Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65671 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dea Maria Christa
"Penelitian ini membahas bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional yang memiliki kekuatan untuk menentukan perilaku konsumen dan produsen terhadap merek fesyen Indonesia yang menggunakan bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang telah diterima secara luas oleh dunia. Banyak ahli menyatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa yang eksotis dan eksklusif. Selain itu, bahasa Inggris juga dipercaya sebagai bahasa yang sempurna untuk digunakan untuk berbisnis, khususnya sebagai merek, karena bahasa Inggris dapat memberikan kebanggaan tersendiri dan kesan internasional. Oleh karena itu, banyak perancang busana lokal berpikir bahwa menggunakan bahasa Inggris sebagai identitas dari produk mereka merupakan sebuah cara untuk berkompetisi dengan merek-merek fesyen asing. Bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa yang memiliki peranan besar dalam pemberian sebuah merek, khususnya untuk menentukan perilaku konsumen dan produsen. Konsumen menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa yang lebih menarik dan menambahkan kesan mahal pada sebuah produk. Produsen mendapatkan keuntungan dari perilaku konsumen tersebut dengan memasang kisaran harga produk yang tinggi untuk menambah laba.

This research examines English, as the lingua franca which has a power to determine both consumers and producers' behavior toward Indonesian fashion brands which use the English language. English is a language which has been accepted widely and globally by the world. Many experts point out that the English language is an exotic and exclusive language. Moreover, English is also believed to be the perfect language to use for business purposes, especially as a brand name, since it gives more prestige and global impression. Therefore, many local designers think that using English as the identities of their products is a way to compete the international fashion brands. It is argued that the English language has a huge role in branding, especially in determining consumers' and producers' behavior. Consumers find the English language as a more attractive language, and it gives prestigious and sophisticated impression to the products. Meanwhile, producers get the advantage of consumers' behavior toward local fashion brands which use English by setting a higher range of price and gaining more profit, compared to the local fashion brands which use Indonesian."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Rahardiana Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Visual Merchandising Pada Perilaku Impulse Buying: Studi Kasus Pada Gerai Ritel Fashion H&M Grand Indonesia Jakarta Pusat. Responden dalam penelitian ini adalah para konsumen H&M Grand Indonesia Jakarta Pusat yang memiliki pengalaman melakukan transaksi pembelian tidak terencana terhadap produk di gerai H&M Grand Indonesia dalam kurun waktu dua bulan terakhir sebanyak 120 responden.
Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Data penelitian ini diolah dengan perangkat lunak SPSS dan Lisrel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa window display, in-store form, floor merchandising, dan promotional signage berpengaruh terhadap perilaku impulse buying di gerai ritel fashion H M Grand Indonesia Jakarta Pusat.

This study aims to determine The Influence of Visual Merchandising on Impulse Buying Behavior Case Study on Fashion Retail Store H&M Grand Indonesia Central Jakarta. Respondents in this study are the consumers of H&M Grand Indonesia Central Jakarta who have experienced an impulse buying transaction for a product in H&M Grand Indonesia Central Jakarta in the last two months with 120 respondents.
Design of this research is quantitative. This research data is processed by softwares SPSS and Lisrel. The results showed that window display, in store form, floor merchandising, and promotional signage proved to affect impulse buying behavior in H M Grand Indonesia Central Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Lawisan
"Perkembangan model e-dagang baru yakni Subscription-based Online Service (SOS) telah mencapai skala global, dengan peningkatan signifikan dari tahun ke tahun, tercatat adanya pemasukan 7,5 Trilliun Dolar Amerika secara kolektif, dari 2.000 penyedia jasa SOS di Amerika Serikat saja. Metode berbelanja yang inovatif dan hemat waktu mengindikasikan
evolusi dalam industri mode dan kecantikan. Fashion Subscription-Based Online Services (SOS) sangat mewabah di Barat, namun keberadaaannya tidak sebesar itu di Benua Asia, terutama di Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
Purchase Intention pengguna terhadap Fashion Subscription-Based Online Services (SOS). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan total responden yang terkumpul sebanyak 852 data yang merupakan pengguna layanan Fashion SOS di Asia Tenggara. Data kemudian dianalisis dengan Partial Least Square Structural Equation Method (PLS-SEM) menggunakan software SmartPLS 3. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa faktor-faktor utilitarianisme, hedonisme, kesadaran akan fashion, keinginan akan produk yang unik, sikap serta subjective norm berdampak pada Intention menggunakan Fashion SOS di Asia Tenggara.
Perusahaan industri Fashion and Beauty dapat menggunakan wawasan ini untuk secara akurat memprediksi pasar sasaran yang tepat dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang konsumen yang telah menggunakan metode belanja yang baru, mudah, dan nyaman ini

