Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lina Erliana Muksin
"ABSTRAK
Multisystem Developmental Disorder (MSDD) atau Disorder o f Relating and
Communicating merupakan suatu klasifikasi diagnosis dalam Zero to Three
Classification, dengan tujuan sebagai suatu alternatif diagnosa pada anak usia 0 -
3 tahun yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
dunia di sekelilingnya. Aspek-aspek perkembangan yang paling sering terganggu
pada kondisi ini adalah perkembangan komunikasi dan hubungan dengan orang
lain, sehingga sering disebut sebagai Gangguan Relasi dan Komunikasi
(Greenspan,1997). Anak-anak dengan gangguan relasi dan komunikasi memiliki
ciri-ciri antara lain, gangguan secara bermakna dalam kesanggupan untuk
melakukan dan mempertahankan hubungan sosial dan emosional secara timbal
balik. Kesulitannya dalam berkomunikasi, ditandai oleh keterlambatan berbicara
atau berbicara hanya satu arah dan sulit mempertahankan pembicaraan. Mereka
juga sulit untuk melakukan interaksi yang timbal balik, cenderung sulit diarahkan
karena tampak semaunya dan menganggap kehadiran orang lain sebagai ‘benda’.
Mereka biasanya sulit untuk berinteraksi sosial dengan teman seusianya, kesulitan
mempergunakan isyarat non verbal sebagai pengganti komunikasi verbal untuk
mengatur interaksi sosial dan tidak tidak tanggap pada situasi sosial dan emosi
orang disekitamya serta mengalami kesulitan untuk bermain pura-pura seperti
yang biasanya dilakukan anak seumurnya.
Anak dengan gangguan relasi dan komunikasi juga mengalami disfungsi
sensoris dalam pemaknaan pada rangsang dengar maupun gangguan dalam
pemprosesan sensasi lainnya, seperti gangguan perencanaan gerak motorik,
kesulitan dalam melakukan keurutan gerakan atau tindakan.
Berbagai pendekatan terapi untuk mengatasi gangguan ini dengan upayaupaya
untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasinya, telah banyak
dilakukan. Dewasa ini berkembang model penanganan yang memandang sudut
penggunaannya dalam situasi sosial, yang menekankan peningkatan komunikasi
sosial dengan struktur yang lebih fleksibel, serta aktifitas yang lebih bervariasi,
ditandai dengan interaksi yang timbal balik serta belajar melakukan aktifitas yang
bermakna, berdasarkan minat dan motivasi anak.
Pendekatan integratif dan interaktif yang berdasarkan perkembangan
individual anak disebut juga tehnik Floor Time, yaitu suatu cara atau tehnik
interaksi melalui bermain sebagai upaya untuk membantu anak dalam mencapai
tahapan perkembangan, terutama anak dengan gangguan relasi dan komunkasi.
Tehnik interaksi ini menekankan kekuatan relasi yang bersifat interaktif antara
orang tua atau pembimbing dengan anak. Prinsip utama tehnik Floor Time adalah
mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi,
dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi. Asumsinya,
bahwa perubahan cara anak ‘merasakan dan mengalami’ relasi akan
meningkatkan peran sertanya dalam interaksi itu sendiri secara lebih
komprehensif.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan tehnik ‘Floor Time' dapat
memberikan dukungan untuk mengembangkan kemampuan interaksi pada anak,
khususnya anak dengan gangguan relasi dan komunikasi (Multisystem
Developmental Disorder).
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
studi kasus tunggal. Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak, melainkan
mengikuti kriteria tertentu. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara, serta alat bantu rekam suara dan gambar. Proses analisis
data dimulai dengan memberikan koding pada data sesuai dengan kategori
perilaku yang muncul. Setelah tahap kategorisasi peneliti melakukan proses
analisis yang dibuat dalam bentuk naratif berdasarkan konsep teori pada penelitian
ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kualitatif terdapat peningkatan
kualitas interaksi antara subjek dengan pembimbing. Peningkatan ini terutama
lebih terlihat pada aspek ketrampilan Menjalin Ikatan Komunikasi Timbal Balik
(MIKT) serta Ketrampilan Meniru (KM). Sedangkan pada kemampuan bahasa
tidak terlihat kemajuan secara mencolok. Minat subjek serta ketertarikan untuk
melakukan sesuatu bersama pembimbing, tampak semakin intens dan bervariasi.
