Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Hesky Ondo
"Skripsi ini dilatarbelakangi oleh permasalahan adanya inkonsistensi putusan dan perdebatan para ahli terkait pengaturan mengenai hukum yang berlaku dalam Pasal 42 Konvensi ICSID. Hal ini menjadi semakin rumit dengan dipengaruhinya penerapan Pasal 42 Konvensi ICSID dalam sengketa ICSID yang didasarkan pada Investment Treaty. Untuk membahas permasalahan ini, maka akan digunakan penelitian hukum normatif dengan analisa yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini adalah, adanya fungsi dari investment treaty untuk memberlakukan hukum internasional ketika digunakan sebagai dasar arbitrase. Selain itu, investment treaty juga dapat menjadi metode pilihan hukum dalam sengketa ICSID sesuai dengan Pasal 42 Konvensi ICSID.

This study is motivated by the inconsistency of awards and scholars debate regarding the applicable law in investment disputes under Article 42 of the ICSID Convention. Such situation became more complex when a dispute is initiated under an investment treaty. This affects the application of Article 42 of the Convention. This study uses normative legal research and juridical-normative analysis to address the issue. The outcome of this study is to point out the proper functionality of investment treaties to enforce international law when investment treaty is used as a basis for arbitration. Furthermore, such an investment treaty can also be applied as a choice of law method in ICSID disputes in accordance with Article 42 of the ICSID Convention."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Agnes Galuh Sekarlangit Boru
"International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) menjadi salah satu pilihan popular untuk penyelesaikan sengketa investasi internasional antara negara dengan investor. Konvensi Washington 1965, sebagai konvensi yang mengamanatkan dibentuknya forum tersebut memberi kewajiban kepada Majelis Arbitrase untuk menerapkan hukum yang berlaku sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington, hanya saja, interpretasi pasal tersebut tidaklah tanpa kontroversi. Tulisan ini akan membahas mengenai hukum mana yang berlaku dalam perkara internasional dalam forum ICSID menurut Pasal 42 ayat (1), baik dalam perkara berdasarkan traktat maupun perkara berdasarkan kontrak, serta menganalisis metode Majelis Arbitrase pada Putusan ICSID No.ARB/10/7, Putusan ICSID No.ARB /07/26, Putusan ICSID No.ARB/09/18 dan Putusan ICSID No.ARB/06/13, dalam menafsirkan pasal tersebut dalam hal terdapat pertentangan kewajiban internasional, antara kewajiban negara sebagai host state dan kewajiban negara menurut hukum internasional selain hukum investasi internasional dalam perkara berdasarkan traktat, dan apabila hukum internasional dianggap oleh para pihak sebagai hukum yang berlaku dalam perkara berdasarkan kontrak. Tulisan ini menyimpulkan bahwa terdapat perkembangan penafsiran dari maksud perancang konvensi (travaux preparatoires) dalam 12 tahun terakhir.

International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) is popular option of Investor-State Dispute Settlement. Washington Convention 1965 which laid down the foundation of the forum gives mandate to arbitral tribunal to apply the proper law as stipulated on Article 42(1) of the Convention. However, the interpretation of aforementioned article is not without controversy. This writing analyses the applicable law according to Article 42(1) Washington Convention on treaty-based dispute and contract-based dispute, and further analyses the methods used to interpreting the aforementioned article by arbitral tribunal in ICSID Award No. No.ARB/10/7, ICSID Award No.ARB /07/26, ICSID Award No.ARB/09/18 and ICSID Award No.ARB/06/13, in case of apparent conflict of international obligation  on treaty-based dispute and  in case of claim of international law as applicable law on contract-based dispute. This writing concludes that there is a development of interpretation, departing from travaux preparatoires, in the last 12 years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ramadinan Saptara
"

