Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128000 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Markus Halim
"Setiap pekerja untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, efisien, serta kenyamanan dalam bekerja, maka diperlukan kemampuan tajam penglihatan yang baik. Snellen Chart merupakan instrumen yang biasa digunakan untuk pemeriksaan tajam penglihatan. Namun pada Snellen Chart harus membutuhkan jarak 6 meter, penerangan harus cukup.
Pada saat ini banyak permintaan dari perusahaan untuk melakukan MCU di tempat kerjanya, sedangkan tempat yang disediakan terbatas. Maka perlu dicari alternatif untuk pemeriksaan tajam penglihatan jauh. Di USA, Optec Vision Tester telah digunakan untuk menguji berbagai fungsi penglihatan, termasuk tajam penglihatan. Di Indonesia sampai saat ini belum digunakan dan belum diketahui tingkat kesesuaiannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian pemeriksaan tajam penglihatan jauh antara Optec Vision Tester dengan Snellen Chart. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan analisis kesesuaian menggunakan pengujian Cohen’s Kappa. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil MCU pada pekerja di suatu Perusahaan. Data yang diambil adalah hasil dari pemeriksaan tajam penglihatan jauh pada mata binokuler tanpa koreksi dari kedua instrumen.
Hasilnya sebanyak 61 subyek yang hasilnya abnormal pada pemeriksaan vision tester, ternyata terdapat 27 subyek memberikan hasil normal pada pemeriksaan Snellen chart. Sedangkan dari 105 subyek yang hasilnya normal pada pemeriksaan vision tester, terdapat 4 subyek pada pemeriksaan Snellen chart hasilnya abnormal. Kemudian data diolah ke dalam SPSS untuk memperoleh nilai Kappa. Secara statistik, diperoleh nilai Kappa 0,564, yang termasuk kategori "fair to good" menurut Fleiss.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Optec Vision Tester mempunyai nilai kesesuaian tingkat sedang dengan Snellen Chart.

Every worker to be able to carry out its duties and responsibilities properly, efficiently, and comfort in the work, it needs a good sharp vision capabilities. Snellen Chart is an instrument commonly used for inspection of visual acuity. But on the Snellen Chart shall require a distance of 6 meters, lighting should be sufficient.
At this time a lot of requests from companies to do the MCU in the workplace, while the limited space provided. Then it is necessary to find an alternative to distant visual acuity examination. In the USA, Optec Vision Tester was used to test a variety of visual function, including visual acuity. In Indonesia has yet to be used and the level of compliance is unknown.
The purpose of this study was to determine the level of compatibility between the distant visual acuity examination Vision Tester with Snellen Chart. The study design uses a cross sectional analysis of the suitability of using Cohen's Kappa test. This study uses secondary data from MCU to workers in a company. The data taken is the result of the examination from binocular visual acuity without correction of both instruments.
The result is a total of 61 subjects in the examination results are abnormal vision tester, it turns out there were 27 subjects in the examination gave normal results Snellen chart. While the 105 subjects who were normal on examination vision tester, there are 4 subjects in the examination abnormal results Snellen Chart. Then the processed data into SPSS to obtain the value of Kappa. Statistically, Kappa value of 0.564 is obtained, which is categorized as "fair to good" according to Fleiss.
Conclusions obtained in this study is the Optec Vision Tester has a value of moderate conformity with the Snellen Chart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
David Rudy Wibowo
"Latar Belakang. Pemeriksaan penglihatan stereoskopis (3D) sering dilakukan pada penerimaan calon pekerja pada bidang tertentu, misalnya tentara, pilot, dokter bedah, operator crane, dan lain-lain. TNO Stereoscopic Vision Test (Kartu TNO) – instrumen pemeriksaan stereoskopis yang sering digunakan di Indonesia – masih memiliki kelemahan, misalnya waktu pemeriksaan yang cukup lama, sehingga perlu dicari alternatif pemeriksaan untuk skrining pekerja dalam jumlah besar. Di USA, Optec Vision Tester telah digunakan untuk menguji berbagai fungsi penglihatan, termasuk penglihatan stereoskopis. Namun di Indonesia sampai saat ini belum digunakan dan belum diketahui tingkat kesesuaiannya.
Tujuan. Mengetahui tingkat kesesuaian dan perbandingan durasi pemeriksaan antara Optec Vision Tester dengan pemeriksaan TNO Stereoscopic Vision Test.
Metode. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan analisis kesesuaian menggunakan pengujian Cohen’s Kappa. Semua subyek diperiksa dengan Kartu TNO dan Optec Vision Tester oleh dua pemeriksa yang berbeda. Hasil pemeriksaan (dalam detik busur) dan durasinya dicatat, dan diperoleh sampel sebanyak 341 subyek yang memenuhi syarat. Hasil pemeriksaan vision tester dan Kartu TNO dikatakan normal bila mencapai stereoakuitas 50 dan 60 detik busur, secara berturut-turut.
Hasil. Secara statistik, diperoleh nilai Kappa = 0,625, yang termasuk kategori “fair to good” menurut Fleiss. Median durasi pemeriksaan Kartu TNO dan vision tester secara berturut-turut adalah 96 dan 33 detik, dan berbeda bermakna secara statistik menurut Mann-Whitney U Test.
Kesimpulan. Optec Vision Tester mempunyai nilai kesesuaian tingkat sedang dan durasi pemeriksaan yang lebih singkat bila dibandingkan dengan Kartu TNO.

