Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Usia lanjut adalah individu yang berusia di atas 60 tahun. Peningkatan jumlah usia lanjut disebabkan semakin membaiknya pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia. Meningkatnya usia dapat menimbulkan masalah - masalah kesehatan akibat dari perubahan atau kemunduran strukrur dan fungsi organ tubuh.
Salah satu masalah kesehatan yang berhubungan dengan proses menua adalah masalah gizi. Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui status gizi seseorang, diantaranya dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gisi usia Ianjut dan untuk mengetahui faktor -faktor demografi yang berhubungan dengan status gizi usia lanjut. Desain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: analitik korelasi dengan analisis univariat dan bivariar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2003, di Kelurahan Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat dengan sampel adalah usia lanjut yang berumur lebih dari 65 tahun sebanyak 66 responden. Penelitian ini melibatkan tujuh variabel independen sebagai faktor-faktor demografi yang berhubungan dengan status gizi, variabel terbanyak adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status kesehatan, kebiasaan merokok. Hasil analisis unuvariat, responden terbanyak diketahui pada kelompok umur 75 - 84 tahun 45,5 %, jenis kelamin perempuan 81, 8 %, tingkat pendidikan rendah 66, 7 %, tingkat pendapatan tinggi 97,9 %, status kesehatan baik 86.4 %, kebiasaan tidak merokok 86,4 % dan status gizi tidak normal 5 7,6 %. Sedangkan pada analisis bivariat dikerahui bahwa secara statistik tidak ada variabel independen yang mempunyai hubungan bermakna dengan status gizi usia lanjut (IMT). Dari hasil penelitian ini disarankan bagi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pemberian makanan tambahan dan penyuluhan kesehatan pada usia lanjut dan keluarganya, bagi tenaga keperawatan untuk diadakannya pelatihan - pelatihan tentang perawatan usia Ianjut yang dapat meningkatkan status gizi usia lanjut, bagi institusi pendidikan untuk menambahkan literatur, buku, jurnal tentang usia Ianjut sebagai acuan arau pedoman, bagi bidang penelitian perlu dilakukan penelitian lebih Ianjut tentang faktor-faktor yang belum tercakup seperti tingkat stres, keturunan dan hormonal, bagi masyarakat perlu ditingkatkan pengetahuan tentang status gizi usia lanjut melalui pendidikan kesehatan."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA5432
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoruddin Harun
"Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Salah satu diantaranya adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Dan dapat menggolongkan status gizi seseorang normal atau tidak normal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gizi (IMT) usia lanjut dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi usia lanjut (IMT).
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari penelitian potong lintang Studi Evaluasi Program Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas DKI Jakarta ( kerja sama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta), dengan mengambil wilayah Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Nopember s.d Desember 1997, dengan sampel adalah usia lanjut >= 55 tahun sebanyak 173 orang yang terdiri 77,46% wanita dan 22,54% pria.
Penelitian ini melibatkan 7 variabel independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada usia lanjut, variabel tersebut adalah sebagai berikut : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan., status kesehatan, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok.
Hasil analisis bivariat dan multivariat diketahui bahwa secara statistik tidak ada variabel independen yang berhubungan bermakna dengan status gizi usia lanjut (IMT).
Dari hasil penelitian ini disarankan agar diteliti faktor-faktor lain yang belum tercakup dalam penelitian ini seperti % karbohidrat terhadap energi, % lemak terhadap energi, tingkat stress, keturunan dan tingkat hormonal.

Factors Associated With Nutritional Status of Guided Elderly in Community Health Centres Area in South Jakarta in 1997Nutritional status can be measured by many methods and one them is measuring body mass index (BMI). Based on BMI we would know if someone had normal or not nutritional status. The objective of this study is to find the nutritional status (BMI) of elderly and were had know factors associated with the nutritional status of elderly.
This study use secondary data according to study evaluation health program elderly in community health centers in DKI Jakarta ( cooperation Faculty of Public Health University of Indonesia and Department of Health DKI Jakarta). Design of study was a cross sectional and data were collected on November - December 1997. Total sample were 173 persons aged > =55 years, consist of 22,54% male and 77,46% female.
