Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164472 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasan
"ABSTRAK
Latar Belakang : Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit arteri perifer (terutama critical limb ischemia) memiliki tingkat amputasi yang masih tinggi. Perkembangan teknik endovaskular memungkinkan tindakan revaskularisasi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan komplikasi yang rendah dibandingkan operasi bypass.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keberhasilan klinis 1 tahun setelah tindakan Percutaneus Transluminal Angioplasty dan distribusi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan klinis.
Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit arteri perifer yang menjalani tindakan PTA pada tahun 2008-2012 di Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pasien diikuti selama 1 tahun setelah tindakan PTA. Luaran yang dinilai pada penelitian ini adalah keberhasilan klinis dan limb salvage. Definisi keberhasilan klinis adalah tidak mengalami amputasi mayor, tidak terjadi restenosis, dan tidak mengalami nyeri berulang. Sedangkan tingkat limb salvage adalah proporsi pasien dengan plantar stand yang utuh setelah tindakan PTA.
Hasil : Tindakan PTA dilakukan pada 43 pasien dengan diabetes tipe 2. Manifestasi paling sering adalah gangren (30.2%) dan luka iskemik (30.2%). Sedangkan 8(18.2%) pasien datang dengan nyeri pada istirahat dan 9(20.2%) pasien datang dengan klaudikasio. Selama 1 tahun, 3 pasien mengalami amputasi mayor, 3 pasien mengalami restenosis, dan 4 pasien mengalami nyeri berulang. Keberhasilan klinis untuk 1 tahun adalah 75% dan tingkat limb salvage selama 1 tahun adalah 90%. Pasien dengan diabetes terkendali dan CTO memiliki proporsi keberhasilan klinis yang lebih tinggi.
Simpulan : Tindakan PTA pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan PAD memiliki keberhasilan klinis dan tingkat limb salvage yang cukup baik.
Kata Kunci : Angioplasti; diabetes; critical limb ischemia; penyakit arteri perifer; PTA; limb Salvage
ABSTRACT
Background : Diabetic patient with PAD (especially critical limb ischemia) still have a high rate of limb amputation. The development in endovascular technique allows revascularization with high level of success and low complication compare to surgical (bypass).
Objectives :The aim of this study is to evaluate the clinical outcome 1 year after PTA in type 2 diabetic patient with PAD.
Methods : This was a retrospective cohort study, with 1 year follow up, to evaluate the clinical outcome of diabetic patients with PAD that has undergone PTA procedure in 2008-2012 in Cipto Mangunkusumo Hospital. The main outcome measured were clinical success and limb salvage rate. Clinical success defined as no major amputation, no restenosis, and no reccurence pain after PTA. Limb salvage rate defined as proportion of patient with intact plantar stand after PTA.
Results : PTA was performed in 43 patient with diabetes. In this study most frequent manifestation were gangren (30.2%) and ischemic wounds (30.2%), while 8 patients (18.2%) came with resting pain, and 9 patients (20.2%) have claudication. During one year follow up 3 patients (6.9%) had major amputation, 3 patients (6.9%) had restenosis, and 4 patients had resting pain reccurence. The clinical succes rate for one year is 75%, with limb salvage rate for 1 year is 90%. Patients with controlled diabetes and chronic total occlusion had a higher proportion of clinical success.
Conclusion : PTA procedure for diabetic patient with PAD has good clinical outcome with high level of limb salvage rate.
Keyword : Angioplasty; critical limb ischemia; diabetes; peripheral arterial disease; PTA; limb salvage"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fazlines
"Latar belakang : Peningkatan prevalensi penyakit arteri perifer (PAP) sejalan dengan peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Strategi pencegahan komplikasi salah satunya berfokus pada pengendalian faktor risiko dan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan PAP pada pasien DMT2 di tingkat layanan kesehatan primer.
