Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indriyana
"Di Indonesia, antibiotik masih sangat mudah didapatkan di apotek-apotek tanpa resep dokter. Perilaku petugas apotek menjadi faktor penting yang berperan dalam maraknya swamedikasi antibiotik di apotek. Edukasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki perilaku petugas apotek dalam praktek swamedikasi antibiotik. Hingga saat ini belum ditemukan jenis media yang paling efektif untuk memperbaiki praktek swamedikasi antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pemasangan media banner dalam memperbaiki praktek swamedikasi di apotek. Penelitian merupakan pre-eksperimental multicenter-one group pre-test post-test design. Sampel terdiri dari 79 apotek yang tersebar di wilayah Depok. Metode pseudopatient digunakan untuk mendapatkan data berdasarkan pelayanan oleh petugas apotek atas permintaan antibiotik tanpa resep untuk penyakit ISPA tanpa komplikasi. Data yang direkam dan didokumentasikan diambil pada sebelum dan 1 bulan sesudah pemasangan banner. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 18,0. Antibiotik yang paling sering diberikan adalah amoksisilin 500 mg generik. Terdapat perbedaan bermakna pada pemberian informasi obat oleh petugas apotek pada sebelum dan 1 bulan setelah pemasangan banner (p ≤ 0,05).Pemasangan media edukasi banner tidak terbukti efektif dalam memperbaiki praktek swamedikasi antibiotik di apotek. Informasi dalam media edukasi banner hanya mampu memperbaiki informasi obat yang disampaikan oleh petugas apotek dan tidak memperbaiki perilaku petugas dalam pelayanan swamedikasi antibiotik.

In Indonesia, antibiotics could easily be obtained without a prescription from community pharmacies. Pharmacy workers behavior can be a substantially factor impacting antibiotics self-medication practices in community pharmacies. Education is one of way to improve pharmacy workers behavior in antibiotics self-medication practices. Appropriate media used to improve antibiotics self-medication practices effectively has not provided yet. The aim of this study was to analyse the effectiveness of banner setting to improve antibiotics self-medication practices in community pharmacies. This study was pre-experimental multicenter-one group pre-test post-test design. Sample was 79 community pharmacies spread in Depok. Pseudopatient method was used to obtain data based on pharmacy worker’s behavior to dispense antibiotics without prescription for uncomplicated URTI. Data was recorded and documented before and after the 1 month intervention. Data was analysed with SPSS 18.0. Result showed that antibiotic that mostly given was generic amoxicillin 500 mg. Significant difference was seen in the type of information that provide by pharmacy worker before and after 1 month banner setting (p ≤ 0.05). Banner educational media setting were ineffective to improve antibiotics self-medication practices in community pharmacies. Information provided in banner could improve the drug information that given by pharmacy worker, but could not improve pharmacy worker’s behavior in antibiotics self-medication practices.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arys Medta Pariwidjayanti
"Swamedikasi antibiotik dapat meningkatkan terjadinya resistensi antibiotik dan resiko penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien terhadap bahaya penggunaan antibiotik tanpa resep. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemasangan banner terhadap pengetahuan pengunjung mengenai bahaya swamedikasi antibiotik.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen semu menggunakan rancangan separate sample pretest-posttest. Kuesioner yang telah tervalidasi digunakan untuk mengumpulkan data sosiodemografi, riwayat penggunaan antibiotik, pengetahuan pengunjung sebelum dan setelah 1 bulan pemasangan banner. Penelitian dilakukan pada bulan November 2012-Mei 2013 di 22 apotek kota Depok. Sampel penelitian merupakan responden yang berkunjung ke apotek tersebut dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Jumlah responden yang diperoleh saat pretest dan posttest sebanyak 133 orang dan 44 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengunjung mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang, baik pada saat pretest (nilai rata-rata 9,59) dan posttest (nilai rata-rata 10,09). Pemasangan banner antibiotik tidak memberikan berpengaruh terhadap pengetahuan pengunjung apotek (p>0,05).

