Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119093 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astry Eka Citrasari
Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2013
363.348 1 SUM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aegeus Hutama
"ABSTRAK
Peristiwa born Bali pacta 12 Oktober 2002 merupakan suatu tragedi nasional yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Konsultasi PERC (Political and Economic Risk Consultancy Ltd) menunjukkan bahwa Indonesia dalam semua kategori risiko (mulai dari risiko domestik, risiko kemungkinan terjadinya kekacauan sosial, risiko ekstemal hingga risiko sistemik) mengalami peningkatan risiko pasca peledakan born di Bali. Indonesia akan dirugikan dari meningkatnya risiko yang menimbulkan persepsi negatif terhadap para investor.
Event study dimulai dengan hipotesis tentang bagaimana peristiwa Tragedi born Bali 12 Oktober 2002 mempengaruhi pergerakan indeks saham sektoral di Bursa Efek Jakarta. Evaluasi event study ini dikombinasikan dengan proses time series guna menghasilkan model persamaan expected return yang relatif akurat untuk menganalisis perilaku saham sektoral sebelum dan sesudah terjadinya peristiwa melalui pergerakan abnormal return dan cumulative abnormal return.
Modelisasi expected return dilakukan dengan multi-factor model yang memperhitungkan faktor suku bunga SBI dan kurs rupiah terhadap dolar AS. Analisis dilakukan terhadap tingkat return, risiko dan efisiensi dari semua sektor saham yang ada di Bursa Efek Jakarta guna mendeskripsikan muatan informasi yang dikandung dan mendapatkan urutan klasifikasi dalam investasi secara menyeluruh dan terpadu.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa secara statistik variabel USD hanya mempengaruhi sektor industri barang konsumsi dan variabel SBI hanya mempengaruhi sektor properti dan real estate, sedangkan variabel konstanta tidak memberikan pengaruh signifikan pacta semua sektor.
Model expected return yang terbentuk memiliki nilai adjusted R square yang sangat bervariasi antara 18,58 % untuk sektor properti dan real estate sampai dengan 80,87 % untuk sektor industri barang konsumsi.
Klasifikasi preferensi investasi berdasarkan reward to variability ratio dimulai dari urutan yang paling disukai adalah sektor transportasi, keuangan, pertambangan, pertanian, konsumsi, perdagangan, industri dasar, aneka industri dan properti.
Klasifikasi tingkat efisiensi pasar sektoral berdasarkan frekuensi AR dan CAR dimulai dari urutan yang paling efisien adalah sektor pertambangan, konsumsi, properti, transportasi, pertanian, industri dasar, perdagangan, aneka industri dan keuangan.
Peristiwa Tragedi Born Bali terbukti menimbulkan abnormal return pada semua pasar sektoral di Bursa Efek Jakarta. Para pelaku pasar modal cenderung menerapkan strategi short term holding period dan melakukan overreaction pada hari pembukaan bursa tanpa memperhatikan kinerja fundamental emiten. Adanya overreaction dari para investor di Bursa Efek Jakarta mengacu pada bentuk pasar yang tidak efisien dalam bentuk setengah kuat. Hasil penelitian ini mengkonfirrnasikan beberapa basil penelitian sebelumnya yang konsisten menyatakan hipotesis pasar efisien tidak berlaku di Bursa Efek Jakarta.