Subjek mulai menunjukkan kedekatan dan keintiman dengan ibu. Selama
pelaksanaan Floor Time terlihat perilaku seperti memeluk, mencium, menyentuh
wajah ibu, menarik/mengulurkan tangan (meminta pertolongan) atau duduk
dipangkuan ibu lebih sering muncul dibanding sebelumnya. Ibu pun merasakan
bahwa subjek mulai ‘menempel’ dan mencari ibu disaat ibu tidak berada ditempat.
Perilaku menirukan suara pembimbing tampak semakin sering muncul.
Atas dasar hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain di bidang
psikologi, khususnya psikologi klinis anak untuk dilakukan penelitian dalam
jangka waktu yang lebih lama, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih baik
mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari pelaksanaan Floor Time
pada anak dengan gangguan relasi dan komunikasi."
2005
T38022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Erliana Muksin
"ABSTRAK
Multisystem Developmental Disorder (MSDD) atau Disorder of Relating and
Communicating merupakan suatu klasifikasi diagnosis dalam Zero to Three
Classification, dengan tujuan sebagai suatu alternatif diagnosa pada anak usia 0 -
3 tahun yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
dunia di sekelilingnya. Aspek-aspek perkembangan yang paling sering terganggu
pada kondisi ini adalah perkembangan komunikasi dan hubungan dengan orang
lain, sehingga sering disebut sebagai Gangguan Relasi dan Komunikasi
(Greenspan,1997). Anak-anak dengan gangguan relasi dan komunikasi memiliki
ciri-ciri antara lain, gangguan secara bermakna dalam kesanggupan untuk
melakukan dan mempertahankan hubungan sosial dan emosional secara timbal
balik. Kesulitannya dalam berkomunikasi, ditandai oleh keterlambatan berbicara
atau berbicara hanya satu arah dan sulit mempertahankan pembicaraan. Mereka
juga sulit untuk melakukan interaksi yang timbal balik, cenderung sulit diarahkan
karena tampak semaunya dan menganggap kehadiran orang lain sebagai ‘benda’.
Mereka biasanya sulit untuk berinteraksi sosial dengan teman seusianya, kesulitan
mempergunakan isyarat non verbal sebagai pengganti komunikasi verbal untuk
mengatur interaksi sosial dan tidak tidak tanggap pada situasi sosial dan emosi
orang disekitamya serta mengalami kesulitan untuk bermain pura-pura seperti
yang biasanya dilakukan anak seumurnya.
Anak dengan gangguan relasi dan komunikasi juga mengalami disfungsi
sensoris dalam pemaknaan pada rangsang dengar maupun gangguan dalam
pemprosesan sensasi lainnya, seperti gangguan perencanaan gerak motorik,
kesulitan dalam melakukan keurutan gerakan atau tindakan.
Berbagai pendekatan terapi untuk mengatasi gangguan ini dengan upayaupaya
untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasinya, telah banyak
dilakukan. Dewasa ini berkembang model penanganan yang memandang sudut
penggunaannya dalam situasi sosial, yang menekankan peningkatan komunikasi
sosial dengan struktur yang lebih fleksibel, serta aktifitas yang lebih bervariasi,
ditandai dengan interaksi yang timbal balik serta belajar melakukan aktifitas yang
bermakna, berdasarkan minat dan motivasi anak. Pendekatan integratif dan interaktif yang berdasarkan perkembangan
individual anak disebut juga tehnik Floor Time, yaitu suatu cara atau tehnik
interaksi melalui bermain sebagai upaya untuk membantu anak dalam mencapai
tahapan perkembangan, terutama anak dengan gangguan relasi dan komunkasi.
