Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"ABSTRAK
Pemeriksaan mikroskopik rutin digunakan dalam program malaria. Namun keterbatasan pemeriksaan tersebut menyebabkan kurangnya informasi yang diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data molekular parasit malaria yang berkaitan dengan upaya eliminasi. Subjek penelitian adalah 585 anak sekolah dasar peserta kohort selama enam bulan di Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada sediaan darah malaria semua peserta kohort. Pada 301 blot darah dilakukan deteksi real time PCR dengan 18S rRNA. Pada sebelas blot darah yang diperoleh dari subjek yang positif P falciparum secara mikroskopik dilakukan studi genotyping dengan MSP-1 dan MSP-2. Deteksi real time PCR menunjukkan sensitivitas empat kali lebih tinggi daripada pemeriksaan mikroskopik ( PCR: 1,3% vs. mikroskopik: 0,3%, OR:4 IK 95%: 0,396-196,990, p=0,18, tes McNemar). Genotyping dengan MSP-1 dan MSP-2 masing-masing mendapatkan lima dan tiga jenis alel berbeda. Berdasarkan MSP-1 didapatkan pengandung infeksi multiklonal sebesar 66,7% dengan rerata jumlah alel 2,1 per individu, sedangkan dengan MSP-2 hanya ditemukan infeksi monoklonal. Analisis sekuens menunjukkan kekerabatan dengan isolat dari Thailand dan Papua Nugini. PCR penting dilakukan dalam eliminasi malaria karena dapat mendeteksi infeksi sub-mikroskopik dan menentukan diversitas genetik parasit.

ABSTRACT
Microscopic examination has been being used in malaria program on regular basis. However, its limitations prevent it from obtaining information needed sufficiently. This study aims to obtain molecular data on malaria parasites in relation with elimination effort. Study subjects are 585 school children enrolled in the cohort study conducted for six month in Kabupaten Pesawaran, Lampung province. Microscopic examination has been performed to all cohort participants. Total of 301 blood spots underwent real time PCR detection using 18S rRNA. Genotyping study using MSP-1 and MSP-2 was performed to 11 blood spots taken from subjects positive for P falciparum by microscopy. Real time PCR detected malaria four times higher than microscopy (PCR: 1.3% vs. microscopy: 0.3%, OR:4, 95% CI: 0.396-196.990, p=0,18, McNemar test). Genotyping with MSP-1 and MSP-2 identified five and three distinct allele, respectively. A proportion of 66.7% was found to have multiclonal infection with average allele number of 2.1 based on MSP-1. To the contrary, MSP-2 found no infection containing more than one allele. Sequence analysis found relatedness between Lampung isolates with those from Thailand and Papua New Guinea. PCR is an important tool in malaria elimination as it can detect submicroscopic infection and determine genetic diversity of the parasites."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasni
"Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten yang endemis tinggi di Provinsi Lampung. Puskesmas Hanura merupakan wilayah dengan endemisitas yang tinggi dimana API 43,9?. Tujuan penelitian Mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di desa Lempasing puskesmas Hanura. Desain penelitian cross sectional dengan data primer, jumlah sampel 211, dilakukan uji chi-square. Data tentang sosio-demografi, pengetahuan, sikap, perilaku, dan lingkungan dikumpulkan dengan wawancara dan observasi melalui pengisian kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian malaria adalah pendidikan (OR=2,135; 95%CI: 1,168-3,902), dan penggunaan kelambu (OR=1,594: 95%CI: 1,067-2,383). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria.

Malaria one of communicable disease still remains public health problem in Indonesia even in the world. Pesawaran District is one high malaria endemic district in Lampung Province. Hanura Health Centre is a high malaria endemic area which its API 43,9?. This study aims to analyze Factors associated with the occurence of malaria in Hanura Health Centre. The design study is cross sectional study, using primary data, the overall samples are 211, chi-square test was done. Data of Socio-demografy, knowledge, attitude, and behavior collected through interview and observation using questionaires. The results showed that two were three variables significantly associated with malaria incidence; education (OR=2,135; 95%CI: 1,168-3,902), and using of bednets (OR=1,594: 95%CI: 1,067-2,383). Concluded that significantly assosiated between education and using bednets."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrul Hudaira
"Malaria is an infectious disease caused by a malaria parasite spread by female Anopheles mosquitoes, and is currently a public health problem. Besides causing death, it also affects work productivity and income. Puskesmas Hanura, wich is included ah High Incidence Area with AMI of l59,8 per 1000 persons, has done many efforts to deal with malaria, one of those is encouraging the use of bednets by distributing them to the community. The community there uses bednets while sleeping to help prevent malaria incidence.