Dengan mengetahui pengaruh dari peristiwa Tragedi born Bali 12 Oktober 2002 terhadap pergerakan indeks saham di Bursa Efek Jakarta, diharapkan para pelaku pasar dapat menerapkan strategi investasi dan manajemen portofolio yang tepat pada pasar tidak efisien bentuk setengah kuat dalam menghadapi peristiwa politik serupa di masa mendatang.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eddy Faisal
"Salah satu ciri khas terorisme di Indonesia adalah tidak adanya pelaku yang mengklaim bahwa kegiatan tersebut itu kelompok atau perorangan yang bertanggung jawab, sehingga terorisme harus kita sepakati sebagai musuh bersama yang bersifat global. Aksi terorisme dapat terjadi dimana saja tanpa mengenal batas tempat dan waktu. Aksi terorisme yang relatif besar diawal abad 21 ini terjadi menimpa menara kembar World Trade Centre (WTC) di Amerika Serikat pada tanggal 12 September 2001 dengan cara menabrakan pesawat terbang ke gedung WTC tersebut, dengan menelan korban mencapai 3000 jiwa. Aksi teroris selanjutnya menimpa Indonesia, tepatnya terjadi di Pulau Bali yang merupakan salah satu tujuan wisatawan dunia, aksi teroris ini menelan korban 202 jiwa dari 21 negara, sebanyak 418 unit gedung mengalami kerusakan dan taksiran kerugian mencapai Rp., 5.924.219.319,17,
Dari uraian diatas, penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dampak dari aksi ledakan born di Bali oleh teroris terhadap kehidupan masyarakat Bali, khususnya warga Kuta sebagai Zero Point (TKP) aksi teroris tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif, dimana data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Jumlah responden sebanyak 7.915 KK, dengan menggunakan rumus `Slovin' untuk mencari jumlah sampel, didapat sebanyak 100 KK sebagai sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode penarikan sampel acak berstrata (Stratified random sampling). Pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara dan studi kepustakaan. Selanjutnya data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik persentase yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak yang ditanggung oleh pemerintah daerah Bali dan masyarakatnya relatif besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang terus menurun sejak terjadinya aksi bom Bali tanggal 12 September 2002 sampai dengan akhir Desember 2003. Pada tahun 2001 jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali sebanyak 1.356.774 orang, tahun 2002 sebanyak 1.285.844 orang atau turun sebesar 5,23 %, tahun 2003 sebanyak 1.285.844 orang atau turun sebesar 22,77 %, baru pada tahun 2004 dengan segala daya dan upaya Pemerintah Daerah Bali dan warganya, jumlah wisatawan yang datang ke Bali meningkat menjadi 1.458.309 orang atau meningkat 46,85 % dari tahun 2003. Diharapkan pada akhir tahun 2005 pariwisata Bali dapat kembali ke kondisi yang lebih bail( lagi.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat agak terganggu, dari segi sosial muncul rasa curiga warga terhadap orang yang tidak dikenalnya. Dari segi ekonomi pendapatan pemerintah dan warga menurun sebagai akibat langsung dari aksi bom Bali dan sampai sekarang masih terasa kelambatan dalam pertumbuhan ekonomi Bali. Dibidang keamanan masyarakat berharap banyak kepada aparat keamanan negara untuk menciptakan Bali yang aman guna mendukung pembangunan dunia pariwisata Bali. Masyarakat mengusulkan konsep "sistem keamanan berlapis" dalam mengelola dan menjaga keamanan Bali, dimana masyarakat Bali dilibatkan secara aktif dalam menjaga keamanan wilayah Bali.

One of the typical characteristics of terrorism in Indonesia is the absence of the actor claiming that such activity is the responsibility of a group or individual. Therefore we should covenant that the terrorism is a global common enemy and the terror act can happen anywhere without taking into account the border and time. The relative big terrorist act at the beginning of 21 st century committed against the twin tower of World Trade Center (WTC) in the United States of America on September 11, 2001. by crashing airplane to that building resulting in 3,000 casualties. The subsequent terrorist act happened in Indonesia, precisely in Bali Island being one of the resorts in the world. It causes 202 casualties from 21 states, 418 building units were damaged and the loss is estimatedly Rp 5,924,219,319.17.
Based on the above description, this research is focused on knowing the impact of the terrorists' bombing in Bali to the community life in Bali, especially the people of Kuta as the Zero Point of the terror act. The method used is descriptive method namely the data obtained is analyzed qualitatively and quantitatively. Total respondent is 7,915 family heads using "Slovin" formula to seek for total sample obtained namely 100 family heads. It uses stratified random sampling and the data is collected through questionnaire, interview and bibliography study. Furthermore the data obtained from the questionnaire s processed using descriptive quantitative analysis technique using the percentage technique presented in terms of tables.