Metode : Penelitian potong lintang ini melibatkan populasi DMT2 berusia 20-65 tahun yang berobat di sepuluh Puskesmas DKI Jakarta pada bulan Agustus 2020 – Juni 2021. Pasien yang dapat dilakukan pemeriksaan ABI dengan menggunakan USG doppler handheld pada salah satu atau kedua tungkai, dengan atau tanpa riwayat PAP sebelumnya, akan dimasukkan sebagai subjek penelitian dan dilakukan pencatatan data dasar usia, jenis kelamin, durasi penyakit diabetes, tekanan darah, kadar kolesterol total, K-HDL, K-LDL dan trigliserida serta riwayat merokok, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan lingkar pinggang. Dianggap PAP bila nilai ABI £0,9 atau >1,3 pada masing-masing tungkai.
Hasil : Dari 188 pasien DMT2 yang memenuhi kriteria inklusi, sebanyak 27 (14,4%) pasien mengalami komplikasi PAP dan 24 pasien diantaranya adalah perempuan. Proporsi masing-masing untuk PAP ringan, sedang dan berat adalah 56%, 18% dan 26%. Analisis bivariat menunjukkan perempuan 3-4 kali lebih berisiko mendapatkan PAP (IK 95% 1,099-13,253, p=0,024), sementara usia, durasi diabetes, dislipidemia, hipertensi, obesitas, obesitas sentral dan merokok tidak dijumpai adanya perbedaan signifikan. Namun, setelah disesuaikan dengan durasi diabetes dan merokok pada analisis regresi logistik, jenis kelamin perempuan menunjukkan hasil tidak signifikan.
Simpulan : Tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara usia ≥50 tahun, jenis kelamin perempuan, durasi diabetes ≥10 tahun, hipertensi, dislipidemia, kebiasaan merokok, obesitas dan obesitas sentral terhadap PAP pada pasien DMT2.

Background: The increasing prevalence of peripheral arterial disease (PAD) is in line with that of type 2 diabetes mellitus (T2DM). To prevent diabetes complications needs focuses on controlling risk factors and early detection. The aims of the study were to determine the prevalence and predictors of PAD in diabetic patients at the primary care setting.
Method: A cross sectional study of 188 diabetic patients aged 20-65 years old who attended ten community health centers in Jakarta from August 2020 until June 2021. Patients were performed for ABI using handheld doppler ultrasound on one or both limbs, with or without a previous history of PAD, were included. Baseline data such as age, gender, duration of diabetes, blood pressure, total cholesterol levels, c-HDL levels, c-LDL levels, triglyceride levels, smoking history, weight, height, body mass index and waist circumference were recorded. PAD was defined as the ABI value £0.9 or >1.3 in each limb.
Result: Of the 188 T2DM patients who met the inclusion criteria, 27 (14.4%) patients experienced PAD and 24 of them were female. The proportions for mild, moderate and severe PAD were 56%, 18% and 26%, respectively. Bivariate analysis showed that female were 3-4 times at risk of PAP (95% CI 1.099-13.253, p=0.024), while there were no significant differences in age, duration of diabetes, dyslipidemia, hypertension, obesity, central obesity and smoking. However, after adjusting for duration of diabetes and smoking in logistic regression analysis, female had no statistically significant.
Conclusion: No significant relationship was found among age, gender, duration of diabetes, dyslipidemia, hypertension, obesity, central obesity, smoking and PAP in T2DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Sari
"Latar Belakang. Prevalensi penyakit arteri perifer (PAP) pada pasien diabetes melitus lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Penyakit arteri perifer dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama akibat penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2). Tidak semua pasien dengan PAP dapat terdeteksi dengan pengukuran ankle brachial index (ABI) istirahat, sehingga diperlukan pemeriksaan ABI treadmill. Pemeriksaan ABI treadmill dapat mendeteksi PAP pada fase awal, sehingga profil pasien pada kelompok ini berbeda dengan klompok PAP yang dideteksi dengan ABI istirahat. Diketahuinya profil pasien PAP ini penting untuk membantu meningkatkan kewaspadaan pasien, khususnya pasien DM tipe 2.
Tujuan. Mengetahui profil pasien DM tipe 2 dengan PAP yang dideteksi dengan ABI treadmill.
Metode. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Poliklinik Metabolik Endokrin dan Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Februari sampai April 2016 dengan metode sampling konsekutif. Subjek dengan nilai ABI istirahat normal/ perbatasan menjalani treadmill dengan protokol Bruce yang digunakan juga sebagai protokol uji latih jantung treadmill. Diagnosis PAP ditegakkan bila terdapat penurunan nilai ABI lebih dari 20% dibandingkan ABI istirahat.
