Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desi Yanti
"Bayi mengalami pertumbuhan sangat cepat. Setelah usia 6 bulan merupakan masa paling kritis karena pada saat itu pemberian ASI saja tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan gizi. Gangguan pertumbuhan pada periode ini berkaitan dengan praktik pemberian makan bayi karena itu jika pemberian MPASI tidak diberikan secara tepat akan menyebabkan gangguan pertumbuhan optimal. Penelitian tentang program peningkatan MPASI menemukan bahwa masih banyak ibu belum mengerti cara pemberian dan waktu tepat memberikan MPASI. Menurut SDKI 2002-2003 sekitar 47,9% bayi mendapat makanan pralakteal dan 50 % bayi sudah mendapat MPASI pada usia kurang dari 1 bulan, bahkan pada usia 2-3 bulan sudah mendapat makanan padat. Di Kabupaten Bangka belum pernah dilakukan penelitian tentang MPASI sebelumya.
Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MPASI pada bayi usia 0-12 bulan di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka 2008. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang. Sampel adalah ibu mempunyai bayi usia 0-12 bulan yang tinggal di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka pada saat penelitian dengan kriteria inklusi masih menyusui, belum pernah diberikan bantuan MPASI oleh pemerintah atau MPASI program gakin dan bersedia mengikuti penelitian. Cara pengambilan sampel menggunakan survei cepat dengan rancangan klaster. Sebagai klaster adalah kelompok ibu yang mempunyai karakteristik homogen di wilayah posyandu di Kecamatan Sungailiat. Jumlah sampel 270 orang dan 30 klaster, pemilihan secara acak sehingga setiap klaster dibutuhkan 9 responden. Variabel dependen penelitian adalah praktik pemberian MPASI, sedangkan variabel independen adalah umur ibu, paritas, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu tentang MPASI, pendapatan keluarga dan peran petugas kesehatan. Analisis dengan menggunakan univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian didapatkan praktik pemberian MPASI pada bayi usia 0-12 bulan di Kecamatan Sungailiat tahun 2008 sudah dilaksanakan sebesar 87,0%. Dari responden melaksanakan praktik tersebut sebanyak 54,7% dengan praktik pemberian MPASI baik dan kurang baik sebesar 42,6%. Hasil uji bivariat dengan chi square ada hubungan bermakna antara pendidikan ibu (p=0,086), pengetahuan MPASI ibu (p=0,002, OR=2,394 ; CI (1,410-4,065) dan peran petugas kesehatan (p=0,000, OR=10,605 ; CI (5593-20,108) dengan praktik pemberian MPASI pada bayi usia 0-12 bulan di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka 2008. Analisis multivariat dengan regresi logistik menghasilkan faktor paling dominan adalah peran petugas kesehatan. Ibu dengan peran atau dukungan kurang baik oleh petugas kesehatan memberikan peluang 10,538 kali untuk melakukan praktik pemberian MPASI kurang baik dibandingkan ibu dengan peran atau dukungan petugas kesehatan baik setelah dikontrol oleh umur ibu, pendidikan , pekerjaan dan pengetahuan ibu tentang MPASI. Faktor determinan adalah peran petugas kesehatan yaitu dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di bidang gizi khususnya dalam memberikan makanan tepat pada bayi sesuai dengan waktu dan cara pemberian. Pentingnya pemberian ASI eksklusif serta manajemen laktasi pada ibu mempunyai bayi di seluruh Kecamatan Sungailiat secara benar dan terus menerus. Meningkatkan promosi praktik pemberian MPASI sehat dan higienis di posyandu, puskesmas dan pertemuan warga, penyediaan sarana penyuluhan dan klinik gizi seperti poster, leaflet, booklet, food model atau contoh MPASI dan makanan bergizi seimbang. Meningkatkan promosi ASI eksklusif dengan sasaran remaja atau wanita usia subur belum menikah dan meningkatkan motivasi petugas kesehatan yang berprestasi di tingkat puskesmas.

Infant grows very fast. The critical period is started after the age of six months. This is because, in that period giving breastfeeding exclusively to the infant does not sufficiently fulfill the nutrition need. Growth interference in this period is closely related with the infant's feedings. Therefore, if complementary feeding is not given correctly, it will cause the interference of optimal growth. The research result of complementary feeding increasing program finds that there is a big number of mothers who still do not understand about the way and the right time of complementary feeding. Based on SDKI's data, in 2002-2003, 47,9% of the infant were given pralacteal food and 50% of the infant had been given complementary feeding in the age of less than one month, and in the age of 2-3 months the infant were given solid food. There has not ever been a research about complementary feeding being done in Bangka District.
