Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77489 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosyadi Aziz Rahmat
"ABSTRAK
Latar Belakang
Lingkungan pendidikan di fakultas kedokteran dapat menjadi beban psikis bagi
mahasiswa karena penuh dengan stresor. Besarnya pengaruh stresor tersebut
dibuktikan dengan tingginya angka kejadian distres pada mahasiswa fakultas
kedokteran di seluruh dunia, sehingga diperlukan upaya untuk mengidentifikasi
sumbernya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengembangkan alat ukur untuk mengidentifikasi stresor
bagi mahasiswa pendidikan dokter tahap akademik.
Metode
Penelitian ini menggunakan teknik mixed methods (kualitatif dan kuantitatif),
studi Delphi untuk mengidentifikasi stresor dan desain potong lintang untuk uji
instrumen. Penelitian dilaksanakan pada mahasiswa tahap akademik Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) dengan populasi 995
orang. Sebanyak 58 mahasiswa dipilih secara stratified simple random sampling
untuk studi Delphi dan total sampling.untuk uji instrumen. Analisis menggunakan
program SPSS versi 17, uji reliabilitas dengan alpha Cronbach dan analisis faktor
dengan rotasi Oblimin.
Hasil
Di antara 90 stresor pada studi Delphi terseleksi 40 yang lolos uji instrumen.
Stresor dikelompokkan menjadi stresor akademis (18 butir), stresor personal (11
butir), stresor lingkungan belajar (6 butir), dan stresor lingkungan sosial (5 butir).
Instrumen Kuesioner Stresor Mahasiswa Pendidikan Dokter Tahap Akademik
(KSMPD-Akademik) yang dihasilkan memiliki nilai alpha Cronbach 0,911.
Masalah fasilitas pendidikan dan masalah akademis merupakan stresor yang
paling banyak dihadapi mahasiswa dan memiliki pengaruh paling besar.
Diskusi
Pada analisis faktor terdapat 43 butir yang memiliki nilai di bawah 0,3 pada
matriks Communalities. Sebanyak 7 butir lainnya memiliki korelasi yang rendah
terhadap seluruh butir karena nilai korelasi item-total di bawah 0,3 pada matriks
Item-Total Statistics. Butir yang terseleksi merupakan butir yang dapat mewakili
stresor bagi mahasiswa tahap akademik FK UISU. KSMPD-Akademik memiliki
reliabilitas yang baik. KSMPD-Akademik dikembangkan pada populasi
terjangkau, sehingga ada kemungkinan fakultas kedokteran lain memiliki stresor
yang berbeda. Mahasiswa FK UISU berpendapat bahwa pada pelaksanaan proses pembelajaran mahasiswa memerlukan fasilitas ruangan kelas dan laboratorium
yang lebih memadai.
Simpulan
KSMPD-Akademik mengukur tingkat kekerapan (frekuensi) dan tingkat pengaruh
stresor yang dihadapi mahasiswa pendidikan dokter tahap akademik. Instrumen
ini dapat dikembangkan dengan menggali stresor lain di institusi yang berbeda.

ABSTRACT
Background
Educational environment in medical school is very stressful that can cause
psychological problems. Many researches identified high incidence of distress
among medical students around the world. Early identification is necessary,
advisably since undergraduate (academic) medical course to prepare students
facing the clinical situation (workplace) with higher level of stress.
Purpose
To develop instrument to identify stressors for academic medical students.
Methods
A mixed methods study (qualitative and quantitative) using Delphi technique to
identify stressors and cross-sectional design to develop the instrument has been
conducted among 995 academic medical students in Faculty of Medicine, Islamic
University of Sumatera Utara (FM IUSU). Sample of 58 on Delphi study were
chosen by stratified simple random sampling and a total sampling methods on
instrument development. Data were analyzed using SPSS version 17 by reliability
test with Cronbach’s alpha and factor analysis with Oblimin rotation.
Result
About 40 of 90 items obtained from Delphi study fulfill the criteria as stressor
instrument and named as Stressor Questioner for Academic Medical Student
(Kuesioner Stresor Mahasiswa Pendidikan Dokter Tahap Akademik (KSMPDAkademik)).