This study used case control design, to elicit whether there is any significant relationship between exposure to mosquitoes and malaria by comparing case group and control group. Data were collected from Puskesmas I-Ianura, whit case group being patients who have been diagnosed with malaria (based on clinical symptoms and laboratory result) and control group are those who are not diagnosed with malaria, Primary data were also collected using stmctured questionnaires.
The result of bivariate analysis with a confidence of 95% showed that variabels correlating with malaria incidence the use of badnets with p value = 0,000 and OR = 4,177 (95%: 2,537-6,879), the use of mosquito coil with p value = 0,038 and OR = 1,962 (95% Cl: 1,078-3,57l) and being outside the housing during night time with p value = 0,016 and OR = 1,926 (95% CI: 1,159-3,20l).
The result of multivariate analiysis showed that using bednets when sleeping has a correlation with malaria incidence. Those who do not use bednets have 4,177 times begger risk to catch malaria than those who do. g.
It is suggested that the community be given thorough infomation on the importance of preventing the spread of malaria. The distribution of badnets should be continued and information should be given also regarding how to use bednets properly and their benefits. It is also suggested that people should stay inside the house night."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernawily
"Penyakit malaria di Indonesia saat ini masih merupakan penyakit serius yang menimbulkan kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, khususnya pada anak-anak. WHO memperkirakan 300-500 juta orang menderita malaria, kematian diperkirakan tiga juta orang setiap tahun. Menurut Depkes pada tahun 2000 tercatat 3100 kasus per 100.000 penduduk Studi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku pencarian pertolongan pengobatan pada informan ibu-ibu yang memiliki anak balita menderita malaria di desa Hanura dan desa Gebang kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan yang diharapkan berguna scbagai rnasukan bagi pengelola dan pelaksana program penanggulangan malaria di Kabupaten Lampung Selatan.
Studi ini menggunakan studi kualitatif dengan metode pengumpulan informasi yang digunakan adalah diskusi kelompok terarah (DIET) dan wawancara mendalam. Jumlah informan dalam studi ini sebanyak 36 orang yang terdiri dan 8 informan kunci dan 24 orang dari kelompok ibu yang mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas dan 4 orang dan kelompok ibu-ibu yang melakukan pengobatan sendiri.
Hasil studi menunjukkan gambaran karakteristik informan ibu-ibu yang mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas umurnya lebih muda dan pendidikan lebih tinggi dibandingkan kelompok informan ibu-ibu yang melakukan pengobatan sendiri. Pada umumnya pengetahuan informan tentang penyakit malaria belum memadai, pengetahuan informan ibu-ibu yang mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas lebih baik dibandingkam dengan informan ibu-ibu yang melakukan pengobatan sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan di puskesmas meliputi biaya pengobatan dan biaya transportasi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan sendiri.
Pada umumnya informan melakukan pengobatan sendiri lebih dahulu sebelum mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas. Upaya yang dilakukan untuk penyembuhan benmacam-macam cara yaitu dengan menggunakan ramuan tradisional, obat warung dan dukun. Pada umumnya informan minum obat tidak mengikuti aturan/petunjuk, mereka mempunyai kebiasaan minum obat hanya pada saat timbul gejala bila gejala hilang dianggap sembuh, mereka menghentikan minum obat. Warung dan dukun merupakan pilihan bagi informan untuk memperoleh obat dengan berbagai alasan seperti harganya lebih murah, rnudah diperoleh dan selalu tersedia. Pengobatan sendiri adalah biaya untuk mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas mahal selain biaya, pengobatan juga biaya transportasi sehingga mereka mengatakan tidak mampu. Puskesmas hanya bersifat pasif menunggu di puskesmas dan tidak lagi melakukan penyuluhan karena tidak tersedianya dana pemberantasan.
Dari studi ini disarankan kepada pengelola dan pelaksana program penanggulangan malaria di Kabupaten Lampung Selatan agar meningkatkan kegiatan penyuluhan rutin yang telah lama tidak dilakukan, Melibatkan pemilik warung dalam penyebarluasan informasi setelah dibekali pengetahuan tentang malaria dan pengobatannya. Kerjasama lintas sektoral terutama Diknas untuk memasukkan pokok bahasan penyakit malaria dalam mata pelajaran yang terkait sebagai mata pelajaran munlok (muatan lokal) mulai dari SD sampai SLTA.