Tehnik interaksi ini menekankan kekuatan relasi yang bersifat interaktif antara
orang tua atau pembimbing dengan anak. Prinsip utama tehnik Floor Time adalah
mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi,
dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi. Asumsinya,
bahwa perubahan cara anak ‘merasakan dan mengalami’ relasi akan
meningkatkan peran sertanya dalam interaksi itu sendiri secara lebih
komprehensif.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan tehnik ‘Floor Time’ dapat
memberikan dukungan untuk mengembangkan kemampuan interaksi pada anak,
khususnya anak dengan gangguan relasi dan komunikasi (Multisystem
Developmental Disorder).
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
studi kasus tunggal. Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak, melainkan
mengikuti kriteria tertentu. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara, serta alat bantu rekam suara dan gambar. Proses analisis
data dimulai dengan memberikan koding pada data sesuai dengan kategori
perilaku yang muncul. Setelah tahap kategorisasi peneliti melakukan proses
analisis yang dibuat dalam bentuk naratif berdasarkan konsep teori pada penelitian
ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kualitatif terdapat peningkatan
kualitas interaksi antara subjek dengan pembimbing. Peningkatan ini terutama
lebih terlihat pada aspek ketrampilan Menjalin Ikatan Komunikasi Timbal Balik
(MIKT) serta Ketrampilan Meniru (KM). Sedangkan pada kemampuan bahasa
tidak terlihat kemajuan secara mencolok. Minat subjek serta ketertarikan untuk
melakukan sesuatu bersama pembimbing, tampak semakin intens dan bervariasi.
Subjek mulai menunjukkan kedekatan dan keintiman dengan ibu. Selama
pelaksanaan Floor Time terlihat perilaku seperti memeluk, mencium, menyentuh
wajah ibu, menarik/mengulurkan tangan (meminta pertolongan) atau duduk
dipangkuan ibu lebih sering muncul dibanding sebelumnya. Ibu pun merasakan
bahwa subjek mulai ‘menempel’ dan mencari ibu disaat ibu tidak berada ditempat.
Perilaku menirukan suara pembimbing tampak semakin sering muncul.
Atas dasar hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain di bidang
psikologi, khususnya psikologi klinis anak untuk dilakukan penelitian dalam
jangka waktu yang lebih lama, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih baik
mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari pelaksanaan Floor Time
pada anak dengan gangguan relasi dan komunikasi."
2005
T37817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alzena Masykouri
"ABSTRAK
Banyak kasus yang ditangani oleh psikolog anak adalah gangguan perkembangan pada anak, terutama anak usia sekolah. Salah satu gangguan perkembangan tersebut dikenal sebagai Attention Deficit/Hyperactive Disorder (AD/HD). Gangguan ini memiliki ciri-ciri adanya tingkah laku tertentu yang berulang dan berlangsung minimal selama 6 bulan. Tingkah laku yang dikategorikan sebagai gangguan adalah tingkah laku yang inattenrion, hyperactivity, dan impolsivity Anak dengan gangguan AD/HD ini menunjukkan rentang perhatian yang singkat, mudah terganggu (distractibility) atau tidak bisa tenang (restless). Aspek sosial anak pun dapat terganggu karenanya. Kemarnpuan berelasi sosial menjadi rendah, kontrol diri yang buruk, bahkan cenderung tidak: mematuhi perintah dan bertindak agresif. Demikian pula pada aspek kognitif dan akademik, dimana AD/HD menyebabkan kurangnya perhatian dan timbulnya kesulitan belajar spesifik.
Penyebab AD/HD adalah disfungsi neurologis di otak, dan penanganan AD/HD secara psikologis Iebih ditekankan pada terapi tingkah laku (Behavior Therapy). Karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai AD/HD dari tinjauan neurologis, baik secara teori maupun praktis, yaitu berdasarkan teori Sensory Integration.
Teori Sensory Integration mengemukakan bahwa. integrasi sensori merupakan proses pengolahan informasi di otak Otak, sebagai mesin sensoris, harus dapat memilih, mengembangkan, melanjutkan, menghambat, membandingkan, dan mengasosiasikan informasi-informasi sensoris secara fleksibel dan dengan pola yang berubah-ubah. Singkatnya, otak harus mengintegrasikan seluruh informasi yang masuk melalui sensor-sensor dari tubuh sehingga manusia dapat berfungsi optimal. Proses integrasi sensori yang terjadi pada manusia dimulai dari proses penerimaan informasi oleh indera yang dirniliki oleh rnanusia, kemudian diolah oleh susunan saraf pusat (SSP). Akhirnya respon yang diberikan oleh indera-indera manusia, yaitu indera dekat : tactile, vestibular, dan proprioceptive, serta indera jauh: pengelihaian, penciuman, perabaan, perasa, dan pendengaran.