Self-medication with antibiotics can increase the antibiotic resistance and the risk of inappropriate use. This practice is happened because the lack of patient knowledge about the danger of antibiotic use without prescription. Education providing with banner setting in the pharmacies could be undertaken to increase the patient knowledge. The aim of this study was to analysis the influence of banner setting in the pharmacies toward visitor knowledge about the danger of sel-medication with antibitics.
This study was quasi experiment with separate sample pretest-postest design. A validated questionnaire was used to obtain socio-demographic data, history of antibiotic use, visitor knowledge before and after 1 month banner setting. This study was conducted from November 2012 to february 2013 in 22 Depok pharmacies. The sample of this study was the respondent who visited to pharmacies and meet the inclusion and exclusion criteria. A consecutive sampling method was used in this study, which involved 133 respondents in the pre-test and 44 respondents in the post-test.
The result showed that the majority of visitors had a moderate level of knowledge, both in pre-test (mean= 9.59) and post-test (mean = 10.09 ). The banner setting of antibiotics weren’t given the influence to pharmacy visitors knowledge (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Heningtyas
"Penggunaan antibiotik secara bebas atau tanpa menggunakan resep dan kepatuhan pasien dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi antibiotik. Masalah resistensi antibiotik selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan praktik pembelian antibiotika tanpa resep dan hubungan praktik pembelian antibiotik tanpa resep dengan kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan di beberapa apotek Kecamatan Beji Kota Depok pada tahun 2018.
Metode Penelitian ini menggunakan desain studi kuantitatif dan dilakukan secara random terhadap responden yang keluar apotek yang menjual antibiotik tanpa resep yang kemudian dihubungi kembali setelah 7 hari untuk mendapatkan data kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan.
Hasil dari penelitian diantara 109 responden 63,3% membeli antibiotik tanpa resep, 37,6 % tidak menghabiskan antibiotiknya, 82% responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah melakukan pembelian antibiotik tanpa resep, terdapat perbedaan rata rata nilai pengetahuan, sikap, persepsi dan akses sarana antara yang membeli antibiotik tanpa resep dengan responden yang membeli dengan resep dengan masing masing nilai p value = 0,016; 0,0005; 0,0005; dan 0.0005. Terdapat 25,5% untuk pengalaman terdahulu dan 47,7% responden yang menjadikan sebagai referensi dan melakukan pembelian antibiotik tanpa resep.
Kesimpulan: Faktor faktor yang berhubungan terhadap pembelian antibiotik tanpa resep adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi, akses sarana mendapatkan antibiotik tanpa resep, saran teman dan pengalaman terdahulu, selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara pembelian antibiotik tanpa resep dengan perilaku tidak menghabiskan antibiotik.

The use of antibiotics freely or without prescription and patients' obedience in completely consuming the antibiotics bought is one factor causing antibiotic resistance. Problem of antibiotic resistance, besides impacting morbidity and mortality, has also a very negative impact both economically and socially.
Purpose of this study is to determine factors related to the practice of antibiotic purchase without prescription and the relationship of the practice of purchasing antibiotics without prescription with patients' obedience in completely consuming antibiotics bought at some pharmacies in Beji subdistrict, Depok city in 2018.
Method: This research used a quantitative and random design study to respondents who bought antibiotics sold by the pharmacies sold those without prescription and then the patients contacted one more time after 7 days to obtain patients' obedience data in completely consuming the antibiotics bought.
Results: Among 109 respondents, 63.3% were taking antibiotics without prescriptions, 37.6% did not completely consume the antibiotics, 82% of those with low levels of education had antibiotic purchases without a prescription, there was an average difference in the value of knowledge, attitudes, perceptions and access between those who buy antibiotics without a prescription and respondents who buy them with a prescription with each value of p value = 0.016; 0.0005; 0.0005; and 0.0005. There were 25.5% for prior experience and 47.7% of respondents made reference and purchased antibiotics without a prescription.