The research finding indicates that the impact suffered by the local administration of Bali and the community is relatively big. It is indicated from total tourist visits which decreased since Bali bombing on October 12, 2002 through December 2003. The tourists visiting Bali were 1,356,774 in 2001, 1,285,844 in 2002, decreasing 5.23%, and 1,285,844 in 2003 or decreasing 2237%. Just in 2004, with all. efforts from the Local Administration of Bali and its people, the number of tourists visiting Bali increased to 1,458,309 or increasing 46.85% of that in 2003. It is expected that in 2005 the tourism condition in Bali will be better.
The socio economy of the community is rather disturbed. In socio aspect, the people are suspicious to the strange persons. In economic aspect, the incomes of the local administration and citizens decrease due to Bali bombing. Until now the economic growth of Bali is still slow. In security aspect, the community highly expects the state security apparatus to create the safe Bali to support the development of tourism. They suggest the concept of "multi security system" in managing and maintaining the security in Bali. The people there are actively involved to keep Bali territory secured
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Novianti
"Peristiwa meledaknya bom di dua tempat, Paddy's Bar dan Sari Club jalan Legian, Kuta, Bali, tanggal 12 Oktober 2002 lalu telah menimbulkan permasalahn baru bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya aspek ekonomi politik, tapi juga aspek budaya bahkan dalam praktek jurnalisme. Kebijakan yang diambil pemerintah telah menimbulkan kontrovesial dalam pemberitaan media massa.
Penelitian ini berusaha melihat bagaimana symbolic reality yang ditampilkan oleh Harian Republika dan Harian Kompas, khususnya berkaitan tentang jenis bom yang digunakan dan penangkapan tersangka peledakan bom Bali. Apakah ada perbedaan realitas yang menimbulkan pertarungan wacana? Perbedaan realitas tersebut apakah hanya pada level teks atau sampai pada level ideologi? Selanjutnya apabila sampai pada level ideologi, apakah perbedaan tersebut mencerminkan proses legitimasi dan delegititimasi, serta hegemony dan counter hegemony media? Untuk mengetahui bagaimana bentuk hegemoni tersebut, maka dilihat bagaimana pengaruh media (Republika dan Kompas) dalam mengkonstruksi realita tentang peledakan bom di Bali. Kekuatan media adalah bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Bahasa adalah alat yang bisa dimanfaatkan dalam proses mendefinisikan, mengkonstruksi dan melegitimasi suatu realitas hubungan kekuasaan, dan itu antara lain dilakukan melalui pemanfaatan simbol-simbol yang mampu menyajikan realitas hubungan kekuasaan tertentu sebagai suatu realitas yang alamiah, masuk akal dan sebagainya. Di lain pihak proses tersebut selalu diiringi oleh reaksi menolak legitimasi kekuasaan dengan delegitimasi. Sedangkan dalam melihat posisi media (Republika dan Kompas) terhadap kasus born Bali ini, maka digunakan teori hegemony dan counter hegemony yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Gramsci menempatkan faktor politik sebagai faktor yang paling dominan dalam menciptakan hegemoni. Faktor ekonomi dan politik, ditambah faktor budaya setelah kejadian born Bali ini menimbulkan kebijakan pemerintah dalam mengungkap siapa dalang pelaku born Bali dan jenis bom apa yang digunakan, inilah yang kemudian menjadi konteks dari penelitian ini.
Fenomena hasil temuan penelitian ini bukanlah hasil dominasi, melainkan hasil hegemoni. Hal ini dikarenakan ada media yang memposisikan dirinya sebagai counter hegemony terhadap suatu kasus, dan ada media yang terhegemoni oleh keuasaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Critical Discourse Analysis yang dikemukakan oleh Norman Fairclough yang dikombinasi dengan analisi framing oleh Teun Van Dijk untuk menganalisa teks.