Anak dengan gangguan pada proses integrasi sensori menunjukkan tingkah laku yang berbeda dengan anak pada umumnya Perbedaan perilaku itu sering dilihat sebagai ciri-ciri dari AD/HD, yaitu inattetion, hyperactivity, dan restless. Untuk mengatasi permasalahan telsebut, maka anak diberikan suatu program intervensi atau tetapi yang berbasis sensory integration. Prinsip utama dari intervensi ini adalah menyediakan kesempatan bagi individu untuk mendapatkan informasi melalui indera-indera dekat, yaitu proprioceptive, vestibuiar, dan tactile. Sedangkan tujuan dari intervensi ini adalah memodulasi onntasi pertahanan dari sistem saraf individu dengan menggunakan lingkungan dan pengalaman sensoris, serta untuk menghasilkan tingkah laku adaptif yang sesuai. Juga untuk memperbaiki keseimbangan antara inhibisi dan eksitasi dalam sistern saraf atau secara sederhana meningkatkan fungsi SSP.
Berdasarkan pengamaian dan analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penanganan kasus ADH-ID dapat digunakan pendekatan Sensory Integration, yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada kemampuan individu untuk memfungsikan sensor-sensor tubuh atau indera, agar dapai memproses informasi yang masuk dengan efektif dan menghasilkan tingkah laku yang adaptif. Peningkatan kemampuan individu dengan AD/HD yang ditangani dengan terapi Sensory Integration tampak pada meningkatnya rentang perhatian (attention) dan kemampuan untuk merencanakan gerak (impulsivitas) dan mengorganisasikan gerak Hyperactivity). Ini disebabkan kemampuan individu untuk kedua hal tersebut berkembang seiring berkembangnya kemampuan dari indera-indera sensorisnya. Dengan demikian dapat dianggap bahwa, melalui kegiatan-kegiatan sensory integration ini maka proses penerimaan dan pengolahan informasi yang teljadi di otak menjadi lebih baik, seiring dengan tampilan tingkah laku yang lebih adaptif dari individu dengan AD/HD.
Berdasarkan hal tersebut, maka pendekatan dengan menggunakan sensory integration ini dapat disarankan untuk menangani individu dengan AD/HD."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Hanifah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas elemen sentuh ruang terapi Sensori Integrasi sebagai bagian dari lingkungan terapi anak yang berperan dalam beberapa aspek untuk mendukung penyembuhan anak. Pengalaman sentuh sebagai bagian dari proses penyembuhan anak GPPH dialami melalui terapi Sensori Integrasi SI yang berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan anak dan respons terhadap sensasi dari lingkungan. Anak GPPH mengalami ruang SI dengan bergerak dan berinteraksi dengan elemen sentuh yang bervariasi melalui aktivitas bermain. Tulisan ini mencoba mengkaji karakteristik elemen sentuh yang berperan dalam penyembuhan anak GPPH, bagaimana anak mengalami ruang dengan menyentuh dan bergerak untuk kebutuhan terapi, serta aspek lingkungan terapi yang mendukung. Studi kasus di YPAC menganalisis elemen sentuh yang tersedia dan hubungannya terhadap pengalaman sentuh anak GPPH berbagai tipe. Melalui penulisan skripsi ini, didapat bahwa elemen sentuh di ruang terapi Sensori Integrasi memiliki karakteristik yang bervariasi, sehingga membentuk lingkungan yang kaya sensori dengan permukaan yang dijadikan media untuk melatih keseimbangan-koordinasi, tenang, dan fokus. Permukaan dengan tekstur yang menantang pada ruang terapi SI terbatasi dalam segi luasan kontak dengan tubuh maupun melalui elemen yang dapat dipindah dengan mengalihkan ke sensasi tekanan sehingga peletakan elemen pada ruang terapi SI menunjang anak GPPH yang sensitif terhadap sentuhan.