They are grouped into academic stressors (18 items), personal
stressors (11 items), learning environment stressors (6 items), and social
environment stressors (5 items). KSMPD-Akademik reached 0.911 of Cronbach
alpha. Stressors encountered by the respondents mostly associated with
educational facilities and academic problems. These stressors are well
established as stressor that has the most impact.
Discussion
There were 43 inadequate items removed by factor analysis because the value
found was below 0.3 on Communalities matrix. Seven items were further removed
because the value found was below 0.3 of item-total correlation on Item-Total
Statistics. The items selected by factor analysis and reliability test could represent
the stressors faced by the academic medical student in FM IUSU. KSMPDAkademik
has good reliability. KSMPD-Akademik was developed from FM IUSU
population, with the possibility of having other stressor if applied to other medical school. Students in FM IUSU require more adequate classroom and laboratory
facilities in implementing the learning process.
Conclusion
KSMPD-Akademik could measure the frequency and the degree of influence
(impact) of potential stressors experienced by the academic medical students. This
instrument could be further developed by exploring other stressors in different
institutions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Pratama Kurniawan
"Latar Belakang: Stres dialami semua orang tidak terkecuali mahasiswa. Namun, mahasiswa fakultas kedokteran memiliki tingkat stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa di fakultas lainnya. Stres dikhawatirkan dapat berdampak negatif seperti gangguan kesehatan, penurunan kemampuan kognitif, kecemasan, dan burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres mahasiswa tahap akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kaitannya dengan performa akademik.
Metode: Penelitian cross-sectional ini menggunakan instrumen PSS-10 yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk mengukur tingkat stres mahasiswa dan performa akademik berupa nilai modul terakhir mahasiswa. Nilai dikelompokkan menjadi 3 yaitu nilai sangat memuaskan (A- dan A), memuaskan (B-, B dan B+), dan kurang memuaskan (
Hasil: Skor stres mahasiswa tingkat 1 paling tinggi dengan skor median 21,00±(6,721), tingkat 2 dengan skor median 18,50±(6,013), dan tingkat 3 dengan skor median 19,00±(6,543). Pada semua tingkat ditemukan kelompok mahasiswa dengan nilai sangat memuaskan memiliki median dan mean tingkat stres paling rendah dibanding dengan tingkat lainnya. Analisis tingkat stres antar kelompok nilai hanya bermakna secara statistik pada mahasiswa tingkat 3 (p<0,05).
Simpulan: Tidak ditemukan pengaruh yang pasti antara stres dengan performa akademik dikarenakan hubungan bermakna hanya ditemukan pada mahasiswa tingkat 3 fakultas kedokteran (nilai p <0,05).

Introduction: Everyone definitely has experienced stress in their daily life regardless. However, medical students experience a higher level of stress than other college students in other faculty. Stress could induce some negative impacts such as declining health, lowering cognitive skills, anxiety, and burnout. Therefore, this study aims to measure the stress level of preclinical medical students in University of Indonesia and its correlation with academic performance.
Method: This cross-sectional study used PSS-10 questionnaire that has been translated to Indonesia language as an instrument to measure stress level. Their academic performance is measured by students’ final grade in the last module. Final grades are divided to three groups, highly satisfactory with grades of A- and A, satisfactory with grades from B- to B+, and less satisfactory with grade below B-. Kruskal-wallis or ANOVA test is used to find a statistical significance between stress levels in groups.
Results: The result is first year students have the highest stress level with the median score of 21,00±(6.754), second year students with median score of 19,00±(6.029), and the third year students have the median score of 19,00±(6.543). In every year, the very satisfactory group has the lowest mean score and median stress score compared to other groups in the same year, with a statistical difference only appear in third year students (p<0.05).
Conclusion: There are not enough evidence to conclude a significance correlation between stress level and academic performance, since the statistical difference is only found in the third year medical students (p<0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Bunga Nafara
"Pendahuluan: Pembelajaran klinik pada pendidikan kedokteran harus mengalami perubahan yang drastis akibat terjadinya pandemi COVID-19, yaitu transisi dari sistem pendidikan tradisional menuju ke sistem daring yang mengakibatkan hilangnya dan berkurangnya pengalaman keterampilan klinis yang diperoleh mahasiswa. Transisi yang tiba-tiba mengakibatkan mahasiswa harus beradaptasi secara cepat tanpa tersedianya panduan dan sumber daya yang memadai. Proses adaptasi ini menjadi tantangan tersendiri dan memegang peran penting dalam keberhasilan pendidikan klinis.