Bagi petugas dalam memberikan obat anti malaria selain dosis menjelaskan dosis obat perlu menjelaskan akibat penggunaan obat tidak sesuai dengan dosis. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan adanya resistensi obat di desa Hanura dan Gebang untuk mengetahui penyebab tingginya angka kesakitan malaria.

Study of the Medication Seeking Behaviour among the Under-five's with Malaria in Sub District of Padang Cermin, District of South Lampung 2003In Indonesia malaria still remains serious disease that cause high both in mortality and morbidity, especially in children. The WHO indicated there were 300-500 million people suffering from malaria, the predicted mortality were about 3 million people per year. According to the Health Department (Depkes) in 2000 there were 3I00 cases of malaria per 100.000 person. This disease becomes one of chief causes of the under-five's mortality.
This study was conducted to obtain a description of the medication seeking behavior of the mother's who had under-five children with malaria in both Hanura and Gebang Villages, sub district of Padang Cermin, district of South Lampung. The result of this study was expected to be useful for input to the managers of the malaria controlling program in district of South Lampung.
The design of this study was a qualitative design using focus group discussion (FGD) and in-depth interview for data collection. Number of informant was 36 sons composed of 8 person as key informants, 24 mothers who had balita with malaria sought medication to the health center (Puskesmas), and 4 similar mother's who did self medication for malaria.
The results of this study showed that in general, the informant's who sought medication to the health centers were likely younger and had higher education than those who did self medication. The informant's knowledge about malaria was considered inadequate The mothers of the under five with malaria who sought medication to health center were likely to have a better knowledge than those who did self medication, The total cost spent for taking medication in the health center which included medicine and transportation was higher than those of the total cost spent if they did self medication.
In general, the informants were likely to seek own medication before taking medication from the health centers, they did some efforts such as using traditional medication, buying common medicine in drugstore or market, or seeking traditional healer. Generally the informants took the medicine not following the instruction that had been explained by health officers, so they took the medicine only if they felt the symptoms of this disease. If the symptoms was missing they assumed that their felt self-healed and stopped the medication.
In general, the mini market and traditional healers became better choices among informants due to some reasons such as, less expensive, easy to seek, and their services were always available. While if they sought in health center, it costed more expensive and faced transportation problems. The roled of the health centers was passive, there was no educational program anymore, because the operational cost was un available. From the result of this study, it is recommended the malaria controlling program manager in district of south Lampung should increase routine information program activities that were halted for a long time.
The following recommendation are also made involving mini market or mini drug store owner to disseminate information about malaria and strengthening, inter sector cooperation especially with the Education Department by intergrating malaria subject as of health education in schools as local matter.
Health center staffs should give more information about malaria drug dose and explain the side effects of inappropriate usage before deliver it to patients. It is strongly recommended to conduct other studies about malaria drugs resistance in both Hanura and Gebang villages to find out the underlying factors of high rate of malaria incidence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Ali Imron Yusuf
"Until now, malaria is still an important community health problem in Indonesia. Prior to the use of DOT in this year 1959, it can be said that there is no region in Indonesia that was free from malaria except for the high lands.
Lampung is a region that is endemic for malaria, but at the peak of eradication in the year 1963, Lampung was protected from malaria, even though in the year 1965 there were still malaria foci in Lampung, with an SPR? Of more than 2%.' Up to the year 1989, for regions outside of Java and Bali, Lampung has the least prevalence for malaria.1
The halt in malaria eradication using DOT was due to a change in the environment due to large developments that resulted in increased vector nesting sites, might have been the cause for the increase in malaria cases lately in Bandar Lampung.
