Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Asmarani
"Hermeneutika merupakan salah satu cabang ilmu dalam sastra. Melalui hermeneutika, sebuah teks ditafsirkan dan dikaji dengan cermat agar mendapatkan makna yang tepat. Di samping itu, hermeneutik juga dapat digunakan untuk memperluas cakrawala pengetahuan manusia. Dengan metode hermeneutik ini, penulis mengkaji salah satu bab dalam buku Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra karya Inge Schubart.
Buku ini merupakan buku jenis autobiografi, yakni pengarang berperan sebagai tokoh utama. Buku yang bedasarkan kisah nyata ini menarik untuk ditelaah karena pembaca akan mendapatkan wawasan baru mengenai sudut pandang, yang dikemukakan oleh Gadamer sebagai Horizont. Eine Ärztin im Dschungel von Sumatra bercerita tentang seorang dokter wanita yang ditugaskan ke Desa Tjurup, Sumatera Selatan.
Buku ini mengajak pembaca untuk melihat secara jelas isi kepala pengarang yang mengalami gegar budaya karena kepindahannya ke daerah yang berbeda budaya. Peristiwa-peristiwa lintas budaya yang dialami oleh tokoh ich tersebut akan dianalisis melalui hermeneutika Gadamer beserta teori-teori yang terkait seperti interkultural dan unsur toleran oleh S. Yagi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Darmaji
"Secara umum hermeneutik dimengerti sebagai teori penafsiran makna. Berdasarkan persoalan yang menjadi perhatian dalam hermeneutik, Josef Bleicher membagi hermeneutik menjadi tiga yaitu Teori Hermeneutik, Filsafat Hermeneutik, dan Hermeneutik Kritis. Hermeneutik Gadamer dimasukkan dalam kelompok Filsafat Hermeneutik. Filsafat Hermeneutik bertujuan untuk menerangkan dan membuat deskripsi fenomenologis atas Dasein dalam kaitan dengan temporalitas dan historisitasnya. Dengan demikian, pemikiran hermeneutik Gadamer dapat diringkaskan dengan istilah hermeneutik linguistik-ontologis daripada hermeneutik linguistik-epistemologis.
Dalam Truth and Method, Gadamer tidak bertujuan memberikan perangkat praktis untuk memahami dan menafsirkan teks, tetapi ingin menganalisis secara filosofis hakekat proses pemahaman dan penafsiran. Bagi Gadamer, hermeneutik lebih bersifat ontologis ketimbang epistemologis. Ia mengawali dengan analisis hermeneutis pengalaman estetis. Analisis tersebut mendasari analisis hakekat pemahaman hermeneutik. Baginya, pemahaman selalu terikat dengan aspek historisitasnya dan tidak melakukan usaha pemahaman dari kesadaran kosong. Aspek kesejarahan dan unsur-unsur subjektik penafsir menjadi prasyarat usaha pemahaman. Alih-alih mengejar objektivisme absolut-universal ditekankan sifat perspektif-kontekstual dalam usaha pemahaman seraya mengakui adanya otonomi pada subjek dan objek dalam proses tersebut, yang diistilahkan dengan cakrawala pemahaman. Pemahaman terjadi dalam peleburan cakrawala melalui percakapan dengan struktur pertanyaan-jawaban dan bahasa sebagai medium yang bersifat spekulatif dan terbuka. Meskipun bahasa menjadi kunci pemahaman pemikiran hermeneutiknya, namun Gadamer mengingatkan keterbatasan bahasa yang tidak mampu menghadirkan ada dari realitas yang ingin ditunjukkan.
Bahasa yang mempunyai ciri spekulatif dan keterbukaan tersebut menggarisbawahi bahwa Bahasa selalu ada dalam proses mejadi (becoming). Bahasa mempunyai dinamika otonom untuk menyingkapkan realitas dari ada (the being of reality). Bahasa bukan hasil aktivitas metodis subjek, melainkan pekerjaan dari realitas itu sendiri. Pekerjaan dari realitas itu sendiri merupakan gerakan spekulatif yang sesungguhnya, yang menggerakkan pembicara. Pergeseran arah yang ditegaskan Gadamer, yaitu dari realitas itu sendiri, dari proses membahasanya makna, menunjukkan suatu struktur ontologis-universal. Atas dasar hal ini pemahaman dapat mengarahkan diri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara
"Makalah ini membahas Fremdheit (keasingan) dan eksotisme Sumatra tahun 1911 yang ditemukan oleh Hermann Hesse dan tertulis pada roman "Aus Indien". Fremdheit dan eksotisme Sumatra muncul dari posisi Hermann Hesse sebagai das Eigene (The Self) yang berasal dari Jerman. Kedua hal ini akan mempengaruhi proses verstehen antara Hermann Hesse dan lingkungan Sumatra sebagai das Fremde (The Other).
