Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Bagus Gede Adiputra Yadnya
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh rasa prihatin terhadap kehidupan anggota
polisi yang mengalamai cacat fisik akibat menjalankan tugas. Keprihatinan ini tidak
hanya berkaitan dengan masalah psikologis yang mereka alami, namun termasuk juga
keterbatasan ruang gerak mereka dalam menjalankan tugas sehari-hari. Kondisi
kehidupan keluarga setelah mengalami kecacatan serta dukungan organisasi adalah
faktor penting yang perlu memperoleh perhatian.
Sesuai dengan tugasnya sebagai seorang polisi, risiko pekerjaan yang tinggi
sudah menjadi bagian dalam pelaksanaan tugas. Mulai dari cedera fisik bahkan
sampai meninggal dunia harus dihadapi oleh polisi. Dalam pelaksanaannya terkadang
tidak semua tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan baik, ada kalanya anggota polisi
mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cedera dan akhirnya menjadi cacat.
Sebagai seorang polisi kemudian menjadi cacat jelas merupakan masalah. Masalah
utamanya adalah penyesuaian diri dengan lingkungan, baik lingkungan kerja,
keluarga dan lingkungan masyarakat.
Penyesuaian diri erat kaitannya dengan konsep diri. Bagaimana seseorang
menilai dirinya dan keberadaan dirinya dilingkungan berdasarkan pengalamannya,
akan menentukan tingkah laku seseorang dalam berinteraksi selanjutnya (Bums,
1993). Setelah mengalami cacat fisik bagaimana seorang polisi melihat dirinya dan
kehidupan keluarganya secara keseluruhan? Bagaimana penilaiannya terhadap
kemampuannya dalam melaksanakan tugas? Bagaimana menilai interaksi dirinya
dengan lingkungan serta bagaimana menilai perlakuan lingkungan? Keseluruhan
aspek tersebut diperkirakan mempengaruhi penghayatan individu (polisi) terhadap
konsep dirinya. Rogers (dalam Bums, 1993) menyebutkan bahwa konsep diri selain
merupakan cara pandang seseorang terhadap dirinya dalam perkembangannya juga
merupakan konsep untuk mengendalikan dan mengintegrasikan tingkah laku. Konsep
diri menjadi kerangka acuan bagi individu untuk berinteraksi dengan dunia
eksternalnya. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota polisi (Brimob) yang pernah
bertugas di daerah konflik dan mengalami cacat fisik karena tugas. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode kualitatif yakni dengan melakukan wawancara
mendalam, observasi dan tes proyeksi (TAT).
Setiap subjek dalam penelitian ini memiliki penghayatan yang berbeda
terhadap kecacatan yang dialaminya. Penghayatan ini diantaranya dipengaruhi oleh
kejadian awal saat terjadinya kecelakaan. Subjek yang sadar saat kecelakaan merasa
lebih depresif dibandingkan dengan yang tidak sadar. Selain ilu penghayatan subjek
terhadap kecacatannya dipengaruhi pula oleh pengalaman penugasan sebelumnya.
Subjek yang memiliki pengalaman yang lebih banyak lebih mampu menghargai
dirinya. Latar belakang keluarga juga berpengaruh terhadap bagaimana subjek
memandang kecacatan yang dialaminya. Subjek yang latar belakang keluarganya
polisi memandang kecacatan sebagai hal yang biasa. Seluruh subjek memandang
kecacatan yang dialaminya merupakan risiko dari tugas mereka sebagai seorang
polisi. Ada keccnderungan menempatkan risiko tugas sebagai faktor ektemal yang
menyebabkan mereka menjadi cacat. Subjek menilai bahwa jika penyebab cacal
mereka adalah faktor eksternal maka orang lain atau lingkungan akan dapat
memakluminya dan menerimanya. Anggapan ini dapat mempermudah proses
penyesuaian diri mereka terhadap lingkungan.