"
Acta Medica Indonesiana, 2001
AMIN-XXXIII-3-JulSept2001-122
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Same Betera
"Malaria telah menciptakan krisis kebangkitan kembali dalam kontinum eliminasi di Zimbabwe, yang berbeda dari komitmen global untuk eliminasi malaria pada tahun 2030. Penelitian kohort retrospektif ini bertujuan untuk menentukan faktor risiko yang terkait dengan malaria berat di distrik Beitbridge dan Lupane. Pengambilan sampel multistage digunakan untuk merekrut 2414 orang yang tercatat dalam database Perangkat Lunak Informasi Kesehatan Distrik2 Tracker. Penelitian ini menggunakan IBM SPSS 29.0.2.0 (20) untuk analisis data, dan rasio odds (OR) untuk memperkirakan risiko relatif (RR; 95% CI; p <0,05). Studi ini mengungkapkan risiko relatif yang signifikan (p-value<0,05) untuk individu yang tidak memiliki Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Beitbridge 47,4; Lupane 12,3), mereka yang memiliki tetapi tidak menggunakan LLIN (Beitbridge 24,9; Lupane 7,83), mereka yang tidur di luar rumah pada malam hari (Beitbridge 84,4; Lupane 1,93), dan orang dewasa (Beitbridge 0,18; Lupane 0,22) dibandingkan dengan kelompok referensi yang sesuai. Faktor-faktor lain menunjukkan RR yang bervariasi: jenis kelamin (Beitbridge 126,1), pengobatan yang cepat (Beitbridge 6,78), pengunjung yang menjadi tuan rumah (Lupane 6,19), dan tempat tinggal (Lupane 1,94) dibandingkan dengan kelompok referensi yang sesuai. Manajemen faktor risiko perlu difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat setempat tentang malaria, cakupan universal LLINs pada ruang tidur di dalam dan di luar ruangan, program berbasis masyarakat tentang penggunaan LLIN yang tepat dan konsisten, skrining pengunjung dari daerah endemis malaria, kegiatan entomologi yang komprehensif, intervensi malaria campuran di titik-titik rawan di daerah pedesaan, dan penelitian di masa depan tentang dinamika penularan malaria lokal. Meskipun Zimbabwe memiliki potensi untuk mencapai tujuan global eliminasi malaria, keberhasilannya tergantung pada upaya mengatasi faktor-faktor risiko untuk mempertahankan kemajuan yang telah dicapai di antara daerah-daerah yang telah dieliminasi dari malaria.

Malaria has created a resurgence crisis in Zimbabwe’s elimination continuum, diverging from global commitment to malaria elimination by 2030. This retrospective cohort study aimed to determine the risk factors associated with severe malaria in the Beitbridge and Lupane districts. Multistage sampling was used to recruit 2414 individuals recorded in the District Health Information Software2 Tracker database. The study used IBM SPSS 29.0.2.0(20) for data analysis, and odds ratios (ORs) to estimate the relative risk (RR; 95% C.I; p < 0.05). The study revealed significant relative risks (p-value< 0.05) for individuals who had no Long-Lasting Insecticidal Nets (Beitbridge 47.4; Lupane 12.3), those who owned but used the LLINs (Beitbridge 24.9; Lupane 7.83), those who slept outdoors during the night (Beitbridge 84.4; Lupane 1.93), and adults (Beitbridge 0.18; Lupane 0.22) compared to the corresponding reference groups. Other factors showed varying RR: sex (Beitbridge 126.1), prompt treatment (Beitbridge 6.78), hosting visitor(s) (Lupane 6.19), and residence (Lupane 1.94) compared to the corresponding reference groups. Risk factor management needs to focus on increasing local awareness of malaria, universal LLINs coverage of indoor and outdoor sleeping spaces, community-based programs on proper and consistent LLIN usage, screening of visitors from malaria-endemic areas, comprehensive entomological activities, mixed malaria interventions in rural hotspots, and future research on local malaria transmission dynamics. While Zimbabwe has the potential to meet the global goal of malaria elimination, success depends on overcoming the risk factors to sustain the gains already made among malaria elimination districts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Takdare
"Pencapaian angka API tahun 2010 secara Nasional sudah memenuhi target (2 per 1000 penduduk). Pada data di atas menunjukkan bahwa Propinsi Papua dengan API tertinggi, yaitu 18,03 dan masih jauh dari yang ditargetkan,hal ini menunjukkan bahwa kasus malaria di Papua masih cukup tinggi dan memerlukan penanganan yang serius, dan propinsi dengan API terendah adalah propinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Bali, sedangkan di Kabupaten Kepulauan Yapen menunjukkan bahwa angka kasus malaria cukup tinggi, dengan angka API 233,1 per 1000 dan sudah melewati target yang ditetapkan. Saat ini program malaria masih mendapatkan bantuan pendanaan dari Global Fund, sehingga masih memiliki keterkaitan.
