Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutabarat, Sarah Lasmaria
"ABSTRAK
Jaminan merupakan hal yang penting dalam perjanjian kredit, karena dengan adanya jaminan maka seandainya debitur tidak melaksanakan kewajibannya, kreditur dapat memperoleh pelunasan dari penjualan jaminan yang ada. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata namun ada juga jaminan yang tidak di atur di dalam KUHPER, salah satunya adalah Jaminan Fidusia ( UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). Perjanjian fidusia merupakan perjanjian jaminan hutang yang bersifat assesoir (perjanjian tambahan). Dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, maka semua harta kekayaan debitor dinyatakan sebagai harta pailit, tak terkecuali benda jaminan fidusia yang haknya telah beralih kepada kreditor pemegang jaminan fidusia, yang secara fisik benda jaminan itu masih dikuasai debitor. Dalam hal kreditor pemegang hak jaminan tidak melaksanakan haknya maka kurator berhak meminta seluruh kebendaan (sertifikat-sertifikat dan bukti lainnya) dari pemegang jaminan untuk kemudian dilelang dan kemudian dibagikan kepada para kreditor tanpa mengurangi hak separatis dari pemilik hak jaminan tersebut.
Jika Debitur Pailit, maka eksekusi kreditur separatis ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

ABSTRACT
Warranties are important in the credit agreement , due to the presence of the collateral if the debtor does not perform its obligations , the creditor may obtain repayment of the existing sales collateral . In the Book of Civil Law , but there is also a guarantee that they are not set in the Civil Code , one of which is a Fiduciary ( Undang-Undang no. 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ). Fiduciary agreement is an agreement that is collateral assesoir ( additional agreements ) . In the event that the debtor is declared bankrupt by the Commercial Court , then all assets the debtor declared bankruptcy estate , not to mention objects fiduciary whose rights have been transferred to the creditor fiduciary holder , which guarantees that the physical object is still controlled by the debtor . In terms of creditor rights holders do not exercise their rights guarantee the right to ask the curator of the whole material ( certificates and other evidence ) of the holders of a guarantee for later auctioned and then distributed to the creditors without prejudice to the rights of the owner of separatists such security interest .
If the Bankrupt Debtors , the execution creditor separatist suspended for a period not exceeding 90 (ninety ) days from the date of the bankruptcy judgment is pronounced ."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abraham Yazdi Martin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Willing Learned
"Peranan Lembaga pembiayaan sangat dibutuhkan sebagai sarana penyediaan dana bagi masyarakat dalam rangka menunjang pembanguan ekonomi. Leasing sebagai salah satu bidang usaha perusahaan pembiayaan selama ini mendasarkan pada perjanjian lesing. Dalam Leasing terdapat perjanjian yang dibentuk oleh para pihak yaitu pihak Lessor di satu sisi dan pihak Lessee di sisi lainnya sesuai asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1). Dalam perjanjian leasing itu telah ditegaskan hak dan kewajiban para pihak termasuk dalam hal kemungkinan terjadi masalah yang terkait dengan isi perjanjian. Untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran uang sewa, serta untuk mencegah timbulnya kerugian bagi pihak Lessor, umumnya seperti lembaga pembiayaan yang lain seperti bank pihak Lessor akan meminta jaminan dari pihak Lessee. Jaminan itu dapat berupa jaminan Fidusia, sebab dengan adanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka tersedia upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak Lessor bila Lessee melakukan tindakan wanprestasi. Dalam Undang-Undang ini, perjanjian pokok yang dibebani Jaminan Fidusai wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan Sertipikat Jaminan Fidusia, sehingga dengan sertipikat tersebut pihak Lessor dapat melakukan parate eksekusi atas barang jaminan milik Lessee. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah dengan diterapkannya Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Lessor serta dapat menjamin kesinambungan usaha perusahaan pembiayaan umumnya dan perusahaan leasing khususnya yang pada gilirannya akan membantu pemulihan ekonomi Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Anggiagita
"Dengan meningkatnya pembangunan yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, hal ini yang menjadi latar belakang lahirnya lembaga jaminan Hak Tanggungan. Skripsi ini menjelaskan mengenai adanya konflik norma di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 dan juga di dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mengakibatkan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan sebagai Kreditor Separatis yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dapat tidak terwujud. Perlindungan dan kepastian hukum yang diberikan undang-undang kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 tentang hak preference seorang kreditor; Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 20 ayat (2) dan (3) tentang eksekusi Hak Tanggungan; Pasal 11 ayat (2) tentang janji yang harus dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) untuk melindungi kreditor ketika debitor wanprestasi, serta ketentuan Pasal 7 tentang asas droit de suite yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan tetap menjamin objeknya sekalipun beralih kepada pihak ketiga sehingga akan tetap menjamin pelunasan piutang kreditor dan Pasal 21 mengenai “Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undang-undang ini. Kesimpulan dalam penelitian mengenai perlindungan dan kepastian hukum dalam Pasal-Pasal tersebut dapat tidak terwujud dikarenakan adanya konflik norma dalam Pasal 6 UUHT tentang kewenangan menjual sendiri jaminan kebendaan (Parate Eksekusi) dan ketentuan pada Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU tentang penangguhan eksekusi bagi kreditor separatis dalam hal kepailitan. Penelitian ini bermetodekan yuridis- normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundang-undangan terkait.