The aim of this research is to obtain the information about related factors dealing with complementary feeding practices to the infant ages 0-12 months in Sungailiat, Bangka District on 2008. The research uses quantitative approach and cross sectional design. The samples are mothers who have 0-12 months infant and live in Sungailiat, Bangka District. The mothers are characterized as follows; breasting, never been given MPASI donation from the government or complementary feeding program for poor family, and able to participate in the research. The samples are taken by using a rapid survey with cluster design. The cluster is a group of mothers who have homogenic characteristic in the area of Integrated Health Service at Sungailiat. The sample number is 270 people and 30 clusters, which are chosen randomly. Therefore, each cluster needs 9 respondents. The dependent variable of the research is complementary feeding practices, and the independent variables are mothers' ages, mothers' education, mothers' works, the number of family member, mothers' knowledge about complementary feeding, family income, and the role of medical officers.
The research result shows that complementary feeding practices to the infant ages 0-12 months in Sungailiat has been done and reached 87,0%. 54,7 % of the respondents have complementary feeding practices well and 42,6% of the respondents have not complementary feeding practices very well. The brivariat test by using chisquare shows that there is a relationship between mothers' education (p=0,086), mothers' knowledge about complementary feeding (p=0,002, OR=2,394; CI (1,410-4,0645) and medical officers' role (p=0,000, OR=10,605; CI (5593-20,108) with complementary feeding practices to the infant age 0-12 months in Sungailiat on 2008. Multivariate analysis with logistic regression shows that the most dominant factor is the role of medical officers, after controlled by variables of mothers' ages, education, works and mothers' knowledge about complementary feeding practices. Since the determinant factor is the role of medical officers, therefore increasing their knowledges and abilities in nutrition field especially in giving the right food in the right time for infant is the best solution. The importance of giving breastfeeding exclusively and lactation management for mothers who have infant in Sungailiat should run well and continually. Increasing the promotions of giving a health and hygienic complementary feeding Integrated Health Service, Public Health Service and people's meetings, providing the meetings facilities, and nutrition clinic, such as poster, leaflet, booklet, food model. Increasing the promotions of giving brestfeeding exclusively to the teenagers or unmarried woman who are in the fertilities ages, and increasing the motivation for the medical officers especially those who have good achievement in the area of public health service.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41276
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Okti Eko Nurati
"Praktik pemberian makanan pada bayi dan anak masih belum memenuhi standar WHO, meskipun telah banyak dilakukan edukasi. Beragam faktor seperti suku, budaya serta informasi digital mempengaruhi pilihan ibu dalam pemberian MPASI di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pilihan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-23 bulan di sepuluh suku di Indonesia. Desain penelitian ini adalah survei potong lintang dengan teknik pengambilan sampel consecutive. Sebanyak 443 ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan dari 13 kota yang mewakili 10 suku terbesar di Indonesia berpartisipasi dalam penelitian ini. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner elektronik. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu, suku ibu, penghasilan keluarga, perilaku ibu, dan kepercayaan/ tradisi ibu dengan pilihan ibu dalam pemberian MPASI pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia. Berbagai sumber informasi pengetahuan gizi seperti keluarga, buku, teman, internet, pelatihan dan sumber lainnya juga berhubungan signifikan dengan pilihan ibu dalam pemberian MP ASI. Hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan pilihan ibu dalam pemberian MP ASI di sepuluh suku di Indonesia yaitu perilaku ibu, kepercayaan/ tradisi ibu dan sumber informasi dari internet. Simpulan yang didapat adalah faktor personal, interpersonal dan faktor sosial mempengaruhi pilihan ibu dalam pemberian MPASI. Oleh karena itu, kampanye mengenai pentingnya pemberian MPASI harus fokus pada kepercayaan lokal serta pemanfaatan teknologi internet dan media sosial untuk meningkatkan pemahaman dan praktik pemberian MPASI oleh ibu.