Keterkaitan kritis pada ke dua komponen tersebut, apabila tidak diatisipasi oleh pemerintah dari awal, salah satunya dengan menyiapkan anggaran yang telah dibiayai oleh GF ke dalam kegiatan rutin, maka akan terjadi penurunan cakupan kembali, sehingga dampaknya akan dirasakan oleh mayarakat Papua pada umumnya dan Kabupaten Kepulauan Yapen pada khususnya, apabila program perbantuan ini dihentikan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Keterkaitan Kritis antara Komponen Sistem Kesehatan dengan Global Fund untuk Program Malaria di Kabupaten Kepulauan Yapen Propinsi Papua. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan studi literatur yang berhubungan dengan Sistem Kesehatan dan Global Fund dengan pengumpulan data melalui informan terkait dengan cara wawancara mendalam.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa sehubungan dengan keterkaitan kritis antara Komponen Sistem Kesehatan dengan Globan Fund untuk Program Malaria di Kabupaten Kepulauan Yapen Propinsi Papua, berdasarkan fungsi dalam komponen tersebut, maka yang memiliki keterkaitan kritis adalah pada komponen Perencanaan, Pembiayaan serta Monitoring dan Evaluasi sedangkan yang tidak memiliki keterkaitan pada komponen Penatalayanan dan Pemerintah, Pelayanan, Peningkatan Akses Pelayanan. Berbeda pada Kabupaten Kepulauan Yapen, untuk komponen monitoring dan evaluasi tidak memiliki keterkaitan kritis.

The national achievement rate of API in 2010 has met the target (2 per 1000 population). It indicates that Papua Province with the highest API, which is 18.03 is left far from the target, that suggests that cases of malaria in Papua is quite high and require a serious action. Provinces with the lowest API are Jakarta, DI Yogyakarta and Bali, while in the Islands District Yapen showed that the number of malaria cases is quite high, with an API rate 233.1 per 1000 and had passed the target set. Currently malaria program got financing from the Global Fund , and it shows the relevance.
The critical interaction between the two-components, if doesn't well handled by the government from the beginning, by preparing a routine budget financed by the Global Fund, there will be a reduction in program coverage, and will impact to the whole society particularly in Papuan Islands District Yapen if the program is being stopped.
The purpose of this study is to determine the critical interaction between the Critical Component of Health System and the Global Fund for Malaria Program in Yapen Islands District of Papua. The method used in this research is qualitative method with in-depth interviews and literature studies related to Health System and the Global Fund by collecting data through informants related to the manner in-depth interviews, to reveal the Critical interactionbetween Component of Health System and the Global Fund for Malaria Programme Yapen Islands District of Papua.
This study concluded that according to the critical interaction between the Health System Component and the Global Fund for Malaria Program in the District of Yapen Islands Papua, in the relevance to the function of those components, the critical interactions are in the planning functions, finance function, monitoring and Evaluation function. In the other hand, the stewardship and the government, service delivery and the increase of service access did not show the relevances. Contrary to the districs of Yapen Island Papua, monitoring and evaluation component did not show critical interactions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31780
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Randiana
"Indonesia sebagai salah satu negara yang masih tinggi angka kesakitan malaria tahun 2007 sekitar 311 libu kasus, dan ditargetkan turun hingga 5 per 1000 penduduk pada tahun 2010. Berbagai faktor dapat mempengaruhi keberhasilan program pembelantasan malaria, termasuk penggunaan kelambu yang ditempat lain terbukti dapat menurunkan resiko malaria. Sampai dengan tahun 2007 angka kesakitan malaria di Kabupaten Aceh Jaya masih tinggi. Untuk itu perlu dilihat melihat bagaimana hubungan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Penelitian ini adalah penelitian observasional kasus kontrol yang dilakukan dengan cara wawancara tersuuktur. Responden adalah penduduk dad desa yang terpilih dalam kegiatan mass blood survey. Penduduk dengan hasil pemeriksaan posififdimasukkan sebagai kelompok kasus (97 orang), sedangkan penduduk dengan hasil pemeriksaan negatif dipilih secara random dan dimasukkan kedalam kelompok kontrol (194 orang). Analisis dilakukan secara multivaliat dengan menggunakan analisis regresi logistik.
