Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veronika Vimala Dewi
"ABSTRAK
Stuttering atau gagap merupakan salah satu gangguan kelancaran bicara
(Cohen, 2001). Banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang
dapat menjadi pemicu munculnya gagap pada diri seseorang, misalnya karena
adanya kesamaan genetik dengan orangtuanya yang juga gagap, adanya hubungan
dalam dalam keluarga yang kurang harmonis, dan lain sebagainya.
Gejala gagap mulai muncul ketika anak berusia 2 - 6 tahun. Namun pada
usia tersebut, gagap masih dikatakan normal mengingat seorang anak masih
mempelajari keterampilan bahasa yang akan digunakannya untuk mengemukakan
ide-ide yang ada dalam pikirannya (Prins & Ingham, 1983). Setelah anak
memasuki usia sekolah, gagap atau ketidaklancaran bicara mulai dianggap sebagai
suatu gangguan yang dapat menyebabkan munculnya masalah akademis di
sekolah serta masalah dalam berhubungan dengan teman-teman sebaya. Masalahmasalah
tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya konsep diri dan kepribadian
anak gagap. Beberapa anak yang mengalami gagap dapat terus mengalami gagap
sampai mereka memasuki masa remaja dan dewasa.
Salah satu treatment yang dapat dilakukan untuk mengatasi gagap ini
adalah dengan menjalani terapi wicara dimana anak diberikan latihan bicara
secara khusus untuk memperbaiki gangguan bicaranya (Speech Therapy, 2004).
Bila gagap tersebut sudah berdampak pula pada munculnya hambatan atau
gangguan psikologis, seperti anak menjadi kurang percaya diri dan menarik diri
dari lingkungan, maka selain terapi wicara diperlukan juga treatment yang bersifat
psikologis. Treatment psikologis diberikan untuk membantu orang gagap agar ia
bisa lebih nyaman dalam berkomunikasi dengan orang lain. (Dodge, 2003). Salah
satu treatment psikologis yang dapat diberikan adalah berupa pemberian terapi
modifikasi perilaku.
Penelitian ini mencoba untuk melihat gambaran kemajuan yang diperoleh
anak yang mengalami gagap melalui terapi wicara dan terapi modifikasi perilaku,
hal-hal apa saja yang dapat membantu dan menghambat keberhasilan terapi, bagaimana peran keluarga dalam membantu proses terapi, dan kegiatan-kegiatan
apa saja yang dapat membantu keberhasilan terapi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan
memakai wawancara, observasi, dan analisis dokumen tertulis sebagai metode
pengumpulan data. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang anak berusia 13
tahun yang telah didiagnosa mengalami gagap atau sniuering oleh seorang
psikolog. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa kemajuan yang
diperoleh oleh subyek setelah mengikuti terapi wicara dan terapi modifikasi
perilaku. Beberapa kemajuan tersebut, antara lain: beberapa karakteristik gagap
yang dialami subyek semakin berkurang serta subyek semakin berani untuk
berbicara dengan orang lain yang salah satunya ditunjukkan melalui perilakunya
yang tidak lagi menunduk dan menghindari kontak mata ketika berbicara dengan
orang lain Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu keberhasilan terapi,
seperti motivasi dalam diri I untuk menjalani terapi dan motivasi keluarga yang
cuku tinggi untuk membantu 1 menjalani terapi. Ada pula beberapa laktor yang
dapat menghambat keberhasilan terapi, seperti kurangnya kontrol terhadap
kegiatan-kegiatan yang dapat membantu keberhasilan terapi yang disarankan
terapis untuk dilakukan I, frekuensi kedatangan I yang tidak sesuai dengan
harapan terapis, serta kondisi fisik J yang kadang-kadang kurang sehat atau lelah.
Keluarga, khususnya orangtua berperan cukup besar dalam meningkatkan
keberhasilan terapi yang sedang dijalani I.
Dari hasil tersebut, beberapa saran praktis coba dikemukakan untuk
orangtua. Saran-saran tersebut secara umum diharapkan dapat memberikan
pengetahuan kepada orangtua mengenai bagaimana membantu anak yang
mengalami gagap untuk mengatasi gagapnya. Saran metodologis untuk penelitian
lanjutan lebih berkaitan dengan rentang waktu penelitian, keterlibatan pihak-pihak
lain, dan jumlah serta keragaman subyek yang digunakan dalam tugas akhir ini."
2005
T37859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cho, Maria Bonita
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1981
S2194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Wardiyah
"Kesulitan belajar merupakan hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Di SDN Kelurahan Pondok Cina ada sekitar 12,5%-27,5% anak yang mengalami kesulitan belajar dalam satu kelas. Anak yang mengalami kesulitan belajar dapat dihubungkan dengan kurangnya keterampilan kognitif dan secara spesifik berkaitan dengan kurangnya pemikiran positif anak. Melalui pikiran positif anak akan lebih mampu mengatasi kesulitan-kesulitan melalui pemecahan masalah sederhana, menunda pemuasan sesaat dan anak akan mampu mengontrol perilakunya sendiri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Terapi Kognitif Perilaku terhadap pikiran dan perilaku anak usia sekolah yang mengalami kesulitan belajar.