Tujuan: Mengeksplorasi adaptasi mahasiswa dalam pembelajaran bauran pada pendidikan kedokteran tahap klinis di masa pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kualitatif fenomenologi. Data dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD) dengan 33 mahasiswa yang terbagi dalam empat sesi. Data diolah dengan metode analisis tematik. Untuk memastikan trustworthiness dilakukan triangulasi peneliti dan member checking. Analisis dilakukan berdasarkan tema yang muncul.
Hasil: Terdapat 9 tema dalam 3 kategori. Kategori pertama yakni perubahan yang terjadi pada pembelajaran klinis di masa pandemi yang terdiri dari perasaan mahasiswa, perubahan pada sistem pembelajaran klinis dan kendala yang ditemui. Kategori kedua adalah persepsi mahasiswa terhadap pembelajaran bauran pada pendidikan klinis di masa pandemi COVID-19 yang terdiri dari keunggulan dan kekurangan dari pembelajaran bauran. Kategori ketiga yaitu adalah adaptasi mahasiswa dalam pembelajaran bauran di masa pandemi COVID-19 yang terdiri dari tema adaptasi mahasiswa terhadap kondisi pandemi dan adaptasi mahasiswa terhadap pembelajaran bauran.
Kesimpulan: Mahasiswa melakukan upaya penyesuaian diri baik terhadap kondisi pandemi dan terhadap pembelajaran bauran. Mahasiswa memiliki persepsi dari keunggulan dan kekurangan pembelajaran bauran. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam pembelajaran bauran ynag terdiri dari faktor internal dan eksternal.

Introduction: Clinical teaching in medical education experienced drastic changes due to the COVID-19 pandemic. Without any available guideline and appropriate sources, the adaptation process become challenge for students and it is crucial to determine the success in clinical education.
Purpose: To explore student adaptation in blended learning in clinical stage medical education during COVID-19 pandemic.
Methods: This study used qualitative phenomenology design. Data was collected through focus group discussions (FGD) with 33 students divided into 4 sessions. Data were analyzed using thematic analysis methods. Triangulation and member checking were used to ensure trustworthiness.
Results: There are 9 themes in 3 categories found in the study. First category is changes in clinical learning during pandemic which consist of changes in education system, student's emotional reactions and obstacles. Second category is medical student perception about blended learning during pandemic consist of benefits and burdens. Third category is student adaptation consist of student adaptation towards pandemic situation, adaptation towards blended learning, factors influencing and student expectations.
Conclusion: Students made efforts to adapt both toward pandemic conditions and blended learning. Students identified benefits and burdens using blended learning model. Some factors influence their success in blended learning which consists of internal and external factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zayadi Zainuddin
"ABSTRAK
Latar Belakang: Setiap mahasiswa akan memilih gaya belajar yang menguntungkan
untuk situasi belajar tertentu. Gaya belajar aktivis diduga lebih sesuai untuk aktivitas
belajar mandiri dibandingkan dengan gaya belajar lain. Lingkungan belajar yang
dirancang untuk pembelajaran mahasiswa akan memunculkan persepsi yang berbeda,
baik persepsi positif maupun negatif. Persepsi ini diduga dapat mendorong atau
menghambat belajar mandiri. Metode: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan
desain kasus kontrol. Populasi terdiri atas mahasiswa yang tidak siap (kasus) dan siap
belajar mandiri (kontrol) dengan minimal sampel sebanyak 55 mahasiswa untuk
masing-masing populasi. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
pertama dengan pengisian kuesioner Self Directed Learning Readiness Scale
(SLDRS) Fisher dan tahap kedua dengan pengisian kuesioner Learning Style
Questionairre (LSQ) Honey-Mumford dan Dundee Ready Educational Environment
Measure (DREEM). Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13.00.
Hasil: Gaya belajar aktivis tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat
kesiapan belajar mandiri (p>0.05) namun persepsi mahasiswa mengenai lingkungan
belajar memiliki hubungan yang bermakna (p<0.05). Mahasiswa yang kurang puas
terhadap lingkungan belajar memiliki kemungkinan 3.852 kali tidak siap belajar
mandiri dibandingkan dengan mahasiswa yang puas (p<0.05 dan OR=3.852).