Feeding practices for infants and young children still do not meet WHO standards, despite extensive education efforts. Various factors such as ethnicity, culture, and digital information influence mothers' choices in providing complementary feedin g. This study aims to identify the factors related to mothers' choices in providing complementary feeding for infants aged 6-23 months across ten ethnic groups in Indonesia. This cross-sectional survey employed a consecutive sampling technique. A total of 443 mothers with children aged 6-23 months from 13 cities representing the ten largest ethnic groups in Indonesia participated in this study. Data were collected using electronic questionnaires. The results showed significant associations between mothers’ education, ethnicity, family income, mothers’ behavior, and mothers' beliefs/traditions with mothers' choices in providing complementary feeding. Various sources of nutritional knowledge, such as family, books, friends, the internet, training, and other sources, also significantly influence mothers' choices in providing MPASI. Multivariate analysis identified that the most dominant factors associated with mothers' choices in providing complementary feeding across the ten ethnic groups in Indonesia are mothers' behavior, beliefs/traditions, and information sources from the internet. The conclusion is that personal, interpersonal, and social factors influence mothers' choices in providing complementary feeding. Therefore, campaigns on the importance of complementary feeding need to focus on local beliefs and the use of internet technology and social media to enhance mothers' understanding and practices of complementary feeding."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Iswi Deandra
"Di Indonesia, tekanan ekonomi seringkali memaksa kedua orang tua untuk bekerja. Hal ini dapat menyebabkan waktu untuk pengasuhan anak yang layak, terutama terkait dengan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang penting. Ibu yang bekerja, seringkali kekurangan dukungan yang diperlukan untuk memastikan nutrisi optimal bagi anak-anak mereka. Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara kebijakan tempat kerja dan praktik pemberian MPASI pada ibu bekerja di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik pada ibu dengan anak usia 6-25 bulan yang bekerja di tempat kerja formal. Kuesioner kebijakan tempat kerja dikategorikan sebagai valid dan reliabel dengan uji Spearman dan Alpha Cronbach (α > 0,7). Sebanyak 294 jawaban dianalisis. Sebanyak 67,5% ibu memiliki diploma atau gelar sarjana. Mengenai tingkat keterampilan kerja, 37,6% dikategorikan sebagai pekerja dengan keterampilan dasar, 24,8% sebagai semi-skilled, dan 37,6% sebagai pekerja terampil. Penelitian ini menemukan bahwa 93,4% ibu mempraktikkan pemberian MPASI yang tepat sesuai dengan indikator diet minimum yang dapat diterima. Hasil yang signifikan secara statistik dilaporkan dalam kaitannya antara kebijakan tempat kerja ibu dengan praktik pemberian MPASI, domain fleksibilitas kerja dan domain fasilitas fisik. Analisis multivariat melaporkan nilai p yang signifikan yaitu 0,006 (aOR: 0.170; IC 95%: 0.048-0.602) dan 0,029 (aOR: 3,283; IC 95%: 1,127-9,564). Hal ini mungkin disebabkan oleh mereka yang berasal dari keluarga kaya dengan tingkat pendapatan lebih tinggi seperti yang terlihat dari pencapaian pendidikan mereka. Waktu kerja mungkin menjadi faktor penting, sedangkan pekerja dengan keterampilan dasar mungkin memiliki jam kerja lebih pendek karena shift kerja dan berpotensi memungkinkan praktik pemberian makan yang lebih fokus. Fasilitas fisik telah menjadi faktor penting bagi ibu untuk melanjutkan menyusui, tetapi hubungannya dengan pemberian MPASI belum diteliti.