Desain penelitian quasi eksperiment dengan pendekatan pre post test with control group. Penelitian dilakukan di SDN Kelurahan Pondok Cina dengan sampel anak yang mengalami kesulitan belajar yang terdiri dari 30 anak murid di SDN 3 Pondok Cina sebagai kelompok intervensi dan 30 murid SDN Pondok Cina 5 sebagai kelompok kontrol. Kriteria inklusi sampel adalah anak yang mengalami gangguan kemampuan akademik karena faktor psikologis, duduk di kelas IV, V dan VI, memiliki pikiran negatif dan perilaku maladaptif dan anak komunikatif. Terapi Kognitif Perilaku yang dilakukan melalui 5 sesi ini diarahkan untuk memodifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali.
Dengan merubah status pikiran dan perasaannya, anak diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik dependen t-Test menunjukkan ada pengaruh penerapan terapi kognitif perilaku terhadap perubahan pikiran dan perilaku pada anak usia sekolah yang mengalami kesulitan belajar (pikiran; p=0,021 dan perilaku; p=0,045). Diharapkan penerapan terapi ini dapat dilaksanakan untuk tatanan sekolah dengan bekerjasama dengan dinas kesehatan.

Learning difficulties constituted barriers learning disorders in children and adolescent characterized by significant disparity between the level of intelligence and academic skills that should be achieved. In SDN Pondok Cina there use 12,5%-27,5% about children who have difficulty learning in one class. Children who have learning difficulties can be connected with lack of cognitive skill and specifically related to child's lack of positive thinking. Through positive thinking, children will be better able to difficulty overcoming adversity through simple troubleshooting, delaying gratification of a moment and children will be able to control their own behavior. The aimed of this research was to know the effect of cognitive behavior therapy of thoughts and behavior school-age children who have learning difficulties.
Design of this research was using 'Quasi experimental design' with pre post test approach on intervention and control group. Research conducted in SDN Districk Pondok Cina using total sampling that children who have learning difficulties which consists of the 30 student SDN Pondok Cina 3 as a group intervention and 30 student SDN Pondok Cina 5 as a control group. Cognitive behavior therapy is done through five session, directed to modify the function of thinking feeling and acting by emphasizing the role of brain in analyzing decided to ask to do and decided to return.
By changing the status of his thoughts and feelings, children are expected to change his behavior. The bivariate statistical with dependent t-test result shows decrease in negative thoughts in children was significantly after receiving cognitive behavior therapy (p=0,021) and shows decrease in maladaptif behavior (p=0,045). Expected that the application of cognitive behavior therapy on school-age children can be done in mental health service by involving community health center and related office which in turn can improve the quality of education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T41458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ika Yuniar Cahyanti
"Orang tua adalah orang yang bertifungsi sebagai guru pertama bagi anak-anaknya dan mempunyai peran yang signifikan \mtuk pembentukan sikap, keyakinan, nilai-nilai dan tingkah laku pada anak. Bagaimana anak bermasyarakat (bersosialisasi) tergantung pada bagaimana cara orang tua mengajarkan pada anak tentang sosialisasi, apa yang dianggap orang tua sebagai hal penjng yang harus dipahami anak dan apa yang dianggap orang tua sebagai cara terbaik untuk mengarahkan perkembangan anak. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten bisa menyebabkan anak mengalami temper tonirum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang bisa tanirum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku tonirum. Keadaan lain yang juga meningkatkan frekuensi temper tantrum adalah sikap orangtua yang cendenmg mengkritik dan terlalu cerewet Temper tantrum terbentuk secara kondisional Anak yang mengalami masalah dalam hubungan dengan orangtuanya, adakalanya tidak dapat menyalurkan emosinya dengan tepat, Salah satu benmknya adalah tantrum. Ia membutuhl-can waktu yang cenderung lama untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dan mengalami kesulitan dalam mengeksprosikan Menghadapi masalah seperti ini, salah satu media yang dapat dignmakan untuk mengekspresikan diri pada anak-anak adalah musik_ Secara umum, penelitian telah membuktikan bahwa musik memiliki pengaruh kuat tidak hanya pada suasana kuat tetapi