Kesimpulan: Gaya belajar aktivis tidak berpengaruh terhadap tingkat kesiapan
belajar mandiri. Persepsi mahasiswa mengenai lingkungan belajar berpengaruh
terhadap tingkat kesiapan belajar mandiri, sehingga perlu upaya peningkatan
kesiapan belajar mandiri mahasiswa dengan memperbaiki lingkungan belajar.

ABSTRACT
Background: Each student will choose their own learning style that are more
beneficial for one learning situation. Activist learning style has been expected
more suitable for self directed learning than other learning style. Learning
environment that designed for students’ learning will lead to different perceptions,
either positive or negative. This perception could inhibit or encourage self directed
learning. Method: This is a quantitative research using case control design.
Population consists of students who are not ready (cases) and ready to self
directed learning (control) with minimal sample of 55 students for each population.
The data was collected using questionnaires in two stages. First’ stage for Self
Directed Learning Readiness Scale (SLDRS) Fisher questionnaires and the second
stage for Learning Style questionnaire (LSQ) Honey-Mumford and Dundee
Ready Educational Environment Measure (DREEM) questionnaires. Data were
analyzed using SPSS 13.00 program. Result: Activist learning style showed no
significance relationship with self directed learning readiness levels (p>0.05) but
students' perceptions of educational environment showed significant relationship
(p<0.05). Students who are not satisfied to learning environment have the
possibility of 3.852 times more unready to self directed learning than students
who are satisfied (p<0.05 and OR = 3.852). Conclusion: Activist learning styles do
not influenced the level of self directed learning readiness. Students’ perceptions
of the educational environment influenced self directed learning readiness level,
therefore an effort is needed to increase students' self directed learning
readiness by improving the educational environment."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Landauw
"Pendahuluan: Pemilu 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan serentak dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus menyelesaikan penghitungan suara di hari yang sama dengan penambahan kertas suara. Keadaan ini menyebabkan petugas KPPS meninggal dan sakit diduga akibat stres dan kelelahan akibat beban kerja yang berlebihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan respon stres pada petugas KPPS Pemilu 2019.  
Metode: Desain studi potong lintang menggunakan data sekunder dilakukan terhadap masalah yang diteliti meliputi 80 data petugas KPPS di TPS di Jakarta, Banten, dan Yogyakarta. Stresor kerja dan respons stres dinilai dengan NBJSQ bahasa Indonesia. Beberapa model regresi logistik digunakan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait dengan respons stres.
Hasil: Stresor pekerjaan yang paling dirasakan oleh petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelebihan beban kerja kuantitatif (47,5). Respon stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelelahan (17,5%). Tidak ada hubungan antara stresor pekerjaan dan faktor individu dengan respon stres (p>0,05).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kelebihan beban kerja kuantitatif merupakan stresor kerja utama di kalangan petugas KPPS pada pemilihan umum 2019. Stresor tersebut dapat memicu kejadian serangan jantung pada individu yang memiliki predisposisi.

Introduction: The 2019 general election in Indonesia was the first general election to be held simultaneously and election officers (KPPS) had to complete the vote count on the same day with additional ballot papers. This situation caused high mortality and morbidity among KPPS officers due to stress and fatigue caused by job overload. This study was aimed to explore the factors related stress response in 2019 election KPPS officers.
Methods: A cross-sectional study design was conducted to the issue under the study included 80 data of KPPS officers at Polling Station (TPS) in Jakarta, Banten, and Yogyakarta. Occupational stressor and stress response was assesed with NBJSQ bahasa Indonesia. Multiple logistic regression models were used to explore factors associated with stress response.