Pasal 25(4) Konvensi ICSID memperbolehkan suatu negara untuk melakukan pemberitahuan mengenai golongan sengketa penanaman modal yang dikecualikan dari yurisdiksi ICSID. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 31 Tahun 2012 (“Keputusan Presiden 31/2012”) telah melakukan pemberitahuan untuk  mengecualikan sengketa penanaman modal yang timbul dari keputusan tata usaha negara yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten. Namun, pemberitahuan mengenai pengecualian sengketa dianggap tidak dapat diberlakukan kecuali dimasukkan kedalam pasal dalam perjanjian investasi yang mengandung persetujuan negara terkait terhadap yurisdiksi ICSID. Selanjutnya, ketentuan dalam pemberitahuan pengecualian Indonesia belum dimasukkan dalam seluruh perjanjian investasi yang mengikat Indonesia. Penelitian ini membahas, pertama, dampak hukum dari Keputusan Presiden 31/2012 terhadap pembatasan yurisdiksi ICSID. Selanjutnya, penelitian ini membahas metode untuk menginkorporasi ketentuan dalam Keputusan Presiden 31/2012 dan pemberitahuan pengecualian Indonesia ke dalam klausul persetujuan terbatas dalam suatu perjanjian investasi. Penelitian ini juga membahas sejauh mana klausul persetujuan terbatas tersebut dapat digunakan untuk menolak yurisdiksi ICSID.  Dengan melakukan penelitian yuridis-normatif, dapat disimpulkan bahwa keberlakuan Keputusan Presiden 31/2012 akan membuat penyelesaian sengketa yang dikecualikan terbatas pada penyelesaian melalui Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. Ketentuan dalam Keputusan Presiden 31/2012 harus dimasukkan dalam perjanjian investasi melalui cara reproduksi atau perubahan klausul persetujuan terbatas yang mengandung pengecualian dalam Keputusan Presiden 31/2012 juga tidak akan memiliki dampak terhadap penolakan yurisdiksi ICSID.

 


Article 25(4) of the ICSID Convention allows a state to notify the exclusion of certain classes of investment disputes from ICSID jurisdiction. Pursuant to this provision, the Indonesian government through Presidential Decree No. 31 of 2012 (“Presidential Decree 31/2012”) made a notification to exclude investment disputes arising from administrative decisions issued by the regency governments. Notifications of exclusion, however, are considered inoperable unless incorporated into the investment treaty provision expressing the notifying state’s consent to ICSID jurisdiction. Moreover, the terms of Indonesia’s notification of exclusion have not been included in any investment treaty that Indonesia is a party to. This research discusses, firstly, the legal consequence of Presidential Decree 31/2012 with regards to limiting ICSID jurisdiction. Secondly, this research discusses the methods through which the terms of Presidential Decree 31/2012 and Indonesia’s notification of exclusion may be incorporated into a limited consent clause of an investment treaty. Thirdly, this research also discusses the extent to which such a limited consent clause may be invoked to deny ICSID jurisdiction. By conducting a juridical normative legal research, it can be concluded that the operation of Presidential Decree 31/2012 would limit the forum for the settlement of the excluded disputes to the Indonesian Administrative Judiciary. Moreover, the terms of Presidential Decree 31/2012 would have to be incorporated into an investment treaty by way of reproduction or amendment. Further, a consent clause that expresses the exclusion made in Presidential Decree 31/2012 would be inconsequential in denying ICSID jurisdiction.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ramadinan Saptara
"Article 25(4) of the ICSID Convention allows a state to notify the exclusion of certain
classes of investment disputes from ICSID jurisdiction. Pursuant to this provision, the
Indonesian government through Presidential Decree No. 31 of 2012 (“Presidential
Decree 31/2012”) made a notification to exclude investment disputes arising from
administrative decisions issued by the regency governments. Notifications of
exclusion, however, are considered inoperable unless incorporated into the investment
treaty provision expressing the notifying state’s consent to ICSID jurisdiction.
Moreover, the terms of Indonesia’s notification of exclusion have not been included in
any investment treaty that Indonesia is a party to. This research discusses, firstly, the
legal consequence of Presidential Decree 31/2012 with regards to limiting ICSID
jurisdiction. Secondly, this research discusses the methods through which the terms of
Presidential Decree 31/2012 and Indonesia’s notification of exclusion may be
incorporated into a limited consent clause of an investment treaty. Thirdly, this research
also discusses the extent to which such a limited consent clause may be invoked to
deny ICSID jurisdiction. By conducting a juridical normative legal research, it can be
concluded that the operation of Presidential Decree 31/2012 would limit the forum for
the settlement of the excluded disputes to the Indonesian Administrative Judiciary.
Moreover, the terms of Presidential Decree 31/2012 would have to be incorporated into
an investment treaty by way of reproduction or amendment. Further, a consent clause
that expresses the exclusion made in Presidential Decree 31/2012 would be inconsequential in denying ICSID jurisdiction.

