Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanjung, Sulfina
"Elkind (Papalia, Olds & Feldman 2004) mengemukakan istilah "hurried child" untuk anak-anak yang hidup dengan banyaknya tekanan di zamzm modem ini, mereka oenderung dinmtut untuk lehih oepat dewasa dari usia mereka sebenamya. Adapun bentuk tekanan yang dihadapi berupa situasi stres seperti peroeraian, kemiskinan, penyakit dan lain-lain. Akibat dari tckanan yang dihadapi, fcnomena bunuh diri semakin sering kita jumpai tenltamadi kalangan anak dan remaja.
Melihat begitu kompleksnya tekanan hidup, cara pcncegaharmya pun harus dilakukan secara bertahap. Pencegahan primer dalam aspek psiko-edukatifamat penting karena merupakan sarana meletakkan dasar-dasar perkembangan kognitii Salah satu peneegahan primer Psiko-edukatif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan kemampuan resiliensi yang dimiliki. Resiliensi ini mengacu pada proses dinamis individu dalam mengcmbangkan kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat dan mentransfonnasi pengalaman-pengalaman yang dialarni pada situasi suiit menuju pencapaian adaptasi yang poswf (Grotberg, 1999).
Penelitian ini mcnggunakau satu orang subyek yang dipilih berdasarkan karakteristik subyek yang berisiko cukup tinggi. Sebelum mengikuti pelatihan ini, subyek terlcbih dahulu telah mengikuti pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, ditemul-can subyek memiliki sejumlah faktor risiko yaitu : meninggalnya salah sam orangma, penyakit yang diderita orangmaniumlah orang dewasa yang terlalu sedikit nmtuk mengawasi perilaku anak dan kurangnya dukungan dari keluarga besar.

Elkind (Papalia, Olds & Feldman 2004), called ?huuried child? because of pressures of modem life such as : divorce, poverty, illness are forcing them to grow up too soon. Consequence of high presurcs result in high suicide incidence. Based on complexity ofpressurcs, prevention should made. Primary prevention such as Psycho-education very important to put cognitive developmental foundations.
One of psycho-education primary prevention is developing resiliency capacity Resiliency is individual dynamic process to develop capacity for facing, overcome, strengthened by, and even be transformed by experiences of adversity to reach positive adaptation.
This research use one subject which has high risk characteristic. Before a subject participate, she followed series of examination. Based on the examination, subject has some risk factors such as : death of parents, illness of parents, few adults to monitor children behaviors, less support tram extended family.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulfina Tanjung
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfadilah
"Resiliensi bukanlah suatu hal yang bersifat magis (Masten, 2006) dan dapat dipelajari serta dikembangkan oleh setiap orang, meliputi tingkah laku, pikiran, dan tindakan (APA, 2004). Dalam penelitian ini, resiliensi didefinisikan sebagai proses dinamis individu dalam mengembangkan kemampuan diri untuk renghadapi, mengatasi, memperkuat, dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang dialami pada situasi sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif.
Situasi sulit yang dimaksud tidak terbatas pada kesulitan yang luar biasa saja, seperti trauma akibat tindak kejahatan atau bencana alam, tetapi juga mencakup kesulitan yang ditemui ketika menghadapi tekanan dan tuntutan hid up sehari - hari. Individu dikatakan memiliki adaptasi yang positif jika dapat memenuhi harapan sosial yang dikaitkan dengan tahapan tugas perkembangan.
Resiliensi akan lebih mudah untuk ditingkatkan jika dilihat sebagai fondasi dari pertumbuhan dan perkembangan (Grotberg, 2003). Fondasi resiliensi ini membentuk suatu paradigma yang mencakup tiga sumber resiliensi ketika individu menghadapi situasi sulit (Grotberg, 1999b), yaitu AKU PUNYA (I have), AKU ADALAH (I am), fondasi inisiatif dan AKU MAMPU (I can). Tiga komponen sumber resiliensi tersebut dapat membantu individu untuk menjadi resilien (dalam Grotberg, 1999b).