In Indonesia, economic pressures often force both parents to work. This can leave little time for proper care of young children, particularly regarding essential complementary feeding practices. Working mothers, often lack the support needed to ensure optimal nutrition for their children. This research aims to understand the potential link between workplace policies and the complementary feeding practices of working mothers in Indonesia. The study employed an analytic cross-sectional design among mothers with children aged 6-25. Workplace policy questionnaire were categorized as valid and reliable with Spearman test and Cronbach’s alpha (α > 0.7). A total of 294 responses were analyzed from a pool of 905 completed questionnaires, drop out were done to incomplete answers and respondents who did not fit the inclusion criteria. 67.5% held diploma or bachelor's degrees. Regarding occupational skill levels, 37.6% were categorized for both basic-skilled and skilled labor whereas 24.8% semi-skilled. The study found that 93.4% of mothers practiced proper MAD practices. Significant results were reported between the working flexibility and physical facility domain with complementary feeding practices. Multivariate analysis shown p-value of 0.006 (aOR: 0.170; CI 95%: 0.048-0.602) and 0.029 (aOR: 3.283; CI 95%: 1.127 – 9.564) respectively. These individuals might come from wealthier households with higher income levels. Work time may be a crucial factor, whereas others in basic-skilled labor may have shorter work hours due to shifting and potentially allow for more focused feeding practices. Physical facility had been a crucial factor for mothers in continuing breastfeeding, but the connection to complementary feeding has not been studied."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triseu Setianingsih
"Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Usia 0-12 bulan) di Wilayah Cikarang Barat Kabupaten Bekasi Tahun 2009. Jenis rancangan penelitian Cross Sectional. Sampel penelitian adalah sebagian ibu yang memiliki balita usia 13-24 bulan sebanyak 250 ibu. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa terdapat 5 variabel yang berhubungan dengan perilaku ibu yaitu variabel umur, pekerjaan, sikap, dukungan petugas dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Variabel yang paling dominan adalah variabel pekerjaan dengan p=0,000 dan OR = 11,537. Disarankan kepada masyarakat khususnya ibu yang tidak bekerja untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan rangsangan terhadap bayi apalagi kuantitas ibu dirumah lebih banyak dibanding ibu yang bekerja, karena frekuensi ibu di rumah ternyata tidak menjamin kualitas perilaku ibu dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

This thesis have propose to identified some factors that related with mother behavior on toddler's growth and development (age 0-12 months) at West Cikarang, Bekasi Regency in 2009. This research used Cross Sectional studies. The sample is 250 mothers who have toddler at age about 13-24 months. Data analysis encompassed univariate, bivariate and multivariate analysis. Multivariate analysis show that there is existing 5 variable which related with mother behavior as following age, occupation, attitude, support from related functionary and medical services access. Dominant variable is occupation variable with p=0,000 and OR= 11,537. It's recommended to the community, especially for mother without work, to increase their ability to give stimulus to their toddler. Even though they have more times rather than mother work but not guarantee that they have good behavior quality to support their toddler's growth and development."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T41257
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khouw Loanita Theresiana
"Jendela paling kritis kurang gizi terletak pada usia 6-12 bulan karena air susu ibu (ASI) saja sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi. Sehingga diperlukan makanan pelengkap ASI yaitu makanan pendamping ASI (MP-ASI). Praktek pemberian MP-ASI dipengaruhi berbagai faktor antara lain faktor biologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan pelayanan kesehatan sehingga menimbulkan banyak permasalahan dalam praktek pemberian MP-ASI tersebut. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai praktek pemberian MP-ASI dan faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI pada bayi 4-11 bulan di Kabupaten Tangerang.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang / cross sectional pada bayi umur 4-11 bulan di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, di mana pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2002. Sebagai sampel adalah ibu yang mempunyai bayi berusia 4-11 bulan yang diambil sesuai dengan metode survei cepat (Ariawan, 1996), menggunakan rancangan cluster dengan cara probability proportional to size (pps), sehingga didapat jumlah sampel sebesar 300 responden, dan pada waktu pelaksanaan ternyata 1 responden sudah pindah sehingga akhirnya diperoleh data dari 299 orang ibu yang mempunyai bayi 4-11 bulan.