Hasil analisis proses verstehen dalam penelitian adalah bergantinya posisi antara das Eigene dengan das Fremde dan bertambahnya cakrawala Hermann Hesse tentang Sumatra. Analisis menggunakan konsep Fremdheit dalam hermeneutik interkultural dan konsep eksotisme dalam wacana poskolonialisme.

The focus of this study is Fremdheit (strangeness) and the exotics of Sumatra in 1911 which was discovered by Hermann Hesse and written on the novel "Aus Indien". Fremdheit and the exotics of Sumatra emerged from Hermann Hesse's position as das Eigene (The Self) who comes from Germany. Both of these will affect the understanding process (verstehen) between Hermann Hesse and Sumatra's environment as das Fremde (The Other).
The results of the analysis in the verstehen (understanding) process are the alternation of position between das Eigene with Sumatra as das Fremde and the expanding of Hermann Hesse's horizon about Sumatra. The analysis uses the concept of Fremdheit in intercultural hermeneutics and exotism concept in postcolonial discourse.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pusat Pengkajian Reformed bagi Agama dan Masyarakat , 2019
200 SODE 6:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Suriani Shiddiq
"Teks dengan media apapun sesungguhnya diam, tanpa sentuhan pembaca. Dari sinilah bermuara lahirnya interpretasi atau penafsiran. Setiap orang pasti berbeda-beda dalam memaknai suatu teks, ini disebabkan terdapat 'jarak' ruang dan waktu antara teks-bacaan dengan si penafsir (pembaca; interpretator). Apalagi jika teks yang dimaksud di sini adalah kitab suci, wahyu Tuhan, The Word of God yang diturunkan melalui perantaraan seorang "nabi" (interpretator) yang notabene sulit dilacak sumber awalnya. Hermeneutika dan tafsir Al- Qur'an adalah dua metode yang dipakai untuk dapat menjangkau aspek historis, pengalaman dan fenomena sosial yang melatarbelakangi lahirnya suatu teks.
Dalam kajian teks-teks kitab suci terutama lnjil, hermeneutika digunakan untuk memahami teks itu sendiri maupun relasi antara teks (inter-text) dengan sang penafsir dan problem sosial yang terjadi sewaktu teks tersebut lahir, yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Inilah yang kemudian melahirkan dua kecenderungan dalam hermeneutika yakni diachronic-subjective dan synchronic-objective.
Konsekuensi dari dua kecenderungan tersebut melahirkan tiga metode hermenutika, yakni: (1) Tradisional; (2) Dialektik; dan (3) Ontologis. Metode inilah yang kemudian rnemunculkan berbagai aliran hermeneutika, seperti hermeneutika pilologis-teologis (Wolf-Ast dan Schleirmacher), hermeneutika filosofis (Hans-Georg Gadamer), hermeneutika eksistensial-ontologis (Martin Heidegger), henneneutika fenomenologis (Paul Ricoeur) dan hermeneutika kritis (Karl Otto Apel).
Sebagai metodologi pemaknaan dan pemahaman terhadap teks, hermeneutika telah mengalami perubahan paradigma yang sangat signifikan. Pada awalnya problem hermeneutika hanya menyangkut problem pemaknaan teks kitab suci semata, maka pada era selanjutnya hermeneutika juga digunakan sebagai altematif metodologi pemahaman terhadap fenomena manusia, alam dan ragam sasial yang melatarinya.