Resiliensi pada anak berhubungan dengan sumber-sumber faktor pelindung dan peningkatan kesehatan yang mencakup kesempatan yang dimiliki oleh individu, hubungan kekerabatan keluarga yang erat, dan kesempatan individu dan orangtua dalam mendapatkan dukungan dari lingkungan niasyarakat (Mash, 2005). Shonkoff dan Meisels (2000) mengatakan bahwa resiliensi pada anak tidak dapat dipaksakan begitu saja meskipun orangtua sudah memberikan pola asuh yang baik.
Masten (2005) berpendapat bahwa resiliensi dapat ditingkatkan melalui suatu program intervensi. Program intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat mengarahkan subyek menuju pencapaian adaptasi yang positif dengan segala faktor resiko dan pelindung yang dimilikinya. Program intervensi tersebut berupa pelatihan keterampilan sosial.
Penelitian ini merupakan action research dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses subyek dalam mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimiliki subyek. Penelitian ini menggunakan satu orang subyek yang dipilih berdasarkan kesesuaian teori atau konstruk operasional, yakni yang memilki lima faktor resiko dan lima faktor pelindung. Subyek merupakan klien Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi UI yang berusia 8 tahun dan sekarang sedang duduk di kelas 3 SD.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi langsung, dan dokumen tertulis. Adapun tahapan persiapan penelitiannya meliputi persiapan program intervensi dan alat ukur.
Sebelum pelatihan, peneliti membina rapport dan menjalin rasa percaya dengan subyek dalam dua kali pertemuan. Selanjutnya, pelatihan dilaksanakan dalam lima kali pertemuan.
Hasil pelatihan menunjukkan bahwa subyek dapat dilatih untuk mengidentifikasi mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Hal tersebut dapat dicapai melalui proses membentuk rasa percaya, mengidentifikasi perasaan da-i pikiran, gambaran situasi sulit, dan kemudian subyek bare dapat mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya.
Hasil penelitian tersebut disampaikan kepada ibu subyek sehingga kaiak ibu dapat membantu subyek untuk menggunakan sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Dalam pertemuan tersebut peneliti memberikan saran praktis dan melakukan diskusi bersama ibu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuristie Lamsinar
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religious coping dan resiliensi. Partisipan penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autistik, sebanyak 145 orang. Religious coping yang diukur meliputi pola positif dan negatif. Pengukuran religious coping tersebut menggunakan alat ukur Brief RCOPE yang dikembangkan oleh Pargament (1998). Resiliensi diukur menggunakan alat ukur Connor-Davidson Resilience Scale 10 (CD-RISC 10) yang dikembangkan berdasarkan CD-RISC (CDRISC 25) oleh Campbell-Sills dan Stein (2007). Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson product moment diperoleh koefisien korelasi antara religious coping positif dan resiliensi sebesar 0.292 dengan nilai signifikansi sebesar 0.00 (p<0.01). Artinya, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religious coping positif dan resiliensi. Selain itu, diperoleh pula hasil korelasi antara religious coping negatif dan resiliensi sebesar -0.138 dengan nilai signifikansi 0.097 (p>0.05). Artinya, tidak terdapat hubungan antara religious coping negatif dan resiliensi.
The objective of this research was to find the relationship between religious coping and resiliency. The participants of this research were 145 parents of children with autistic spectrum disorder. The measurement of religious coping includes the positive and negative pattem. Religious coping was measured with Brief RCOPE, constructed by Pargament (1998). Resiliency was measured with Connor-Davidson Resilience Scale 10 (CD-RISC 10), which was developed based on CD-RISC (CD-RISC 25) by Campbel-Sills and Stein (2007). The coefficient of Pearson product moment correlation between positive religious coping and resiliency was 0.292 with significance value 0.00 (p<0.01). It indicated that there were positive and significant correlation between positive religious coping and resiliency. The coefficient of Pearson product moment correlation between negative religious coping and resiliency was -0.138 with significance value 0.097 (p>0.05). It indicated that there were no significant correlation between negative religious coping and resiliency."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Indra Susilo
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai resiliensi orangtua yang memiliki anak ADHD dan Autisme. Reivich & Satte (2002), resiliensi adalah sebagai kemampuan untuk tetap gigih dan menyesuaikan diri ketika keadaan tidak berjalan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara orangtua dengan anak ADHD dengan orangtua dengan anak autis. Metode yang digunakan yaitu kuantatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner resiliensi Reivich & Shatte (2002). Diperoleh hasil tidak ada perbedaan signifikan antara orang tua ADHD dan Autisme pada 60 partisipan.

