Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168873 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miranti Verdiana Azra
"Beberapa penelitian menunjukkan bahwa parentification dapat bersifat konstruktif dan destruktif, dipengaruhi oleh pemberian bimbingan dan dukungan dari keluarga. Pada remaja dengan status sosial ekonomi (SES) rendah, parentification merupakan kondisi yang tidak bisa dihindari, sehingga mereka perlu mengembangkan kemampuan positif yang ada di dalam diri, salah satunya resiliensi, untuk menghindari terjadinya parentification yang bersifat destruktif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara parentification dan resiliensi pada remaja SES rendah. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Parentification diukur menggunakan alat ukur Parentification Inventory yang disusun oleh Hooper (2009) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Resiliensi diukur menggunakan Resilience Scale (RS-14) yang disusun oleh Wagnild dan Young (1993) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 183 orang remaja dari keluarga dengan status ekonomi sosial (SES) rendah. Hasil utama penelitian menunjukkan parentification berkorelasi positif signifikan dengan resiliensi (r=0.320; p=0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Dapat diartikan bahwa semakin tinggi parentification seseorang maka semakin tinggi pula resiliensinya.

Some researchers have shown that parentification can be constructive and destructive, influenced by the provision of guidance and support from family. In adolescents with low socioeconomic status (SES), parentification is a condition that can not be avoided, so they need to develop positive capabilities that exist within their, one of resilience, to avoid destructive parentification. This research was conducted to find the relationship between parentification and resilience. This research used the quantitative approach. Parentification was measured using Parentification Inventory (PI) which was constructed by Hooper (2009) and had been adapted to Indonesian context. Resilience was measured using Resilience Scale (RS-14) which constructed by Wagnild and Young (1993) and had been adapted to Indonesian context. The participants are 183 adolescences with low socioeconomic status. The main result of this research showed that parentification positive correlated significantly with resilience (r=0.320; p=0.000, significant at L.o.S 0.01). That mean, the higher parentification of one’s own, the higher his/her resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Alyani Nurfirdaus
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara parentification dan kecemasan pada remaja dari status sosial-ekonomi rendah. Sebagai tambahan, penelitian ini juga dilakukan untuk melihat gambaran parentification dan kecemasan pada remaja dari status sosial-ekonomi rendah. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Parentification diukur menggunakan Parentification Inventory (PI) yang disusun oleh Hooper (2009) yang telah diadaptasi dan diterjemahkan ke dalam konteks Indonesia. Kecemasan diukur menggunakan STAI Form Y1 yang disusun oleh Spielberger (1983) yang telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia dari penelitian sebelumnya oleh Suparyono (2003). Responden penelitian ini berjumlah 183 orang remaja dari status sosial-ekonomi rendah. Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa parentification berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan state-anxiety, r = -.175, n = 183, p < .05). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat parentification yang dialami remaja, maka semakin rendah pula tingkatan kecemasan yang dirasakan.

This research was conducted to find the correlation between parentification and anxiety in adolescents from lower socio-economic status. In addition, this research also aimed to depict parentification and anxiety among adolescents from lower socio-economic status. This study used the quantitative approach. Parentification was measured using a Parentification Inventory (PI) which is compiled by Hooper (2009) which has been adapted and translated into Indonesian context. Anxiety was measured using the STAI Form Y1 were compiled by Spielberger (1983) which has been adapted to the Indonesian context from previous research by Suparyono (2003). These participants of this research are 183 adolescents from lower socio-economic status. The main results of this study showed that parentification significantly and negatively correlated with state-anxiety, r = -.175, n = 183, p <.05). The results of this study stated that the higher level of parentification of one?s own, the lower his/her levels of state anxiety."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari parentification dan contingencies of self worth pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah. Penelitian ini merupakan studi korelasional dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 177 orang sebagai partisipan yang berada pada usia remaja (12-19 tahun). Parentification didefinisikan sebagai pertukaran peran (tanggung jawab) antara orang tua dan anak-anak, sementara self worth didefinisikan sebagai harga diri yang didasarkan pada domain-domain dalam kehidupan yang dipercaya sebagai aspek penting dalam membangun kepercayaan diri individu. Variabel parentification diukur dengan menggunakan Parentification Inventory, dan variabel Self Worth diukur dengan menggunakan Contingencies of Self Worth Scales. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara parentification dan contingencies of self worth (r = 0.291, p <0.001). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara variabel parentification dan contingencies of self worth.