Pengumpulan data dilakukan oleh 6 orang alumni Akademi Gizi Jakarta yang telah dilatih lebih dahulu. Variabel dependen yaitu praktek pemberian MP-ASI dan variabel independen adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan peran petugas kesehatan. Untuk melengkapi data pada variabel praktek pemberian MP-ASI, juga dilaksanakan diskusi kelompok terarah di 2 desa cluster yang masing-masing dihadiri oleh ± 10 orang tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader posyandu. Sedangkan untuk variabel peran petugas kesehatan dilengkapi dengan wawancara langsung terhadap 29 oang pembina desa di lokasi penelitian. Analisis yang dilakukan adalah univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi 59,2% praktek pemberian MP-ASI yang baik dan 40,8% dengan praktek pemberian MP-ASI yang kurang balk. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan praktek pemberian MP-ASI adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, dan peran petugas kesehatan (p < 0,005), sedangkan variabel umur ibu, pengetahuan gizi dan pendapatan keluarga tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek pemberian MP-ASI (p > 0,005). Hasil analisis multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI adalah peran petugas kesehatan dengan OR 3,6 yang berarti ibu yang tidak mendapatkan peran petugas kesehatan mempunyai peluang 3,5697 kali untuk praktek pemberian MP-ASI yang kurang baik dibandingkan dengan ibu yang mendapat peran petugas kesehatan yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa praktek pemberian MP-ASI di Kabupaten Tangerang belum optimal karena masih ada 40,8% dengan praktek pemberian MP-ASI yang kurang baik. Untuk itu disarankan adanya dukungan langsung dari pembuat kebijakan dengan lintas sektor terkait untuk meningkatkan pendidikan, adanya tempat penitipan bayi di sekitar tempat kerja, meningkatkan pemeliharaan ternak di tingkat keluarga. Untuk instansi kesehatan dalam hal ini Dinas Kesehatan , Puskesmas dan Organisasi Profesi didalamnya seperti IDI, IBI agar meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan motivasi mengenai praktek pemberian MP-ASI dengan tepat dan benar. Untuk peneliti lain agar dapat dilanjutkan dengan penelitian kohort mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan fisiologi pengeluaran ASI pada hari-hari pertama yang menyebabkan tingginya pemberian makanan prelakteal.

The most critical window of malnourished is on age 6-12 months, since the only breast-feeding is not enough to complete the nutrition need of infant. So it is need food complete the breast-feeding, that is food for complementary feeding. The practice in giving complementary feeding is influenced some factors, among others biology, economy, social culture, technology and health service, so raise a lot of problem in practice of giving the complementary feeding. The objective of this study was to obtain the information on the practice in giving complementary feeding and the factors that related to the practice of giving complementary feeding on infant age 4-11 months in Tangerang District.
This study design was cross-sectional on infant age 4-11 months in Tangerang District, Banten Province, where the data was conducted on March 2002. The sample was the mothers having infant age 4-11 months that taken based on rapid survey method (Ariawan, 1996), using cluster design by probability proportional to size (pps), so it obtained the number of sample was 300 respondents. On the implementation, the fact that 1 respondent had moved, so finally it obtained 299 mothers having infant age 4-11 months.
The data was collected by 6 alumnus of Nutrition Academy of Jakarta, which trained in advance. Dependent variable was the practice of giving complementary feeding and independent variable were mother's age, mother's education, mother's occupation, the knowledge of mother's nutrition, the number of family, family income and role of health provider. To complete the date on practice in giving complementary feeding variable, it also conducted the Focus Group Discussion at 2 cluster villages, where in each village attended by ± 10 community leaders, religion leaders and cadre. While for variable on the role of health provider it completed with in-depth interview to 29 village referrals at the study location. The analysis that conducted was univariate, bivariate and multivariate by logistic regression.
The result of this study showed that the proportion was 59.2% having good practice in giving complementary feeding and 40,8% was not good in practice in giving complementary feeding. Based on bivariate analysis known that the variable that having significant relationship with the practice in giving complementary feeding was mother's education, mother's occupation, number of family member, and the role of health worker (p<0.005). While the variable of mother's age, the knowledge on nutrition and family income have not significant relationship with practice in giving complementary feeding (p>0.005). The result of logistic regression multivariate analysis showed that the variable that the most dominant having relationship with practice in giving complementary feeding was the role of health provider with OR 3,5697. It means that the mother who had not get the role of health provider having tendency as 3.5697 times for practice in giving complementary feeding that was not good compared with mother whose obtain the role of good health provider.