juga pada persepsi dan sikap. Kata-kata lebih mudah diingat sebagai sesuatu yang positif apabila ada musik ringan dan ceria yang sedang dimainkan, sebaliknya akan dianggap negatif apabila diiringi dengan musik yang lamban dan berat. Terapi musik 'menawarkan konteks untuk membangun perasaan sense-in-relationship pada anak. Tujuau utama dari terapi musik adalah menciptakan pengalaman dalam berinteraksi, mengembangkan ekspresi self-orher melalui keterlibatan emosional, dan meningkatkan kornunikasi. Terapi musik memberikan dasar mengenai apa yang harus dilakukan manusia dalam bcrinteraksi dengan orang lain, selain ilu juga menawarkan konteks di mana motivasi dari diri dapat dikembangkau, luapan emosi dapat dialami, diekspresikan dan dibawa dalam komunikasi. Dalam penelitian kali ini, metode terapi musik yang akan diterapkan adalah Improvisarional Music Therapy menggunakan metode Orhl Terapi musik dengan metode Orff adaiah suatu multi sensoris tcrapi. Terapi musik dcngan metode Orff dapat diberikan pada berbagai kasus terutama pada anak-anak yang mcngalami gangguan Esik, mental maupmm emosional. Tcrapi musik dcngan menggunakan metode OrH` tidak hanya menekankan pada permainan alat, namun juga divariasikan dengan bermain irama, gerak, dan juga tepukan sehingga sesuai untuk anak-anak. Melihat beberapa perubahan yang terjadi pada R selama rcntang pelaksanaan terapi, dapat diprediksikan bahwa terapi musik cukup dapat membawa pembahan perilaku pada R, terutama dalah hal menurunkan kebiasaan ranirumnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pendekatan dengan menggmakan terapi musik metode Orff ini dapat disarankan untuk menangani individu dengan kasus temper tamtur. Pcndekatan ini akan sangat membantu orangtua dalam menangani anaknya selain dibutuhkan dukungan dan kerjasama antara orangtua, psikolog dan terapis sehingga efek terapi dapat dicapai secara optimal. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Nirmala
"Penelitian ini bertujuan untuk melatih kemampuan mengenakan kemeja berkancing pada anak yang mengalami hambatan perkembangan dengan menggunakan terapi behavior modification. Penelitian ini bersifat studi kasus.
Metode behavior modification yang digunakan adalah forward chaining. Untuk membantu anak selama pelatihan, akan diberikan prompt, yaitu verbal, gestural, modeling, dan fisik, serta extra-stimulus prompt. Selain itu juga diberikan reinforcement (social, token dan backup reinforcement, serta manipulative) untuk menguatkan perilaku yang dilatihkan.
Baseline dilakukan selama 5 sesi untuk mengetahui sejauhmana anak dapat mengenakan kemeja. Hasil baseline menunjukkan bahwa secara konsisten anak belum dapat mengenakan kemeja berkancing tanpa bantuan. Pada saat baseline, anak hanya dapat memegang kemeja berkancing yang telah terbuka berhadapan dengannya, memasukkan lengan kanan ke lubang lengan kanan kemeja, dan menarik kerah kemeja kanan ke arah bahu. Pelatihan dilakukan selama 12 hari yang terdiri dari 21 sesi. Setelah pelatihan dilakukan, anak sudah dapat mengenakan kemeja dengan memasukkan tangan ke dalam lubang lengan pada kemeja, namun belum dapat memasukkan kancing ke lubang kancing.
Berdasarkan hasil pelatihan, disimpulkan bahwa hingga akhir pelatihan anak belum dapat mengenakan kemeja berkancing sendiri. Hambatan yang dialami oleh anak adalah keterbatasan motorik halus sehingga kesulitan untuk memasukkan kancing ke dalam lubang kancing. Meskipun demikian anak tetap menunjukkan kemajuan, yaitu sudah dapat mengenakan kemeja dengan memasukkan tangan ke dalam lubang lengan pada kemeja tanpa bantuan.
This research is a study case about a 5 year old child with developmental disability. The aim of this research is to train the ability of wearing and buttoning a shirt using behavior modification therapy.
The behavior modification method used in this research is forward chaining. Prompts (verbal, gestural, modeling, physical, and extra-stimulus prompt) are given throughout the training process to help the child when needed. Reinforcements (social, manipulative, token and backfup reinforcement) are also given to strengthen the behaviors that are being trained.
Baseline was done in 5 sessions to see how far the child could wear and button a shirt. It could be seen that the child could not wear and button a shirt without help from others. He could only hold the shirt facing it, put his hand in the right sleeve, and pull it to his right shoulder. This training was done in 12 days, with a total of 21 sessions. After the training ended, the child could put both his hands in both sleeves, although he still could not button the shirt.