This study involved 7 variables independent possibly related to the nutritional status (BMI) of elderly, those variables as follow : sex, age, level of education, level of income, health status, physical activities and smoking habits.
Based on bivariate analysis and multivariate analysis there are not independent variables significant associated with nutritional status elderly (BMI).
According to this result it is suggested to study another factors not included, those factors as follow : % carbohidrat by energy, % fat by energy, level of stress, genetic and level of hormonal.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Halasan
"Salah satu upaya apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimal agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik, gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia selain gizi kurang juga gizi lebih yang apabila dilihat dari sudut kesehatan, sama-sama merugikan dan dapat menyebabkan kematian dengan penyebab yang berbeda. Gangguan gizi pada lansia diduga berkaitan dengan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lansia di kota Bengkulu.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang lansia yang berumur > 60 tahun dan dipilih dengan menggunakan systematic random sampling.Pengumpulan data variabel bebas seperti jenis kelamin, status perkawinan, status tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, status ekonomi dan aktifitas fisik dilakukan dengan wawancara terstruktur sedangkan untuk konsumsi makanan (total energi, karbohidrat, protein dan lemak) dengan menggunakan dua pendekatan yaitu food recall dan food frequencies.
Hasil penelitian melaporkan proporsi lansia yang mengalami gizi lebih sebesar 18,4% dan gizi kurang sebesar 19,3%. Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0,05) rata-rata IMT menurut jenis kelamin, status perkawinan dan status tempat tinggal serta tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara pengetahuan gizi dengan IMT lansia. Akan tetapi, ada perbedaan yang bermakna (p<-0,05) rata-rata IMT antara lansia yang melakukan olah raga dengan yang tidak melakukan olah raga dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) rata-rata IMT menurut frekuensi, lama dan jenis olah raga. Selanjutnya ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan IMT lansia. Ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara total energi dengan IMT serta ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan IMT setelah di adjusted dengan total energi. Hasil analisis multivariat regresi linier juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dengan IMT lansia adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,10 yang artinya variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat hanya dapat menjelaskan IMT lansia sebesar 10%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia di kota Bengkulu mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih sudah mulai timbul akan tetapi masalah gizi kurang masih terjadi. Untuk itu, perlu digalakkan promosi gizi melalui pendekatan keluarga dirnana lansia tinggal serta bila memungkinkan memberikan makanan tambahan kepada lansia yang kurang gizi terutama lansia dengan kondisi ekonomi yang kurang.

Factors Related to Nutritional Status among Elderlies Bengkulu City,2001When reaches elderly age, one should maintain an optimal nutritional status to ensure a good quality of life. Nutritional problems that occur during old ages may take two forms, that is, under nutrition or over nutrition, both are health devastating and might cause death due to different reasons. Nutritional problems among elderly relate to changes in both environment and health conditions in general. Thus, this study aims to describe the nutritional status and its related factors among elderly in Bengkulu city.
The study design is cross-sectional with 207 subjects aged > 60 years of old and were selected using systematic random sampling. Structured interview was used to collect data such as gender, marital status, residential status, educational level, nutrition knowledge, economic status, and physical activity level. While for food consumption (to predict macronutrients consumption such as total energy, carbohydrate, protein, and fat), two methods, that is, food recall and food frequency questionnaires were employed.
The study showed that the proportion of elderlies with over nutrition was 18,4% and elderlies with under nutrition was 19,3%. T-test showed no significant difference (p>O,05) in BMI for gender, marital status, and residential status. Moreover, there was no significant difference (p>O,45) in BM[ for nutrition knowledge. Significant difference (p< 0,05) was found in BMI for elderlies who perform sport activities and those who do not. However, no significant differences were found for frequency, duration, and type of sport activities. Significant differences in BMI (p<0,05) were found for different level of education, economic status, total energy intake, carbohydrate, protein, and fat intakes (after being adjusted for total energy intake). The multivariate tinier regression analysis showed that the dominant factors determining the BMI of elderlies in this study were gender, educational level, and carbohydrate intake (adjusted) with coefficient of determination (R2) of 0,10, meaning that these variables could only explain 10% of the BMI among elderlies in this study.