ABSTRACT
This thesis discuss about tactile element as a part of children therapeutic environment that has several role to support healing process. Tactile experience as part of therapeutic process of ADHD children through Sensory Integration SI therapy contributing in children rsquo s ability enhancement and response to environment. ADHD children experience the space by moving and making contact with tactile element through play as therapy strategy. This writing reviews the characteristic of tactile elements that have roles to heal ADHD children, how children experience the space for therapeutic purpose, and the therapeutic setting aspects. The analysis of case studies in YPAC Jakarta was conducted to capture existing tactile element with tactile experience of ADHD children in variety types. Finding show that tactile element in SI therapeutic space has variety of characteristics that create sensory rich environment with its surface as medium to train balance coordination, calm, and focus. The challenging texture is limited in body contact area also through loose element by replacement to pressure sensation so that element arrangement in SI therapeutic space support ADHD children that have tactile defensiveness."
2017
S67297
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Priscilla Harlimsyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemajuan yang dicapai oleh seorang anak penyandang autisme ringan melalui penerapan terapi sensory integration selama tiga bulan. Selain itu, penulisan tugas akhir ini juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa yang mendukung keberhasilan terapi. Penelitian ini melibatkan seorang anak penyandang autisme ringan yang diambil secara purposif dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kemajuan dalam aspek komunikasi, interaksi, dan emosi pada diri subjek setelah menerapkan terapi sensory integration secara efektif selama tiga bulan. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan sesi terapi yang cukup rutin juga keterlibatan keluarga subjek untuk melakukan berbagai aktivitas dan pendekatan yang mendukung terapi. Berbagai aktivitas yang mendukung terapi seperti hiking, berkuda, dan renang dapat memberikan input-input sensorik yang dibutuhkan subjek. Pendekatan visual support yang diterapkan terhadap subjek memudahkannya untuk berkomunikasi melalui gambar. Interaksi antara subjek dengan Ibu juga lebih berkembang dengan penerapan prinsip floor Iime, meskipun belum diterapkan secara optimal. Selain beberapa faktor yang mendukung, terdapat juga beberapa kondisi yang dapat menghambat terapi, antara lain kondisi Kendala maupun kemajuan yang dialami oleh subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yang belum banyak tergali dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penelitian serupa hendaknya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan demikian, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari penerapan terapi sensory integration pada anak penyandang autis ringan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira
"ABSTRAK
Kebanyakan anak autis memiliki gangguan terhadap sensori integrasi. Untuk mengatasi disfungsi sensori anak akan diterapi menggunakan objek. Objek yang digunakan untuk terapi adalah bentukan dari objek bermain, sehingga ruang sensori integrasi dapat dikatakan sebagai ruang bermain anak autis. Objek di sini menjadi poin penting karena menjadi elemen yang sangat dibutuhkan untuk terapi. Penyusunan objek yang ada di dalamnya akan menjadi sangat penting karena harus memenuhi kebutuhan terapi tiap-tiap anak yang berbeda. Susunan objek yang berproses akan membuat anak bergerak beralur dan tidak diam di satu sisi. Susunan objek yang berproses dapat dibentuk dengan mengkombinasi antar objek yang satu dengan yang lain. Objek dan penyusunannya yang dinamis/fleksibel menjadi sangat efektif untuk mendukung aktifitas yang berproses untuk kebutuhan terapi setiap anak. Kebutuhan gerak setiap anak autis untuk mendukung terapinya berbeda-beda. Adanya penyusunan objek yang berbeda disetiap anaknya akan menghasilkan proses gerakan yang berbeda pula, misalnya untuk anak yang aktif dan pasif. Sehingga penyusunan objek yang fleksibel dapat dijadikan pertimbangan dalam mendesain ruang sensori integrasi untuk anak autis.