This study aims to determine the relationship between parentification and contingencies of self-worth in adolescents of low socioeconomic status. This study is a correlational study and using quantitative approach. The study involved 177 people as participants who are in their teens (12-19 years). Parentification is defined as the exchange of roles (responsibilities) between parents and children, while self-worth is defined as the self-esteem that is based on domains in life is believed to be an important aspect in building confidence. Parentification measured using Parentification Inventory by Hooper, and Self Worth was measured using Contingencies of Self Worth Scales. The results showed that there is a significant relationship between parentification and contingencies of selfworth (r = 0.291, p < 0.01). This means that there is a positive relationship between the parentification and contingencies of self worth."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelva Citra
"Literatur menunjukkan bahwa parentification dapat bersifat konstruktif dan destruktif, yang ditentukan dengan pemberian bimbingan dan dukungan dari keluarga. Pada remaja dengan Status Ekonomi Sosial rendah, kurang mendapatkan bimbingan dan dukungan, sehingga akan menimbulkan parentification yang bersifat destruktif. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan mental remaja, salah satunya akan menimbulkan psychological distress.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara parentification dengan psychological distress pada remaja dengan Status Ekonomi Sosial (SES) rendah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan sebanyak 183 remaja usia 11-22 tahun dan bersekolah di Yayasan Sekolah Masjid Terminal (Master), Depok. Parentification diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Hooper (2009), yaitu Parentification Inventory (PI). Untuk psychological distress diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Weinberger (1995), yaitu Weinberger Adjustmen Inventory (WAI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara parentification dan psychological distress (r = 0,338, n = 183, p > 0,05). Hasil lain menunjukkan, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara instrumental parentification dan psychological distress (r = 0,199, n = 183, p < 0,05). Sementara itu, emotional parentification dan perceived benefit of parentification tidak terdapat berhubungan dengan psychological distress.

The literature suggests that parentification can be constructive and destructive, which is determined by the provision of guidance and support from family. In adolescents with low social economic status, lack of guidance and support, so it will cause destructive parentification. This will affect the mental health of adolescene, one of them will lead to psychological distress.
This study was conducted to examine the relationship between the psychological distress parentification in adolescents with low social economic status. This research is a quantitative study involving as many as 183 teenagers aged 11-22 years and attended the School of Masjid Terminal (Master), Depok. Parentification was measured using Parentification Inventory (PI) which was constructed by Hooper (2009). Psychological distress was measured using Weinberger Adjustmen Inventory (WAI) which was constructed by Weinberger (1975).
The results showed that there was no significant correlation between psychological distress and parentification (r = 0338, n = 183, p > 0,05). Other results show, there is a positive and significant relationship between psychological distress and instrumental parentification (r = 0,199, n = 183, p < 0,05). Meanwhile, parentification emotional and perceived benefits of parentification are not associated with psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Priscarani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara parentification dengan codependency pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah. Parentification didefinisikan sebagai gangguan dalam menentukan batas antar generasi, yang ditandai dengan adanya pertukaran peran fungsional dan/atau emosional antara orang tua dan anak (Hooper, 2007). Sedangkan codependency didefinisikan sebagai keinginan yang berlebihan akan penerimaan dari orang lain, disertai dengan kecenderungan untuk mengutamakan kebutuhan orang lain dibandingkan kebutuhan diri sendiri (Dear, 2002). Penelitian ini merupakan studi korelasional dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 177 orang sebagai partisipan yang berada pada tahap perkembangan remaja (12-19 tahun), yang terdaftar dalam Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di wilayah Jakarta. Partisipan perempuan sebanyak 76 orang dan partisipan laki-laki sebanyak 101 orang. Variabel parentification diukur dengan menggunakan Parentification Inventory (Hooper 2009), dan variabel codependency diukur dengan menggunakan Composite Codependency Scale (Dear et al., 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parentification dengan codependency pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah, dengan r=.453, p<0.01. Hal tersebut menandakan bahwa semakin tinggi tingkat parentification, maka semakin tinggi pula codependency.