The results of the study lead to conclusion that elderlies in Bengkulu city faced a double burden of nutritional problems, that is over nutrition and under nutrition at the same time. Therefore, an adequate nutrition promotion is to be embarked through family approach where most of elderlies stay. If possible, for elderlies with low economic status, a supplementary food should be provided.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Rekawati
"Proses menua adalah suatu peristiwa yang wajar dan tak terhindarkan atau yang biasa disebut alami sifatnya. Bertambahnya usia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satu masalah yang sering terjadi adalah kepikunan. Kepikunan ditandai adanya kemunduran daya ingat yang berangsur-angsur makin berat dan disertai penurunan fungsi mental lainnya seperti psikis, perilaku dan mengganggu fungsi sosialnya. Proyeksi dari populasi usia lanjut di Scotland pada tahun 2003-2013 adalah, pada tahun 2003 diproyeksikan sebesar 59.301 usia lanjut akan mengalami kepikunan dan pada tahun 2013 sebanyak 65.051 usia lanjut akan mengalami kepikunan. Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah usia lanjut yang mengalami kepikunan sebesar 9,41 % dalam kurun waktu 10 tahun Hasil studi investigasi kepikunan di rumah sakit diperoleh data bahwa klien dengan kepikunan rata rata lama perawatan 10,4 hari, senientara klien tidak dimensia rata-rata perawatan 6,5 hari. Biaya perkapita untuk penderita kepikunan 4000 dolar leblh tinggi dibanding penderita lainnya.
Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor sosio demografi yang berhubungan dengan terjadinya kepikunan pada usia lanjut di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional atau potong lintang, dimana semua variabel diambil sekaligus dalam waktu yang sama sehingga tidak luput dani kelemahan-kelemahan. Populasi daan sampel dalam penelitian ini adalah usia lanjut (kelompok umur lebih atau sama dengan 60 tahun) yang tinggal di wilayah kesatuan Republik Indonesia. Dan 10.518 usia lanjut, terdapat 236 usia lanjut yang mengalami kepikunan.
Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa usia lanjut yang menderita kepikunan mencapai 2,2% dari seluruh populasi usia lanjut. Faktor-faktor sosio demografi yang berhubungan dengan terjadinya kepikunan pada usia lanjut adalah umur (kelompok umur ) 80 tahun mempunyai risiko sebesar 6,436 kali (95% CI: 4,478-9,251) dibandingkan dengan kelompok usia lanjut 60-75 tahun, dan kelompok usia lanjut 76-80 tahun berisiko terjadinya kepikunan sebesar 2,733 kali (95% CI: 1,877-3,980) dibandingkan kelompok usia lanjut 60-69 tahun], jenis. kelamin [usia lanjut perempuan mempunyai risiko sebesar 1,393 kali (95% CI: 1,075-1,806) dibandingkan dengan usia lanjut laki-laki], status perkawinan [usia lanjut yang berstatus kawin merupakan faktor pencegah terhadap terjadinya kepikunan sebesar 0,794 kali (95% CI: 0,110-5,758) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak kawin, dan usia lanjut yang berstatus cerai hidup/mati mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 2,187 kali (95% CI: 1,685-2,840) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak kawin], riwayat pendidikan [usia lanjut yang berpendidikan < = SD mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 2,025 kali (95% CI: 1,267-3,236) dibandingkan dengan usia lanjut yang berpendidikan > SD], riwayat stroke/kelumpuhan [usia lanjut yang mempunyai riwayat stroke/kelumpuhan mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 6,345 kali (95% CI: 3,793-10,614) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak mempunyai riwayat stroke/kelumpuhan], status rural urban [usia lanjut yang bertempat tinggal di wilayah rural mempunyai risiko sebesar 1,343 kali (95% CI: 1,016-1,775) dibandingkan dengan usia lanjut yang tinggal di wilayah urban], perilaku merokok [usia lanjut yang merokok mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 0,486 kali (95% CI: 0,353-0,671) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak merokok], penggunaan pelayanan kesehatan [usia lanjut yang menggunakan pengobatan tradisional mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 0,480 kali (95% CI: 0,364-0,635) dibandingkan dengan usia lanjut yang menggunakan pengobatan modem]. Umur dan riwayat stroke/kelumpuhan merupakan faktor yang paling berhubungan dengan terjadinya kepikunan pada usia lanjut di Indonesia.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi kepikunan pada usia lanjut kemungkinan akan terus bertambah setiap tahunnya sehingga diperlukan upaya antisipasi baik dari pengambil kebijakan ataupun masyarakat untuk bersama-sama melakukan tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup usia lanjut terutama usia lanjut yang menderita kepikunan.