Conclusions: Factors related to purchasing antibiotics without prescription are education, knowledge, attitude, perception, access to antibiotics without prescription, friend suggestions and prior experience. There is a significant association between the purchase of antibiotics without prescription and the antibiotic-free behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Tilaqza
"ABSTRAK
Sekitar 50% peresepan antibiotik tidak rasional berdasarkan data dari WHO,
dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, biaya
pengobatan, efek samping dan resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pola peresepan antibiotik dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan peresepan antibiotik yang rasional di seluruh puskesmas kecamatan kota
Depok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel
penelitian terdiri dari seluruh dokter, tenaga kefarmasian, resep antibiotik per oral
dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode Oktober
– Desember 2012. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis diketahui pola peresepan antibiotik
yang paling banyak diresepkan berdasarkan jenis antibiotik adalah amoksisilin
(73,5%) dan kotrimoksazol (17,4%), berdasarkan jenis penyakit adalah faringitis
akut (40,2%) dan ISPA tidak spesifik (25,4%), berdasarkan jenis kelamin pasien
adalah perempuan (54,4%), dan berdasarkan usia yakni antara 19-60 tahun
(45,4%). Dari 392 resep diketahui 56,1% tidak memenuhi kriteria kerasionalan
peresepan antibiotik yakni dalam hal pemilihan antibiotik (22,7%), durasi
pemberian (72,3%), frekuensi pemberian (3,2%), durasi dan frekuensi pemberian
(1,8%).Dokter yang pernah mengikuti pelatihan 2,014 kali lebih rasional
dibandingkan dengan dokter yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Dokter
dengan masa kerja singkat (< 7 tahun) 3,952 kali lebih rasional dalam peresepan
antibiotik dibandingkan dengan masa kerja lama (> 7 tahun). Penelitian ini juga
menunjukkan peran tenaga kefarmasian dalam peresepan antibiotik rasional
belum bisa dilakukan karena kendala keterbatasan tenaga. Oleh karena itu perlu
dilakukan pelatihan kepada dokter dalam upaya meningkatkan peresepan
antibiotik yang rasional secara periodik dan penambahan tenaga kefarmasian agar
bisa melaksanakan peran dalam peresepan antibiotik rasional.
ABSTRACT
Approximately 50% of antibiotic prescribing is categorized as irrational according
to the data from the WHO, which will cause an increase in morbidity, mortality,
cost of medication, side effects, and resistance. The aim of this study was to
evaluate antibiotic prescribing patterns and factors associated with rational
antibiotic prescribing at public health care in Depok. Study design used a cross
sectional method. The sample consisted of physicians, pharmacists, oral antibiotic
prescriptions, and LPLPO from October to December 2012. Data were analyzed
by chi-square test and logistic regression analysis. Based on the results of
analysis, the most widely prescribed antibiotic pattern based on type of antibiotic
were amoxicillin (73.5%) and cotrimoxazole (17.4%), based on the type of
disease were acute pharyngitis (40.2%) and non-specific respiratory infection
(25.4%), based on the patient's gender was female (54.4%), and based on the age
was between 19-60 years (45.4%). About 56.1% of 392 prescriptions was found
not to meet the criteria for rational antibiotic prescribing in the case of antibiotic
selection (22.7%), duration of administration (72.3%), frequency of
administration (3.2%), duration and frequency of administration (1.8%).
