Observed Treatment Short course) strategy since 1995.
To know the success of DOTS program we use indicator or yard stick i.e. conversion rate at the end of intensive medication stage is minimal 80% and cure rate is minimal 85% of acid-fast bacilli positive new cases. In Puskesmas Kecamatan Jatinegara in 2001, the cure rate achieved 80% and the conversion rate was 90,65%. The cure rate is closely related to medication compliance of those lung tuberculosis patients. Therefore in general, the aim of this study is to obtain information about the relationship between perception, patient's knowledge , PMO (Drug Swallowing Observer), and medication compliance of lung tuberculosis patients in Puskesmas Kecamatan Jatinegara, year of 2001.
This study used cross sectional design employing both primary and secondary data. The writer collected data based on interview with questionnaires on 29 March 2002 to 8 May 2002 from all smear-positive lung tuberculosis patients as much as 92 persons who have received category-1 therapy and have completed the medication in the Puskesmas in the year 2001. The dependent variable is the medication compliance, and the independent variables are the perceived susceptability, perceived seriousness, perceived benefits minus barriers, perceived threat, knowledge of TB, and PMO. Whereas the confounding variables consist of age, gender, education and job. Processing the data the writer used univariate, bivariate analysis and multivariate analysis with multiple regression logistic.
The result of this study showed that respondents who complied with medication was 73,9% and those who uncomplied with medication was 26,1%. From the result of bivariate analysis found variables which had significant relationship to medication compliance. Those variables were perception of susceptability P value=4,045 and OR=0,314 , perception of seriousness P value= 0,034 and OR=3,26 , perception of benefits minus barriers P value 0,023 and ORO,370 , perception of threat P value x,030 and OR=0,310 ,and PMO P value-3,008 and OR=0,171. Whereas the result of multivariate analysis found three variables which had significant relationship to medication compliance i.e. persception of seriousness P value=0,013 and OR=6.221, benefits minus barriers P value-A019 and OR=5,814 , and PMO Pvalue=0,024 and OR=0,174. Nevertheless the most dominant amongst those three variables was perception of seriousness P value 0,013 and OR=6,221.
The writer suggests the management of the program to fight against lung tuberculosis in Puskesmas to give adequate and clearer information about lung tuberculosis to each patients using simple and plain language in order the patients to understand and practice it easily_ It is best that Puskesmas carries out lung tuberculosis counseling by TV and poster in the waiting room. To increase the role of PMO by the way of effective counseling and meeting with health cadres or volunteers , TOMA (public vigors) and especially with PMO who comes from family. Socialization of Pedoman Umum Promosi Penanggulangan TB published by Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Linglcungan year of 2000.
BibIiograhy : 41 (1965 - 2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Astrid Dinda Renata
"Polimorfisme gen Pax9 yang telah dikenal sebagai gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya agenesis gigi. Penelitian terdahulu memperlihatkan adanya hubungan antara agenesis gigi dengan pertumbuhan skeletal maksila dan mandibula sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi asosiasi polimorfisme gen Pax9 rs8004560, rs2073245 dan rs2073246 terhadap Variasi Maloklusi Skeletal, Pertumbuhan Maksila dan Mandibula serta Agenesis Gigi. Penelitian cross-sectional dilakukan pada 150 pasien ortodontik RSKGM FKG UI dan diklasifikasikan berdasarkan maloklusi skeletal. Ekstraksi DNA dilakukan dengan sampel rambut yang kemudian genotyping dilakukan dengan polymerase chain reaction (PCR) dan Sanger Sequencing. Polimorfisme gen Pax9 rs2073245 dan rs2073246 konsisten dengan Hardy Weinberg Equilibrium. Asosiasi ditemukan pada polimorfisme Pax9 rs8004560 dengan agenesis gigi (p= 0.025, OR= 2.895, CI= 1.101-7.614). Tidak ditemukan asosiasi polimorfisme gen Pax9 pada studi ini dengan maloklusi skeletal.  Jumlah sampel yang lebih tinggi dengan sistem klusterisasi latar belakang etnis disarankan pada penelitian berikutnya untuk mendeterminasi peran gen Pax9 terhadap maloklusi skeletal pada subpopulasi Indonesia.

Polymorphism Pax9 has been widely researched and known as a gene responsible for tooth agenesis, and recently been found associated with skeletal malocclusion. This study aimed to determine the association of gene polymorphism Pax9 rs8004560, rs2073245 and rs2073246 to skeletal malocclusion in Indonesia. Cross sectional study was performed to 150 Orthodontics patients and classified according to their skeletal malocclusion by cephalometric analysis. Genomic DNA was extracted from hair samples and then genotyped by polymerase chain reaction and Sanger sequencing. Gene polymorphism Pax9 rs2073245 and 2073246 are consistent with Hardy Weinberg Equilibrium. Significant association was found in polymorphism Pax9 rs8004560 with Tooth Agenesis (p= 0.025, OR= 2.895, CI= 1.101-7.614). There were no association between PAX9 polymorphisms assessed in this study with skeletal malocclusion. Our result suggested further research using larger sample size and clustered background ethnicity is required to determine the role PAX9 gene relate to skeletal malocclusion in Indonesian subpopulation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maina Setiani
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Lesi tuberkulosis menggambarkan proses yang terjadi di paru dan dapat dideteksi oleh pemeriksaan radiologi toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dan faktor-faktor yang berhubungan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan desain cross sectional. Data didapatkan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner dan pemeriksaan radiologi toraks pada 61 subjek di Nusa Tenggara Timur. Subjek sebagian besar berusia dibawah 50 tahun (65,5%), berjenis kelamin laki-laki (50,8%), memiliki keluhan batuk (63,9%), sesak napas (59%) dan nyeri dada (8,2%). Gambaran radiologi toraks yang ditemukan adalah lesi aktif TB (45,9%), lesi bekas TB (42,6%) dan normal (11,5%). Lesi tuberkulosis yang ditemukan adalah fibrosis (72,1%), infiltrat (45,9%), ektasis (45,9%), kavitas (3,3%), kalsifikasi (24,6%), penebalan pleura (13,1%) dan luluh paru (3,3%). Pengolahan data menggunakan SPSS 16 yang kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square dan kolmogorov-smirnov. Hasil yang diperoleh adalah tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dengan usia (p = 0,985), jenis kelamin (p = 0,309), keluhan batuk (p = 0,357), sesak napas (p = 0,918) dan nyeri dada (p = 1,000).

Tuberculosis remains major health problem worldwide, including Indonesia. Tuberculosis lesions describe the process that occurs in the lung and can be detected by chest radiologic examination. This study aims to describe chest radiologic findings of post-pulmonary tuberculosis patients and associated factors in East Nusa Tenggara Province by using cross-sectional design. Data obtained by conducting interviews based on questionnaires and radiological examination in 61 subjects in East Nusa Tenggara. Most subjects are less than 50 years old (65.5%), male (50.8%), have cough (63.9%), dipsneu (59%) and chest pain symptom (8.2 %). Chest radiologic findings showed active lesion of TB (45,9%), former lesion of TB (42.6%) and normal (11.5%). Tuberculosis lesions found are fibrosis (72.1%), infiltrates (45.9%), ectasis (45.9%), cavities (3.3%), calcification (24.6 %), pleural thickening (13.1%) and destroyed lung (3.3%). Data processed using SPSS 16 and analyzed using the chi-square and kolmogorov-smirnov test. Results shows there is no relationship between chest radiologic findings of post pulmonary tuberculosis patients by age (p = 0.985), gender (p = 0.309), cough (p = 0.357), dipsneu (p = 0.918) and chest pain (p = 1.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>