Socio Demographic Factors of Dementia (Kepikunan) among Elderly in The aging process is normal and natural that no one can avoid it. Aging will create several problems, including dementia Dementia is characterized by a decrease in memory, and signed by a continued decrease of mental, social and behavior status. There is a projected increase of the elderly population who will have dementia in Scotland from 2003-2013, about 59.301 in 2003 and 65.051 in 2013. Actually, based on these values, there is an increase of dementia among the elderly population of about 9.14% during 10 years. The result of the study about dementia in the hospital indicated that clients who had dementia stayed in hospital for 10.4 days, however, clients who had no dementia spe'zt more than 4000 dollars than the other.
The objectives of this study were to explore the information about the socio demographic factors that contributed to dementia for the elderly in Indonesia_ The study used a cross-sectional method in which all of the variables were taken at the same time. The population and sample in the study ware elderly (more than 60 years old) who living in Indonesia.
From 10.518 elderly, there were 236 who had dementia It covered about 2,2% of all elderly population. The factors that contributed to an occurrence of dementia on the elderly were age [more than 80 years had risk about 6,436 times (95% Cl: 4,478-9,251) compared with 60-75 years old; 76-80 years old had risk about 2,733 time (95% CI: 1,877-3,980) compared with 60-75 years old], gender [women had a risk of about 1,393 times (95% CI: 1,075-1,806) compared with men], marital status [un-marriage had risk about 0,794 times (95% CI: 0,110-5,758) compared with married; divorce by live/died had risk about 2,187 times (95% CI: 1,685-2,840) compared with married], educational background [less than elementary school had risk about 2,025 times (95% Cl: 1,267-3,236) compared with more education], stroke history/paralyzed [ stroke history/paralyzed had risk about 6,345 times (95% CI: 3,793-10,614) compared with no stroke history/paralyzed], a rural urban status (live in an rural setting having a risk of 1,343 times (95% CI: 1,016-1,775) compared with those who live in a urban setting], smoking habit [smokers had a risk of about 0,486 times (95% CI: 0,353-0,671) compared with no smoking habit], health care services [ traditional method had risk about 0,480 (95% CI: 0,364-0,635) compared with modem method]. Age and stroke history/paralyzed were the most dominant contributing factor to the risk of dementia for the elderly people in Indonesia.
In conclusion a prevalence of dementia in the elderly in Indonesia will increase every year. The implications are that efforts are needed in anticipation of this problem from either policy makers or the community to conduct an action for the elderly who have dementia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Marisa
"ABSTRAK
Berhasilnya pembangunan di Indonesia berdampak positif pada usia harapan hidup, sehingga jumlah warga lanjut usia semakin meningkat. Kondisi fisik, baik anatomis maupun fungsional, pada kelompok usia tersebut telah mengalami kemunduran, oleh karena itu dengan bertambahnya warga lanjut usia akan menimbulkan berbagai masalah termasuk masalah kesehatan. Dari kepustakaan diketahui bahwa penyakit kardiovaskuler dan hipertensi merupakan penyakit yang frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Warga lanjut usia merupakan kelompok resiko tinggi untuk mengalami defisiensi magnesium, disebabkan oleh masukan makanan yang kurang, gangguan saluran pencemaan, penggunaan diuretika dan diabetes mellitus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status magnesium serum pada warga lanjut usia dan faktor-faktor yang berhubungan seperti faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, tingkat penghasilan, pengetahuan gizi, sumber informasi, perilaku gizi, masukan makanan dan keluhan serta penyakit seperti gangguan nafsu makan, keadaan gigi geligi, diare, diabetes mellitus dan penggunaan diuretik.