Pasal 25(4) Konvensi ICSID memperbolehkan suatu negara untuk melakukan
pemberitahuan mengenai golongan sengketa penanaman modal yang dikecualikan dari
yurisdiksi ICSID. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah Indonesia melalui Keputusan
Presiden No. 31 Tahun 2012 (“Keputusan Presiden 31/2012”) telah melakukan
pemberitahuan untuk mengecualikan sengketa penanaman modal yang timbul dari
keputusan tata usaha negara yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten. Namun,
pemberitahuan mengenai pengecualian sengketa dianggap tidak dapat diberlakukan
kecuali dimasukkan kedalam pasal dalam perjanjian investasi yang mengandung
persetujuan negara terkait terhadap yurisdiksi ICSID. Selanjutnya, ketentuan dalam
pemberitahuan pengecualian Indonesia belum dimasukkan dalam seluruh perjanjian
investasi yang mengikat Indonesia. Penelitian ini membahas, pertama, dampak hukum
dari Keputusan Presiden 31/2012 terhadap pembatasan yurisdiksi ICSID. Selanjutnya,
penelitian ini membahas metode untuk menginkorporasi ketentuan dalam Keputusan
Presiden 31/2012 dan pemberitahuan pengecualian Indonesia ke dalam klausul
persetujuan terbatas dalam suatu perjanjian investasi. Penelitian ini juga membahas
sejauh mana klausul persetujuan terbatas tersebut dapat digunakan untuk menolak
yurisdiksi ICSID. Dengan melakukan penelitian yuridis-normatif, dapat disimpulkan
bahwa keberlakuan Keputusan Presiden 31/2012 akan membuat penyelesaian sengketa
yang dikecualikan terbatas pada penyelesaian melalui Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia. Ketentuan dalam Keputusan Presiden 31/2012 harus dimasukkan dalam
perjanjian investasi melalui cara reproduksi atau perubahan klausul persetujuan
terbatas yang mengandung pengecualian dalam Keputusan Presiden 31/2012 juga tidak
akan memiliki dampak terhadap penolakan yurisdiksi ICSID.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viera Amelia Priyono
"Penulisan ini membahas pengaturan Denial of Benefits dalam perjanjian investasi bilateral dan penerapannya dalam sengketa-sengketa arbitrase internasional. Klausul Denial of Benefits merupakan klausul yang memperbolehkan host state untuk tidak memberikan perlindungan dan keuntungan lainnya kepada investor asing dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam perjanjian investasi. Klausul ini telah digunakan oleh berbagai lembaga arbitrase untuk menerima ataupun menolak sengketa investasi yang diajukan kepadanya. Untuk menganalisis permasalahan ini, digunakan penelitian hukum normatif dengan analisis yuridisnormatif. Hasil dari penelitian menunjukkan perkembangan penerapan klausul Denial of Benefits dalam menentukan yurisdiksi International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) dan Permanent Court of Arbitration (PCA).

This writing discusses the Denial of Benefits clause under bilateral investment treaty and its application in international arbitration disputes. Denial of Benefits clause allows Host State to deny the treaty protection to foreign investors with certain conditions set forth in the investment treaty. This clause has been used by international arbitration tribunals to accept or reject investment disputes submitted to them. Legal normative study and normative-juridical analysis are used to analyse this issue. The result of this study shows the evolution of the use of Denial of Benefits clause in determining jurisdiction of international arbitration tribunal International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) and Permanent Court of Arbitration (PCA)."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Fudhola
"ABSTRACT
International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID) merupakan forum
penyelesaian sengketa investasi antara investor asing dengan negara penerima
investasi (host state). Lembaga ini didirikan atas prakarsa dari International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD) pada tanggal 18 Maret 1965 dengan
membentuk Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and
Nationals of Other States (Konvensi ICSID). Pada perkembanganya, proses
penyelesaian sengketa di ICSID menuai banyak kritik terutama dari negara-negara
berkembang. Kritik tersebut meliputi permasalahan arbiter yang dapat memiliki peran
ganda sehingga menimbulkan isu konflik kepentingan, permasalahan tidak adanya
batasan waktu sehingga mengakibatkan durasi waktu yang lama, permasalahan biaya
yang mahal untuk biaya penasihat hukum, biaya prosedural (legal cost) dan biaya
insidentil lainya, dan implikasi adanya mekanisme pembatalan yang menyebabkan
timbulnya isu kepastian hukum pada putusan. Permasalahan-permasalahan tersebut
merupakan permasalahan yang menjadi isu bagi negara berkembang termasuk
Indonesia. Kebijakan Pemerintah Indonesia terkait peninjauan Bilateral Investment
Treaties (BIT) merupakan momentum yang tepat untuk mengkaji ulang keanggotaan
Indonesia di ICSID, terkait Indonesia harus melakukan penarikan diri dari ICSID
ataukah Indonesia harus tetap menjadi anggota ICSID dengan melakukan tindakantindakan
yang sesuai.