Along with the increasing development of economy, also required the provision of substantial funds that requires strong institutions which guarantee the rights and able to provide legal certainty for the concerned parties, in which also encourage the growth of community participation in the development, those are the background of the birth of mortgage guarantee agency. This thesis describes the conflict of norms in the Law No.4 of 1996 regarding Mortgage (UUHT) and also in the Law No 37 of 2004 regarding Bankruptcy Act and the Suspension of Payment (UUKPKPU) that may cause legal uncertainty to the protection of mortgage holder creditor as secure creditor based on Law No. 4 of 1996. The protection and legal certainty for mortgage holder creditor contains in Article 1 paragraph 1 regarding the preference right of a creditor; Article 6, Article 14 paragraph (1), (2), and (3) and Article 20 paragraph (2) and (3) of the mortgage execution; Article 11 paragraph (2) on the provision that must be included in the Deed of Granting Mortgage (APHT) to protect creditor when a debtor defaults, as well as the provision of Article 7 of the principle of droit de suite which states that the object remains guarantee, even if it will be switched to a third party, would still guarantee the repayment of creditors’ accounts and Article 21 that states “In the event of bankruptcy, the mortgage holder is authorized to perform any right acquired under the provisions of this law”. The elements of protection and legal certainty in these articles may not be realized due to conflict norms in Article 6 UUHT regarding the authority to sell collateral material (Parate Execution) and the provision of Article 56 paragraph (1) UUKPKPU regarding suspension of execution for the secure creditor in bankruptcy law. This study applies the juridical-normative method of data collection, focusing on the study of the literature of law and related legislation."
2014
S53488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Diaz Herlambang
"Kemajuan ekonomi suatu negara khususnya Indonesia bersamaan dengan kelancaran pembiayaan untuk pembangunan perusahaan. Mekanisme pembiayaan atau kredit dapat mendukung kegiatan usaha debitur dan menambah nilai aset milik kreditur. Kegiatan pembiayaan tersebut dapat menggunakan jaminan seperti jaminan fidusia untuk pelaksanaan perjanjian. Akan tetapi, terdapat potensi debitur mengalami kepailitan atau likuidasi pada pertengahan pelaksanaan perjanjian. Tulisan ini akan membahas mengenai posisi kreditur pemegang jaminan tersebut ketika debitur mengalami kepailitan. Penulisan ini akan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada dasarnya, kreditur pemegang jaminan fidusia memiliki hak untuk mendahului dalam melaksanakan eksekusi ketika debitur mengalami kepailitan. Akan tetapi, terdapat beberapa kondisi yang tidak memperbolehkan kreditur tersebut untuk melaksanakan eksekusi. Apabila kreditur tetap melaksanakan eksekusi dan menyalahi peraturan, maka akan berlaku suatu kondisi actio pauliana. Kondisi tersebut menyebabkan gugatan untuk membatalkan tindakan kreditur dapat dilakukan. Dalam Undang-Undang Tentang Kepailitan yang berlaku di Indonesia, terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan larangan melakukan eksekusi oleh kreditur separatis. Kondisi tersebut adalah jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit dan masa penangguhan setelah pernyataan pailit selama 90 hari. Terdapat kasus berupa gugatan actio pauliana oleh kurator terhadap Mandiri Tunas Finance yang bertujuan untuk membatalkan eksekusi jaminan oleh kreditur. Berdasarkan pengamatan kasus, terdapat alasan dibalik eksekusi yang telah dilakukan karena pemenuhan perjanjian antara Mandiri Tunas Finance dan debitur pailit. Kedudukan kreditur separatis dalam kasus kepailitan belum tentu dapat melakukan eksekusi dengan hak mendahului yang dimiliki. Terdapat beberapa kondisi seperti satu tahun sebelum pernyataan pailit dan masa penangguhan untuk dapat melakukan eksekusi jaminan. Selain itu, kurator dalam mengurus harta milik debitur pailit perlu mengetahui status kejelasan dari masing-masing harta tersebut. Mandiri Tunas Finance dalam analisis kasus tidak dapat terbukti telah melakukan tindakan actio pauliana. Oleh karena itu, adanya gugatan yang diajukan oleh kurator dianggap telah merugikan baik bagi kurator sendiri, tergugat, serta para turut tergugat lainnya yang telah memenangkan lelang hasil eksekusi.