It could be concluded that until the end of the training session, the child could not wear and button his shirt on his own. He could not hold and put in the buttons because of fine motor skill deficits, which was an important aspect of buttoning. Nevertheless improvements could still be seen. By the end of the training program, he could wear the shirt by putting both his hands in the sleeve without help."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Shinta Devi
"ABSTRAK
Terapi inhalasi sebagai salah satu penatalaksanaan anak dengan gangguan sistem pernapasan seringkali menyebabkan distress khususnya pada young children. Distress saat pemberian terapi inhalasi dapat menurunkan efektivitas pengobatan yang diberikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektivitas distraksi audiovisual terhadap distress dan status oksigenasi anak yang mengalami gangguan sistem pernapasan dan mendapatkan terapi inhalasi. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment jenis non equivalent control group, pre test- post test design. Sampel berjumlah 38 orang, terbagi masing-masing 19 orang perkelompok kontrol dan intervensi . Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna rerata skor distress pada kelompok kontrol dan intervensi p=0,0001 . Didapatkan pula perbedaan yang bermakna rerata selisih status oksigenasi saturasi oksigen dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan intervensi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan untuk mengatasi distress dan meningkatkan status oksigenasi pada anak yang mendapatkan terapi inhalasi. Kata Kunci: Terapi inhalasi, distraksi audiovisual, distress, status oksigenasi

ABSTRACT
Aerosol therapy often causing distress in young children. Distress in children at the time of aerosol therapy may result in ineffectiveness of the treatment given. The purpose of this study was to identify the effectiveness of audiovisual distraction towards distress and oxygenation status of children with respiratory system disorders and receiving aerosol therapy. This research used quasi experiment design with non equivalent control group, pre test and post test design. The total sample was 38 people, divided into 19 controls and 19 intervention groups. The results showed that there was a significant difference between the mean score of distress in the control group and the intervention group p 0.0001 . There was also a significant difference between mean difference in oxygenation status oxygen saturation and respiratory rate before and after intervention in the control and intervention groups. The results of this study are expected to be applied to reduce distress and improve oxygenation status in children who received aerosol therapy. Keyword Aerosol therapy, audiovisual distraction, distress, oxygenation status "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The paper about children and youth with behavioral disturbance is written and based on the concern of phenomenon that happens to children and youth. Violation against norms and criminal deeds that harm people are frequently done by children and youth with behavioral disturbance and deviation. many factors influence the deeds, both internal and external. Psychological condition, racism, discrimination, poverty, social isolation, community problem, cultural erosion, lack of education program based on culture, inadequate caring skill, lack of resources for community like recreational facility, and lack of positive figures, as causes of behavioral disturbances. There are several handling models that can be offered and implemented to children and youth with behavioral disturbances, through individual, family, and social depending on the problem they face. Early problem identification should be done so that intervention planning that will be made can be described "
MIPKS 36:4 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Malianti
"Remaja merupakan fase pertumbuhan yang cukup rentan yang membutuhkan peran orang tua sebagai tempat untuk bertanya di dalam proses pencarian jati diri. Diperkirakan akhir abad kedua puluh di Amerika Serikat lebih dari empat puluh persen pernikahan akan mengalami perceraian dan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka perceraian yang tinggi di dunia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perceraian orang tua memberikan dampak negatif bagi psikologis seluruh anggota keluarga terutama remaja. Tujuan penulisan karya ilmiah ini menjelaskan hasil tindakan terapi ners, terapi kelompok terapeutik dan terapi kognitif perilaku dalam menurunkan angka prodroma pada remaja dengan orang tua yang sudah bercerai. Metode yang digunakan adalah case series. Analisis dilakukan pada enam remaja yang memiliki orang tua yang sudah bercerai. Hasil pemberian tindakan ners, terapi kelompok terapeutik remaja, dan terapi kognitif perilaku menunjukkan terjadi penurunan angka prodroma pada remaja dengan orang tua yang sudah bercerai sehingga terapi ini direkomendasikan diberikan pada remaja yang mengalami prodroma akibat dari perceraian orang tua dan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sample yang lebih banyak.
Kata kunci: Remaja, Perceraian, Prodroma, Terapi Kelompok Terapeutik (TKT), Terapi Kognitif Perilaku

Teenage is a growth phase that is quite vulnerable which requires the role of parents as a place to ask in the process of finding identity. It is estimated that in the late twentieth century in the United States more than forty percent of marriages will experience divorce and Indonesia is one of the countries that has a high divorce rate in the world. Some studies show that parental divorce has a negative impact on the psychology of all family members, especially teenagers. The purpose of this scientific paper explains the results of therapeutic measures for nurses, therapeutic group therapy and cognitive behavioral therapy in reducing the rate of prodroma in adolescents with divorced parents. The method used is case series. The analysis was carried out on six teenagers who had divorced parents. The results of nurses' action, therapy of adolescent therapeutic groups, and cognitive behavioral therapy showed a decrease in prodroma rates in adolescents with divorced parents so that this therapy is recommended given to adolescents who experience prodroma as a result of parental divorce and the need for further research with samples more."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
St. Zuraeny H.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983
S2062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>