Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margi Hartanto
"ABSTRAK
Sebagai tanaman obat yang bernilai penting, budidaya Centella asiatica (L.) Urban sulit dilakukan karena bijinya mengalami dormansi. Studi mengenai perkecambahan biji C. asiatica telah dilakukan untuk mengetahui proses-proses yang terlibat dalam dormansi biji tersebut. Biji C. asiatica dikecambahkan pada medium agar 0,7% dan diberi 3 kombinasi perlakuan yaitu fotoperiodesitas (0 jam dan 12 jam), skarifikasi asam (biji yang diskarifikasi asam dengan yang tidak), dan pemberian hormon GA3 (0 μM, 5 μM, dan 10 μM). Berdasarkan hasil pengamatan morfologi biji, embrio pada biji C. asiatica yang sudah matang masih perlu tumbuh terlebih dahulu sebelum radikulanya muncul. Sementara itu, hasil eksperimental menunjukkan bahwa pemberian hormon GA3 sebanyak 10 μM berhasil mengecambahkan biji C. asiatica meskipun dalam persentase yang kecil (2%—4%). Tingkat perkecambahannya akan meningkat apabila pemberian hormon tersebut dikombinasikan dengan perlakuan fotoperiodesitas 12. Hasil eksperimen tersebut, ditambah dengan pengamatan morfologi biji selama perkecambahan, mengindikasikan bahwa biji C. asiatica memiliki tipe dormansi morfofisiologi.

ABSTRACT
As an important medicinal plant, the cultivation of Centella asiatica (L.) Urban generatively is inconvenient because of seed dormancy. In this study, experiment using in vitro seed germination protocol has been carried out to investigate any physiological process involved in the breakdown of seed dormancy in C. asiatica. Seeds of C. asiatica are germinated on 0,7% agar medium and treated with 3 combinational treatment: photoperiodicity (0 h & 12 h), acid scarification (whole and scarified seed), and GA3 hormone treatment (0 μM, 5 μM, & 10 μM). The result showed that 10 μM GA3 independently germinated the seed but in small percentage. The germination rate is enhanced if 10 μM GA3 combined with 12 h photoperiod treatment. Also, there is an evidence that scarified seed may germinate in 12 h photoperiod without hormone treatment. In conclusion, based on experimental result and morphological observation, it is strongly proven that C. asiatica seed is undergo morphophysiological dormancy"
2014
S53924
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Novianti
"ABSTRAK
Centella asiatica merupakan tumbuhan yang banyak digunakan sebagai bahan obat, sehingga perlu dibudidaya, salah satunya dengan pengecambahan biji. Namun, biji C. asiatica diduga mengalami dormansi. Studi fase pematangan dan dormansi biji C. asiatica telah dilakukan dengan mengamati perkembangan bunga, buah, dan biji, serta respons perkecambahan biji terhadap pemberian GA3 secara in vitro. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa biji C. asiatica dapat dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan warna pericarp, yaitu hijau (H), hijau kekuningan (HK), kuning kehijauan (K), dan cokelat tua (CT). Empat kategori biji tersebut dikecambahkan pada medium 0,7% agar-agar dengan atau tanpa pemberian 5 atau 10 µM GA3. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa biji kategori K memiliki respons perkecambahan terbaik pada medium kontrol. Tiap kategori biji tidak memperlihatkan respons perkecambahan setelah diberi GA3, kecuali biji K, yang responsnya menurun pada medium dengan 5 µM GA3. Fase pematangan biji C. asiatica diduga terletak mulai dari biji H hingga K, sementara fase dormansi diduga terletak pada biji CT. Hanya biji K yang merespons keberadaan GA3 dalam medium, yaitu dengan memperlihatkan penurunan respons perkecambahan pada GA3 dengan konsentrasi 5 µM.

ABSTRACT
Centella asiatica has been used widely for medicinal purposes. Therefore, cultivation, such as by seed germination, should be useful. However, C. asiatica seeds have been assumed to established dormancy. Study on maturation and dormancy phase of C. asiatica seed was done by observed the flower, fruit, and seed development, and seed germination responses to GA3 treatment. The result showed that C. asiatica seeds can be divided into 4 categories based on pericarp color, i.e. green (H), yellowish green (HK), greenish yellow (K), and dark brown (CT). The 4 seed categories was germinated in 0,7% agar medium with or without GA3 treatment (5 or 10 µM). The K seeds have the best germination response in medium without GA3 treatment. All seed categories did not establish germination response as GA3 treatment, except K seeds, which germination response decreased as 5 µM GA3 treatment. It is assumed that C. asiatica seed maturation phase lies on the H until K seeds, while dormancy phase lies on the CT seeds. Only K seeds that established germination response in GA3 treatment, which response’s decreased as 5 µM GA3 treatment."