Physicians who had attended training for rational drug use was 2,014 times more
rational than physicians who had never attended training. Physicians with short
working period (<7 years) was 3,952 times more rational in prescribing of
antibiotics compared to physicians with a longer working period (> 7 years). This
study also indicated that the role of pharmacist in rational antibiotic prescribing
could not be implemented due to the lack of pharmacist staff. Therefore,
periodically training is necessary for physicians in an effort to improve a rational
antibiotic prescribing in public health care. Additional staff of pharmacist in order
to carry out their role in rational antibiotic prescribing is also needed."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryman Utama Suryadinata
"Penggunaan antibiotik yang salah atau irasional dapat menyebabkan terjadinya kasus Antibiotic Resistance (ABR). Salah satu proses dalam mengendalikan ABR yaitu dengan melakukan evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens. Rumah Sakit X saat ini berupaya untuk terus memenuhi standar pelayanan kesehatan yaitu tentang penggunaan antibiotik yang rasional. Metode untuk mengevaluasi rasionalitas yang digunakan adalah dengan metode Gyssens. Kemudian, beberapa hasil yang menarik akan diverifikasi dengan tim pada saat diskusi dilakukan. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 307 kali penggunaan antibiotik. Terdapat 7,5% penggunaan antibiotik yang sesuai dengan pedoman dan penggunaan antibiotik terbanyak pada golongan Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone) dan Beta Lactam (Ampisilin Sulbaktam).
Penyebab terjadinya ketidaksesuaian dan dalam penggunaan antibiotik adalah belum adanya standar pedoman penggunaan antibiotik pada seluruh kelompok diagnosa penyakit, beberapa antibiotik tidak tersedia di rumah sakit, beberapa kebijakan dan program belum berjalan maksimal. Dampak tersebut dapat menyebabkan potensi terjadinya resistensi, penurunan efektivitas obat bahkan dapat meningkatkan biaya pengobatan. Beberapa solusi harus segera dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan cost saving dan hal ini dapat berpengaruh terhadap pembelian obat di rumah sakit termasuk pada mengurangi potensi risiko lainnya yang dapat muncul. Hal tersebut memiliki tujuan akhir yang sama yaitu kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.

Irational antibiotics usage could drive into Antibiotics Resistance (ABR) which could be control by doing the evaluation of antbiotic usage. Nowdays, Hospital X is very concern to improve their quality of services by pushing rational usage of antibiotics. This reasearch will evaluate the rationality of antibioic useage with Gyssens algorithm, and cntinue by some discussion with the team for verification the interesting results. The total sample is 307 cases of antibiotic used. There are 7,5% rational cases of antibiotics usage which Cephalosporin 3 generation (Ceftriaxone) and Beta Lactam (Ampicillin Sulbactam) were the most frequent delivered.
Those irational antibiotic usage caused by there was no antibiotics used guideline for therapy especially for antibiotics therapy, some kind of antibiotics are not available in hospital and some internal regulations and programs were not working properly which could drive to antibiotics resistance, inefficient of the treatment and also increase the treatment cost. The hospital should do some improvement to prevent the resistance, which could give some benefits such as increase cost saving of the treatment, decrease the purchasing level and minimum risk of potential incident. All of those things just to reach the best quality with the controlled cost of healthy services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Asyura Rizkyani
"ABSTRAK
Peranan farmasi klinik di era JKN telah berkembang yaitu melakukan evaluasi
farmakoekonomi terutama pada penggunaan antibiotik pasien anak di PICU yang
berisiko tinggi akan resistensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi peran
serta farmasi klinik pada terapi antibiotik secara ekonomi di PICU RSCM periode
Mei-Oktober 2014. Metode yang digunakan adalah analisis efektivitas biaya.
terhadap lama rawat pasien pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan
rekomendasi periode Mei-Juli 2014 (NR) dibandingkan dengan kelompok pasien
yang mendapat rekomendasi dari farmasi klinik periode Agustus-Oktober 2014
(R). Hasil yang diperoleh dari 42 pasien kelompok NR dan 51 pasien kelompok R
adalah total biaya pada kelompok NR sebesar Rp 427.805.134, sedangkan
kelompok R sebesar Rp 349.302.060. Total lama rawat pasien pada kelompok NR
adalah 268 hari, sedangkan kelompok R adalah 228 hari. Rata-rata lama rawat per
pasien kelompok NR yaitu 6,4 hari sedangkan kelompok R yaitu 4,5 hari.