The purpose of this work is to find a relationship between parentification and codependency in adolescents with low socioeconomic status. Parentification is defined as a disturbance in boundary settings, indicated by a reversal of instrumental and/or emotional roles between parents and children (Hooper, 2007), whereas codependency is defined as an extreme desire of acceptance from others, often indicated by putting others’ needs ahead of their own (Dear, 2002). This is a correlational research using a quantitative approach. A total of 177 participants were involved in this study, all are still in adolescence developmental stage (12-19 years old) and registered to Community Learning Centers in Jakarta area. There were 76 females and 101 males as participants. Parentification was measured by Parentification Inventory (Hooper, 2009), and codependency was measured by Composite Codependency Scale (Dear et al., 2012). Results showed that a significant positive relationship occurred between parentification and codependency in adolescents with low socioeconomic status (r=.453; p<0.01). The findings indicated that an increase in parentification tends to associate with an increase in codependency."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Fatia Dewi
"and Maternal Stress in Low Socioeconomic Status Family.Research from 2008 to 2013 in United States showed contradictory results regarding the relationship between maternal negative emotion and children emotion regulation. The objective of this study was to investigate the relationship between young children emotion regulation and maternal stress in low SES family. The measurement of maternal stress was using stress subscale of Depression, Anxiety, and Stress Scale 21-items (DASS-21) and young children emotion regulaton was measured by mother perception using Emotion Regulation Checklist (ERC). The respondents (n=122) were low SES mothers with children aged 3-6 years old living in Jadetabek. They asked to fill in 4 points likert scale questionnaire. The result showed that there is a significant relationship between young children emotion regulation and maternal stress in low SES family. Negative correlation (-) means that the higher maternal stress, the lower young children emotion regulation. The study also found that more educated mother support better regulation emotion development in young children, and maternal employment status is also associated with the level of stress they experienced.

pada Keluarga dengan Status Sosial Ekonomi (SSE) Rendah.Penelitian dari tahun 2008 hingga 2013 di Amerika Serikat menunjukkan hasil yang kontradiktif mengenai hubungan antara emosionaibu dan perkembangan regulasi emosi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi anak usia dini dan stres ibu pada keluarga dengan SSE rendah. Pengukuran stres pada ibu menggunakan subskala stres dari Depression, Anxiety, and Stress Scale 21-items (DASS-21) dan regulasi emosi anak usia dini diukur melalui persepsi ibu dengan menggunakan Emotion Regulation Checklist (ERC). Seluruh partisipan (n=122) merupakan ibu dengan SSE rendah yang memiliki anak usia 3-6 tahun di wilayah Jadetabek yang diminta untuk mengisi kuesioner dengan rentang 4 pilihan skala likert. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi emosi anak usia dini dan stres ibu pada keluarga dengan SSE rendah. Nilai korelasi ditemukan memiliki arah negatif (-) yang menandakan bahwa semakin tinggi stres yang dialami ibu, maka semakin buruk regulasi emosi anak. Ditemukan pula hasil lanjutan yang membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu menunjang perkembangan regulasi emosi anak yang baik, serta status pekerjaan ibu juga berhubungan dengan tingkat stres yang dialaminya."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S60301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listia Anindia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara parentification dengan kecemasan sosial pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah. Parentification adalah bentuk pertukaran peran antara orang tua dan anggota keluarga lainnya, terdapat distorsi batasan, dan hirarki yang berkebalikan antar keduanya dimana anak-anak atau remaja menanggung tingkat tanggung jawab yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya (Hooper, 2009). Sementara itu kecemasan sosial didefinisikan sebagai kecemasan yang timbul karena adanya kemungkinan atau pun keberadaan dari evaluasi interpersonal, baik di situasi sosial yang nyata maupun imajiner (Schlenker & Leary dalam Leary, 1983). Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Alat ukur yang digunakan adalah Parentification Inventory oleh Hooper (2007) dan Brief Fear of Negative Evaluation II oleh Carleton, Collimore, dan Asmundson (2007). Partisipan dari penelitian ini sejumlah 177 orang remaja, 76 orang perempuan dan 101 orang laki-laki, dengan rentang usia 12-19 tahun di beberapa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di daerah Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara parentification dan kecemasan sosial pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah (r = 0.224, p<0.01). Artinya, semakin tinggi skor parentification maka semakin tinggi pula skor kecemasan sosial.