Hasil. Sebanyak 92 subjek dianalisis untuk mengetahui profil pasien DM tipe 2 dengan PAP yang dideteksi dengan ABI treadmill. Lima belas subjek (16,3%) didiagnosis PAP. Kelompok PAP memiliki persentase subjek dengan durasi diabetes ≥ 10 tahun sebanyak 53,3%; dislipidemia sebanyak 73,3%; penyakit ginjal kronik (PGK) sebanyak 33,3%; perokok sebanyak 40%; komplikasi neuropati sebanyak 53,3%; albuminuri sebanyak 53,3%; retinopati sebanyak 40%; dan respons iskemia jantung positif/sugestif positif sebanyak 40% subjek. Sedangkan kelompok tanpa PAP memiliki subjek dengan durasi diabetes ≥ 10 tahun sebanyak 33,8%; dislipidemia sebanyak 57,1%; PGK sebanyak 19,5%; perokok sebanyak 32,5%; komplikasi neuropati sebanyak 37,7%; albuminuri sebanyak 26,4%; retinopati sebanyak 28,6%; respons iskemia jantung positif/sugestif positif sebanyak 28,5% subjek.
Kesimpulan. Prevalensi PAP yang dideteksi dengan ABI treadmill pada pasien DM tipe 2 adalah 16,3% (IK 95%: 8-23%). Kelompok PAP yang dideteksi dengan ABI treadmill memiliki subjek dengan durasi DM ≥ 10 tahun, dislipidemia, perokok, PGK, neuropati, albuminuria, retinopati dan respons iskemia jantung positif/sugestif positif lebih banyak daripada subjek tanpa PAP.

Background. The prevalence of peripheral arterial disease (PAD) among diabetes patients was higher compared to general population. PAD increases morbidity and mortality, especially due to cardiovascular disease, in type 2 diabetes mellitus patients (T2DM). Not all patients having PAD could not be detected by resting ankle brachial index (ABI) measurement, hence it is required treadmill ABI examination. The examination enable to detect PAD in the earlier phase, therefore patients profile would different with PAD patient detected from resting ABI examination. The profiles are important to raise the awareness of T2DM patients.
Aim. To identify profile T2DM patients with PAD detected by treadmill ABI.
Methods. A cross-sectional study was carried out in Metabolic Endocrine and Cardiology Outpatient Clinic, Internal Medicine Department, Cipto Mangunkusumo Hospital during February-April 2016. The study used consecutive sampling method. Subject having normal or borderline resting ABI value is examine using Bruce protocol treadmill. The protocol is also used as a cardiac treadmill exercise test protocol. The patients diagnose as PAD if there is a reducing ABI value more than 20% compared to resting ABI.
Result. The profile of PAD patients detected by treadmill ABI were obtain from 92 subjects. Fifteen subjects (16,3%) were diagnosed having PAD. In the group with PAD, the percentage of subject with diabetes duration ≥ 10 years was 53,3%; dyslipidemia was 73.3%; chronic kidney disease (CKD) was 33.3%; smokers was 40%; complications of neuropathy was 53.3%; albuminuri was 53.3%; retinopathy was 40%; positive / positive suggestive cardiac ischemia response was 40% . Meanwhile the group without PAD, the percentage of subjects with diabetes duration ≥ 10 years was 33.8%; dyslipidemia was 57.1%; CKD was 19.5%; smokers was 32.5%; complications of neuropathy was 37.7%; albuminuri was 26.4%; retinopathy was 28.6%; positive / positive suggestive cardiac ischemia response was 28.5%.