Results: The most perceived occupational stressor experienced by the 2019 General Election KPPS officers in this study were quantitative job overload (47,5%).The stress response that occurred in the 2019 General Election KPPS officers in this study was fatigue (17.5%). There was no relationship between occupational stressor and individual factors with stress response (p>0.05). The stressor can trigger the incidence of heart attacks in predisposed individuals.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellina Yovita
"Selama menghadapi proses adaptasi, mahasiswa tahun pertama rentan mengalami stres akademik yang tinggi. Berbagai usaha dapat dilakukan untuk menurunkan pengaruh stres akademik terhadap subjective well being (SWB) salah satunya dengan memiliki tingkat optimisme yang tinggi. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh optimisme dalam memoderasi pengaruh stres akademik terhadap SWB. Terdapat 4 alat ukur yang digunakan, meliputi The Positive Affect and Negative Affect Schedule (Watson et al. 1988), The Satisfaction With Life Scale (Diener et al. 1985), Student-life Stress Inventory (Gadzella, 1994), dan Life Orientation Test-Revised (Scheier & Carver, 1994). Dari 215 partisipan ditemukan bahwa stres akademik secara signifikan menurunkan SWB (t(213)=-7,119, p<0,05), dimana 18,8% varians dari skor SWB dapat dijelaskan oleh stres akademik. Optimisme secara signifikan meningkatkan subjective well-being (t(213)=5,271, p<0,05), dimana 11,1% varians dari skor SWB dapat dijelaskan oleh optimisme. Walaupun demikian, peningkatan optimisme tidak memperlemah pengaruh stres akademik terhadap subjective well-being pada mahasiswa tingkat pertama (t(211)=0,491, p>0,05), dimana 24,5% dari skor SWB dapat dijelaskan oleh stres akademik dan optimisme. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan bahan dalam penyusunan intervensi pada mahasiswa yang memiliki masalah dalam prestasi akademis yang disebabkan oleh stres akademis.

The first-year undergraduate students are prone to academic stress. Various ways can be done to reduce the influence of academic stress on subjective well-being, one of which by having a high level of optimism. This study examined the effect of academic stres on subjective well-being with optimism as the moderator among first year undergraduates. This study used 4 measures, which were the Positive Affect and Negative Affect Schedule (Watson et al. 1988), the Satisfaction With Life Scale (Diener et al. 1985), the Student-Life Stress Inventory (Gadzella, 1994), and the Life Orientation Test-Revised (Scheier & Carver, 1994). This study found that academic stress descreased subjective well-being significantly (t(213)=-7,119, p<0,05), where 18,8% of SWB variance was explained by academic stress. On the other hand, optimism increased subjective well-being significantly (t(213)=5,271, p<0,05), where 11,1% of SWB variance was explained by optimism. Nevertheless, the increase in optimism did not lessen the influence of academic stress on subjective well-being among first-year undergraduate students (t(211)=0,491, p>0,05), where 24,5% of SWB variance was explained by academic stress and optimism. This research is useful in providing material for the preparation of interventions on students who have problems in academic performance due to academic stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nailul Dina Afera
"Stres akademik merupakan stres yang banyak terjadi dikalangan mahasiswa. Trait kepribadian neuroticism merupakan salah satu penyebab stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara trait kepribadian neuroticism dengan tingkat stres akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penelitian menggunakan metode deskriptif-korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 91 orang mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan dari tahun pertama hingga tahun akhir menjadi sampel penelitian ini dengan teknik simple random sampling. Kuesioner penelitian menggunakan SLSI (Student-life Stress Inventory) dan NEO FFI (Neo Five Factor Inventory). Hasil penelitian didapatkan 44% mahasiswa mengalami stres akademik berat dan 44% mahasiswa memiliki nilai trait kepribadian neuroticism tinggi.
Hasil analisis hubungan didapatkan ada hubungan signifikan antara trait kepribadian neuroticism dengan tingkat stres akademik (p=0.00; α=0.05). Menghindarkan diri dari emosi negatif serta manajemen stres yang baik sangat perlu dilakukan oleh mahasiswa agar terhindar dari nilai trait kepribadian neuroticism yang tinggi serta stres akademik berat.

This study focused on the trait personality neuroticism dan academic stress among nursing students at Faculty of Nursing Universitas Indonesia. This study aimed to identify the correlation between trait personality neuroticism and academic stress.
Correlatives cross-sectional method is chosen as a design of research methodology involving 91 nursing students. SLSI (Student-life Stress Inventory) and NEO FFI (NEO Five Factor Inventory) used as research instrument.