Secara umum subjek dalam penelitian ini mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan mereka, walaupun sebagian diantaranya belum mampu mengarahkan
tujuan hidupnya secara konkrit. Penghayatan subjek terhadap konsep dirinya juga
dipengaruhi oleh apa yang telah dicapai subjek dalam kehidupannya hingga saat ini.
Subjek yang mampu mengarahkan tujuan hidupnya dengan jelas serta mampu melihat
kelebihan dirinya memiliki konsep diri yang lebih positif. Subjek yang berhasil
melakukan kompensasi terhadap kecacatannya memiliki konsep diri yang lebih
positif."
2006
T37962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Septianti,author
"Kekerasan rumah tangga bukanlah isu yang baru lagi akan tetapi masalah ini jarang diangkat kepermukaan. Struktur sosial masyarakat Indonesia yang secara jelas meletakkan perempuan di bawah laki-laki sangat memungkinkan dan mendorong terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya. Kekerasan ini tidak hanya berdampak pada istri yang menjadi korban kekerasan akan tetapi juga berdampak pada anak-anak yang menyaksikannya. Secara umum anak-anak yang menyaksikan kekerasan di dalam keluarganya biasanya akan mengalami hambatan dalam mengembangkan kehidupan sosial, emosional, psikologis dan tingkah lakunya. Anak-anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berada pada masa perkembangan remaja akhir. Pada masa remaja ini, mereka mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri dan mereka juga mengalami kesulitan dengan orangtuanya dan situasi kekerasan yang terjadi di dalam keluarganya akan menambah kesulitan yang dihadapinya sehingga menimbulkan masalah bagi mereka. Peneliti menduganya bahwa remaja akhir dari keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga memiliki konsep diri yang lemah dan harga diri yang rendah bila dibandingkan dengan remaja akhir dari keluarga yang tidak mengalami kekerasan rumah tangga. Untuk mengetahui konsep diri tersebut peneliti menggunakan sebuah alat pengukur konsep diri yang disusun oleh William H. Fitts (1965) yang disebut sebagai Tennessee Self Concept Scale (TSCS). Skala ini terdiri atas 100 buah item pernyataan yang menggambarkan mengenai diri sendiri. Tiap pernyataan mempunyai 5 kemungkinan jawaban berupa skala dari angka 1 sampai 5. Angka 1 berarti pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan keadaan diri subyek, sedangkan angka 5 artinya pernyataan tersebut sangat sesuai dalam menggambarkan diri subyek. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek harga diri antara remaja akhir dari keluarga yang mengalami kekerasan rumah tangga dan remaja akhir dari keluarga yang tidak mengalami kekerasan rumah tangga."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldevino Jesaja Terloit
"Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan tumbuh di negara ini dan menjadi harapan bangsa dimasa yang akan datang. Sebagai generasi penerus, kondisi anak jalanan di Indonesia sangat memprihatinkan. Selain hilangnya perlindungan dari keluarga, penganiayaan-penganiayaan (abuses) yang mereka alami baik di rumah maupun di jalanan sangat beragam, bahkan sudah menjadi kebiasaan atau hal yang biasa. Berbagai tulisan dan penelitian menunjukkan bahwa hilangnya perlindungan dan kekerasan yang dialami anak memberi dampak tertentu terhadap kepribadian mereka. Dampak penganiayaan {abuse) terhadap kepribadian anak jalanan ini yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada konsep diri anak jalanan khususnya anak jalanan usia remaja, atau secara umum masalah yang ingin dijawab melalui peneltian ini: Bagaimanakah konsep diri anak jalanan usia remaja yang mengalami abuse ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantjtatif. Alat ukur yang digunakan adalah semantic differential yang terdiri dari 35 pasangan kata sifat bipolar yang dipasangkan pada konsep diri real, konsep diri sosial dan konsep diri ideal. Dari alat ukur tersebut akan diperoleh skor yang menunjukkan apakah konsep diri subyek positif atau negatif. Subyek dalam penelitian ini ada 60 orang yang terdiri 30 subyek yang mengalami abuse dan 30 subyek yang tidak mengalami abuse. Kedua kelompok kemudian diperbandingkan untuk memperoleh gambaran mengenai konsep diri anak jalanan yang mengalami abuse.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada konsep diri real dan konsep diri sosial pada kedua kelompok. Sedangkan pada konsep diri ideal kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan, artinya kedua kelompok ternyata memiliki konsep diri ideal yang positif. Sedangkan pada perbandingan antara konsep diri real dengan konsep diri sosial pada masing-masing kelompok, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri real dan konsep diri sosial pada kedua kelompok. Namun antara konsep diri real dan konsep diri ideal terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.
Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsep diri real antara anak jalanan yang mengalami abuse dan tidak mengalami abuse. Artinya anak jalanan yang mengalami a bus e cenderung menggambarkan dirinya secara negatif misalnya dengan mengatakan mereka pesimis, tidak menarik, tergantung pada orang lain, tidak berharga, lemah, mudah frustrasi, bodoh, dibenci oleh teman, tidak dicintai oleh keluarga dan sebagainya dibandingkan subyek yang tidak mengalami abuse. Pada konsep diri sosial juga diperoleh hasil yang sama, yaitu anak jalanan yang mengalami abuse meyakini bahwa gambaran orang lain mengenai dirinya lebih negatif dibandingkan anak jalanan yang tidak mengalami abuse. Untuk konsep diri ideal tidak ada perbedaan yang signifikan, artinya baik anak jalanan yang mengalami abuse maupun anak jalanan yang tidak mengalami abuse memiliki konsep diri yang diinginkannya positif. Sedangkan perbedaan antara konsep diri real dengan konsep diri sosial ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri real dengan konsep diri sosial baik pada anak jalanan yang mengalami abuse maupun pada anak jalanan yang tidak mengalami abuse. Namun untuk konsep diri real dengan konsep diri ideal ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri real dan konsep diri ideal pada kedua kelompok di atas.
Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya, subyek ditambah jumlahnya, subyek perempuan juga diikursertakan, dan dilakukan wawancara untuk menunjang hasil penelitian kuantitatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Paramita
"ABSTRAK
Kesulitan belajar adalah fenomena yang umum terjadi di sekolah. Bentuk kesulitan belajar yang paling banyak ditemukan adalah kesulitan membaca atau dyslexia, sekitar 80% anak yang mengalami kesulitan belajar di diagnosa
mengalami dyslexia (Aaron dalam Sattler, 2002). Dyslexia adalah ketidakmampuan untuk menguasai keterampilan dasar membaca sesuai dengan tahapan perkembangammya (McDervitt & Ormrod, 2002). Anak-anak dengan gangguan ini mengalami kegagalan untuk menguasai proses dasar seperti pengenalan huruf meskipun taraf inteligensi mereka baik (McDervitt & Onnrod, 2002).
Gangguan tersebut baru mulai terlihat pada saat mereka memasuki bangku Sekolah Dasar (SD) karena pada tingkat taman kanak-kanak, anak belum berhubungan dengan tugas akademik (Hallahan & Kaufirnan, 1998). Di SD mulai
dibutuhkan kemampuan membaca dan menulis (Santrock, 2002).
Anak yang mengalami dyslexia dapat memanifestasikan dirinya secara berbeda di sekolah (Lemer dalam McDevitt & Ormrod, 2002). Pada masa ini anak dengan disabilities menjadi lebih sensitif terhadap perbedaan mereka dan
bagaimana hal tersebut di persepsikan oleh orang lain (Santrock, 2002). Hal tersebut dapat mempengaruhi rasa kepercayaan diri anak (Mayes & Cohen, 2002). Akibatnya anak dyslexia dapat membentuk persepsi yang buruk mengenai dirinya.
Persepsi seseorang mengenai diri, karakteristik yang dimiliki serta kelebihan dan kekurangarmya disebut sebagai konsep diri (McDevitt & Omrrod, 2002). Secara umum, anak dengan keterbatasan tertcntu biasanya memiliki konsep diri yang lebih negatif dibandingkan dengan teman-temannya sebayanya.