The emerging e-business Subscription-based Online Services (SOS) providing periodic delivery of products customized in a box to consumers has, in aggregate, become a USD 7.5 billion industry with over 2,000 SOS retailers in the US only. Such an innovative and timesaving method of shopping may indicate the evolution in the fashion and beauty industry.
This paper aims to identify factors that affects customer’s intention to use Fashion Subscription-Based Online Services (SOS) in Southeast Asia. These factors are based on Ajzen’s Theory of Planned Behaviour (TPB). The study will use quantitative approach on 852 respondents’ survey on Fashion SOS users across Southeast Asia. The data is then analysed
with Partial Least Square Structural Equation Method (PLS-SEM). The study shows that utilitarian and hedonistic motivations, fashion consciousness, and desire for unique product all lead to positive attitude towards Fashion SOS. Thus, along with subjective norms, the positive attitude ultimately leads to consumer’s intention to use Fashion Subscription-based Online Services (SOS) in Southeast Asia. Fashion and Beauty industry companies can also utilize
these insights to accurately predict the appropriate target market and have better understanding of consumers who have used this new, effortless, and convenient method of shopping
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Dharmesti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh informasi dan pro-environmental attitude terhadap willingness to pay generasi milenial terhadap produk sustainable fashion. Data dikumpulkan melalui kuesioner online kepada generasi milenial yang berdomisili di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Peneliti menggunakan model regresi berganda untuk menganalisis pengaruh informasi dan pro-environmental attitude terhadap willingness to pay generasi milenial terhadap produk sustainable fashion. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa informasi dan pro-environmental attitude memiliki pengaruh signifikan positif terhadap willingness to pay generasi milenial terhadap produk sustainable fashion. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk pelaku bisnis fashion agar dapat lebih transparan dalam menjalankan proses produksinya.