Background. Examination of stereoscopic vision (3D) is often performed at medical check up recruitment in certain fields, such as soldiers, pilots, surgeons, crane operators, and others. However, the TNO Stereoscopic Vision Test (TNO Test) – a widely used instrument for stereoscopic vision inspection in Indonesia – still have some weaknesses, one of them is long examination time. So, it is necessary to look for an alternative screening examination for workers in large numbers. In the USA, Optec Vision Tester has been used to test a variety of visual functions, including stereoscopic vision. But to date in Indonesia it has not been used, and the level of suitability is still unknown.
Objectives. To determine the level of suitability and the comparison of the duration between Optec Vision Tester and TNO Stereoscopic Vision Test.
Methods. The study design is cross sectional analysis of the suitability test using the Cohen’s Kappa calculation. All subjects examined by the TNO Test and Optec Vision Tester by two different examiners. Examination results (in arc seconds) and durations recorded, and obtained eligible samples of 341 subjects. Normal vision tester and TNO Test results determined when a subject could reach the stereoacuity 50 and 60 arc seconds respectively.
Results. Statistically, the Kappa value is 0,625, which is "fair to good" according to Fleiss. Median duration of TNO Test and vision tester examination respectively are 96 and 33 seconds, and statistically significant according to Mann-Whitney U Test.
Conclusion. Optec Vision Tester has a fair to good suitability level and shorter examination duration if compared to the TNO test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiansyah Kusuma
"Banyak organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan mata telah banyak mengajukan panduan dalam pelayanan kesehatan mata terutama yang berkaitan dengan penglihatan warna. The most widely used untuk skrining gangguan penglihatan warna adalah tes Ishihara. Namun saat ini ditawarkan vision tester yang multifungsi untuk banyak berbagai skrining kesehatan mata termasuk penglihatan warna. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara hasil pemeriksaan menggunakan vision tester dengan hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara pada skrining penglihatan warna pekerja dan untuk mengetahui proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek dalam penelitian ini, dilakukan studi potong lintang dengan memakai data sekunder dari hasil pemeriksaan para pekerja laki-laki dari berbagai jenis perusahaan di Jakarta dan Bogor. 32 dari 492 (6,5%) pekerja terdeteksi sebagai gangguan penglihatan warna oleh tes Ishihara. Namun terlihat ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dari kedua alat dimana 152 dinyatakan normal oleh tes Ishihara, sedangkan vision tester menyatakan sebagai gangguan dengan presentasi ketidaksesuaian mencapai 33%. Keduanya ternyata berbeda secara bermakna berdasarkan uji Mc Nemar (p<0.001) dan memiliki tingkat kesesuaian yang rendah berdasarkan uji Kappa dengan nilai 0,21 (p<0.001). Perbedaan panjang gelombang cahaya mungkin menyebabkan bias. Proporsi pekerja dengan gangguan penglihatan warna sebesar 6,5%. Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan vision tester prevalensi gangguan penglihatan warna sebesar 37,4%. Sebagai simpulan adalah hasil pemeriksaan menggunakan vision tester ternyata memiliki ketidaksesuaian dengan hasil pemeriksaan menggunakan tes Ishihara pada skrining penglihatan warna. Dan proporsi gangguan penglihatan warna pada pekerja yang menjadi subyek dalam penelitian ini menurut tes Ishihara sebesar 6,5%, sedangkan menurut vision tester sebesar 37,4%. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari penyebab ketidaksesuaian ini. Juga disarankan melakukan penelitian yang sama dengan menggunakan vision tester dari merek yang berbeda lain.