Menurut Song & Hattie (dalam Marsh & Hattie, 1996) komponen dalam konsep diri adalah academic self-concept, yang didalamnya terdapat achievement self-concept; ability self-concept, dan classroom self-concept, serta non-academic self-concept yang didalamnya terdapat social self-concept dan self regard/presentation self-concept.
Kesulitan membaca membuat anak-anak yang mengalaminya menjadi terhambat dalam bidang pendidikan dan dapat mengganggu kepercayaan diri, status sosial serta hubungan interpersonal anak (Sattler, 2002). Identifikasi dini
dan intervensi yang tepat dapat membantu anak dengan kesulitan belajar sukses secara akademis dan sosial, di dalam ataupun di luar kelas (Sattler, 2002). Salah
satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran konsep diri adalah melalui tes proyeksi. Dari tes proyeksi dapat diketahui proses pemikiran seseorang, kebutuhan, kecemasan dan konflik-konflik yang dialami individu
(Anastasi & Urbina, 1997). Bender (dalam Rabin & Haworth, 1960) mengatakan bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar seringkali menunjukkan kemampuan artistik yang sangat baik sebagai kompensasi dalam mengkomunikasikan masalah emosi dan sosial serta kebutuhan-kebutuhannya.
Tes gambar proyeksi yang biasa digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep diri seseorang adalah tes Human Figure Drawings (HFD) dan House Thee Person. Tes ini mudah bagi anak karena kebanyakan anak-anak menyukai kegiatan menggambar. Melalui HTD dapat diketahui gambaran diri
anak, konsep diri yang dimilikinya, hal-hal yang penting bagi anak serta konflik dan keinginannya saat pengambilan tes (Koppitz, l968). Yang perlu diingat adalah tes gambar proyeksi hanya digunakan sebagai pelengkap dalam keperluan
klinis. Salah satu sumber data yang paling panting dalam evaluasi psikologis adalah wawancara (Groth & Mamat, 1999; Anastasi & Urbina, 1997). Tanpa data dari wawancara, tes psikologis tidak berarti Karena itu dalam penelitian ini,
selain menggunakan kedua tes diatas juga digunakan hasil wawancara dengan orang tua dan anak untuk mengetahui gambaran konsep diri anak yang mengalami dyslexia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri anak yang mengalami dyslexia melalui HFD, HTP serta hasil wawancara dengan orang tua anak dyslexia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu dengan melihat kasus anak yang di diagnosa mengalami dyslexia pada klinik Bimbingan Anak dan Remaja Fakultas Psikologi UI, Depok Dari kasus tersebut ditemukan 3
subyek yang memenuhi kriteria subyek, yaitu berusia antara 6 hingga 12 tahun dan didiagnosa dyslexia.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah academic self concept, yang dimiliki subyek tidak sepenuhnya negatiti Ability self-concept subyek yang dapat diketahui negatif Sedangkan classroom self-concept hanya
satu subyek yang dapat diketahui, yaitu subyek E. Ia memiliki classroom self-concept yang negatif karena ia tidak tertarik pada pelajaran yang tidak dikuasainya. Untuk non-academic self-concept, dua subyek memiliki social self-concept positif dan satu subyek memiliki social self-concept negatif. Ketiga subyek merasa ditolak atau menemui hambatan untuk dekat dengan orang tua. Self-regard/presentastion of the self pada satu orang subyek negatif karena ia kurang percaya diri.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah ternyata tidak semua academic self-concept anak dyslexia negatif terdapat beberapa tanda dari HPD ataupun HTP yang dapat digunakan untuk mengetahui konsep diri anak serta faktor yang mempengaruhi konsep diri anak.
Beberapa saran praktis yang didapat dalam penelitian ini adalah pemeriksa sebaiknya memperhatikan konsep diri anak yang mengalami dyslexia serta fungsi penerimaan orang tua pada konsep diri anak yang mengalami dyslexia.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Leberty Adi S.