Based on this study, it can be concluded that the practice in giving complementary feeding at Tangerang District is not optimal yet, since there is still 40,8% with practice in giving complementary feeding not good. It is recommended the availability of direct role from policy maker by related cross sector to improve education, the availability of day-care for infant at around the working place, and improving animal care at the family level. For health Institution, i.e. Local Health Service, Health Center and profession organization such as Association of Indonesia Medical Doctors, Association of Indonesian Midwives in order to improve their knowledge, skill and motivation on the practice in giving MP-ASI correctly and timely. For other researchers should continue cohort study on the factors that related to physiology breast-feeding expenses on the first day that caused to the high in giving the pre-lactation food.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chita Yumina Karissima
"Dua tahun pertama kehidupan adalah adalah periode kritis yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan gizi selama periode ini dapat menyebabkan perkembangan kognitif yang terhambat, pencapaian pendidikan yang rendah, dan menurunkan produktivitas ekonomi. WHO merekomendasikan bayi diberikan MPASI kaya zat besi untuk menutupi kesenjangan kenaikkan kebutuhan zat besi. Banyak faktor yang telah diyakini mempengaruhi pemberian MPASI, namun masih sangat sedikit penelitian yang mengeksploarasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian MPASI ASI kaya zat besi dan faktor determinannya yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan ialah cross-sectional dengan besar sampel sebanyak 2400 ibu yang memiliki bayi berusia 6-23 bulan di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (random sampling) untuk memilih sampel yang diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 25. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,7% bayi berusia 6–23 bulan menerima MPASI kaya zat besi. Tingkat pendidikan ibu [OR = 1,38; 95% CI: 1,035-1,831], akses media digital [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922], usia anak [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], tingkat kesejahteraan keluarga [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], dan postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117- 1,679] berpengaruh signifikan terhadap pemberian MPASI kaya zat besi. Tingkat kesejahteraan keluarga merupakan prediktor terkuat dalam memberikan MPASI kaya zat besi. Kementerian Kesehatan terus mengoptimalkan program intervensi gizi, khususnya pemberian MPASI kaya zat besi. Kementerian Pertanian disarankan menggalakkan program Rumah Pangan Lestari untuk menjamin ketersediaan makanan kaya zat besi. Fasilitas pelayanan kesehatan disarankan memberikan pelayanan edukasi gizi dan membuat media informasi digital terkait praktik pemberian makan bayi dan anak yang mudah diakses, dipahami, dan menarik untuk dibaca oleh ibu. Ibu sebagai pengasuh utama bayi disarankan untuk meningkatkan pemahaman tentang MPASI kaya zat besi melalui media digital ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

The first two years of life are critical periods that determine the growth and development of the child. Malnutrition during this period can lead to impairment of cognitive development, lower educational attainment, and decreased economic productivity. WHO recommends infants should be given iron-rich complementary foods to cover the gap in iron demand. Many factors have been believed to influence the practice of complementary feeding, but there are still very few studies that explore factors related to the practice of iron-rich complementary foods. The purpose of this study is to know the proportion of iron-rich complementary foods and its determinant factors related to the practice of iron-rich complementary foods in infants aged 6-23 months in Indonesia in 2017. The research design used is cross-sectional with a sample size of 2400 mothers who have infants aged 6-23 months in Indonesia. Sampling techniques are done with random sampling to select the necessary samples. Data analysis is performed using SPSS version 25. Based on the results of the study, as many as 73.7% of infants aged 6-23 months received iron-rich complementary foods. Maternal education [OR = 1,38;95% CI: 1,035-1,831], digital media access [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922] child age [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], family welfare rate [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], and postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117-1,679] significantly affect the administration of iron-rich complementary foods. The level of family welfare is the strongest predictor in providing iron-rich complementary foods. The Ministry of Health continues to optimize nutrition intervention programs, especially the provision of iron-rich complementary foods. The Ministry of Agriculture suggests promoting the Sustainable Food House program to ensure the availability of iron-rich foods. Health care facilities are recommended to provide nutrition education services and create digital information media related to infant and child feeding practices that are easily accessible, understood, and interesting to read by mothers. Mothers as the baby's primary caregivers are advised to improve their understanding of iron-rich complementary foods through digital media or consult with a health professional."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komalasari
"Alasan terbanyak ibu berhenti menyusui secara eksklusif adalah ketidakcukupan ASI. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain penelitian kuantitatif adalah cross-sectional terhadap 60 ibu dengan bayi umur 0-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan 56,7% ibu memiliki persepsi ketidakcukupan ASI. Variabel yang terbukti berhubungan adalah umur ibu, paritas, dan pekerjaan. Sedangkan hasil wawancara mendalam menunjukkan hampir semua ibu merasa jumlah produksi ASI-nya tidak cukup karena bayinya masih menangis walaupun telah disusui. Setelah dicross-check dengan tanda yang dapat dipercaya, hanya ada sebagian kecil ibu yang berat badan bayinya tidak sesuai dengan rekomendasi Depkes.
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan promosi ASI eksklusif. Kepada Dinas Kesehatan disarankan untuk memberikan pelatihan dan kegiatan yang dapat mendukung keberhasilan pemberian ASI.