Penelitian cross sectional ini melibatkan 88 orang warga lanjut usia. Data didapatkan dari wawancara, pemeriksaan fisik termasuk antropometri dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar magnesium dalam serum dan bahan makanan.
Hasil penelitian menunjukkan 54.5% menderita defisiensi magnesium. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p> 0.05) antara faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, tingkat penghasilan, pengetahuan gizi, perilaku gizi, sumber informasi gizi, masukan energi, masukan protein baik hewani maupun nabati, keadaan gigi geligi, dan diare dengan status magnesium serum. Sedangkan subyek yang menderita penyakit diabetes mellitus dan menggunakan diuretik cenderung mempunyai status magnesium yang rendah. Di samping itu ditemukan hubungan yang kuat antara gangguan nafsu makan dan masukan magnesium dengan status magnesium serum.

The successful development in Indonesia has a positive impact on the life expectancy at birth, leading to the increasing number of elderly. The physical condition of this age group either anatomically as well as functionally is declining with age. With the increasing number of this elderly group several health problems will emerge including, the high frequency of cardiovascular disease and hypertension. Some authors described the aetheology of these diseases to magnesium deficiency. Elderly are at high risk of suffering magnesium deficiency caused by deficient food intake, altered gastrointestinal function, use of diuretics and diabetes mellitus.
Therefore it is considered necessary to study serum magnesium status in the elderly, to know the serum magnesium status and related factors such as age, gender, level of formal education, income, knowledge of nutrition, nutritional information source, nutritional behavior, nutrient intake, complains and problems regarding anorexia, teeth condition, diarrhea, diabetes mellitus and use of diuretics.
This cross sectional study involved 88 elderly. Data were collected through interviews, physical examination, including anthropometrical measurements and laboratory assessments were done to determine magnesium content in serum and food.
From the 88 examined elderly, 54.5% were magnesium deficient. There was no significant association (p>4.05) between age, gender, level of formal education and income, knowledge of nutrition, nutritional behavior, nutritional information source, energy intake, animal and plant protein intake, teeth condition, diarrhea, and serum magnesium status. The subjects with diabetes mellitus and those using diuretics tend to have low serum magnesium status. There was strong association between anorexia and magnesium intake with serum magnesium status.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatiek Sukesi
"Meningkatnya jumlah populasi lanjut usia disebabkan karena perbaikan gizi masyarakat. menurunnya tingkat kematian ibu dan angka fertilitas. Keadaan tersebut mengakibatkan angka harapan hidup dari umur 66,6 tahun laki-laki dan 69 tahun perempuan diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2000.
Dari total penduduk Indonesia saat ini 6.8% berusia 60 tahun. Perubahan secara alami yang terjadi pada penduduk lanjut usia, dimana secara fisik kemampuannya mengalami kemunduran, serta peran di dalam masyarakat juga mulai menurun. Akibatnva akan mengalami krisis pada dirinya terutama apabila tidak disiapkan sebelumnya.
Dinamika pembangunan dan tingkat pendidikan mengakibatkan lanjut usia memilih Panti Werdha sebagai rumah lanjut usia, hal ini dipandang sebagai suatu kesatuan komunitas lansia. Lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha pada umumnya mengalami status gizi kurang ataupun status gizi lebih, hal ini disebabkan karena fungsi organ-organ tubuh menurun serta adanya penyakit degeneratif dan pola makan. Pada umumnya lansia memilih makanan yang lunak dan rendah serat serta kalori tinggi, mengakibatkan kelebihan kalori, gemuk atau obesitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lanjut usia di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Jakarta. Pengumpulan data-data dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan data primer. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang dan pinggul.