2015
S59640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Dyah Sri Puspita Dewi
"Asiatikosid merupakan salah satu senyawa triterpen utama dalam herba tanaman Pegagan. Senyawa ini memiliki banyak khasiat bagi kesehatan diantaranya mampu menyembuhkan luka, anti stretch marks, ulkus lambung, antikonvulsif, antimikroba, dan imunomodulator. Asiatikosid memiliki sifat hidrofil, oleh karena itu untuk meningkatkan penetrasinya asiatikosid diinkorporasikan dalam etosom. Etosom merupakan modifikasi liposom yang terdiri dari fosfolipid, etanol, dan air. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan dan mengkarakterisasi etosom dengan berbagai konsentrasi ekstrak dan menguji daya penetrasi secara in vitro sediaan krim mengandung etosom ekstrak herba pegagan. Berdasarkan hasil karakterisasi, dipilih satu formula terbaik yakni F1 dengan konsentrasi ekstrak 0,6 yang memiliki bentuk sferis, efisiensi penjerapan 75,03 0,295 , ukuran partikel 94,71 2,807nm, PDI 0,338 0,046 dan zeta potensial -25,067 0,814. Setelah itu, F1 etosom diformulasikan ke dalam sediaan krim dengan basis TEA stearat. Sediaan krim mengandung etosom kemudian dievaluasi, uji stabilitas secara fisik, dan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi franz dibandingkan dengan krim kontrol, yakni krim mengandung ekstrak herba pegagan tanpa dibuat etosom. Dari hasil uji penetrasi didapatkan jumlah kumulatif asiatikosid yang terpenetrasi dari sediaan krim etosom dan krim non etosom secara berturut-turut sebesar 3651,271 37,579 ?g/cm2 dan 2873,016 36,850 ?g/cm2. Selain itu, nilai fluks kecepatan penetrasi asiatikosid dari sediaan krim etosom lebih besar daripada krim non etosom. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa etosom dapat meningkatkan penetrasi asiatikosid melalui kulit.

Asiaticoside is one of the most important triterpene compound Pegagan herb. This substance has many therapeutic effects for human health such as in treatment of wound healing, anti stretch marks, gastrointestinal ulcer, anticonvulsive, antimicrobial effect and immunomodulatory effect. Asiaticoside had hydrophilic properties, therefore to increase its penetration, asiaticoside was incorporated in carrier sytems called ethosome. Ethosome is a modification of liposome that consists of phospholipid, ethanol up to 50 and water. The objectives of this study were to formulate and to characterize ethosome containing various concentration of Centella asiatica herb extract and to evaluate in vitro penetration ability of cream containing ethosome Centella asiatica herb extract. The result of characterization showed the first formula F1 with concentration of extract 0,6 as the best ethosome formula. F1 had properties such as spherical morphology, entrapment efficiency 75,03 0,295 , particle size 94,71 2,807nm, polydispersity index 0,338 0,046 and zeta potential 25,067 0,814. After that, F1 ethosome was formulated into cream with TEA stearic basis. Creams containing ethosome were evaluated, conducted physical stability test and in vitro penetration study using franz diffusion cell compared to control cream, which is cream containing non ethosome extracts. Based on the result of penetration study, ethosome cream and non ethosome cream had cumulative amount of asiaticoside penetrated sebesar 3651,271 37,579 g cm2 and 2873,016 36,850 g cm2. Furthermore, flux penetration rate asiaticoside of ethosome cream greater than non ethosome cream. So, it can be concluded that ethosome can increase asiaticoside penetration across the skin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Widiyastuti
Karanganyar: B2P2TO-OT Balitbangkes Depkes RI, 2016
615.321 YUL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Nuraini
"Oil palm is a plant that has a long seed dormancy period. The existence of barrier on the seed coat causes
disturbance on imbibition so the process of germination of oil palm seed is hampered. This study aimed to
determine the effect of interaction between the heat treatment by dry-heat treatment method and the submersion
of growth regulator gibberellin on oil palm dormancy breaking. The experiment was conducted using a factorial
randomized block design with 2 factors, i.e. 3 levels of dry-heat treatment duration (40 days, 50 days, 60 days)
and 3 levels of gibberellin concentration (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm) and repeated 3 times. The result showed that
no interaction between the duration of dry heat treatment and concentration of gibberellin on breaking the oil