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang proses pencarian makna hidup pada anggota Brimob yang mengalami peristiwa tragis karena bertugas yang mengakibatkan cacat tubuh. Penelitian ini didasarkan pada data anggota Brimob yang dirawat di Rumah Sakit Kepolisian Pusat yang dari waktu ke waktu terus bertambah seiring banyaknya penugasan anggota Brimob khususnya ke daerah konflik. Kebanyakan dari anggota tersebut setelah sembuh lalu dipindah ke bagian staf atau dimutasi dari kesatuan Brimob ke kesatuan lain dalam organisasi Polri. Faktor lain diadakan penelitian ini adalah karena selama ini masih sangat sedikit penelitian mengenai para aparat (khususnya Polri) yang mengalami kecacatan karena bertugas. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian bagi Polri dan juga dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Polri dalam memberikan perlakuan yang tepat kepada para anggotanya yang mengalami kecacatan tubuh akibat bertugas.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai metode pengumpulan data utama. Penelitian ini didasarkan pada teori-teori tentang Logoterapi dari Victor Frankl (1985) dan beberapa ahli lain termasuk H.D Bastaman (1996) yang dilakukan pada empat orang anggota Brimob pria berusia dewasa muda dengan beberapa jenis kecacatan tubuh. Selain menggunakan metode wawancara, penelitian ini juga menggunakan metode observasi sebagai metode pelengkap.
Hasil secara umum menunjukkan bahwa keempat subyek saat ini telah menemukan makna dari peristiwa kecacatannya. Semua subyek juga dapat dikatakan mempunyai semua komponen keberhasilan penemuan makna hidup yaitu Komponen Personal, Komponen Sosial, Komponen Nilai dan Komponen Spiritual. Hanya satu orang subyek yang tidak mempunyai Komponen Sosial. Untuk kategori proses penemuan makna hidup, dua subyek pemah mengalami tahap meaningless sedang dua subyek lainnya tidak mengalaminya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan ini adalah keimanan dan kesadaran akan resiko tugas. Secara umum semua subyek mengalami semua tahap penemuan makna hidup yakni Tahap Derita, Tahap Penerimaan Diri, Tahap Penemuan Makna Hidup, Tahap Realisasi Makna dan Tahap Kehidupan Bermakna. Namun demikian, urutan pada setiap subyek tidak persis sama."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Ardi Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran coping pada perempuan di usia dewasa muda yang mengalami kekerasan seksual, Kekerasan seksual yang dimaksud disini adalah kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak seksual yang dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan tidak diinginkan oleh korban (Rubenstein dalam Yuarsi, Dzuhayatin dan Wattie, 2003) Rentannya perempuan dalam mengalami kekerasan seksual ditentukan oleh banyak faktor, yaitu antara lain faktor lingkungan dalam arti budaya dan masyarakat, faktor negara, dan juga faktor individu baik individu sebagai pelaku maupun sebagai korban. Pandangan yang sudah berakar kuat mengenai posisi perempuan yang subordinat, ketentuan hukum yang belum tegas dalam menindak pelaku kekerasan seksual, kehendak pelaku yang berada di luar kontrol perempuan, serta reaksi perempuan terhadap kekerasan seksual itu sendiri merupakan bentuk - bentuk konkrit yang memberi sumbangan besar pada kerentanan perempuan terhadap kekerasan seksual. Semakin lama, perempuan harus semakin mengurangi ketergantungannya pada lingkungan, dan menjadi lebih waspada pada perubahan lingkungan di sekitarnya Namun demikian kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja baik dalam lingkup publik maupun privat, dan dilakukan oleh siapa saja baik orang yang dikenal maupun tidak dikenal, sehingga kadang kala kekerasan seksual itu tidak dapat dihindari. Saat perempuan mengalami kekerasan seksual, maka ia juga berarti mengalami suatu peristiwa yang tidak menyenangkan yang dapat memberikan baik dampak fisik maupun psikologis dan dapat menempatkan individu dalam keadaan bahaya atau emotional distres disebut, keadaan ini juga disebut sebagai stres (Baron & Byrne, 2000). Untuk mengatasi keadaan ini seseorang akan perlu melakukan coping. Dimana menurut Lazarus & Folkman (1984, dalam Aldwin dan Revenson, 1987 : 338) coping adalah usaha