The result shows 44% of students experienced severe of academic stress and 44% of students have high trait personality neuroticism and there is significant correlation between trait personality neuroticism and academis stress (p value 0.00; α 0.05). Keep the negative emotions away and have a good stress management are needed by students in order to avoid the high score of the personality trait neuroticism and severe academic stress.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hervi Salsabila Mahkota Parentsia
"

Latar belakang: Mahasiswa fakultas kedokteran diketahui memiliki tingkat stress tinggi karena memerlukan usaha besar dalam menjalani perkuliahannya. Stress dapat menimbulkan dampak buruk bagi fisik, psikis, maupun skor nilai akademis mahasiswa. Maka dari itu dibutuhkan mekanisme koping yang efektif untuk mencegah dampak buruk tersebut. Resilience diduga menjadi hasil mekanisme koping yang baik. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Resilience dan Coping strategies terhadap performa akademik mahasiswa program studi Pendidikan dokter FKUI tahap pre klinik. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan total sampel dari Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKUI tahap preklinik pada tahun 2020. Hasil: Sejumlah 607 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, dari angkatan 2017-2019 (tingkat respon 85.13%). Pada ketiga angkatan terdapat hubungan yang bermakna antara mekanisme Adaptive coping dengan tingkat Resilience (r = 0,605, p < 0,05). Sedangkan mekanisme Maladaptive coping memiliki korelasi negatif yang hubungannya tidak bermakna dengan tingkat Resilience (r = -0,053, p > 0,05). Terdapat pula hubungan yang tidak bermakna antara Resilience dengan performa akademik mahasiswa (r = 0,072, p > 0,05). Pada ketiga angkatan juga diperoleh hasil bahwa performa akademik memiliki hubungan yang bermakna dengan mekanisme Adaptive coping (r = 0,122, p < 0,05) namun tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan mekanisme Maladaptive coping (r = 0,037, p > 0,05). Kesimpulan: Performa akademik mahasiswa kedokteran tahap pre klinik merupakan sebuah hal kompleks yang ditentukan oleh berbagai faktor. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme Adaptive coping memiliki korelasi yang kuat dengan Resilience dan memiliki korelasi yang lemah dengan performa akademik. Selain itu, hubungan antara Resilience dengan performa akademik menunjukan korelasi yang tidak signifikan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa tidak terdapatnya korelasi yang signifikan antara mekanisme Maladaptive coping dengan Resilience dan performa akademik. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping yang bersifat adaptif merupakan salah satu proses yang dapat mempengaruhi performa akademik mahasiswa kedokteran tahap pre klinik.

 


Background: Undergraduate medical students are often exposed with high demand and stressful events related to their study in medicine. In order to learn well and keep the study performance, students need to employ Adaptive coping mechanisms. Resilience is suggested as the result of this process. Objectives: This study aims to assess the relationships between coping mechanisms, Resilience and academic performance in undergraduate medical students, particularly in the preclinical years (year 1-3). Methods: This was a cross-sectional study with total sampling approach. The study involved year 1-3 undergraduate medical students at the Faculty of Medicine Universitas Indonesia. The respondents were asked to complete CDRISC (for Resilience) and Brief COPE (for coping mechanism). Data on cumulative GPA on the particular year were obtained from the school central administration upon consent from the respondents. The data collection was completed in January - February 2019. Results: A total of 607 students (85.13% response rate) voluntarily participated in the study. Resilience showed statistically significant, strong, and positive correlation with Adaptive coping (r = 0,605, p < 0,05) and no correlation with Maladaptive coping (r = -0,053, p > 0,05). No significant correlation was found between Resilience and students academic performance (r = 0,072, p > 0,05). Furthermore, Adaptive coping significantly correlated with academic performance (r = 0,122, p < 0,05) whereas Maladaptive coping showed no correlation (r = 0,037, p > 0,05). Conclusion: Academic performance of undergraduate medical students is a complex construct determined by various factors. This study highlights that Adaptive coping mechanism strongly correlated with Resilience and weakly correlated with academic performance. Furthermore, there was no significant correlation between Resilience and academic performance. This study also shows that there were no significant correlations between Maladaptive coping mechanism with Resilience and academic performance. Therefore, it can be concluded that Adaptive coping mechanism can be seen as one of the process that can affect undergraduate medical students academic performance.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Ahmad Gamal Arigi