Rancangan penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 66 responden yang berumur lebih dari 60 tahun tidak menderita sakit berat yang dinyatakan oleh dokter atau petugas kesehatan, tidak sedang menderita dimensinya. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariate dengan menggunakan uji tabulasi silang dan analisis regresi logistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS for Window versi 10.10.2000 untuk mengetahui kiasifikasi masing-masing variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi lanjut usia di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status kawin, status pekerjaan, lama tinggal, ketuhan, status kesehatan. Dari semua variabel yang diteliti, ternyata yang berperan besar terhadap status gizi adalah jenis kelamin laki-laki mempunyai kecenderungan 6 kali (OR = 6.649) lebih baik status gizinya dibandingkan dengan perempuan pada umur lebih dari 60 tahun, Status kawin mempunyai kecenderungan 4 kali (OR = 4.021) lebih baik status gizinya dibandingkan dengan yang lansia yang tidak kawin.
Status kerja mempunyai kecenderungan 13 kali (OR = 13.001) lebih baik status gizinya dibandingkan dengan lansia yang tidak bekerja pada umur lebih dan 60 tahun setelah dikontrol dengan variabel lainnya. Dengan demikian ketiga variabel tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan status gizi.
Memperhatikan hasil penelitian tersebut bahwa status pekerjaan lanjut usia di Sasana Trisna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan berperan besar terhadap status gizi maka diperlukan penelitian lebih lanjut balk dilakukan di Sasana Trisna Werdha tingkat swasta rnaupun pemerintah sebagai uji banding lebih lanjut.
Daftar bacaan : 40 (1986-2000)

The increasing number of populations of the elderly is due to better communal nutrition, decreased rate of mother's mortality, and fertility. Such a condition generates life expectancy from 66.6 years of age in men and 69 years of age in women that can be projected to achieve more than 70 years of age by the year 2000.
Of the current total Indonesian population, 6.8% are 60 years of age. Natural change occurs in the elderly where their capacity and social roles degrade physically that it will lead to their self-crisis if not prepared previously.
Dynamics of development and educational levels make the elderly choose Panti Werdha as their group home as being viewed from a continum of the elderly community. The elderly that live in Panti Werdha generally experience malnutrition or over-nutrition due to their declining organic functions, degenerative diseases and food-consumption style. In general, the elderly prefer soft and lower-fibre and highly-contained calorie food that it may cause over-calorie or obesity.
This research aims to identify factors related to nutrition status of the elderly in Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Jakarta. Data set are collected by interview method with primary data, measurements of height, weight, hip and incomperence.
The research design is cross-sectional in manner which includes a number of 66 respondents of 60 years of age that do not suffer from serious diseases according to the medical examination by doctor, health-personnel of which they do suffer from their dimensions. Data analysis includes analyses of univariate, bivariate and multivariate by making use of cross-tabulation test and logistic regression analysis.
Results of research indicate that the nutrition-status of the elderly in STW Ria Pembangunan has a significant correlation among age, gender, marital status, work-status. duration of stay, complaint, health status. Of all the researched variables, the fact shows that nutrition status is greatly affected by male-gender with six time tendency (OR = 6.649) better than that of female-gender over 60 years of age. Marital status has 4 time tendency (OR = 4.021) better in their nutrition status than that in the unmarried elderly.
Work status includes 13 time tendency (OR = 13.001) better in their nutrition status than that in the unemployed elderly of over, 60 years of age after being controlled with other variables. Therefore, these three variables have significant correlation with the nutrition status.
Taking the results of research into account, it appears that the work status of the elderly in Sasana Trisna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan largely effects the nutrition status that it needs more research into Sasana Trisna Werdha at private or public level as a further comparative-test.
Reference : 40 (1986-2000)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T7930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.M. Sasanti
"Program IDT adalah salah satu pogram pembangunan yang berorientasi pada usaha pemberdayaan kemampuan masyarakat yang bertujuan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin dalam meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka dan mengembangkan berbagai usaha ekonomis produktif yang sesuai dengan kemampuannya.
Orientasi program ini mengarah kepada kemandirian dan otonomi masyarakat dalam mengembangkan usahanya melalui kelompok. Di dalam kelompok tersebut diharapkan mereka dapat menghidupkan modal-modal sosial yang telah dimilikinya guna mengembangkan modal usaha yang telah diberikan. Hal tersebut sesuai dengan paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat atau juga dapat dikatakan pembangunan yang berorientasi pada "bottom up policy".