yang sifatnya kognitif maupun perilaku, yang terus berubah. Dimana usaha tersebut ditujukan untuk mengatasi tuntutan yang berat maupun yang melampaui sumber daya / kemampuan seseorang Pemilihan coping yang tepat akan membawa individu pada keadaan yang stabil. Oleh karena itu penulis ingin melihat bagaimana penghayatan perempuan yang mengalami kekerasan seksual trhadap peristiwa tersebut, dan kemudian coping apa yang dikembangkan oleh perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif Oleh karena proses coping pada diri setiap orang berbeda, yang disebabkan karena perbedaan pengalaman dan penghayatan masing - masing individu, maka pendekatan kualitatif lebih tepat digunakan dalam pendekatan ini karena pendekatan ini berdasarkan pada sudut pandang individu yang mengalaminya. Selain itu, penelitian ini juga merupakan sebuah studi kasus, sebab meneliti hampir keseluruhan aspek yang terdapat pada kehidupan responden. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 rcsponden, dengan menetapka kriteria bahwa responden adalah perempuan yang berada dalam usia dewasa muda dan pernah mengalami kekerasan seksual. Pada akhirnya responden pada penelitian ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun tingkat pendidikan yang relatif sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap orang akan memiliki strategi coping yang berbeda - beda hal ini ditentukan dari bagaimana ia mempersepsikan keadaan lingkungan dan juga dirinya sendiri. Namun ditemukan pula bahwa apabila coping yang dilakukan lebih bersifat emotion focused tanpa diimbangi dengan jenis problem - directed, maka dapat membawa akibat yang negatif sebab perasaan negatif itu menjadi lebih ditujukan pada diri. Apalagi apabila yang dikembangkan adalah strategi avoidance."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Alkohol, Psikotropika dan Adiktif)
dewasa ini telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan, sehingga menjadi masalah
yang sangat mendesak. Masalah yang ditimbulkannya antara lain merusak hubungan
kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, perubahan perilaku, menjadi anti
sosial, gangguan kesehatan, kriminalitas dan tindakan kekerasan yan dapat merusak
dan mengancam kehidupan masyarakat. Peran dan fungsi keluarga dalam membentuk
manusia sebagai masyarakat yang sehat bio, psiko, sosio, spiritual merupakan titik
sentral dalam pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran peran keluarga yaitu; peran orang tua, peran saudara kandung dan peran
anggota keluarga yang lain dalam mempengaruhi kesiapan keluarga menerima
anggota keluarga yang mengalami ketergantungan NAPZA. Serta mengetahui
gambaran fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan
fungsi perawatan. Metode penelitian bersifat deskriptif sederhana dengan responden
sebanyak 43 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar kuesioner
sebanyak 24 pertanyaan yang mengacu pada epran dan fungsi keluarga. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa peran saudara kandung mempunyai nilai kesiapan
yang tinggi dalam mempengaruhi kesiapan menerima anggota keluarga yang
mengalami ketergantungan NAPZA. Sedangkan fungsi keluarga yang sangat
bermakna dalam memengaruhi kesiapan keluarga menerima adalah fungsi afektif
dengan nilai 54,3%. Di sisi Iain yang perlu diperhatikan yaitu kemampuan dan
kemauan keluarga dan semua pihak yang terlibat dalam perawatan anggota keluarga
yang mengalami ketergantungan NAPZA yaitu meningkatkan pengawasan dan
pembinaan agar anggota keluarga yang dirawat cepat sembuh dan dapat beradaptasi
di masyarakat."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2005
TA5453
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdiana
"Radioterapi merupakan salah satu modalitas terapi bagi pasien kanker leher dan kepala. Pasien yang menjalaninya akan mengalami beberapa efek samping yang salah satunya adalah hiperpigmentasi kulit area radiasi. Hiperpigmentasi yang dialami pasien dapat mempengaruhi perubahan gambaran diri pasien. Penelitian dilakukan untuk mengetahui sejauhmana perubahan gambaran diri pasien yang mengalami hiperpigmentasi akibat terapi radiasi pada leher dan kepala. Desain penelitian ini adalah deskriptif tipikal atau sederhana dengan jumlah sampel sebesar 31 responden yang sudah menjalani terapi radiasi Iebih dari 10 kali di Departemen Radioterapi RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Setiap responden yang masuk dalam penelitian mengisi kuesioner yang berisi data demografi dan pemyataan tentang gambatan diri. Dari data yang dianalisa menggunakan metode statistik tendensi Sentral yaitu mean, modus dan median didapatkan hasil perubahan gambaran diri pasien berada pada tingkat sedang. Penelitian ini merekomendasikan pendidikan kesehatan yang Iebih jelas lagi tentang efek samping terapi radiasi dan perawatannya serta molivasi dan support terhadap pasien agar Iebih ditingkatkan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2005
TA5467
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiq
"Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Karena jumlah penduduk yang besar, wilayah negara yang luas, dan bentuk permasalahan yang kompleks membuat Indonesia menganut demokrasi perwakilan, yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan memperjuangkan aspirasi dan harapan rakyat. Akan tetapi, dalam perjalanannya ternyata anggota legislatif yang memiliki peran sebagai wakil rakyat sekaligus anggota partai yang telah mencalonkannya dalam pemilu tidak menjalankan tugasnya seperti yang diharapkan. Gejala yang banyak terjadi adalah seringnya anggota legislatif lebih mementingkan perannya sebagai anggota partai dibanding memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat. Kondisi ini bahkan lebih terlihat pada anggota legislatif yang berada di pusat atau DPR.
Dua peran yang dimiliki oleh anggota legislatif yaitu sebagai wakil rakyat dan anggota partai dapat menimbulkan konflik bagi anggota legislatif saat kedua peran tersebut memiliki harapan yang saling bertentangan. Konflik peran sebagai hasil interaksi dengan rakyat dan partai dalam rangka menunaikan tugas dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anggota legislatif. Hal ini dikarenakan interaksi dengan lingkungan sekitar membentuk konsep diri individu (Wrightsman, 1993). Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah konsep diri anggota legislatif? Dengan berbagai gejala sosial yang melatarbelakangi, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri real-ideal dan diskrepansi diri real-sosial? Kemudian bagaimanakah gambaran konflik peran yang dialami oleh anggota legislatif? Seberapa besar pengaruh konflik peran terhadap diskepansi konsep diri anggota legislatif?
Dalam menjawab rumusan permasalahan tersebut, penelitian ini memakai teori komponen konsep diri Baron (1997), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, konflik antar-peran dari Shaw dan Constanzo (1985). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisa kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah anggota legislatif pusat atau DPR. Penghitungan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta coding effect pada regresi berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa diri ideal merupakan diri yang paling menonjol dalam menggambarkan diri anggota legislatif dibanding diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Diskrepansi konsep diri real-ideal anggota legislatif tergolong rendah, sedangkan diskrepansi konsep diri real-sosial mereka termasuk sangat rendah. Rendahnya diskrepansi konsep diri melalui analisa kualitatif disebabkan oleh kemampuan anggota legislatif untuk memenuhi harapan dari lingkungan. Konflik peran yang dialami anggota legislatif tergolong agak rendah dengan kecenderungan untuk mengakomodasi harapan partai. Sumbangan konflik peran terhadap diskrepansi konsep diri ternyata tidak berarti dan lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Dari hasil penelitian tambahan ditemukan bahwa afiliasi politik anggota legislatif dengan orang tuanya memberikan hasil yang berbeda dalam diskrepansi konsep diri real-sosial. Selain itu, hasil penelitian lainnya adalah bahwa jenjang pendidikan anggota legislatif menentukan tinggi konflik peran yang dirasakan. Kedua temuan ini patut mendapat perhatian dalam melakukan penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shakira Tamayanti
1986
S2084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>