Hasil penelitian mencmukan bahwa risiko malaria jika tidak menggunakan kclambu sebesar 2,11 (95% CI 0,91 - 4,93), OR kelambu dan anti nyamuk 11,9 (95% CI 2,29 - 62,0). Artinya mereka yang tidak menggunakan kclambu bcrisiko malaria sebesar 2,1 kali dibandingkan dengan mereka yang menggunakan kelambu, dan risiko malaria tersebut meningkat menjadi 11,9 kali jika tidak menggunakan anti nyamuk. Diketahui dari kelompok kasus 81,4% tidak menggunakan kelambu dan pada kelompok kontrol 38,I% tidak menggunakan kelambu. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak yang tidak menggunakan kelambu meskipun telah mendapatkan pembagian kelambu. oleh karena im Perlu meningkatkan penyuiuhan dan pcnyebaran infommasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan kelambu dan juga anti nyamuk baik itu anti nyamuk bakar, oles maupun semprot, dengan rnelibatkan secara aktif para tokoh masyarakat dan kader untuk menyampaikan informasi tenaang penyakit malaria secara benar dan dapat memberikan contoh yang baik sehingga tidak lagi menganggap remeh terhadap penyakit malaria.

Indonesia is one of the countries with high malaria incidence rate. In 2007, the incidence rate was 311000 cases and it is targetted to be decreased to 5 per 1000 resident in 2010. Many factors that influenced the success of malaria elimination program, including mosquiuto net utilization which has been proved to decrease malaria risk. Until 2007, the malaria morbidity rate in Aceh Jaya District was still high. Therefor, it is needed to examine the relationship of mosquito net utilization with incidence of malaria and factors contributed to it.
This was case control observational research conducted by sructured interview. Respondent were residents from selected villages in Mass Blood Survey. Residents with positive test result were included in case group (97 respondents) whereas those with negative test result were included in control group (194 respondents).
The results revealed that when mosquito net was not used, the risk of malaria was 2.11 (95% CI 0.91 - 493), OR of mosquito net and mosquito repellent was 11.9 (95% CI 2.29-620), meaning that those who did not use mosquito net had a risk to have malaria as 2.2 times compare to those who used mosquito net, and the risk was increased to 16.6 times when mosquito repellent was not used. The result showed that 81.4% of case group did not use the mosquito net whereas those in control group was 38.1% This suggested that many residents still.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34264
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erdianal
"Kecamatan Kampar Kiri Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar yang mempunyai angka penderita malaria klinis yang tertinggi (AMI = 79,19) dari 18 (delapan belas) kecamatan yang berada di Kabupaten Kampar. Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk anopheles, sp sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan dan salah satu dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian di Indonesia, dan dapat menimbulkan kerugian di bidang sosial ekonomi.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Sebagai kasus adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dengan gejala klinis dan basil pemeriksaan darah malaria positif, sedangkan kontrol adalah pasien yang berkunjung tanpa gejala malaria klinis, dan basil pemeriksaan darah negatif. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 69 kasus.
Faktor-faktor yang diteliti adalah tempat perkembangbiakan nyamuk, pemeltharaan temak besar, pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, pemakaian kawat kasa, dan pemakaian bahan penolak nyamuk (repelen).
Dari basil penelitian ini diketahui ada lima variabel yang berhubungan dengan kejadiaan malaria, yaitu tempat perkembangbiakan nyamuk dengan nilai p = 0,006 (OR 2,8 ; 95 CI 1,381 - 5,512), perneliharaan temak besar nilai p = 0,001 (OR 3,2 ; 95 CI 1,650 - 6,693), pemakaian kelambu nilai p = 0,017 (OR 2,4 ; 95 CI 1,226 - 4,845), penggunaan obat anti nyamuk nilai p = 0,026 (OR 2,3; 95% CI 1,158 - 4,564), dan penggunaan kawat kasa nyamuk nilai p = 0,027 (OR 2,3 ; 95% CI 1,153 -- 4,513).
Dan hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah pemeliharaan temak besar, dan diikuti oleh tempat perkembangbiakan nyamuk, dan pemakaian obat anti nyamuk.
Hasil penelitian ini agar pemerintah daerah Kabupaten Kampar merencanakan program pemberantasan malaria, dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang telah ada di masyarakat, meniadakan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk dan atau memeliharan ikan pemakan jentik nyamuk, memelihara temak, membudayakan pemakaian kelambu, memasang kawat kasa nyamuk di ventilasi rumah, dan pemakaian obat anti nyamuk yang ramah lingkungnan.