Seperti halnya hermeneutika, kajian terhadap teks Al Qur'an juga terus mengalami perkembangan. Ini disebabkan terus berkembangnya metodologi penafsiran sepanjang waktu. Lahirlah, kemudian, dua kecenderungan penafsiran, yaitu penafsiran tekstual (tafsir bi al ma'tsur) yang secara teoritik menyangkut aspek teks dengan problem semiotika dan semantiknya, dan model penafsiran kontekstual-rasional (tafsir bi al ra'yi) yang secara teoritik menyangkut aspek konteks di dalam teks yang mereprentasikan ruang-ruang sosial budaya yang beragam di mana teks itu muncul. Konsekuensi dari dua kecenderungan tersebut melahirkan empat metodologi penafsiran yakni (1) Tahlili; (2) Ijmali; (3) Mugaran; dan (4) Maudlu'.
Keempat metodologi penafsiran tersebut menjadi sangat penting dibahas mengingat dari sinilah kemudian lahir berbagai problematika pemaknaan dalam memahami teks Al Qur'an termasuk di dalamnya adalah metodologi hermeneutika Al Qur'an yang hingga sekarang masih mengalami kontroversi. Kontroversi itu menyangkut adanya prosupposisi bahwa metode hermeneutika tidak dapat dipakaikan untuk menafsirkan at Qur'an.
Secara umum, antara hermeneutika dengan tafsir yang selama ini dikenal relatif hampir lama dari sisi penerapannya. Hanya saja, keduanya memiliki karakteristiknya sendirisendiri yang sangat khas. Hermeneutika yang berlatarbelakang teologi Kristen dan Al Qur'an yang berlatarbelakang Islam secara substansial sumbernya jelas berbeda.
Namun demikian, keduanya secara harfiah memiliki fungsi yang sarna, yakni memaknai, menterjemahkan atau menafsirkan. Akan tetapi secara historis keduanya memiliki rnakna yang relatif berbeda. Kalaupun ada persamaan semata menyangkut logika Bahasa dan pemaknaan terhadap fenomena yang melatarbelakanginya. Secara metodologis antara hermeneutika dan tafsir Al Qur'an juga tidak berbeda. Sebab, keduanya sama-sama dipakai dalam konteks untuk memahami teks yang secara historis berbeda jarak ruang dan waktunya. Keduanya bahkan dipandang dapat pula saling melengkapi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardety
"Disertasi ini merupakan studi hermeneutika feminisme bagi penafsiran Alquran, khususnya hermeneutika feminisme dalam pemikiran Amina Wadud. Problem metodologis dalam penafsiran Alquran telah melahirkan penafsiran yang bias gender dan telah membuat perempuan menjadi subordinat dan tertindas. Isu-isu gender telah melahirkan pandangan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki dan kemanusiaan perempuan tidak utuh. Dalam upaya mencapai kesetaraan dan keadilan gender, Wadud membongkar bias gender dalam penafsiran Alquran untuk direinterpretasi dengan pendekatan hermeneutika feminisme.
Tujuan disertasi ini adalah memformulasikan model hermeneutika feminisme dalam pemikiran Wadud, yaitu mengeksplisitkan cara kerja dan asumsi-asumsi metodologis yang terkandung dalam hermeneutika feminisme. Konstribusi penting hermeneutika feminisme adalah memunculkan tafsir feminis, sebuah tafsir yang mengumandang suara perempuan dalam Alquran.

This dissertation is the study of feminist hermeneutics in the Alquran, particularly, implementing feminist hermeneutics in Wadud?s literature/texts. Methodological problems in the interpretation of the Alquran has caused gender bias interpretations and has made women subordinate and oppressed. Gender isues spawned the view that the position of women in society is considered lower than male and female humanity is deemed incomplete. Thus, in order to achieve equality and gender justice, Wadud dismantles gender bias in the interpretation of the Alquran for reinterpretation.