Persentase efektivitas pada kelompok NR adalah 15,36%, sedangkan kelompok R
22,22%. Hasil ACER kelompok NR adalah Rp 1.591.537/hari, sedangkan ACER
kelompok NR adalah Rp 1.522.013/hari. Hasil analisa sensitivitasnya adalah
dominan karena biaya lebih kecil sedangkan efektivitasnya lebih besar. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran serta farmasi klinik dalam terapi dapat
menurunkan biaya dan lama rawat pasien di PICU RSCM.

ABSTRACT
The role of clinical pharmacy in National Health Insurance era to evaluate the use
of antibiotics has been evolved, especially for children in PICU which at high risk
for resistance. The research objective was to evaluate the role of clinical pharmacy
on antibiotic therapy in the PICU RSCM period from May to October 2014. The
method used is cost-effectiveness analysis to length of stay between the group of
patients who did not received recommendation of clinical pharmacy in the period
May - July 2014 (NR) compared with the group of patients who received the
recommendation of clinical pharmacy period from August to October 2014 (R).
The results were obtained from 42 patients NR group and 51 patients in the R
group. The total direct medical costs in the NR group Rp 427.805.134 , while the
R group Rp 349.302.060. Total length of hospital patients in the NR group was
268 days, while the R group was 228 days. Average length of stay per patient in
the NR group was 6.4 days, while R group was 4.5 days. Percentage of effectivity
from the NR group was 15,36%, while the group R was 22,22 %. ACER in NR
group is Rp 1.591.537 per length of stay, whereas the R group is Rp 1.522.013
per length of stay. The results of the sensitivity analysis is dominant because the
costs was less , while its effectiveness is greater. Thus, it can be concluded that
participation in the clinical pharm"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T43200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Octaviany
"Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran proses pengendalian persediaan obat antibiotik di RS Meilia pada tahun 2014 dengan menggunakan metode analisis ABC indeks kritis. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitat if. Data yang digunakan adalah data pemakaian obat antibiotik di bulan Januari s/d Desember 2014 dan hasil pengisian kuesioner nilai kritis obat. Hasil penelit ia n menunjukkan kelompok A hasil analisis ABC indeks kritis terdiri dari 10 item obat antibiotik dengan nilai investasi sebesar Rp 2.114.748.870,- (39.91%). Kelompok B terdiri dari 45 item dengan nilai investasi sebesar Rp 2.380.506.460,- (44.92%). Kelompok C terdiri dari 110 item dengan nilai investasi sebesar Rp 803.183.274,- (15.17%). Analisis persediaan pada kelompok A dilakuka n dengan menghitung EOQ dan ROP. Tiga metode peramalan digunakan pada penelitian ini yaitu Single Smoothing Exponential, Moving Average 3 periode, dan Weighted Moving Average 3 periode. Pemilihan metode peramalan yang akan digunakan dengan mempertimbangkan tingkat akurasi data yang dihasilkan dan pengaruh hasil peramalan pada besaran biaya rumah sakit.

The purpose of this research is to analyze antibiotics inventory control using ABC critical index method at Meilia Hospital in 2014. The design of this research is a descriptive quantitative research. In this research the data is based on the consumed antibiotics in January to December 2014 and the critical index value of antibiotic s. The result showed that the group A consisted of 10 items with a value of Rp 2.114.748.870,- (39.91%). The group B consisted of 45 items with a value of Rp 2.380.506.460,- (44.92%). The group C consisted of 110 items with a value of Rp 803.183.274,- (15.17%). An inventory control analysis was done by calculat ing EOQ and ROP of the group A. The three methods of forecasting were used in this research, i.e Single Smoothing Exponential, 3 period Moving Average, and 3 period Weighted Moving Average. Forecasting method that will be used is determined by the level of accuracy and the influence of forecast result on hospital cost."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Najwa Rokhmah
"Kejadian infeksi luka operasi menjadi salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering banyak terjadi di beberapa negara. Belum maksimalnya penggunaan antibiotik profilaksis ditandai dengan penggunaannya yang tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan secara nasional maupun internasional mengakibatkan meningkatnya resiko kejadian infeksi luka operasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik profilaksis bedah terhadap kejadian infeksi luka operasi yang dievaluasi selama 23 hari di RS Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel secara total sampling dan retrospektif dengan menggunakan data sekunder (rekam medis). Sampel penelitian sebanyak 577 rekam medis pasien sejak Januari 2013-Desember 2013.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 6 kejadian infeksi luka operasi (1,04%) dengan penggunaan antibiotik profilaksis tidak sesuai dengan Kepmenkes no 2046 tahun 2011. Tidak terdapat hubungan antara jenis dan waktu penggunaan antibiotik terhadap kejadian infeksi luka operasi serta tidak terdapat hubungan antara faktor resiko dengan kejadian infeksi luka operasi.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kejadian infeksi luka operasi di RS Dr H Marzoeki Mahdi cukup rendah dibandingkan penelitian lain yang pernah dilakukan dan tidak terdapat pengaruh signifikan antibiotik profilaksis serta faktor resiko terhadap kejadian infeksi luka operasi.