Most eye health services organizations had released guidence to vision examination especially related the color vision. Ishihara test is the most widely used for color vision screening. However currently a multifunctional tester offered for vision screening including color vision. A Cross sectional study was conducted by using secondary data to determine the level of suitability between the vision tester and the Ishihara test, based on the results of color vision screening from booth in Male workers from several types of companies in Jakarta and Bogor and also to find out the proportion of impaired colour vision from them. 32 of 492 (6.5%) workers detected as impaired color vision by Ishihara test. But a significant mismatch results was obtained from both which 152 declared normal by Ishihara test, while the vision tester states as impaired and the mismatches reaches 33%. Both tools showed the mismatch according to Mc Nemar test (ρ <0.001) and had a low level of suitability from the Kappa test based on the value of 0.21 (ρ <0.001). The difference of wavelengths of light may cause bias. From the results of Ishihara test, proportion of workers with impaired color vision is 6.5%. While based on the results of vision tester, impaired color vision is 37.4%. We conclude that there is no suitability between the vision tester and the Ishihara test, based on the results of color vision screening. Needed further research to find the cause of this mismatch. Also suggested to do the same study by using vision tester from different brands."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Boston : Butterworth-Heinemann, 2001
617.762 BIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Robb, J. D.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013
813 ROB v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rifza Putra Kurniawan
"Teknik control chart telah digunakan secara luas dalam bidang industri untuk memantau proses produksi dalam rangka peningkatan kualitas. Metode yang masih digunakan untuk mendeteksi adanya sebab terusut adalah metode Shewart. Control chart yang biasa digunakan adalah bagan kendali X untuk memantau pusat proses dan bagan kendali S atau R untuk memantau variabilitas proses. Chart gabungan dirancang agar dapat memantau mean dan standar deviasi proses secara bersamaan. Dalam skripsi ini metode yang digunakan untuk merancang chart gabungan adalah metode Max Chart. Metode ini menggunakan fungsi maksimum untuk dua statistik.

Control chart techniques have been widely used in industries to monitor a process in quality improvement. The method which has been used to detect assignable cause is Shewart?s method. Control chart that usually used is X chart to monitor process mean and S or R chart to monitor process variability. Combined chart constructed in order to monitor mean and standard deviation simultaneously. In this skripsi, the method that used to construct combined chart is Max Chart. This method applies maximum function of two statistics.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S634
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1998
TA40
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Hasna Adilah
"Metode deteksi karies menggunakan pemeriksaan visual secara langsung terkadang menjadi hambatan pada skrining karies gigi, terutama jika dilakukan dalam komunitas besar seperti pada basis sekolah, di tambah dengan pandemi virus Covid-19. Smartphone photography dapat menjadi alat alternatif untuk deteksi karies gigi pada program skrining karies gigi jarak jauh berbasis sekolah sehingga dapat mengurangi kebutuhan sumber daya manusia, alat, bahan, dan dana serta memperluas jangkauan sekolah yang terjaring. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan reliabilitas penggunaan smartphone photography sebagai alat deteksi karies gigi pada murid Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penelitian ini adalah studi cross-sectional yang tergolong dalam studi observasional deskriptif. Penelitian ini melakukan analisis uji diagnostik terhadap smartphone photography dibandingkan dengan metode pemeriksaan visual secara langsung untuk deteksi karies gigi permanen. Hasil penelitian menunjukkan smartphone photography merupakan alat yang sensitif, spesifik, akurat, dan reliable untuk deteksi karies gigi permanen sebagai alternatif pada program skrining gigi dan mulut jarak jauh. Dengan pemberian informasi dan pelatihan sederhana, siswa SMP Nugraha Bandung cukup mampu untuk melakukan prosedur pengambilan foto intra oral menggunakan kamera smartphone untuk kebutuhan pemeriksaan karies gigi jarak jauh.