Conclusion. The prevalence of PAD that detected by treadmilll ABI in T2DM patients is 16,3% (95% CI: 8-23%). The Group with PAD detected by ABI treadmill which have duration of diabetes ≥ 10 years, dyslipidemia, smokers, CKD, neuropathy, albuminuria, retinopathy, and the positive result on treadmill exercise test have more subjects than group without PAD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55663
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Nur rachmanto
"Diabetes melitus (DM) merupakan kondisi yang mendorong perkembangan dan progresi penyakit arteri perifer (PAP). Short Chain Fatty Acid (SCFA) memiliki peran dalam modulasi sistem imun yang merupakan komponen penting dalam patogenesis dari aterosklerosis. Peran SCFA dalam regulasi kadar glukosa dan aterosklerosis memiliki kemungkinan penggunaan SCFA sebagai upaya mencegah PAP pada pasien DM Tipe 2. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara SCFA dengan parameter ultrasonografi pada pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa penyakit arteri perifer ekstremitas bawah Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada pasien diabetes melitus tanpa PAP pada selama Februari 2023 s/d Mei 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Seluruh pasien dilakukan ultrasonografi pada ekstremitas bawah untuk menilai diameter, volume flow, peak systolic value, gelombang spektral, dan plak. Kemudian dialukan pemeriksaan SCFA dari feses Hasil: Terdapat 39 pasien yang diikutsertakan pada penelitian ini. Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif sedang antara diameter SFA dengan propionat persen (r= 0,408; p= 0,025), terdapat korelasi negatif antara PSV CFA dengan total SCFA (p= 0,007), korelasi positif antara valerat persen dengan PSV PTA (r= 0,375; p= 0,041) dan PSV DPA (r= 0,379; p= 0,039), terdapat korelasi antara VF DPA dengan total SCFA (p =0.025), dan korelasi antara VF PTA dengan total SCFA (p=0,006) dan asetat absolut (p=0,038). Hasil ini dapat dipengaruhi oleh antropometri, jenis kelamin, kadar kolesterol, tekanan darah dan kadar gula darah pasien Kesimpulan: Terdapat potensi hubungan antara kadar SCFA dengan parameter ultrasonografi ekstremitas bawah. Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain kohort dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengevaluasi efek sebab-akibat terkait hubungan SCFA dengan parameter-parameter klinis dan ultrasonografi pasien DM tanpa PAP.

Diabetes mellitus (DM) is a condition that promotes the development and progression of peripheral arterial disease (PAD). Short Chain Fatty Acid (SCFA) has a role in modulating the immune system in the pathogenesis of atherosclerosis. The role of SCFA in the regulation of glucose levels and atherosclerosis has the possibility of using SCFA as an effort to prevent PAD in Type 2 DM patients. Therefore, this study aims to find out the relationship between SCFA and ultrasound parameters in type 2 DM patients without lower extremity peripheral artery disease. Methods: A cross-sectional study of DM patients without PAD from February 2023 to May 2023 at Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. All patients underwent ultrasonography of the lower extremities to assess diameter, volume flow, peak systolic value, spectral waves, and plaques. Then a SCFA examination of the stool is carried out Results: There were 39 patients included in this study. This study found a positive correlation between SFA diameter and propionate percent (r= 0,408; p= 0,025), there was a negative correlation between PSV CFA and total SCFA (p= 0,007), a positive correlation between valerate percent and PSV PTA (r= 0,375 ; p = 0,041) and PSV DPA (r = 0,379; p = 0,039), there is a correlation between VF DPA and total SCFA (p = 0,025), and a correlation between VF PTA and total SCFA (p = 0,006) and absolute acetate (p =0.038). These results can be influenced by anthropometry, gender, cholesterol levels, blood pressure and blood sugar levels of the patient. Conclusion: There is a potential relationship between SCFA levels and lower extremity ultrasound parameters. Further research is needed with a cohort design with a larger number of samples to evaluate the causal effect related to the relationship between SCFA and clinical and ultrasound parameters of DM patients without PAP."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaula Sahida
"ABSTRAK
Kondisi pasien diabetes mellitus DM tipe 2 dengan peripheral arterial disease PAD yang tidak ditangani dengan tepat dapat memicu terjadinya neuropati, ulkus pedis diabetik, bahkan amputasi. Intervensi latihan ankle range of motion ROM dipercaya dapat mengurangi gejala dan mencegah progresifitas PAD pada pasien DM tipe 2. Namun pada praktiknya, intervensi ini masih jarang dilakukan. Studi kasus dalam Karya Ilmiah Akhir Ners KIAN ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian intervensi ankle ROM pada pasien DM tipe 2 dengan komplikasi PAD. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengurangan gejala PAD dan peningkatan aliran darah ekstremitas yang ditandai dengan peningkatan saturasi oksigen, kekuatan pulsasi, dan penurunan skala nyeri. Edukasi dan pendampingan latihan ankle ROM pada pasien DM tipe 2 dengan PAD diperlukan agar perfusi jaringan perifer pasien dapat tercapai dengan optimal.