The objective of this study is to find out the relationship between parentification and social anxiety in adolescents with low socioeconomic status. Parentification is defined as a type of role reversal, boundary distortion, and inverted hierarchy between parents and other family members in which children or adolescents assume developmentally inappropriate levels of responsibility in the family (Hooper, 2012). While, social anxiety is defined as anxiety resulting from the prospect or presence of interpersonal evaluation in real or imagined social settings (Schlenker & Leary in Leary, 1983). The study is using correlational method and quantitative approach. The measurements used in this study were Parentification Inventory from Hooper (2007) and Brief Fear of Negative Evaluation II from Carleton, Collimore, and Asmundson (2007). Participants were 177 adolescents, 76 females dan 101 males, that ranged from 12-19 years old in several Community Learning Center (CLC) in Jakarta. The results showed a significant relationship between parentification and social anxiety in adolescents with low socioeconomic status (r = 0.224, p<0.01). This means that the higher the score of parentification, the higher the score of social anxiety in this study."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diptya Ratri Pratiwi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara parentification dan autonomy pada remaja dari keluarga miskin perkotaan. Parentification diukur dengan menggunakan Parentification Inventory (Hooper, 2009) yang telah diadaptasi oleh Fivi Nurwianti. Adapun Autonomy diukur dengan menggunakan Index of Autonomous Functioning (Weinstein, Przybylski, & Ryan, 2012) yang diadaptasi oleh peneliti. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 210 remaja usia 11-20 tahun yang berasal dari keluarga miskin perkotaan di Jabodetabek.
Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parentification dan autonomy pada remaja dari keluarga miskin perkotaan di Jabodetabek (r = 0.158, p < 0.05, two-tailed). Artinya semakin tinggi parentification pada remaja dari keluarga miskin perkotaan di Jabodetabek, maka semakin tinggi juga autonomy pada remaja tersebut.

The aim of this study was to find out the relationship between parentification and autonomy in adolescents from poor urban families. Parentification was measured using Parentification Inventory (Hooper, 2009) which has been adapted by Fivi Nurwianti. Autonomy was measured using the Index of Autonomous Functioning (Weinstein, Przybylski, & Ryan, 2012) that was adapted by the researcher. Respondents in this research were 210 adolescents aged 11-20 years who came from poor urban families in Jabodetabek.
The main result of this study indicates that there is a significant positive relationship between parentification and autonomy in adolescents from poor urban families in Jabodetabek (r = 0.158, p < 0.05, two-tailed). It means that when the parentification in adolescents from poor urban families in Jabodetabek are high, the autonomy of the adolescents will be high too.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60459
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Maria Permatasari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan resiliensi pada remaja madya dengan status ekonomi sosial rendah di Jakarta. Variabel keterlibatan ayah diukur menggunakan Father Involvement and Nurturant Fathering Scales yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz 2004 yang dilihat dari perspektif anak. Variabel resiliensi diukur menggunakan Resilience Scale 14 item RS-14 oleh Wagnild dan Young 2009 . Partisipan pada penelitian ini sebanyak 207 remaja yang berusia 14 hingga 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dan resiliensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja perlu diperhatikan karena akan berhubungan dengan kemampuan remaja untuk beradaptasi ketika sedang menghadapi kondisi yang sulit.

The purpose of this study is to examine the relationship between father involvement, and resilience among middle adolescence with low social economic status in Jakarta. Father involvement was measured from the child rsquo s perspective using Father Involvement and Nurturant Fathering Scales by Finley and Schwartz 2004. Resilience was measured using Resilience Scale 14 item RS 14 by Wagnild and Young 2009 . The participants are 207 adolescents aged 14 to 18 years old. The result of this research indicated that there is a positively significant relationship between father involvement and resilience. This result showed that the way father involved in adolescent rsquo s life has a correlation with adolescent rsquo s competence in adapting in the wake of life rsquo s misfortunes.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Gabrielle
"Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pemberian media pembelajaran terhadap perilaku prososial yaitu perilaku yang dilakukan untuk memberikan keuntungan kepada orang lain, dengan menerapkan proses belajar social learning theory. Penelitian diberikan kepada tiga kelompok berbeda, dengan melibatkan 51 partisipan yang berusia 9 hingga 11 tahun dengan latar belakang status ekonomi sosial yang rendah. Tiga kelompok perlakuan, yaitu 1 kelompok tayangan media audiovisual , 2 kelompok buku media visual , serta 3 kelompok kontrol. Perubahan perilaku prososial diukur dua kali pre-test,post-test menggunakan alat ukur Skala Perilaku Prososial. Dengan menggunakan teknik ANOVA dalam membandingkan skor rata-rata, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan media audiovisual, kelompok yang diberikan media visual dan kelompok kontrol F = 0.492, p >0.05, p = 0.614.

This experimental study aimed to recognize the effectiveness of giving media on prosocial behavior, an act that benefit other people, by applying social learning theory. This study were given to three different groups that involved fifty one participants from nine to eleven years old with low socioeconomic status. The three treatment groups are 1 shows group audiovisual media , 2 book group visual media , and 3 control group. The change of prosocial behavior was measured twice pre test,posttest with ldquo Skala Perilaku Prososial instrument. With ANOVA in comparing the mean score, the result showed that there was no difference significantly affect prosocial behavior between watching shows group audiovisual media, reading books group and control group F 0.492, p 0.05, p 0.614."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S69105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>