Direct visual examination sometimes becomes an obstacle for dental caries screening, especially if it is carried out in large communities such as on a school basis, coupled with the Covid-19 pandemic. Smartphone photography can be an alternative tool for detecting dental caries in school-based remote screening programs. This method can reduce the need for human resources, tools, materials, and funds as well as expanding the reach of schools that are examined. The purpose of this study was to determine the sensitivity, specificity, accuracy, and reliability of smartphone photography as a screening tool for dental caries in junior high school students. This research is a cross-sectional study which is classified as a descriptive observational study. This research analyzes the diagnostic accuracy of smartphone photography compared to the direct visual examination method for detecting dental caries on permanent teeth. The results showed that smartphone photography is a sensitive, specific, accurate, and reliable tool to detect dental caries on permanent teeth, and can be used as an alternative for a school-based remote dental screening programs. By providing simple information and training, students at SMP Nugraha Bandung are quite capable to take intra-oral photos using smartphone camera."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudya Handayani A.P.
"ABSTRAK
Kegiatan ini merupakan penerapan proses konsultasi yang bertujuan untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi oleh PT X. PT X tidak memiliki visi yang jelas sehingga kegiatan organisasi tidak selaras, karyawan dinilai kurang fokus dalam bekerja dan kinerjanya tidak optimal. untuk itu disarankan PT X untuk menyusun visi perusahaan. visis yang dipandang tepat untuk family business enterprise adalah shared future vision. proses perencanaan paralel dari carlock dan ward (2001) memberikan panduan pengembangan shared future vision sekaligus perencanaan strategi bagi perusahaan.

ABSTRACT
This activity is the implementation of a consultation process that aims to reveal the problems faced by PT X. PT X does not have a clear vision so that organizational activities are not aligned, employees are considered less focused on work and performance is not optimal. for that, it was suggested PT X to develop the company's vision. visis which is considered appropriate for family business enterprises is shared future vision. Parallel planning processes from Carlock and Ward (2001) provide guidance on the development of shared future vision as well as strategic planning for companies."
2010
T38214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Habil Amardias
"Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. Penyakit tuberkulosis perlu pendeteksian dan diagnosis yang tepat. Salah satu media yang umum digunakan untuk mendeteksi penyakit tuberkulosis adalah chest x-ray. Penelitian ini menggunakan model Conditional Positional Encoding Vision Transformer dengan Convolution Stem untuk mengklasifikasi penyakit tuberkulosis pada chest x-ray. Conditional Positional Encoding Vision Transformer adalah salah satu varian dari model vision transformer yang menggunakan skema Conditional Positional Encoding. Convolution Stem untuk vision transformer adalah convolution block yang diterapkan pada vision transformer untuk meningkatkan stabilitas performa model. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari chest x-ray database yang terdiri dari data citra chest x-ray dengan label normal dan label tuberkulosis. Sebelum proses pelatihan, diterapkan enam metode preprocessing pada data citra chest x-ray untuk menyiapkan data citra sebagai input model, mulai dari Red Green Blue (RGB) to gray, contrast limited adaptive histogram equalization, gaussian blur, resize, gray to RGB, dan normalisasi. Model dilatih untuk meminimalkan loss function menggunakan metode optimasi AdamW dan stochastic gradient descent. Loss function yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi binary crossentropy loss. Hasil percobaan menunjukkan model Conditional Positional Encoding Vision Transformer dengan Convolution Stem dapat mengklasifikasi penyakit tuberkulosis pada citra chest x-ray dengan baik, dengan rata-rata skor akurasi terbaik sebesar 0,990488, rata-rata skor recall terbaik sebesar 0,95757, dan rata-rata skor F1 sebesar 0,97338.

Tuberculosis is one of the diseases that cause the highest number of deaths in the world. Tuberculosis disease need proper detection and diagnosis. One of common methods used to detect tuberculosis is chest x-ray. This research uses the Conditional Positional Encoding Vision Transformer with Convolution Stem to classify tuberculosis in chest x-ray. Conditional Positional Encoding Vision Transformer is a variant of vision transformer model that uses conditional positional encoding. Convolution Stem is a convolution block applied to vision transformer model to enhance the model’s performance stability. The data used in this research is taken from a chest x-ray database consisting of chest x-ray images with normal and tuberculosis labels. Before the training process, six preprocessing methods were applied to the chest x-ray images, including Red Green Blue (RGB) to gray, contrast limited adaptive histogram equalization, gaussian blur, resize, gray to RGB and normalization, to prepare the image data as model input. The model is trained to minimize the loss function using AdamW and stochastic gradient descent. The loss function used in this research is binary crossentropy loss function. The experimental results show that Conditonal Positional Encoding Vision Transformer with Convolution Stem can classify tuberculosis in chest x-ray images effectively, with an average best accuracy score of 0,990488, an average best recall score of 0,95757, and an average F1 score of 0,97338."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>