ABSTRACT The conditions of type 2 diabetes mellitus T2DM patient with peripheral arterial disease PAD that is not handled properly can lead to neuropathy, diabetic pedis ulcer, even amputation. Intervention of ankle range of motion ROM exercise is believed to reduce symptoms and prevent the PAD progression. However, in clinical practice, this intervention still rarely done. Therefore, this case report aims to identify the impact of ankle ROM in T2DM patients with PAD complications. The results showed that there was a reduction in PAD symptoms and an increase in limb blood flow characterized by increased oxygen saturation, pulsation, and decreased pain scale. In brief, education and advisory of ankle ROM in T2DM patient with PAD is required to optimize the peripheral perfusion."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Yenny Rotua Lucyana
"ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Penerapan GayaHidup Sehat Diabetes Pada Penderita DM tipe 2 di KotaPematangsiantar Tahun 2017Penyakit Diabetes Mellitus DM menjadi salah satu masalah kesehatan yangbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Prevalensi DM tipe 2 mengalamipeningkatan di Kota Pematangsiantar akibat dari perubahan gaya hidup. Tujuanpenelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan denganpenerapan gaya hidup sehat penderita DM tipe 2. Desain penelitian yangdigunakan adalah Cross Sectional, jumlah sampel 124 responden diambil denganmenggunakan Cluster Sampling. Analisis data menggunakan Uji Chi Square danregresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antarapersepsi hambatan, efikasi diri, pengetahuan, dukungan keluarga, dan jeniskelamin dengan penerapan gaya hidup sehat DM Faktor-faktor yang palingdominan berhubungan dengan penerapan gaya hidup sehat adalah efikasi diri OR=8,378 dan dukungan keluarga OR=2,626 . Responden yang memilikiefikasi diri yang tinggi akan berpeluang 8 kali lebih besar melakukan penerapangaya hidup sehat, dan responden yang mendapat dukungan keluarga yang tinggiberpeluang 3 kali lebih besar melakukan penerapan gaya hidup sehat.Rekomendasi dari penelitian ini agar dilakukan upaya peningkatan efikasi diridengan pemberian edukasi pada penderita DM dengan melibatkan peran sertakeluarga penderita.Kata kunci : Diabetes melitus, Penerapan gaya hidup sehat, Persepsi Individu,Efikasi Diri, Pengetahuan, Dukungan Keluarga.

ABSTRACT
Factors Related to Application of Healthy Lifestyle of Type 2Diabetes Mellitus in Pematangsiantar 2017Diabetes Mellitus DM has become one of the major health problems inIndonesia as well as in many other countries. The prevalence of Type 2 DiabetesMellitus T2DM has increased in Pematangsiantar as result of lyfestyle change.This research aimed to analyze the factors related to application of healthylyfestyle of T2DM patient. This research rsquo s design used was Cross Sectional, thesample of 124 respondents was taken by Cluster Sampling. Data analysis usingChi Square Test and multiple logistic regression. The results show there is arelationship between perception of barriers, self efficacy, knowledge, familysupport, and gender with the application of healthy lifestyle. The most dominantfactors related to the application of healthy lifestyle are self efficacy OR 8,378 and family support OR 2,626 . Respondents who have high self efficacywill have 8 times greater chance of implementing a healthy lifestyle, andrespondents who have high family support have 3 times greater chance ofimplementing a healthy lifestyle. The recommendation of this research is to makeefforts to increase self efficacy by giving education to T2DM patient by involvingpatient 39 s family participation.Key Word T2DM application of healthy lifestyle Individual perceptions knowledge cues to action"
2017
T47585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Dyah Purnamasari Sulistianingsih
"Latar Belakang. Terdapat dua hipotesis mengenai terjadinya diabetes melitus tipe 2 yaitu kegagalan sel beta pankreas dan resistensi insulin. Mengingat pengaruh faktor genetik pada kejadian DM tipe 2 maka diperkirakan resistensi insulin juga dipengaruhi faktor genetik. Sejauh ini data prevalensi resistensi insulin dan gambaran metabolik pads saudara kandung subyek DM tipe 2 di Indonesia belum ada.