ABSTRACT
International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID) is an investment
dispute resolution forum between foreign investors and host state. ICSID was
established by initiative of the International Bank for Reconstruction and
Development (IBRD) on March 18, 1965 to form the Convention on the Settlement
of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (ICSID
Convention). In its development, the process of dispute resolution in the ICSID gets a
lot of criticism, especially from developing countries. The criticisms include concerns
that the arbitrator may have a dual role which rise an issue of conflict of interest; no
limitation time which is stipulated in ICSID Convention resulting in long duration of
time; cost problems including cost of legal counsel, procedural costs (legal costs) and
other expenses incidental cost; and implications of annulment mechanism that causes
the issue of legal certainty in the decision. These problems have become an issue for
developing countries, including Indonesia. Indonesian government's policy to review
the Bilateral Investment Treaties (BIT) is an appropriate moment to review
Indonesia's membership in ICSID: either Indonesia must withdraw from ICSID or
Indonesia should remain its membership by performing the appropriate actions."
2014
S56038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dida Hayuningtri
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pengaturan mengenai yurisdiksi Majelis Arbiter berdasarkan Konvensi ICSID dan penerapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 25 Konvensi ICSID, yurisdiksi Majelis Arbiter dalam mengadili suatu sengketa ditentukan oleh adanya kesepakatan para pihak, ketentuan ratione materiae dan ratione personae. Pentingnya ketiga persyaratan tersebut untuk dipenuhi dalam menentukan yurisdiksi Majelis Arbiter dapat dilihat dalam perkara Pemda Kaltim melawan PT Kaltim Prima Coal dkk. Dalam perkara tersebut, ketentuan ratione personae tidak terpenuhi sehingga Majelis Arbiter ICSID menyatakan diri tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili perkara tersebut.

This research is aimed to describe and analyze the rules regarding the Arbitral Tribunal`s jurisdiction based on the ICSID Convention and its implementation. The result of this research shows that based on Article 25 of the ICSID Convention, the ICSID Arbitral Tribunal`s jurisdiction is determined by the consent of the disputing parties, requirements ratione materiae and ratione personae. In GPEK v. PT Kaltim Prima Coal and others, it is obvious that the compliance of those requirements is very fundamental in determining the Tribunal`s jurisdiction over the dispute. In the mentioned case, requirements ratione personae were not fulfilled. Consequently, the Tribunal lacks of jurisdiction over the dispute."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Agustina Nurmala Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan police powers doctrine dalam putusan-putusan ICSID. Konsep police powers doctrine berhubungan erat dengan konsep ekspropriasi tidak langsung. Berdasarkan police powers doctrine, tindakan negara yang tergolong dalam lingkup police powers doctrine dan yang menyebabkan kerugian kepada investor, adalah tidak termasuk sebagai ekspropriasi tidak langsung, dan karenanya tidak menimbulkan kewajiban bagi negara untuk membayar kompensasi. Ketiga putusan ICSID yang dianalisis dalam penelitian ini telah mengakui police powers doctrine dalam pertimbangan putusannya. Namun, belum ada pemahaman yang jelas dan konsisten berkaitan dengan penerapan dari doktrin ini.
This research is aimed to analyze the practice of police powers doctrine in ICSID awards. The concept of police powers doctrine is closely related to the concept of indirect expropriation. According to the police powers doctrine, a state measure that falls within the state’s police powers resulting in loss of property to the investors does not constitute an indirect expropriation, and, accordingly, does not give rise to an obligation for the state to compensate. The three ICSID awards analyzed in this research have all recognized police powers doctrine in its consideration. However, there is no clear and consistent understanding regarding the implementation of this doctrine."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Pratomo
"International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) adalah forum penyelesaian sengketa penanaman modal asing yang memiliki yurisdiksi berdasarkan Pasal 25 Konvensi ICSID. Dalam menentukan yurisdiksi, Majelis Arbiter ICSID mengualifikasi penanaman modal untuk memeriksa syarat ratione materiae. Majelis Arbiter ICSID menggunakan metode Piecemeal Test atau Dual-Test untuk mengualifikasi penanaman modal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualifikasi penanaman modal oleh Majelis Arbiter ICSID pada sengketa antara Rafat Ali Rizvi melawan Republik Indonesia dengan menggunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analitis. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan metode kualifikasi penanaman modal yang berbeda memengaruhi hasil kualifikasi.

International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) is foreign investment dispute settlement forum which has jurisdiction according to Article 25 of ICSID Convention. In determining its jurisdiction, ICSID?s Arbitral Tribunal qualify investment to examine the requirement of ratione materiae. ICSID?s Arbitral Tribunal uses the method of Piecemeal Test or Dual-Test to qualify investment.
This research is aimed to analyse the qualification of investment by ICSID's Arbitral Tribunal in the matter between Rafat Ali Rizvi v. the Republic of Indonesia using normative juridical approach conducted through descriptive-analytic method. This research finds that using different methods of investment qualification influence the result of such qualification.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parra, Antonio R.
Oxford: Oxford Univesity Press, 2012
346.092 PAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>