The purpose of this dissertation is to formulate models of feminist hermeneutics used in Wadud?s literature/texts. It shows how feminist hermeneutics works and methodological assumptions in feminist hermeneutics. The important contribution of feminist hermeneutics is to include feminist interpretation, an interpretation which articulates the voice of women in the Alquran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2078
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inyiak Ridwan Muzir
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016
121.686 INY h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Fakhri Iwansyah
"Tesis ini adalah penelitian terhadap apa itu hakikat realitas menurut Slavoj Zizek. Penelitian ini menggunakan metode refleksi kritis dan fenomenologi-hermeneutika Gadamer untuk menganalisis teori yang ditawarkan oleh Slavoj Zizek. Menggabungkan Psikoanalisis Lacanian dengan Idealisme Jerman, pemikiran Zizek penuh dengan kontradiksi dan paradoks karena memang realitas itu ternyata sarat dengan kontradiksi. Realitas simbolik ternyata hanyalah fiksi yang menyembunyikan di belakangnya suatu void yang memberikan dimensi performatif. Temuan penelitian ini adalah tidak ada sesuatu yang konsisten akan dirinya sendiri; dan dengan demikian realitas simbolik tidak lengkap, tidak selesai, dan berkontradiksi secara internal. Dalam pemikiran Zizek tidak ada sesuatu yang tidak cacat secara ontologis; tidak ada substansi yang bukan merupakan kegagalan representasi namun justru kegagalan representasi ini adalah konstitutif akan esensi substansi. Akan tetapi, sejauh realitas itu tidak utuh dan terbelah dari dalam, subjek memiliki potensi untuk bebas secara radikal: subjek dapat membangun dunia lain, realitas simbolik yang lain.

This thesis is a research on what is reality according to Slavoj Zizek. This study uses critical reflection and Gadamer's phenomenology-hermeneutics methods to analyze the theory offered by Slavoj Zizek. Combining Lacanian Psychoanalysis with German Idealism, Zizek's thinking is full of contradictions and paradoxes because reality is indeed full of contradictions. Symbolic reality turns out to be just a fiction that hides behind it a void that gives a performative dimension. The findings of this study are that nothing is self-consistent; and thus symbolic reality is incomplete, inconsistent, and internally contradictory. In Zizek's thinking there is nothing that is not ontologically flawed; there is no substance which is not a failure of representation but rather that this failure of representation is constitutive of the substance’s essence. However, in as much as reality is incomplete and divided from within, the subject has the potential to be radically free: the subject can construct another world, another symbolic reality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Harsono Viery
"Respon kontemporer terhadap akomodasi interpretasi psikologistik terhadap korpus fiksi di dalam filsafat oleh Jillian Isenberg merupakan salah satu motivasi tesis ini. Usaha tersebut memperluas pemahaman yang kurang lebih bertahan hingga hampir satu abad yang dimulai dari anggapan Frege dalam misi logisismenya terhadap menganggap suatu korpus logika dan psikologi tidak dapat saling tumpang tindih, dan lantas, fiksi yang erat dengan kondisi emosional manusia niscaya mengandung bahasa yang cenderung bersifat emotif yang tidak dapat dijustifikasi kebenarannya yang di mana kebenarannya dapat dijustifikasi setidaknya dengan memiliki referensi. Di dalam tulisan ini, kekhawatiran Fregean viz logisisme hingga kaum realisme fiksi seperti David Lewis hingga kaum bahasa keseharian seperti John Searl akan dikaji dengan kilas terhadap nilai kebenaran teori glap, yang ditawarkan oleh Jenny Matthias yang di mana teori glap merupakan sintesis dari teori kebenaran glut dan gap. Tesis ini berargumen bahwa kekhawatiran terhadap fiksi dapat dirumuskan terutama dalam dua poin: (1) Inkonsistensi kebenarannya, (2) Relasinya terhadap realitas aktual qua referensinya—saya akan menganggap permasalahan ini sebagai permasalahan kekaburan. (1) akan lebih banyak mendapat perhatian melalui teori kebenaran, terutama glap, (2) akan diteliti lebih lanjut melalui pandangan fiksi tanpa pretensi seperti oleh Isenberg didukung oleh Akiba di dalam pandangan modal terhadap kekaburan. Dengan validasi yang diberikan, saya menawarkan pandangan kerangka teoritik fenomenologis sebagai titik berangkat interpretasi atau alternatif selanjutnya di dalam korpus fiksi bagaimana sebenarnya pandangan psikologis sepenuhnya tidak dapat kita pertahankan melainkan adanya afirmasi intensional yang selalu mengikuti hingga di dalam logika sekalipun.