This study aims to determine the effect of information and pro-environmental attitudes on the millennial generation's willingness to pay for sustainable fashion products. Data was collected through an online questionnaire to millennials domiciled in Greater Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, and Makassar. Researchers use multiple regression models to analyze the causal effect of information and pro-environmental attitude on the willingness to pay millennial generation on sustainable fashion products. The results of this study state that information and pro-environmental attitude have a significant positive effect on millennial generations' willingness to pay for sustainable fashion products. The results of this study can be used as a reference for fashion businesses to be more transparent in carrying out their production processes.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhianya Nuasnigi Zen
"Majalah mode adalah aspek penting yang membuat pengaruh mode di dunia amat besar. Dalam proses produksi majalah mode glossy, editor membuat konten berharga dari berita mode dan iklan mode. Setelah sepenuhnya terkonsepkan, proses pembuatan majalah mode dilanjutkan ke tahap percetakan dan penerbitan. Keunggulan kompetitif masing-masing judul majalah kemudian diraih melalui jumlah pembaca yang terakumulasikan di industri majalah mode setelah masing-masing majalah diterbitkan. Menurut resource-based view, penerbit dan editor bisa menjadi sumber daya manusia keunggulan kompetitif bagi majalah mode apabila memenuhi kriteria tertentu. Selanjutnya, dengan memanipulasi sumber daya lainnya dan menjadikannya value-creating strategies untuk menghasilkan keunggulan kompetitif, sumber daya manusia majalah mode juga menampilkan dynamic capability dalam proses pembuatan majalah mode. Industri majalah mode memiliki ciri khas ‘multiple audience’, yang berarti pembaca bukanlah satu-satunya konsumen dari majalah mode tersebut. Condé Nast, penerbit majalah mode Vogue, adalah yang pertama untuk menyadari dan memanfaatkan hal ini. Pada awal abad ke-20, ia menyebrangi laut Atlantik dari Amerika ke Eropa dan mendirikan British Vogue dan Vogue Paris sambil mendirikan hubungan dengan sebuah sosok konsumen baru. Keberhasilan Vogue memelopori penerapan model bisnis baru di industry majalah mode. Pesaing dekat Nast, William Randolph Hearst, pun meniru terapan model bisnis tersebut dengan majalah modenya sendiri Harper’s Bazaar. Dengan jumlah pembaca lebih dari 24 juta di seluruh dunia di tahun 2019, Vogue masih menjadi pemimpin industry sementara Harper’s Bazaar berada di urutan kedua. Tesis ini menemuan bagaimana partisipasi konsumen memengaruhi proses produksi majalah mode glossy dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Dengan demikian, tesis ini akan berkembang dari pertayaan:
bagaimana partisipasi konsumen memengaruhi proses produksi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di industri majalah mode?
Hasil tesis ini menunjukkan bahwa partisipasi konsumen dalam proses produksi majalah mode memang menghasilkan konten yang berharga dan menyukseskan proses percetakan dan penerbitan, sehingga menghasilkan jumlah pembaca yang tinggi dan setia. Akhirnya, keunggulan kompetitif akan tercapai saat editor dan penerbit majalah menjalankan peran mereka sebagai sumber daya manusia utama majalah mode.

Fashion magazines are a salient tool of the influence that fashion embodies in the world. In the production process of glossy fashion magazines, editors create valuable content from fashion news and fashion advertisements. After fully concepted, the magazines go into printing and publication. Competitive advantage is then achieved with the number of readership in the industry, after the magazines are published. According to the resource-based view, publishers and editors can be the source of competitive advantage to fashion magazines if they fulfill certain criteria. Furthermore, by manipulating resources into value-creating strategies to produce competitive advantage, dynamic capability is also displayed by the key resources of the magazines. The fashion magazine industry is characterized by its ‘multiple audience’ property, meaning that the readers are not the only consumers of the magazines. Condé Nast, the publisher of Vogue magazine, was the first to realize and capitalize off the new consumer. In the early 20th century, he crossed the Atlantic from America to Europe and established British Vogue and Vogue Paris while befriending the new consumer. The success of Vogue pioneered the implementation of a new business model in the industry, as Nast’s close competitor William Randolph Hearst followed with his title Harper’s Bazaar. With a readership of over 24 million in 2019, Vogue still leads the industry while Harper’s Bazaar follows in second. This paper finds how consumer participation influences the production process of glossy fashion magazines in creating competitive advantage. In doing so, this paper will expand from the research question:
how does consumer participation influence the production process to gain competitive advantage in the fashion magazine industry?
The results show that involving consumers in the production process does result in valuable content and successful printing and publication, hence yielding a strong readership. Ultimately, competitive advantage will be achieved as editors and publishers execute their role as key resources for the magazines.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Graciella Florensa Tani
"Fesyen memiliki kaitan yang luas dengan simbol visual, terutama di era ekonomi digital. Penelitian ini mengeksplorasi interaksi antara persepi simbol visual digital dengan kehadiran sosial, kegembiraan kolektif, identitas budaya, dan niat pembelian ulang, serta pengaruh moderasi dari identitas budaya dan melihat perbandingan hasil penelitian pada merek fesyen lokal dan merek fesyen global. Survei dilakukan secara daring terhadap 210 responden yang berdomisili di Indonesia dan memenuhi kriteria. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan PLS-SEM. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan tingkat signifikansi antara faktor-faktor yang mempengaruhi merek fesyen lokal dan merek fesyen global. Penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi symbol visual digital mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kehadiran social dari kedua merek, diikuti dengan kehadiran social yang mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kegembiraan kolektif dan niat pembelian ulang.