Tulisan ini mempelajari aspek pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin lewat bantuan modal usaha yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah Khusus ibukota Jakarta melalui program Impres Desa Tertinggal Non Regular In Gub di kelurahan Paseban Kecamatan Senen Jakarta Pusat dengan unit analisanya yaitu individu-individu penerima bantuan modal usaha yang tergabung didalam kelompok usaha yang` dinamakan pokmas (kelompok masyarakat).
Konsep teoritik utama yang mendasari penelitian ini adalah konsep pemberdayaan (empowerment) yang menekankan pada kemandirian, kemampuan dan potensi masyarakat pelaksana program. Dalam proses ini kelompok masyarakat (pokmas) diberi "power" untuk dapat menggunakan potensi dirinya dalam mengembangkan modal usaha yang diberikan. Mereka dipacu, diberi motivasi melalui pendampingan yang intensif, dibina dan dididik untuk keluar dari lilitan kemiskinan. Berbagai modal sosial yang mereka miliki digunakan secara intensif dalam bentuk kerja sama yang sehat, kreatif dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan.
Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian menitikberatkan pada dua kelompok masyarakat pelaksana program yakni kelompok masyarakat yang berhasil dan kelompok masyarakat yang tidak berhasil. Indikatornya adalah perubahan gaya hidup periode sebelum program dan sesudah dlaksanakannya program. Dari wawancara dan pengamatan secara intensif dan terus menerus terhadap kegiatan kedua kelompok ini diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat dapat memberdayakan dirinya apabla diberi kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensinya. Program pembangunan direkomendasikan agar tidak lagi bersifat "top down policy", tetapi sudah harus bersifat "bottom up policy"."
2000
T7716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalisang, Arnetta Naomi Louise
"Kelompok umur yang rentan terhadap kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita. Karena status gizi yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan saat bayi dan balita, maka sangat penting untuk mengetahui status gizi dimulai sejak bayi. Status gizi menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Pusat dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Juga diketahuinya sebaran ibu bayi.
Penelitian menggunakan studi crosssectional dan dilakukan pada 92 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Pusat. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05).
Dari hasil penelitian didapatkan status gizi non-wasted sebesar 94,6%, sedang sebesar 5,4%. Persentase hasil yang didapatkan masing-masing ialah jenis kelamin bayi laki-laki 46,7%, dan perempuan 53,3%, pemberian ASI eksklusif sebesar 33,7%, ibu bekerja 18,5%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 10,9% dan 70,7% tingkat pendidikan ibu rendah 33,7%, sedang 50,0%, dan tinggi 16,3%, tingkat penghasilan keluarga sedang 27,2% dan tinggi 72.8. Semua variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi.

Age Group that is most vulnerable to malnutrition condition is infant and chidlren under five years. A Good nutritional status is necessary for growth and development in infant and children under five years, so it is important to know the nutritional status since early childhood. Nutritional status of someone shows how big the individual physiological needs have been met. Nutritional status is influenced by various factors.
This study is intended for the purpose of knowing the nutritional status of infants aged 1.5 to 8 months in Central Jakarta and the relationship with the infant's sex, maternal last education, working mother, family income, maternal age at birth, morbidity of diarrhea and Upper Respiratory Tract infection (URTI), and breast milk.
This research is conducted using crosssectional study with 92 respondents who have a baby aged 1.5 to 8 months in Central Jakarta. Data obtained includes the nutritional status of the baby, the infant's sex, maternal?s education, working mother, maternal age at birth, maternal education level, family income, morbidity of diarrhea and Upper Respiratory Tract infection (URTI), and breast milk will be related to the nutritional status of infants tested with the Chi-Square test (p <0.05).
Results obtained from research are non-wasted nutritiona status of 94.6% and high of 5.4%. The percentage of each result accomplished by baby?s sex: boy is 46.7% and girl is 53.3%, the provision of exclusive breastfeeding is 33.7%, 18.5% from working mother, diarrhea and URTI in infants during the last two weeks respectively is 10.9% and70.7%, lower maternal education level is 33.7%, moderate 50.0%, 16.3% and higher, moderate level of family income is 27.2% and 72.8 high. All these variables have no meaningful relationship with the nutritional status of infants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09041fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Adelina
"Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Selatan dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 88 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Selatan. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi wasted sebesar 4,5 % dan status gizi non-wasted sebesar 95,5 %. Dengan proporsi jenis kelamin bayi laki-laki 51,1%, dan perempuan 48,9%, pemberian ASI sebesar 30,7%, ibu bekerja 11,4%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 14,8 % dan 60,2%, tingkat pendidikan ibu rendah 54,5%, sedang 34,1 %, dan tinggi 11,1%, tingkat penghasilan keluarga sedang 48,9% dan tinggi 51,1 %, semuanya tidak memiliki hubungan yang bermakna.