"Latar Belakang: Pendidikan kedokteran dianggap sebagai salah satu pendidikan yang memiliki stressor tinggi. Banyaknya sumber stressor dari mahasiswa tersebut apabila tidak sejalan dengan strategi coping yang baik maka berdampak terhadap keinginan untuk menunda menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan dan perbandingan jenis penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa kedokteran tahap preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan pada 202 mahasiswa semester 2, 4, 6 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram pada April 2023. Data didapatkan menggunakan instrument Brief Cope dan kuesioner Prokrastinasi akademik yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Terdapat hubungan antara penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik mahasiswa kedokteran Preklinik dengan nilai p=0.002 (<0.05). Terdapat perbedaan nilai penggunaan strategi coping dan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dengan nilai uji P pada nilai penggunaan strategi coping 0,008 (p<0,05) dan nilai prokrastinasi akademik sebesar 0,010 (p<0,05). Problem focused coping pada aspek planning dan jenis prokrastinasi akademik pada aspek penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.20 dan 2.55. Kesimpulan: Prokrastinasi akademik pada mahasiswa merupakan masalah yang sering terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu strategi coping. Sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan strategi coping yang efektif guna mengurangi prokrastinasi akademik dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan mereka.

Background: Medical education is an education that has a high stressor. The many sources of stress for these students, if not accompanied by effective coping strategies, will have an impact on starting and delaying completing academic assignments. This study explores the relationship and comparison of coping strategies and academic procrastination in medical students at the preclinical stage. Methods: This study used a cross-sectional study design and was conducted on 202 students in grades 2, 4, and 6 of the Faculty of Medicine, University of Mataram, in April 2023. Data were obtained using the Brief Cope instrument and an academic procrastination questionnaire, which had been tested for validity and reliability. Results: There was a relationship between the use of coping strategies and academic procrastination in preclinical medical students, with p = 0.002 (<0.05). There are differences in scores using coping strategies and academic procrastination for students in grades 2, 4, and 6, with a P value of 0.008 (p<0.05) for coping strategies and 0.010 (p<0.05) for academic procrastination. Problem-focused coping on planning aspects and types of academic procrastination on aspects of delays in starting or completing assignments have the highest average scores of 3.20 and 2.55. Conclusion: Academic procrastination among students is a problem that often occurs. One of the factors that can influence it is the coping strategy. It is necessary to develop and implement effective coping strategies to reduce academic procrastination and increase academic achievement and welfare."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masreni R.
"Tingkat stres pada mahasiswa dapat mempengaruhi kualitas tidur dan dapat mempengaruhi munculnya gangguan tidur. Penelitian ini membahas mengenai hubungan tingkat stres dengan gangguan tidur pada mahasiswa tingkat akhir FIK UI. Penelitian menggunakan desain deskriptif korelatif. Sampel berjumlah 70 mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan angkatan 2011. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi, 20 pernyataan kuesioner tingkat stres, dan 7 pertanyaan mengenai tidur SMH Questionnarie.
Melalui hasil analisis chi square menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat stres dengan gangguan tidur (p value 0,018; α 0,05). Hasil menunjukkan mahasiswa dengan tingkat stres sedang dan mengalami gangguan tidur (67,6%); mahasiswa dengan tingkat stres ringan dan mengalami gangguan tidur (36,4%). Rekomendasi yang dapat dilakukan oleh perawat pada mahasiswa adalah melakukan manajemen stres dan meningkatkan kualitas tidur.

This study used descriptive correlative design which anime to identify the relationship between stress levels and sleep disturbance in college students. This research was using sample amounted 70 students come from Faculty of Nursing University of Indonesia. Researcher also used simple random sampling. Respondents were given questionnaires which was consists of 3 statements about demographic data, 20 statements about the level of stress, and 7 statements of sleep disturbance SMH questionnaires.
The result showed there was bound relationship between stress levels and sleep disturbance (p value 0,018; α 0,05). Result showed students with moderate levels of stress and the incidence of sleep disturbance (67,6%); and students with mild stress levels and the incidence of sleep disturbance (36,4%). The recommendations can be done by nurses is performing management of stress and improve the quality of sleep.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S64732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>