Fashion has a wide range of connections with visual symbols, especially in the digital economy era. This study explores the interaction between digital visual symbol perception, social presence, collective excitement, cultural identity, and repurchase intention, as well as the moderating effect of cultural identity and compares the research results on local fashion brands and global fashion brands. An online survey was conducted on 210 respondents who reside in Indonesia and meet the criteria. The data obtained were analyzed using PLS-SEM. This study shows that there are several differences in significance levels between the factors that influence local fashion brands and global fashion brands. The study also shows that the perception of digital visual symbols has a significant positive effect on the social presence of both brands, followed by social presence having a significant positive effect on collective excitement and repurchase intention."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Cecilia Claranita
"Sektor fashion diakui sebagai salah satu industri yang paling merugikan secara ekologis karena praktiknya yang membutuhkan sumber daya tinggi dan dampak negatif yang signifikan pada lingkungan. Oleh karena itu, muncul solusi alternatif yang dikenal sebagai slow fashion. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Indonesia mulai mengembangkan sikap positif terhadap gerakan slow fashion. Namun, tampaknya sikap positif tersebut tidak selalu berdampak pada pembelian atau pembayaran produk slow fashion. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara nilai-nilai personal tertentu (lingkungan, hedonik, dan utilitarian) dan niat untuk membeli slow fashion melalui mekanisme sikap terhadap slow fashion pada merek lokal di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Penelitian ini berhasil mengumpulkan dan menganalisis data dari 218 responden yang memenuhi kriteria penelitian yang telah ditentukan. Studi ini menunjukkan hubungan yang kuat antara sikap konsumen Indonesia terhadap slow fashion dan meningkatnya kecenderungan mereka untuk membeli produk slow fashion produksi lokal.

The fashion sector is widely recognized as one of the most ecologically harmful industries due to its resource-intensive practices and substantial adverse impacts on the environment. Therefore, an alternative solution has emerged, known as slow fashion. As time progresses, the Indonesian community is beginning to develop a positive attitude towards the slow fashion movement. However, it appears that a positive attitude does not always translate into the actual purchase or payment for slow fashion products. Hence, this study aims to investigate the relationships between specific personal values (environmental, hedonic, and utilitarian) and the intention to purchase slow fashion through the mechanism of attitude toward slow fashion in local brands in Indonesia. This research is conducted using the Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) method. This research has successfully gathered and analyzed data from 218 respondents who satisfied the pre-defined research criteria. The study demonstrates a strong relationship between the attitude toward slow fashion of Indonesian consumers and their increased inclination to purchase locally-produced slow fashion products."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Nusya Puteri
"Analisis Situasi: Masyarakat Indonesia menjadi lebih sadar akan pentingnya mengekspresikan kepribadian masing-masing lewat apa yang mereka kenakan. Hal ini memicu pasar fashion di Indonesia untuk terus berkembang baik dalam lingkup lokal maupun dunia. Namun sayangnya kemunculan ini tidak didukung penuh oleh media fashion di Indonesia. Sehingga masyarakat pun terbiasa memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan informasi mengenai trend fashion lokal. Maka dari itu, situs The Local Front berusaha menjawab kebutuhan tersebut. Selain memberikan informasi dan berita yang dibutuhkan konsumen hal ini juga dapat membangun fashion scene di Indonesia. Manfaat dan Tujuan Pengembangan Prototipe.
Manfaat bagi khalayak: Sebagai wadah informasi mengenai trend fashion lokal di Indonesia dan dikemas dengan pembahasan yang mendalamManfaat bagi pengelola: Sebagai sarana dalam menyampaikan informasi yang mengedukasi target sasaran mengenai fashion dan trend mode lokal di Indonesia.
Tujuan: Menjadi situs yang memberikan informasi, wawasan dan hasil analisis trend yang dapat digunakan target sasaran untuk memperluas pemahaman mengenai trend fashion lokal.
Prototipe yang Dikembangkan: Situs The Local Front akan menyajikan hasil pengamatan mengenai trend fashion lokal di Indonesia. Target khalayak adalah pengguna internet yang aktif mengikuti perkembangan trend,berusia 19-25 tahundengan SES A dan B.
Evaluasi: Media pre-test dilakukan menyebar kuisioner online kepada 30 responden setelah membaca konten prototipe. Evalusi input akan dilaksanakan dalam Rapat Redaksi dengan menganalisa hasil laporan tiap divisi dan jumlah pengiklan Evaluasi output akan dilakukan pemantauan khusus akan dilakukan pada situs ini melalui web statistic, yakni traffic, page view, share, subscribe dan jumlah comment untuk melihat trend dan minat pengunjung situs. Evaluasi outcome dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang meninjau pada evaluasi kehadiran situs sesuai dengan tujuan awalnya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Ruth Olivia Laima Natalia Boru
"Fashion telah menjadi sebuah fenomena dimana masyarakat terkalsifikasi berdasarkan selera. Setiap kelas dalm masyarakat memiliki seleranya masing – masing yang dibentuk oleh kompetensi kultural. Perbedaan kompetensi kultural menciptakan perbedaan selera yang hierarkis antara kelas dominan dan kelas terdominasi. Kelas dominan memiliki akses yang lebih baik terhadap fashion dan mampu melegitimasi selera mereka dan menjadi panutan bagi kelas sosial lainnya. Namun, era New Media telah membawa masyarakat memasuki era dengan akses lebih luas terhadap informasi terkait fashion yang mambuat masyarakat dapat memiliki kompetensi kultural untuk dapat memproduksi selera mereka sendiri. Penelitian ini mencoba untuk menemukan bagaimana produksi selera dilakukan di dalam era New Media melalui penggunaan Instagram oleh generasi muda perempuan sebagai kelompok usia yang menjadi agen perubahan di dalam produksi selera melalui fashion.