ABSTRAK
Most children with autism have a disruption to sensory integration. To overcome sensory dysfunction the child will be treated using the object. The object used for therapy as a form of the play object, so that the sensory space of integration can be autistic children 39 s playroom. The object becomes an important point because it becomes an indispensable element for therapy. Arrangement of objects in it, will be very important because it must meet the needs of each therapy of different children. The arrangement of objects in the process will make the child move grooved and not stay on one side. The arrangement of processed objects can be formed by combining the objects with each other. Objects and arrangements with dynamic and flexible are very effective to supporting the activities in process for every child 39 s therapy needs. The needs of every autistic child 39 s movement to support therapy may vary. The existence of arrangement different objects in each child will produce a different process of movement, for example for children who are active and passive. So the arrangement of a flexible object can be taken to consideration in designing the sensory space integration for children with autism. "
2017
S68059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyuni Suharmadji Argadikusuma
"Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berkembang pula peralatan yang dipergunakan oleh dokter baik peralatan diagnostik maupun terapetik.
Demikian pula dalam bidang ilmu Rehabilitasi Medik. Salah satu jenis alat tersebut adalah alat terapetik yang menggunakan arus listrik dan dipakai untuk pemanasan jaringan ("diathermy") dengan mengubah arus listrik menjadi arus eletromagnetik gelombang ultra pendek ("ultra short wave diathermy") atau elektromagnetik gelombang mikro ("micro wave diathermy") (1) (2) (3).
Beberapa kepustakaan menyebutkan pemakaian diatermi gelombang pendek bermanfaat pada panatalaksanaan lesi yang terletak dalam dan sulit dicapai oleh alat modalitas yang lain (4) (5).
Akhir-akhir ini disebutkan pula alat ini berfaedah pada terapi keluhan-keluhan ginekologis (6) (7).
Pada adneksitis, seringkali infeksi oleh bakteri gonorrhoe disertai kuman lain, sehingga penyembuhan tidak sempurna, timbul penyumbatan dan perlekatan antara tuba dengan ovarium atau jaringan sekitarnya dan penyakit kronis (8) (9).
Selain penggunaan antibiotika yang dapat mencakup beberapa jenis kuman, diatermi ternyata bermanfaat untuk menunjang keberhasilan terapi stadium kronis ini (1) (2). Disini pemanasan menyebabkan peningkatan vaskularisasi yang akan membantu penyembuhan penyakit dan membantu terapi antibiotika menjadi lebih efektif.
Tehnik pemakaian yang sesuai adalah dengan metode kondensor secara "cross fire techniques". Cara pemberian yang terdiri dari 2 bagian dengan tehnik pemasangan elektroda saling tegak lurus, memungkinkan ke empat dinding rongga panggul dipanasi (2) (10).
Untuk keberhasilan terapi ini, penilaian rasa nyeri merupakan hal yang penting. Telah dikenal beberapa cara, salah satu diantaranya yang cukup dapat diandalkan adalah Visual Analogue Scale {VAS). VAS merupakan cara yang cukup popular karena caranya mudah, murah dan dapat diulang (11) (12).
Akhir-akhir ini kasus adneksitis lebih banyak ditemukan, hal ini mungkin berhubung dengan spektrum penyakit hubungan seksual yang semakin luas (6). Demikian pula dengan jumlah rujukan dari bagian kebidanan ke Unit Rehabilitasi Medik. Selain itu di Indonesia, penelitian khusus mengenai hal ini belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan penelitian dengan tujuan umum yaitu membantu upaya peningkatan kualitas pengobatan serta mempercepat proses penyembuhan penyakit adneksitis kronis serta tujuan khusus menilai adakah kecenderungan manfaat terapi diatermi sebagai terapi penunjang pada pengobatan penyakit tersebut.
Walaupun penulis telah melakukan berbagai upaya penelusuran bahan rujukan dari berbagai sumber antara lain: Perpustakaan Pusat FKUI, Pusat Inforrnasi Kedokteran dan Kesehatan (PIKK), perpustakan di Tokyo Jepang, perpustakaan beberapa pabrik obat dan lain-lain, tetapi penulis masih merasakan banyaknya kekurangan-kekurangan mengenai hal tersebut, tetapi walaupun begitu hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat terhadap penderita adneksitis kronis dan akan diperoleh pengertian lebih mendalam tentang potensi terapi, ini?"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Heryati Harijanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>