palm dormancy. Treatment of dry heat treatment of 50 and 60 days had a good effect on percentage of germination,
vigor index, radicle length and plumule length. Concentration of 100 and 200 ppm gibberellin had a good effect
on percentage of germination, vigor index, radicle length and plumule length. Fifty days-period of dry heat
treatment and concentration of 100 ppm gibberellin gave more effective effect than other treatment.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki masa dormansi benih yang panjang. Adanya penghalang
kulit benih menyebabkan proses imbibisi menjadi terganggu sehingga proses perkecambahan benih kelapa sawit
terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan pemanasan dengan
metode dry heat treatment dan pemberian zat pengatur tumbuh giberelin terhadap pemecahan dormansi kelapa
sawit. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor, yaitu 3 taraf lama
dry heat treatment (40 hari, 50 hari, 60 hari) dan 3 taraf konsentrasi giberelin (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm) yang
diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh interaksi antara lama dry heat
treatment dan konsentrasi giberelin terhadap pemecahan dormansi kelapa sawit. Perlakuan lama dry heat treatment
50 dan 60 hari berpengaruh baik pada variabel persentase perkecambahan dan indeks vigor serta panjang radikula
dan panjang plumula. Konsentrasi giberelin 100 dan 200 ppm berpengaruh baik pada variabel persentase
perkecambahan, indeks vigor, panjang radikula dan panjang plumula. Lama dry-heat treatment 50 hari dan
konsentrasi giberelin 100 ppm memberikan pengaruh paling efektif daripada kombinasi perlakuan lain."
Bandung: Universitas Padjadjaran. Fakultas Pertanian, 2016
630 AGRIN 20:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziah Fadhly
"Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki flora yang beragam yang memperkaya sumber daya alamnya. Dari beragam jenis flora tersebut, terdapat juga tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan. Salah satu jenis tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat adalah tanaman Amomum cardamomum yang umumnya dikenal sebagai tumbuhan kapulaga. Tanaman ini diyakini memiliki kegunaan dalam bidang medis yang dipercaya dapat berperan dalam pengobatan berbagai jenis penyakit, seperti untuk meredakan gangguan pencernaan, saluran kencing, pernapasan, dan sistem saraf. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan kimia, khususnya fenol dan minyak atsiri, pada benih tanaman Amomum cardamomum yang nantinya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan manfaat dari ekstrak biji tanaman tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif seperti uji ekstrak, kromatografi lapis tipis, dan uji spektrofotometri. Dari berbagai tes tersebut, diperoleh hasil bahwa ekstrak biji Amomum cardamomum mengandung senyawa fenol dan minyak esensial. Dengan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa Amomum cardamomum biji mengandung minyak atsiri dan fenol yang dapat digunakan sebagai pengobatan beberapa penyakit.

As a tropical country, Indonesia has diverse floras that enrich the natural resources. Among a variety of flora, there are also plants that can be used as a medicinal plant. One type of plant commonly used by Indonesian society as a medicinal plant is a Amomum cardamomum plant commonly known as cardamom plants. These plants are believed that they are able to cure various diseases, such as to relieve digestive disorders, urinary, repiratory, and even nervous system problem. Therefore, this study was conducted to identify the chemical contents of, particularly phenols and volatile oil, the seeds of Amomum cardamomum plants that later can conduct further research to determine the benefits of this plant seed extract. This research was done by using descriptive study design such as extract test, thin layer chromatography, and spectrophotometry test. These tests obtained results that Amomum cardamomum seed extract contains phenol compounds and essential oils. By these results, it is concluded that the Amomum cardamomum seed contains phenol and volatile oil that can be used as the treatment of some diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti Juwati
"ABSTRAK
Penelitian efek hipoglisemik ramuan ekstrak daun tapak dara dengan biji petai cina ini merupakan penelitian lanjutan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina (0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina per kg berat badan) menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan dosis lain.