Fashion has been a phenomena where society have been classified by their taste. Each classes of the society has their own taste that shaped by their cultural competence. Different cultural competence hence creating different hierarchy of tastes between The Dominant Class and The Dominated Class. However the Dominant Class has better access to fashion and legitimate their taste and becomes the role model for other social classes. However the age of New Media has brought society to the era of greater access to the information related to fashion which makes society has better cultural competence to produce their own tase. This research is trying to find out how the production of taste occurred in the age of New Media through the use of Instagram by female Youth as group of people who are the game-changer  of the taste  production through fashion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardyana Ulva
"ABSTRAK
Tren terbaru dalam fashion tidak begitu saja diikuti para konsumennya. Di berbagai latar kehidupan sehari-hari, tren berbusana yang sedang berlangsung akhirnya ditampilkan pemakainya dalam berbagai adaptasi. Dalam street style, misalnya, para pelakunya melakukan penyesuaian-penyesuaian agar tren berbusana dapat dikenakan dalam latar kehidupan sehari-hari. Untuk melihat hal tersebut, penulis melakukan wawancara mendalam dan pengamatan terhadap empat laki-laki anggota komuniti Lookbook Jakarta. Padu-padan pakaian tertentu dipilih untuk penampilan mereka, sebab pakaian dianggap mengomunikasikan diri pemakainya kepada individu-individu lain yang mereka hadapi. Proses transformasi dan self-indication berperan penting ketika mereka berupaya menampilkan diri visual mereka lewat pakaian

ABSTRACT
The recent trend in fashion is not so readily followed by the consumers. In sort of daily-life settings, current fashion trends are presented in various adaptations. In street style, for example, the actors adjust their dresses to conform to their situations. To describe the way people adjust trends for themselves in daily-life settings, I conduct in-depth interviews and observations of four male members of Lookbook Jakarta. They choose certain outfits for their looks because dress is considered a “visual tongue” to communicate their selves to individuals they interact with. Transformation and self-indication play significant roles in this visual-self presentation"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S75571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>