Nutritional Status described how great individual physiological requirement has met. Nutritional stauus is corelated to many factors. This research’s aims are first, to know the frequency distribution of infants 1,5-8 months of age in South Jakarta and its corelation with babies’ sex, maternal education level, woking mother, familiy annual income, maternal age of giving birth, dierhea and upper respiratory track infection and eksclusive breast milk in infants.The study design of the research iscross sectional. The number of the respondent is 88. The respondents are mother who have baby 1,5-8 months of age in South Jakarta. The data that were collected are infants’ nutritional status, babies’ sex, maternal age of giving birth, maternal educational level, working mother, familiy annual income level, diarhea and upper respiratory track infection in infant and eksclusive breast milk in infants. All those variables were analyzed with Chi-square test (p<0,05). From this research, the percentage of infants with non-wasting nutritional status is 95,5 % and the percentage of wasting is 4,5 %. The percentage of boys is 51,1 % and girls is 48,9 %. Percentage of babies receiving eksclusive breast milk is 30,7%, working mother 11,4%, Dhiarhea and upper respiratory track infectin in infants rea 14,8% and 60,2%. And all of them show no significant correlation to nutriotional status."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tinneke Primasari
"Salah satu tolak ukur dalam keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Anak usia sekolah merupakan investasi terbesar suatu bangsa karena merupakan generasi penerus bangsa yang dapat membawa perubahan terhadap bangsanya. Kekurangan gizi pada anak usia sekolah adalah masalah kesehatan yang menyangkut masa depan dan kecerdasan serta berdampak buruk pada masa dewasa yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian ini seperti ketidakseimbangan zat gizi, keberadaan penyakit infeksi, kondisi sosial ekonomi dan lain sebagainya. Penilaian status gizi responden berdasarkan klasifikasi WHO-NCHS dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U). Gizi kurang terjadi karena rendahnya konsumsi makanan (energi) dibandingkan dengan kebutuhan dan terjadi dalam jangka waktu yang lama. Dimana keadaan ini diperburuk oleh faktor lingkungan yang tidak mendukung dan perilaku keluarga yang tidak membiasakan anak sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada siswa sekolah dasar di 3 kecamatan di Kabupaten Kampar tahun 2007. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian crossectional. Jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 149 siswa. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square.
Hasil penelitian menunjukjan sebanyak 16,1% responden berstatus gizi kurang, 2% berstatus gizi buruk, 81,2% berstatus gizi baik dan 0,7% lainnya berstatus gizi lebih. Proporsi responden laki-laki lebih sedikit dibandingkan responden perempuan dan lebih banyak responden dengan umur ≥ 10 tahun dibandingkan responden berumur < 10 tahun. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan gizi baik yaitu sebesar 51,7% dan sebanyak 59,1% responden tidak ikut serta dalam program PMT-AS. Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara umur, riwayat kesehatan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan pagi, kebiasaan jajan, keikutsertaan PMT-AS, pendidikan dan pekerjaan orangtua serta konsumsi zat gizi dengan status gizi siswa. Sedangkan jenis kelamin mempunyai hubungan yang bermakna (p=0,03) dengan status gizi siswa, dimana POR=2,88 yang berarti bahwa anak laki-laki mempunyai peluang 2,88 kali untuk mengalami gizi kurang dibanding anak perempuan. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak sekolah dan pelaksana program pemberian makanan tambahan agar dapat memberikan makanan tambahan kepada siswa dengan status gizi kurang sehingga tujuan program dapat tercapai, yaitu perbaikan status gizi dan kesehatan siswa."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>