The reason that most mothers stopped breastfeeding exclusively is insufficiency of breast milk. This is a quantitative and qualitative research. Quantitative research design is a cross-sectional of 60 mothers with babies aged 0-12 months in the work-area of Puskesmas Pancoran Mas Depok in 2011.
The results showed 56.7% of mothers have the perception of insufficiency of breast milk. Variables that are proven to relate are mother's age, parity, and occupation. Whereas the results of the in-depth interviews shown almost all mothers feel the amount of their production of breast milk is not enough because the baby was crying despite having been breast fed. After cross-checking the believed sign, there is only a small part of the baby's mother experienced no baby weight accordance with the recommendation of Depkes.
The health workers is recommended to optimize the promotion of breast-feeding exclusively. The health service is recommended to provide training and activities that can support the success of the granting of exclusive breast-feeding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nuraeni
"Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Pemberian makanan pendamping sebelum usia 6 bulan dapat berisiko terhadap gangguan tumbuh kembang bayi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian MP-ASI dini dan faktor yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI dini. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 191 ibu yang memiliki bayi umur 2-12 bulan di wilayah Kecamatan Makasar. Penelitian dilakukan di tiga Puskesmas di wilayah Kecamatan Makasar, yaitu Puskesmas Kelurahan Cipinang Melayu, Puskesmas Kelurahan Kebon Pala, dan Puskesmas Kecamatan Makasar. Analisa hubungan menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Makasar sebanyak 53,9%. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dan tingkat pengetahuan ibu mengenai dampak pemberian MP-ASI dini dengan pemberian MP-ASI dini. Namun, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, paritas, praktik IMD, dan berat lahir bayi dengan pemberian MP-ASI dini.

Complementary foods are foods or drinks that contain nutrients, given to infants or children aged 6-24 months in order to meet the nutritional needs other than breast milk. Complementary feeding before the age of 6 months can be at risk for impaired growth and development of infants.
This study aims to describe the giving early complementary feeding and factors that influence of giving early complementary feeding. This study is a quantitative cross-sectional design and a sample size of 191 mothers of infants aged 2-12 months in the Districts Makasar. The study was conducted in three health centers in the Districts Makasar, namely Cipinang Melayu Health Centers, Kebon Pala Health Centers, and Makasar Health Centers. Analysis of the relationship using the chi square test.
The results showed that the prevalence of giving early complementary feeding in the Districts Makasar as much as 53,9%. Statistical test results showed significant relationship between maternal employment status and mother's level of knowledge about the impact of giving early complementary feeding in the giving early complementary feeding. However, there is no significant relationship between age, education, parity, early initiation of breastfeeding practices, and birth weight infants with giving early complementary feeding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hertin Rindawati
"ABSTRAK
Nama : Hertin RindawatiProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu MPASI dengan Kejadian Stunting pada Bayi di WilayahKerja Puskesmas Katapang Kabupaten Bandung Tahun2017Stunting balita pendek memiliki efek terhadap masa depan anak sepertiberkurangnya tingkat kognitif anak, hambatan dalam peningkatan tinggi badan,kelebihan berat badan atau obesitas di kemudian hari, dan mengurangi hasilkehadiran sekolah sehingga menyebabkan berkurangnya produktifitas pada masadewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan dalamhubungan pemberian MPASI dengan kejadian stunting pada bayi berusia 12 bulandari Januari-April 2017 di wilayah kerja Puskesmas Katapang KabupatenBandung tahun 2017. Rancangan penelitian ini menggunakan desain case controlpada 28 kasus dan 56 kontrol. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017. Datadianalisis dengan uji regresi logistik sederhana untuk melihat hubungan antarvariabel dan uji regresi logistik ganda model prediksi untuk menemukan faktordominan dalam hubungan pemberian MPASI dengan kejadian stunting pada bayi.Hasil penelitian menunjukkan faktor dominan dalam hubungan pemberian MPASIdengan kejadian stunting pada bayi adalah berat lahir bayi p=0,022 OR=5,177dan 95 CI=1,27-21,098 , diare p=0,027 OR=5,226 dan 95 CI=1,206-22,652 ,dan pemberian MPASI p=0,034 OR=3,884 dan 95 CI=1,106-13,649 . Faktordominan dari ketiga variabel tersebut yaitu variabel diare. Variabel diare memilikihubungan paling kuat dengan kejadian stunting pada bayi. Perlu adanya langkahlangkahdalam pencegahan stunting pada bayi dengan cara konseling pemberianasupan gizi optimal pada ibu hamil agar terhindar dari risiko kelahiran BBLR,pencegahan diare berulang pada bayi dan pemberian MPASI yang benar terutamaperbaikan asupan protein pada bayi.Kata Kunci : stunting, berat lahir, diare, pemberian MPASI