This thesis is inspired by the contemporary academic discourse on integrating psychological interpretations within the corpus of fictional philosophy, as exemplified by Jillian Isenberg's work. It extends the debate that has evolved over nearly a century, starting with Frege's assertion in his logicism that a corpus of logic and psychology are mutually exclusive. This assertion highlights that fiction, inherently linked to human emotions, often includes emotive language whose truth cannot be simply justified by references. This paper explores a range of perspectives from Fregean logicism to David Lewis's fictional realism, and everyday language analysis by John Searle. Special emphasis is placed on evaluating the 'glap' theory's truth value, proposed by Jenny Matthias. 'Glap' theory is a synthesis of the 'glut' and 'gaps' theories. The thesis argues that the dilemma of fiction can be primarily broken down into two issues: (1) The inconsistency in its truthfulness, and (2) Its relationship to actual reality in terms of references. These issues are approached as problems of vagueness.The focus is more on (1), examined through the lens of truth theories, particularly 'glap', while (2) is explored through a non-presumptive fictional perspective as advocated by Isenberg and supported by Akiba's modal view of vagueness. This thesis proposes a phenomenological theoretical framework as a foundational or alternative approach for interpreting the corpus of fiction, emphasizing that a purely psychological viewpoint is indefensible except for intentional affirmations that persist even in logic."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masykur
"Dewasa ini hermeneutika menjadi permasalahan yang menarik untuk dieksplorasi dan dianalisis. Hermeneutika pertama muncul berkaitan dengan kata hermeneia yang diungkapkan oleh Plato, Aristoteles, dan Philo. Signifikansi dan urgensi hermeneutika diperlukan sekali ketika ingin menjelaskan dan memahami realitas yang berkaitan dengan mitos dan agama. Untuk keperluan itu, interpretasi teks Ricoeur ini memberikan alternatif yang berbeda dengan hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial.
Dengan permasalahan di atas, penulis mengambil judul Interpretasi Teks dalam Hermeneutika Paul Ricoeur. Dengan judul ini, ada tiga masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu: Pertama, apa yang dimaksud dengan interpretasi teks Ricoeur tersebut? Kedua, apa yang dimaksud dengan teks Ricoeur tersebut? Ketiga, bagaimana penerapan interpretasi teks Ricoeur dalam hubungannya dengan hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial? Kerangka teori yang digunakan adalah bahwa teori interpretasi teks Ricoeur haaya dapat dipahami dengan memahami teks yang difiksasi dengan tulisan.
Tesis ini bersifat deskriptif-analitis yang tampak pada metode-metode yang digunakan. Tesis ini merupakan studi pustaka. Pustaka primer yang digunakan adalah The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics, Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning, dan From Text to Action: Essays in Hermeneutic. Sedangkan, pustaka sekunder yang digunakan adalah pustaka yang menjelaskan hermeneutika dan interpretasi teks Ricoeur. Persoalan interpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur dideskripsikan, dianalisis, dan diinterpretaslkan dengan metode deskripsi, metode pemahaman,dan metode hermeneutika Ricoeur yang didasarkan pada interpretasi teks.
Pada akhir pembahasan, penulis berefleksikan secara kritis dengan metode refleksi kritis. Inti sari dari tesis ini membahas pemikiran hermeneutika fenomenologis Ricoeur yang meletakkan interpretasi teks sebagai dasar metode hermeneutikanya. Interpretasi teks Ricoeur dapat digunakan untuk membaca makna yang tersembunyi dalam teks yang mengandung makna yang tampak. Interpretasi teks Ricoeur ini merupakan distingsi antara hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial. Distingsi antara kedua hermeneutika itu tampak pada ontonomi teks dengan konsep apropriasi-distansiasi, erklaren-verstehen, dan tindakan penuh makna sebagai teks. Dengan demikian, sebagai refleksi kritis ada dua temuan dalam tesis ini. Pertama, bahwa interpretasi teks Ricoeur merupakan mediasi antara hermeneutika Romantis sebagai kutub obyektif dan hermeneutika ontologis-eksistensial sebagai kutub subyektif. Kedua, bahwa hermeneutika fenomenologis Ricoeur merupakan mediasi antara fenomenologi Husserl dan strukturalisme Saussure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>