Pada penelitian ini dilakukan pengulangan dengan menggunakan dosis: T: 0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina (T2P1); II: 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk giji petai cina (T21P11); dan III: 0,085 g serbuk daun tapak dara + 0,88 g bubuk biji petal Gina (T211P111) masing-masing per kg berat badan. Selain itu dilakukan pula uji standarisasi ekstrak ramuan dengan fraksionasi kolom dan dilanjutkan dengan analisis menggunakan GCMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina memberikan efek hipoglisemik dan dosis yang paling baik diantara 3 dosis yang digunakan dalam percobaan adalah T21P1 I, yaitu 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk petal cina per kg berat badan. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan prosedur ekstraksi etanol; pengasaman dengan HC1; ekstraksi dengan petroleum eter; lapisan air diekstraksi dengan khloroform, selanjutnya, lapisan air bersifat basa diekstraksi ulang dengan khloroform: metanol. Puncak-puncak yang mungkin digunakan pada standarisasi adalah dengan waktu retensi 23,09; 28,57; dan 40,28 menit. "
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Kristiyanto
"Ekstrak biji melinjo Gnetum gnemon L. diketahui berperan dalam aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase. Sedangkan iradiasi adalah salah satu metode dalam sterilisasi bahan alam. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iradiasi gama terhadap aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase dan angka lempeng total pada biji melinjo. Biji melinjo diiradiasi dengan berbagai dosis yaitu 0, 2,5, 5, 7,5, dan 10 kGy. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode refluks dengan pelarut etanol. Angka lempeng total ALT ditentukan menggunakan metode aerobic count plate melalui pengenceran suspensi serbuk biji melinjo. Sementara uji aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase menggunakan assay kit HMG-KoA reduktase. Dalam uji aktivitas penghambatan HMG-KoA reduktase, diperoleh persentase penghambatan oleh standar pravastatin sebesar 97,41 dengan IC50 76,70 nM. Ekstrak biji melinjo berbagai dosis iradiasi diuji aktivitas penghambatannya dan diperoleh persentase penghambatan tertinggi sebesar 97,30 pada dosis iradiasi 2,5 kGy. Pada penetapan ALT, serbuk biji melinjo berbagai dosis iradiasi menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa biji melinjo berada dalam kondisi steril dan iradiasi 2,5 kGy adalah dosis optimum untuk menghambat HMG-KoA reduktase secara signifikan.

Melinjo Gnetum gnemon L. seed extract is known to play a role in the inhibitory activity of HMG CoA reductase. Irradiation is a method to sterilize natural products. This study aimed to determine the effect of gamma irradiation on the inhibitory activity of HMG CoA reductase and total plate count TPC . Melinjo seeds were irradiated with various doses of 0, 2.5, 5, 7.5, and 10 kGy. The extraction was carried out by ethanol using reflux method. TPC was determined by aerobic count plates method using stock dilution of melinjo seeds powder suspensions. HMG CoA inhibitory activity was determined using HMG CoA reductase assay kit. In determination of HMG CoA reductase, the inhibitory percentage of pravastatin standard was 97.41 and the IC50 was 76.70 nM. Irradiated melinjo seed extracts were tested for inhibitory activity and the highest inhibition percentages were 97.30 of 2,5 kGy. In the determination of TPC, the powder of melinjo seeds for all irradiation doses showed no microbial growth. Based on this research, it can be concluded that non irradiated and irradiated melinjo seeds were free from microbial growth and the gamma irradiation dose of 2.5 kGy was optimum dose to inhibit HMG CoA reductase, significantly."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oking Sutanto
"ABSTRAK
Kecipir (Psouhocarrms tetragonolobus (L.) DC.) mempunyai potensi sebagai tanaman penghasil protein nabati, umumnya perbanyakannya melalui biji.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh tingkat kemasakan biji 40, 60, 80, dan 100 hari; lama simpan biji 0, 8, dan 16 hari, serta interaksi ke-2 perlakuan tersebut terhadap daya dan kecepatan berkecambah biji selama 4 hari perkecambahan. Perkecambahan dilakukan dengan cara "Subtratum Cawan Petri Tertutup".
Hasil analisis 2 faktor pada α = 0,05 menunjukkan, bahwa tingkat kemasakan biji berpengaruh nyata terhadap daya maupun kecepatan berkecambah biji. Lama simpan biji dan interaksi ke-2 perlakuan berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah biji.
Penelitian ini membuktikan, bahwa daya dan kecepatan berkecambah biji tertinggi masing-masing dihasilkan pada tingkat kemasakan 80 dan 60 hari, yaitu 55,56% dan 16,36 %/etmal. Interaksi perlakuan tingkat kemasakan dan lama simpan biji menunjukkan, bahwa daya dan kecepatan berkecambah biji kecipir tertinggi masing-masing dihasilkan pada tingkat kemasakan 80 dan 60 hari tanpa penyimpanan, yaitu 77,78% dan 27,78 %/etmal.
Disarankan melakukan penelitian pengaruh lama simpan. biji dengan lama simpan yang lebih pendek karena pengaruh lama simpan biji terhadap perkecambahan bersifat kronoiogis
ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayer, A. M.
Oxford: Pergamon Press, 1982
581.33 MAY g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>