Tujuan. Mendapatkan angka prevalensi resistensi insulin pada saudara kandung subyek dengan DM tipe 2 dan mendapatkan data profil metabolik (profil lipid, IMT, lingkar perut, konsentrasi asam urat darah), tekanan darah dan distribusinya pads seluruh saudara kandung subyek dengan DM tipe 2
Metodologi. Studi pendahuluan dan potong lintang dilakukan pada 30 saudara kandung subyek DM tipe 2 yang datang berobat di Poliklinik Metabolik dan Endokrinologi RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, untuk dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, konsentrasi insulin darah puasa, glukosa puasa, trigliserida, kolesterol HDL dan asam urat. Resistensi insulin ditentukan dari persentil 75 dari HOMA-IR.
Hasil. Nilai cut-off HOMA-IR pada penelitian ini sebesar 2,04. Frekuensi resistensi insulin pads saudara kandung subyek DM sebesar 26,67% dengan proporsi di tiap keluarga bervariasi dari 0-75%. Semua subyek dengan resistensi insulin memiliki obesitas sentral dan sebanyak 75% memiliki IMT > 25. Komponen metabolik yang paling banyak ditemukan adalah obesitas sentral (56,7%), menyusul hipertensi (46,7%), hipokolesterol HDL dan hipertrigliseridemia masing-masing 26,6%, dan hiperglikemia (20%).
Simpulan. Frekuensi resistensi insulin pada saudara kandung subyek DM tipe 2 sebesar 26,67% dengan proporsi yang bervariasi di setiap keluarga antara 0-75%. Komponen metabolik paling banyak ditemukan adalah obesitas sentral.

Backgrounds. There are two hypothesis in the pathogenesis of type 2 DM, beta cell failure and insulin resistance. As genetic background has significant role in type 2 DM cases, insulin resistance is also suspected to be influenced by genetic factor. Thus far, there are no insulin resistance prevalence data and metabolic abnormalities among siblings of subjects with type 2 DM available in Indonesia.
Objectives. To obtain prevalence figure of insulin resistance among siblings of subjects with type 2 DM and to obtain their metabolic abnormality profiles as measured by their BMI, waist circumference (WC), blood pressure, glucose intolerance, concentration of triglyceride, HDL cholesterol and uric acid.
Methods. Cross-sectional study is conducted to 30 siblings of subjects with type 2 DM who are still alive and agree to participate in this study. The subjects are interviewed, physically examined and go through laboratory examination (fasting plasma insulin, plasma glucose, serum triglyceride, HDL cholesterol and uric acid concentration). Insulin resistance is derived from 75 percentile of HOMA-IR.
Results. The HOMA-IR cut-off value found in this study is 2,04. The frequency of insulin resistance is 26,67% among siblings of subjects with type 2 DM within variation range of 0-75%. All of subjects with insulin resistance have central obesity. About 75% subjects with insulin resistance have BMI ? 25. The metabolic components which are frequently found in this study can be ranked as follows; central obesity (56,7%), hypertension (46,7%), hypocholesterol HDL (26,6%), hypertriglyceridemia (26,6%) and hyperglycemia (20%).
Conclusion. The frequency of insulin resistance is 26,67% among siblings of subjects with type 2 DM within variation range of 0-75%. Among the metabolic components found in this study, central obesity is the most frequent."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thifal Kiasatina
"Prevalensi kejadian diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, terutama pada kelompok PNS/TNI/POLRI/BUMN semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan faktor risiko penyakit diabetes melitus tipe 2 pada peserta Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2017 - 2018. Data yang digunakan adalah data sekunder surveilans Posbindu PTM, jumlah sampel sebanyak 222. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional. Analisis pada data dilakukan hingga tingkat multivariat regresi logistik ganda dengan model prediksi. Hasil yang didapatkan yakni model akhir yang berhubungan signifikan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 yaitu usia (p = 0,031; POR= 6,31; 95% CI 1,18 - 33,68) dan riwayat DM keluarga (p = 0,003; POR = 25,6; 95% CI 3,02 - 217, 82). Ditemukan variabel kurang konsumsi sayur dan buah termasuk variabel confounding (p= 0,179; POR = 0249; 95% CI = 1,89). Faktor dominan yang didapatkan yakni riwayat diabetes melitus pada keluarga. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penguatan program Posbindu PTM dalam mengendalikan dan mencegah risiko diabetes melitus tipe 2 pada pegawai Kementerian Kesehatan RI.