ABSTRACT
Name Hertin RindawatiStudy Program Public Health SciencesTitle The Relation of Complementary Feeding with Stunting inInfants at the Territory Work of Katapang Health CenterBandung Regency 2017Stunting has an effect on the child 39 s future such as reduced child 39 s cognitive level,obstacles in height increase, overweight or obesity later in life, and reduced schoolattendance resulting in reduced productivity in adulthood. This study aims todetermine the dominant factor in the relationship of gi with stunting in infantsaged 12 months from January to April 2017 in the work area of the KatapangHealth Center Bandung Regency in 2017. The design of this study used casecontrol design on 28 cases and 56 controls. This study was conducted in May2017. The data were analyzed by simple logistic regression test to see therelationship between variables and multiple logistic regression test predictionmodel to find the dominant factor in the relationship of complementary feedingwith stunting in infants. The results showed that the dominant factor in theassociation of complementary feeding with the incidence of stunting in infantswas birth weight p 0,022 OR 5,177 and 95 CI 1,27 21,098 , diarrhea p 0,027 OR 5,226 and 95 CI 1,206 22,652 , and giving of complementaryfeeding p 0,034 OR 3,884 and 95 CI 1,106 13,649 . The dominantfactors of these three variables are diarrhea which have the strongest relationshipwith the incidence of stunting in infants. Preventing stunting in infants bycounseling the optimal intake of nutrients in pregnant women to avoid the risk oflow birth weight, prevention of recurrent diarrhea in infants and provision ofappropriate complementary feeding, especially the improvement of protein intakein infants are needed.Keywords stunting, birth weight, diarrhea, complementary feeding"
2017
T48359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzca Alsya Candra
"Usia baduta merupakan masa di mana terjadi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan serta emosional anak yang perlu diperhatikan dengan baik. Namun, pada masa ini sering terjadi masalah perilaku makan seperti perilaku picky eater. Salah satu faktor yang memengaruhi perilaku tersebut adalah praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada bayi usia 6-23 bulan sebagai determinan perilaku picky eater. Metode penelitian yang digunakan adalah longitudinal, dengan pengambilan data secara daring dan luring di DKI Jakarta. Sampel pada penelitian ini adalah orang tua yang memiliki bayi usia 6-23 bulan yang sesuai dengan kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster random sampling, dengan jumlah total keseluruhan sampel 103 responden. Peneliti menyebarkan kuesioner yang mencakup karakteristik bayi, karakteristik orang tua, dan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Hasil penelitian secara umum menunjukkan sebagian besar responden menerapkan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) di tingkat baik (45,6%). Akan tetapi, masih terdapat responden yang praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dalam kategori buruk (1,9%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam promosi dan edukasi untuk meningkatkan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada usia 6-23 bulan sekaligus upaya preventif untuk perilaku picky eater.

The age of under two years is a period where physical growth and development of intelligence and emotions of children that need to be considered carefully. However, during this period, eating behavior problems often occur such as picky eater behavior. One of the factors that influences this behavior is complementary feeding practices. This study aims to identify the description of complementary feeding  practices in infants aged 6-23 months as a determinant of picky eater behavior. The research method used is longitudinal, with online and offline data collection in DKI Jakarta. The sample in this study were parents who have infants aged 6-23 months who meet the inclusion criteria. The sampling technique used was cluster random sampling, with a total sample size of 103 respondents. The study was conducted by distributing questionnaires covering infant characteristics, parental characteristics, and complementary feeding practices. The results of the study generally showed that most respondents implemented the practice of providing complementary foods at a good level (45.6%). However, there were still respondents whose practices of providing complementary foods were in the poor category (1.9%). This study is expected to be the basis for promotion and education to improve the complementary feeding practices at the age of 6-23 months as well as preventive efforts for picky eater behavior. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>