This research focuses on understanding the resilience of parents of children with ADHD and Autism. Reivich & Shatte (2002), resilience is the ability to persevere and adapt when things are not going well. The purpose of this study was to determine whether there are differences between parents with ADHD children with a parent with an autistic child. The method used is quantitative descriptive. This study used a questionnaire measure of resilience Reivich & Shatte (2002). The results obtained indicate no significant differences between parents of ADHD and Autism at 60 participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Lokitasari
"Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas konsumen telepon seluler di Indonesia. Citra perusahaan, kualitas jasa, kepercayaan, biaya peralihan, dan kepuasan konsumen adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal akan membeli lebih banyak, menerima harga yang tinggi dan memiliki efek posistif promosi dari mulut ke mulut. Hal ini dikarenakan untuk menjual ke konsumen baru diperlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan ke konsumen yang sudah ada.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan kelima faktor ini dengan loyalitas konsumen di sektor telekomunikasi seluler di Indonesia, dan menguji hubungan diantara kelima faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen pengguna telepon seluler di Indonesia.
Data diperoleh dari 210 responden pengguna telepon seluler di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan kuesioner. Responden didominasi oleh mahasiswa di lingkungan Universitas Indonesia dan karyawan pengguna telepon seluler di wilayah Jabodetabek. Data dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji seluruh hubungan diantara model-model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara citra perusahaan dengan loyalitas konsumen. Kualitas jasa juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan citra perusahaan. Selain itu, kualitas jasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen pengguna telepon seluler di Jabodetabek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Felisitas Gemma Setyowati
"Dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal lebih rentan terhadap berbagai masalah psikologis, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk bertahan dalam situasi ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keberfungsian keluarga sebagai prediktor resiliensi anak usia dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal. Resiliensi sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan bangkit dari kemalangan yang diukur dengan Resilience Scale-14 (RS-14). Keberfungsian keluarga ialah bagaimana setiap anggota keluarga menjalankan fungsinya dengan efektif yang tercermin dalam enam dimensi utama (penyelesaian masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku) dan dimensi tambahan yaitu keberfungsian keluarga umum, dengan pengukuran melalui Family Assessment Device (FAD). Analisis terhadap seluruh dimensi dilakukan agar diperoleh pemahaman yang komprehensif terkait persepsi keberfungsian keluarga orangtua tunggal. Partisipan penelitian yaitu 118 dewasa muda usia 18-29 tahun (28 laki-laki dan 90 perempuan) yang tinggal bersama orangtua tunggal. Metode analisis statistik menggunakan teknik simple regression dan multiple regression membuktikan bahwa keberfungsian keluarga merupakan prediktor resiliensi yang signifikan (21.4%). Dimensi penyelesaian masalah menjadi dimensi yang paling signifikan berkontribusi terhadap resiliensi dewasa muda yang tinggal bersama orangtua tunggal. Maka dalam konteks ini keterampilan penyelesaian masalah penting untuk dikembangkan oleh para dewasa muda, khususnya ketika tinggal bersama orangtua tunggal.

Young adults who live with single-parent are more vulnerable to various psychological problems. Ability to survive in these situations is needed. This study aims to identify family functioning as predictor of psychological resilience in young adult children who live with single parents. Psychological resilience is the ability to adapt and rise from adversity as measured by Resilience Scale-14 (RS-14). Family functioning is how each family member do their function effectively in six main dimensions (problem solving, communication, role, affective responsiveness, affective involvement, and behavior control) and additional dimension named general functioning, measured through Family Assessment Device (FAD). This study analyzed all of dimensions to obtain a comprehensive understanding related to single parent family functioning. The study participants were 118 young adults (18-29 years old, with 28 male and 90 female) who live with single-parent. Statistical analysis method with simple regression and multiple regression techniques were used to prove that family functioning is a significant resilience predictor (21.4%). The results show that problem-solving dimension becomes the most significant dimension that contribute to the resilience of young adults who live with single-parents. In this context, problem-solving skill are important to be developed by young adults, especially when living with single parent."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Kusmawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>