Temuan dari hasil penelitian ini, yaitu keberpihakan setiap media tidak dapat dielakkan sehubungan dengan berbagai kepentingan, dalam hal ini adalah ekonomi, politik, dan budaya. Adanya perang tanding antara wacana Harian Republika dan Harian Kompas dalam mengkonstruksi realitas berita kasus bom Bali, dimana masing-masing media menunjukkan sikap dengan menampilkan realitas simbolik melalui berita yang disampaikan. Harlan Republika lebih memilih sikap berseberangan dengan hasil temuan tim investigasi bom Bali. Ini dikarenakan Republika menganggap ada unsur tekanan dari pihak asing (Amerika Serikat) dalam setiap hasil temuan Tim Investigasi bom Bali. Sebaliknya Harian Kompas memandang hasil temuan Tim Investigasi Bom Bali sudah sesuai posedur dan tidak ada tekanan dari pihak manapun, kerja sama antara Polri dengan pihak asing justru sangat membantu pengungkapan kasus bom Bali ini.
Faktor ekonomi, Harian Republika menyoroti nasib perekonomian bangsa yang semakin terpuruk terutama sektor pariwisata. Sedangkan Harian Kompas memandang lebih luas, pemulihan perekonomian adalah masalah yang kompleks, diantaranya Faktor pandangan, sikap, dan respons negara-negara mitra dagang, mitra investasi, dan mitra kerja sama.
Kondisi sosial budaya yang terjadi di Indonesia, khususnya politik Islam dalam hubungannya dengan pemerintah merupakan elemen yang juga mempengaruhi realitas media tentang kelompok-kelompok Islam. Harian Republika sebagai wakil dari komunitas Islam membuat media ini condong besikap mengkonter basil kerja Tim Investigasi. Sedangkan Harlan Kompas sebaliknya terhegemoni oleh realitas yang dimunculkan oleh sumber-sumber resmi yang dikutipnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Esthi Widiatmika
"Peristiwa peledakan bom yang terjadi di Kuta Bali pada tanggal 12 oktober 2002 yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Bom Bali I dapat dikatakan sebagai sebuah bencana besar bagi Indonesia, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan-tindakan "istimewa" oleh pemerintah, khususnya Polri. Dalam peledakan yang menelan korban terbesar kedua setelah tragedi 11 September 2001 tersebut, Indonesia (khususnya Polri) dibantu oleh banyak negara-negara lain yang peduli akan peristiwa tersebut. Bantuan tersebut datang antara lain dari negara Inggris, Jerman, Jepang, Australia, New Zealand, Amerika, Perancis, Belanda, Swedia dan Singapura. Sementara untuk memfasilitasi koordinasi antar negara tersebut, Australia dipilih sebagai koordinatornya.
Bantuan dari negara-negara tersebut selain berupa bantuan kemanusiaan, juga dengan mengirimkan tenaga-tenaga ahli untuk mereka untuk dapat membantu proses identifikasi, investigasi dan bantuan forensik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahun 2002 (khususnya setelah peristiwa 12 Oktober) banyak kerjasama dalam bidang keamanan khususnya mengenai terorisme yang dilakukan oleh Pemerintah dengan negara-negara lain. Salah satunya yang akan dibahas disini adalah kerjasama keamanan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan Australia melalui Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Australian Federal Police (AFP).
Terkait dengan penulisan ini, berdasarkan uraian singkat tersebut yang akan menjadi pokok permasalahan adalah Bagaimana ruang lingkup serta proses kerjasama Kepolisian Republik Indonesia dengan Australian Federal Police dalam penanganan terorisme di Indonesia (studi tentang pengungkapan kasus Bom Bali I)? Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menggambarkan tentang ruang lingkup serta proses kerjasama yang dilakukan oleh Polri dengan AFP dalam penanganan terorisme di Indonesia.
Dalam menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan konsep kerjasama keamanan yang diungkapkan oleh Albert Zaccor, sementara untuk kerjasama kepolisian digunakan konsep yang dikemukakan oleh Mathieu Deflem. Mengenai terorisme digunakan konsep yang kemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah James Andrew Lewis. Adapun metode penelitian yang digunakan untuk membahas permasalahan tersebut adalah deskriptif analitis melalui penelitian kepustakaan atas dokumen-dokumen yang relevan.