Surgical site infection is one of nosocomial infection that frequently happened in some countries. Unappropriate used of prophylactic antibiotic signed by the used of antibiotic not accordance with local or international guidelines and it caused surgical site infection increase.
This study aim to assesed and evaluated factors that affect antibiotic prophylactic use to surgical site infection in Marzoeki Mahdi Hospital Bogor. The design of this study cross sectional with total sampling, and data collected retrospectively. Sample of this study are 577 patient from January 2013- December 2013.
The result showed surgical site infection occur in 6 patients (1,04%), the used od prophylactic antibiotic is not appropriate Kepmenkes No 2046. There is no relationship between types and duration of prophylactic antibiotic to surgical site infection cases and also there is no relation between risk factors and surgical site infection cases.
In this study we can conclude incidence of surgical site infection in Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital was low and there is no significant relation between prophylactic antibiotic used and risk factors with surgical site infection cases.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Berintan
"Puskesmas memiliki peran untuk melakukan upaya kesehatan masyarakat, diantaranya adalah farmasi yang mencakup pengelolaan obat-obatan dan alat kesehatan yang diperlukan. Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah sistem evaluasi yang terstruktur untuk memastikan ketepatan penggunaan obat. EPO dapat memberikan gambaran penggunaan obat sehingga dapat memberi masukan untuk pengelolaan obat dan evaluasi efektivitas terapi obat. Metode ATC/DDD adalah metode yang direkomendasikan WHO untuk analisis kuantitatif penggunaan obat secara internasional. Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) adalah klasifikasi obat berdasarkan lokasi kerja, efek terapi, farmakologi, dan sifat kimia obat sedangkan Defined Daily Dose (DDD) adalah dosis pemeliharaan rata-rata per hari pada pasien dewasa. Antibiotika merupakan obat antibakteri yang perlu ditangani dengan hati-hati, karena penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau resistensi mikroba. Laporan ini membahas analisis penggunaan obat golongan antibiotika dengan metode ATC/DDD di Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada tahun 2021. Hasil laporan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam perencanaan obat di masa depan.

Community health centers have a role to do community health improvements, which among them is pharmacy that includes management of the drugs and healthcare tools needed. Drug use evaluation is a structured system of evaluation to ensure the accuracy of drug usage. This evaluation can help give a picture of drug use that can help in drug management and evaluation of the effectivity of therapy. The ATC/DDD method is a method recommended by WHO for quantitative drug analysis internationally. Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) is a classification of drugs based on location of action, therapeutic effect, pharmacology, and chemical property while Defined Daily Dose (DDD) is the average maintenance dose on adult patients. Antibiotics is a group of antibacterial drugs that needs careful management, for that incorrect usage can cause health issues or microbial resistance. This report discusses the analysis of the use of antibiotics with ATC/DDD method on Jatinegara community health center on 2021. The result of this report is hoped to be a source of information for future plannings of drugs.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>