Kampar Kiri Tengah Sub-District has the highest number of malaria patients (AMI:79,19) out of 18 sub-district in Kampar district. Malaria is caused by Plasmodium and transmitted out by anopheles sp mosquitoes. Until now, malaria is a major health problem in Indonesia and is one of the top ten high fatality diseases in Indonesia, and is detrimental to socio-economic field.
This study utilizes a case control research design and the objective is to find out the factors related to the occurrence of malaria disease in Kampar Kiri Tengah Sub-District, Kampar District. The case group consists of patients who visit health centre and show clinical symptoms of malaria and whose blood examination result is positive. The control group consists of patients who do not have clinical symptoms of malaria and the blood examination is negative. The number of case group and control group is 69 patients, respectively.
Factors studied are mosquito breeding sites, living next to large cattle barns, the use of bed net, anti-mosquito chemical, wire netting, and repellent.
The result of the study suggested that there are five variables related to occurrence of malaria, namely mosquito breeding sites with p value = 0,006 (OR 2,8 ; 95% CI 1,381-5,512), living next to large cattle with p value = 0,001 (OR 3,2 ; 95% CI 1,650-6,693), the use of bed net with p value = 0,017 (OR 2,4 ; 95% CI 1,226 - 4,845), the use of anti-mosquito chemicals with p value = 0,026 (OR 2,3; 95% CI 1,158 - 4,564) and the use of wire netting with p value = 0,027 (OR 2,3 ; 95% CI 1,153 -4,513).
Multivariate analysis showed that most dominant factors is living next to large cattle, followed by mosquito breeding sites and the use of anti-mosquito chemical.
The results of study suggest that the authorities in Kampar district should plan and implement programs in eradicating malaria, by providing health education to the community through activities already undertaken within the community, eliminating possible site for mosquito breeding or encourage people to keep fish that predate on mosquito larvae, keep cattle, socializing the use of bed net, installing wire net on house ventilatioii and windows, and suggesting the use of environmentally anti-mosquito chemical.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Setyaningrum
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Southeast Asian Ovalocytosis (SAO) atau blase disebut dengan ovalositosis adalah suatu kelainan morfologi eritrosit yang berbentuk oval. Secara in vitro ovalositosis sudah dibuktikan resisten terhadap infeksi malaria, namun hasil penelitian secara in vivo masih kontroversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apekah terdapat perbedaan insidens infeksi malaria, densitas paresit dan fekuensi gejala klinis malaria antara amok ovalositosis (kelompok studi) dengan anak yang mempunyai eritrosit normal (kelompok kontrol).
Lokasi penelitian di dusun Selesung desa Pulau Legundi kecamatan Padang Cermin, Lampung selatan pada bulan September 1996 - Maret 1997. Objek penelitian adalah anak-anak usia 2-11 tahun, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok ovalositosis 16 anak dan kelompok kontrol 18 anak. Sebelum penelitian dimulai semua objek penelitian diberi obat kiorokuin dosis 25 mg/kg bb. dan primakuin dosis 5-15 mg/hari selama 14 hari yang bertujuan untuk menghilangkan parasit dalam darah dan sel hati. Setelah semua objek penelitian darahnya tidak mengandung parasit, dilakukan pengembilan dan pemeriksaan darah setiap dua minggu sekali dan setiap terjadi gejala klinis malaria (demem, menggigil dan berkeringat) selama periode 6 bulan.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil yang diperoleh selama 6 bulan ternyata insidens infeksi malaria pada ovalositosis lebih rendah daripada kontrol, namun setelah diuji dengan Chi Square tidak berbeda (p=0,890), demikian juga insidens infeksi P. falciparum pada ovalositosis lebih rendah daripada kontrol, namun setelah diuji dengan Chi Square tidak berbeda (p=0.513), sedangkan insidens infeksi P. vivax terdapat perbedaan yang sangat bermakna, yaitu pada ovalositosis lebih rendah daripada kontrol (p=0,000), walaupun demikian pengaruh stadium hipnozoit di dalam sel hall perlu dipertimbangkan. Densitas parasit malaria terdapat perbedaan yang bermakna, yaitu pada ovalositosis lebih rendah daripada kontrol (p=0,0455). Frekuensi gejala klinis malaria pada ovalositosis 3 kali lebih rendah daripada kelompok eritrosit normal.
Kesimpulan ovalositosis berpengaruh terhadap infeksi P.falciparum, sedangkan terhadap infeksi P.vivax belum dapat dibuktikan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T8384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>