Kerjasama yang dilakukan antara Polri dan AFP adalah ditujukan untuk peningkatan kapasitas atau capacity building Polri. Kerjasama tersebut sangat menekankan pada tingkat individu dan kelembagaan, dalam artian disini adalah kerjasama yang dilakukan tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas personil Polri dan lembaga Polri. Kerjasama yang dilakukan tidak menyentuh pada level sistem. Oleh karena itu kerjasama yang telah dilakukan selama ini walaupun telah memberikan kemajuan yang sangat berarti bagi Polri dalam penanganan masalah terorisme namun dirasakan masih belum maksimal.

The bombing that happens in Bali on October 2002, which latter known as 1st Bali Bombing can be categorized as a major incident for Indonesia, were taken as a special case to Indonesian National Police (Polri). That bomb incident costs a lot as they put it the worst incident that cost people?s life next to the 11 September 2001 incident in New York. Indonesian National Police were helped by various countries including England, Germany, Japan, US, France, Sweden and Singapore. In order to facilitate the coordination between countries, Australia were chosen as the coordinator. Various aids were sent to help Indonesia. The aids were related to humanitarian action. They also sent their experts to help the process of identification, investigation and forensic. Related to the aids that given after 12 October 2002, Indonesia has held a lot of cooperation with another countries. This thesis will describe the security cooperation that held by the Indonesian?s government that represented by the Indonesian National Police (Polri) and Australia that represented by the Australian Federal Police (AFP).
The subject of the study is the process of cooperation between Polri and AFP in handling terrorism in Indonesia (a case study of enlightening the first Bali bombing). The objectives of the study is to describe the scope and process of the cooperation between Polri and the AFP in handling the terrorism in Indonesia.
To analyze the subject, writer use the Albert Zaccor?s concept about Security Cooperation. For further explanations, writer use the Mathieu Deflem?s concept that explains Police Cooperation. To asserts the the definition of terrorism into the analysis, writer use various concepts, including the Concept of terrorism from James Andrew Lewis. The research methods that used in this study is an analytic descriptive thorough library study from the relevant documents.
The cooperation between POLRI and AFP were meant to enhanced the capacities of Polri. The cooperation also emphasize in individual and institutional level, which are means that the cooperation that been done is to enhance the capacity of Polri?s personnel and the Polri?s institution. The cooperation does not touch the level system. Never less, although the cooperation already give a lot to Polri development, but it is still not enough."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gouzali Saydam
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999
364.132 3 GAU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jamal Bake
Jakarta: Universitas Indonesia, 2002
320.1 JAM n (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kurniawati
"ABSTRAK
Bom yang meledak di Bali pada 12 Oktober 2002 terjadi satu tahun pasca
tragedi 11 September yang menewaskan hampir 3000 orang. Bom yang
menewaskan 202 orang tersebut tidak hanya meluluhlantakkan Bali, namun juga
Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Banyak orang kemudian bertanya-tanya,
kemana intelijen? Mengapa intelijen tidak dapat melakukan pencegahan?
Bukankah tugas intelijen untuk diantaranya melakukan pengawasan dan deteksi
dini?
Banyak pertanyaan seputar intelijen yang belum terjawab dalam kasus
tersebut; tentang apa peran mereka, bagaimana mereka bekerja, kepada siapa
mereka bertanggung jawab, dan bahkan bagaimana negara melalui otoritas politik
menentukan penggunaan intelijen untuk keamanan nasional, termasuk bagaimana
otoritas sipil dapat menentukan sukses atau gagalnya intelijen dalam menjalankan
tugasnya mengamankan kepentingan nasional.
Bom Bali 12 Oktober juga menunjukkan sebuah hasil kerja jejaring
kelompok teror Al Jamaah Al Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
Mereka bergerak secara lintas batas di kawasan Asia Tenggara dengan tujuan
untuk mendirikan Pan Islamic State. Adalah menjadi kepentingan bersama
negara-negara yang tergabung di dalam organisasi kawasan Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) untuk melakukan usaha kolektif
mengamankan kawasan dalam sebuah kerjasama keamanan regional, termasuk
diantaranya kerjasama intelijen.