The prevalence of type 2 diabetes mellitus in Indonesia, especially in the PNS / TNI / POLRI / BUMN groups is increasing. This study aims to determine the description and relationship of risk factors for type 2 diabetes mellitus in Posbindu PTM participants of the Ministry of Health of Indoneesia in 2017 - 2018. The data used is secondary surveillance data of Posbindu PTM, the number of samples are 222. The design study is cross-sectional study. Data was analyzing by multivariate multiple logistic regression with prediction models. Variables that was significantly associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus, there age (p = 0.031; POR = 6.31; 95% CI 1.18 - 33.68) and diabetes family history (p = 0.003; POR = 25.6; 95% CI 3.02 - 217, 82). Variables in vegetable and fruit less consumption is confounding variable (p = 0.179; POR = 0249; 95% CI = 1.89). The dominant factor is diabetes family history. This study is expected to be the basis for strengthening the Posbindu PTM program in controlling and preventing the risk of type 2 diabetes mellitus in employees of the Ministry of Health Republic of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwono Waspadji
"ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang merupakan problem kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama di kota-kota besar, yang meningkat menyertai adanya perubahan pola hidup masyarakat. Di Jakarta, penelitian epidemiologis pada penduduk yang dilakukan pada tahun 1982 mendapatkan prevalensi DM penduduk usia > 15 tahun sebesar 1,7 %, dan pada penelitian tahun 1993 meningkat menjadi 5,7 %. Jika tidak dikelola dengan baik, DM dapat mengakibatkan komplikasi kronik, baik komplikasi mikrovaskular yang dapat mengenai mata dan ginjal, maupun komplikasi makrovaskular yang terutama mengenai pembuluh darah jantung, otak, dan pembuluh darah tungkai bawah. Keadaan hiperglikemia kronik disangka merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik, antara lain melalui proses glikasi berbagai macam protein. Terbentuknya produk akhir glikosilasi lanjut (advanced glycation end product) yang ireversibel akan berpengaruh terhadap fungsi protein terkait.
Komplikasi kronik DM terjadi balk pada pasien DM yang tidak tergantung insulin (DMTTI non insulin dependent DM = NIDDM = DM tipe 2) maupun DM yang tergantung insulin (DMTI = insulin dependent DM = IDDM = DM tipe 1), walaupun ada perbedaan dalam kekerapan jenis komplikasi yang terjadi. Komplikasi makrovaskular lebih sering ditemukan pada DM tipe 2, sebaliknya pada DM tipe 1, komplikasi mikrovaskular yang terjadi pada ginjal dan mata tampak lebih menonjol.
Di antara komplikasi menahun makrovaskular DM, "kaki diabetes" merupakan komplikasi yang paling mengesalkan, baik bagi pasien maupun bagi dokter yang mengelolanya. Kasus ulkus/gangren diabetes merupakan kasus DM yang terbanyak dirawat. Diperkirakan sebanyak sepertiga dari seluruh pasien DM akan mengalami masalah pada kakinya. Hari perawatan yang lama dan biaya pengobatan yang mahal merupakan salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian sebaik-baiknya. Belum lagi dihitung tenaga yang hilang akibat kecacatan, dan ketidakhadiran di tempat kerja, serta biaya yang diperlukan untuk pengelolaan kecacatan tersebut. Apalagi kalau dilihat nasib pasien pasca amputasi, 30 - 50 % pasien yang telah diamputasi akan memerlukan tindakan amputasi untuk kaki sisi lainnya dalam kurun waktu 1 - 3 tahun setelah amputasi. Suatu nasib yang sungguh sangat suram."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
D431
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliyanti
"Latar Belakang: Pemahaman tentang non-alcoholic fatty pancreas disease NAFPD dan makna klinisnya perlu terus ditingkatkan mengingat NAFPD diduga dapat berlanjut menjadi pankreatitis kronik dan memicu terjadinya kanker pankreas. NAFPD berhubungan erat dengan diabetes melitus tipe 2 DMT2 dan pasien diabetes berisiko 2x lipat untuk mengalami kanker pankreas. Proporsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan NAFPD pada populasi DMT2 belum pernah diteliti.