The economic progress of a country, especially Indonesia, coincides with the smooth financing for company development. A financing or credit mechanism can support the debtor's business activities and increase the value of the creditor's assets. These financing activities can use collateral such as fiduciary guarantees for the implementation of the agreement. However, there is a potential for the debtor to experience bankruptcy or liquidation in the middle of the implementation of the agreement. This paper will discuss the position of the creditor holding such collateral when the debtor experiences bankruptcy. This writing will use doctrinal research methods. Basically, the creditor holding the fiduciary guarantee has the right to precede in carrying out execution when the debtor experiences bankruptcy. However, there are several conditions that do not allow the creditor to carry out the execution. If the creditor still carries out the execution and violates the regulations, an actio pauliana condition will apply. This condition causes a lawsuit to cancel the creditor's action to be carried out. In the Law on Bankruptcy applicable in Indonesia, there are several conditions that can lead to a prohibition on execution by a secessionist creditor. These conditions are a period of one year before the bankruptcy declaration and a suspension period after the bankruptcy declaration for 90 days. There is a case of an actio pauliana lawsuit by the curator against Mandiri Tunas Finance which aims to cancel the execution of collateral by creditors. Based on the observation of the case, there is a reason behind the execution that has been carried out due to the fulfillment of the agreement between Mandiri Tunas Finance and the bankrupt debtor. The position of a separatist creditor in a bankruptcy case may not necessarily be able to execute with its right of precedence. There are several conditions such as one year before the bankruptcy declaration and the suspension period to be able to execute the guarantee. In addition, the curator in managing the bankruptcy debtor's assets needs to know the clear status of each of these assets. In the case analysis, Mandiri Tunas Finance cannot be proven to have committed actio pauliana. Therefore, the lawsuit filed by the curator is considered to have harmed both the curator himself, the defendant, and other co-defendants who have won the auction of the execution results. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Remy Sjahdeini
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti , 2010
346.078 SJA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lena
"Pailit merupakan upaya akhir bagi debitor yang berada dalam keadaan insolven dimana ia tidak lagi mampu melakukan kewajiban kepada para kreditornya. Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 merupakan peraturan terakhir yang diamandemen Indonesia namun masih memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan Jepang, Malaysia, dan Singapura tentang insolvency test yang dijadikan tolak ukur pengajuan pailit. Hukum yang seyogyanya dijadikan sandaran demi memenuhi nilai keadilan bagi debitor dan kreditor secara proporsional, dalam hal ini akan dibahas dengan membandingkan hukum kepailitan dan insolvency test.
Dengan melihat Undang-Undang Kepailitan Jepang, Malaysia, dan Singapura, tulisan ini dibuat untuk mengambil kelebihan yang ada pada hukum Negara lain serta melihat kekurangannya untuk dijadikan pegangan dalam memperbaiki Hukum Kepailitan Indonesia kearah yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan hukum dapat memenuhi perannya sebagai pedoman dalam memberikan nilai keadilan, serta utilitas pengadilan dalam memutus perkara dengan waktu yang efisien dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bankrupt ought to be last resort for debtor who could not pay his debt to his creditors as it became due and payable and he has been stated as insolvent. Bankruptcy Act Number 37 of 2004 is the last amended statute in Indonesia. This Act has fundamental difference with Bankruptcy Law of Japan, Malaysia, and Singapore concerning about insolvency test which is used as legal task for bankruptcy petition. Justice for both of debtors and creditors should rely on Bankruptcy Law in such case as mentioned. In this matter, insolvency test is an important point to be considered in bankruptcy law.
Discussion between Japan, Malaysia, Singapore, and Indonesia Bankruptcy Law is purposed to analyze law and to compare insolvency matters in each laws. Through this analytic discussion, taking excess points and also to prevent short points of law is the priority to improve Indonesia Bankruptcy Law. Thus law can fulfill its duties as reference to produce just norm, show utility of court in deciding case, and also give an efficient proceedings to support economic growth.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>