Tesis ini berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut: mengapa intelijen
gagal melakukan antisipasi bom Bali 12 Oktober 2002, serta kemungkinan
kerjasama intelijen yang dapat dibentuk di wilayah ASEAN.

Abstract
This thesis discusses not only on the subject of intelligent failure in the
case of the first Bali bombing occurred in October 12, 2002, because after all,
intelligent failures are inevitable and natural. More importantly, the thesis throws
a discussion on the necessity of regional intelligent cooperation in the framework
of Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), where a terror network
called Jamaah Islamiyah (JI) operates through its borders.
Intelligent services worldwide are widely known for its crucial role in
preventing terrorist attacks by providing security through its early warning
system. However, when facing an enemy with specific characteristics such as a
global terror networks, no single state can work alone. As such, intelligent sharing
and cooperation are needed not just on a global scale, but also on the regional
basis.
The thesis offers an idea to establish a form of ASEAN intelligent center
as a way to prevent future attacks in the region through a counterfactual reasoning
method."
2012
T30465
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
A.A Ngr Jayalantara
"Hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut diakui dalam konstitusi Indonesia, namun dalam penanganan peristiwa Bom Bali I, menunjukkan hak atas perlindungan dari hukum pidana yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak mutlak di Indonesia. Penelitian ini mengkaji penerapan asas non retroaktif dalam peradilan kasus Bom Bali I, sehingga diketahui alasan kenapa diterapkannya prinsip retroaktif, dan diketahui apakah putusan pidana terhadap pelaku Bom Bali I memiliki keberlakuan hukum. Pendekatan yang dipergunakan diantaranya: interpretasi oleh mereka yang melaksanakanperadilan pidana, pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang berkaitan dengan penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana, dan pendekatan konsep (conseptual approach) digunakan untuk memahami konsep-konsep "aw-in-action" dalam penerapan asas legalitas dan asas non retroaktif. Terhadap kejahatan yang luar biasa (terorisme), pemberlakuan prinsip retroaktif merupakan representasi hak para korban untuk mendapatkan/mencapai keadilan yang penerapannya bersifat terbatas. Tolak ukur keadilan dalam masyarakat dijadikan alasan utama dalam menyimpangi asas fundamental dalam sistem peradilan, yang dapat berdampak merusak tatanan penegakan hukum di Indonesia. Proses penegakan hukum terhadap pelaku Bom Bali I tetap memiliki keberlakuan hukum karena aturan yang digunakan telah disahkan sesuai sesuai konstitusi negara dan diterima oleh sebagian besar masyarakat, jadi dapat dikatakan "rasa keadilan mengenyampingkan asas fundamental". (A.A Ngr Jayalantara, NPM: 1006788933).

Right not to be prosecuted under retroactive law is recognized in the constitution of Indonesia, but in handling the 1st Bali bombing incident, application of the right to protection from retroactive criminal law is a human right was not always absolute in Indonesia. This study examines the application of the principle of non retroactive in judicial case of the 1st Bali Bombing, so in mind the reason why the principle of retroactive are applicated, and known whether that the decision punishment of Bali bombers are have legal validity. The approach that used such as: the interpretation by those how implemented criminal justice, regulatory approach (the statute approach) that relating to the enforcement of the criminal justice system, and conceptual approach that used to understand the concept of "law-in-action" in the application of the principle of legality and the principle of non retroactive. For extra ordinary crimes (terrorism), the application of retroactive principle represent a rights of victims to get/achieve justice that its application is limited. The Measure of justice in society in the main excuse deviate fundamental principle in the judicial system, which can have devastating effects on the order of law enforcement in Indonesia. Law enforcement against perpetrators of the 1st Bali Bombing still have legal validity because rules that are used have been validated according to the state constitution and accepted by most people, so it can be said to be "justice set aside the fundamental principle ". (A.A Ngr Jayalantara, NPM: 1006788933)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>