Tujuan: Mengetahui proporsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan NAFPD pada populasi DM tipe 2.
Metode: Pasien DMT2 dewasa yang berobat di poliklinik metabolik endokrin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM direkrut secara konsekutif pada studi potong lintang ini. Data usia, jenis kelamin, lama DM, komorbid, obat-obatan, lingkar pinggang, profil lipid dan HbA1C dikumpulkan. Ultrasonografi hepatobilier dilakukan pada setiap pasien untuk menentukan adanya NAFPD dan non-alcoholic fatty liver disease NAFLD . Hubungan NAFPD dengan parameter usia, jenis kelamin, lama DM, hipertensi, NAFLD, trigliserida dan HbA1C diuji kemaknaanya.
Hasil Penelitian: Dari 171 pasien DMT2 yang direkrut dalam studi ini didapatkan proporsi NAFPD sebesar 48,5% (95%IK=41,2-55,9%). Analisis univariat menunjukkan perbedaan signifikan di antara kelompok NAFPD dan non-NAFPD dalam hal proporsi NAFLD (PR=1,96; 95%IK=1,41-2,74; p<0,001) dan hipertrigliseridemia (PR=1,38; 95%IK=1,02-1,86; p=0,042). Pada analisis multivariat usia lanjut (OR=2,15; 95%IK=1,10-4,23), NAFLD (OR=3,65; 95%IK=1,90-6,99) dan hipertrigliseridemia (OR=2,03; 95%IK=1,02-4,05) menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian NAFPD. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, lama DM, hipertensi, serta kadar HbA1C dengan kejadian NAFPD.
Kesimpulan: Proporsi NAFPD pada populasi DMT2 sebesar 48,5%. Usia lanjut, NAFLD dan hipertrigliseridemia merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian NAFPD pada pasien DMT2.

Background: Understanding of non alcoholic fatty pancreas disease NAFPD and its clinical significance needs to be continuously improved as NAFPD might allegedly develop into chronic pancreatitis and further leads to pancreatic cancer. NAFPD is strongly associated with type 2 diabetes mellitus T2DM and long term T2DM is associated with a 1.5 to 2.0 fold increase in the risk of pancreatic cancer. The proportion of NAFPD and its associated factors in T2DM population has not been well investigated.
Aim: To investigate the proportion of NAFPD and its associated factors in type 2 DM population.
Methods: Adult T2DM patients who visited Diabetes Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital were consecutively recruited in this cross sectional study. Information about age, sex, duration of diabetes, komorbidities, medication, waist circumference, lipid profile and HbA1C were collected. Abdominal ultrasonography was performed on each subject to diagnose NAFPD and non alcoholic fatty liver disease NAFLD . Association of NAFPD with age, sex, duration of diabetes, hypertension, NAFLD, triglyceride and HbA1C were examined.
Study Results: From total of 171 T2DM patients in this study, the proportion of NAFPD was 48.5% (95%CI= 41.2 to 55.9%). Univariate analysis showed significant differences between NAFPD and non-NAFPD group regarding proportion of NAFLD (PR=1.96; 95%CI=1.41-2.74; p<0.001) and hypertriglyceridemia (PR=1.38; 95%CI=1.02-1.86; p=0.042). On multivariate analysis older age (OR=2.15; 95%CI=1.10-4.23), NAFLD (OR=3.65; 95%CI=1.90-6.99), and hypertriglyceridemia (OR=2.03; 95%CI=1.02-4.05) showed significant association with NAFPD. There were no significant association found among sex, duration of diabetes, hypertension and high levels of HbA1C with NAFPD.
Conclusion: The proportion of NAFPD in T2DM population is 48.5%. Older age, NAFLD and hypertriglyceridemia are associated factors of NAFPD in T2DM patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>