Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193920 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salomo, Sahat Tumpal
"Latar Belakang: Menentukan kemampuan memprediksi sulit visualisasi laring (DVL) dari beberapa prediktor jalan nafas preoperatif berikut, baik tunggal atau gabungan: skor Mallampati (MMT), jarak tiromental (TMD), rasio jarak hiomental (HMDR).
Metode: Sebanyak dua ratus tujuh puluh tujuh pasien yang menjalani anestesi umum dievaluasi dengan menggunakan MMT, TMD, HMDR dan titik potong untuk masing-masing prediktor jalan napas adalah skor Mallampati III dan IV; <6.5 cm, <1.2. Pada saat dilakukan laringoskopi langsung, visualisasi laring dinilai berdasarkan klasifikasi Cormack Lehane (CL). Skor CL derajat III dan IV dianggap sulit visualisasi. Kemudian ditentukan nilai area di bawah kurva (AUC), sensitivitas, spesifisitas untuk setiap prediktor jalan napas, baik tunggal maupun kombinasi. Analisis regresi logistik digunakan untuk menentukan prediktor independen terhadap DVL.
Hasil : Kesulitan untuk memvisualisasikan laring ditemukan pada 28 (10,1%) pasien. Area di bawah kurva (AUC), sensitivitas, spesifisitas untuk tiga prediktor jalan nafas adalah: MMT (0.614; 10.7%, 99.2), HMDR (0.743; 64.2%, 74%), TMD (0.827; 82.1%, 64.7%) . TMD dengan titik potong 6,5 cm memiliki akurasi diagnostik (daerah di bawah kurva) dan profil validitas diagnostik (sensitivitas dan spesifisitas) yang lebih besar dibandingkan prediktor tunggal lainnya (P <0.05). Kombinasi prediktor terbaik dalam penelitian kami adalah gabungan MMT, HMDR dan TMD dengan nilai gabungan AUC, sensitivitas, dan spesifisitas berturut-turut 0.835, 60.7%, 88.8%. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa MMT, HMDR dan TMD adalah prediktor independen dari
DVL.
Kesimpulan: TMD dengan titik potong 6.5 cm adalah prediktor yang dapat diandalkan secara klinis untuk menentukan sulit visualisasi laring DVL pada populasi ras Melayu.

Background: To determine the ability to predict difficult visualization of the larynx (DVL) from the following preoperative airway predictors, in isolation and combination: modified Mallampati test (MMT), thyromental distance (TMD), hyomental distance ratio (HMDR).
Methods : Two hundred and seventy seven consecutive patients undergoing general anesthesia were evaluated using the MMT, TMD, HMDR and the cut-off points for the airway predictors were Mallampati III and IV; < 6.5 cm, < 1.2 respectively. During direct laryngoscopy, the laryngeal view was graded using the Cormack and Lehane (CL) classification. CL grades III and IV were considered difficult visualization. Area under curve (AUC), sensitivity, specificity for each airway predictor in isolation and in combination were determined. Logistic regression analysis was used to determine independent predictors of DVL.
Results : Difficulty to visualize the larynx was found in 28 (10.1%) patients. The area under the curve (AUC), sensitivity, specificity for the three airway predictors were: MMT (0.614; 10.7%; 99.2), HMDR (0.743; 64.2%; 74%), TMD (0.827; 82.1%; 64.7%). The TMD with the cut-off point of 6.5 cm had greater diagnostic accuracy (AUC) and showed a greater diagnostic validity profile (sensitivity and specificity) than other single predictors (P < 0.05). The combination providing the best prediction in our study involved the MMT, HMDR and TMD with AUC, sensitivity, and specificity of 0.835, 60.7%; 88.8% respectively. Logistic regression analysis showed that MMT, HMDR and TMD were independent predictors of DVL.
Conclusions : The TMD with a cut-off point of 6.5 cm is a clinically reliable predictor of DVL in a Malay race population.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Siska
"Latar Belakang: Menentukan kemampuan memprediksi sulit visualisasi laring (DVL) dari beberapa prediktor jalan nafas baik tunggal maupun kombinasi: Upper Lip Bite Test (ULBT), Skor Mallampati Modifikasi (MMT) dan Jarak Tiromental (TMD).
Metode: Penelitin ini merupakan penelitian prospektif, sebanyak empat ratus empat puluh satu pasien yang menjalani anestesi umum dievaluasi dengan menggunakan MMT, TMD, ULBT dan titik potong untuk masing-masing prediktor jalan napas adalah skor Mallampati III dan IV; <6.5 cm, 3. Pada saat dilakukan laringoskopi langsung, visualisasi laring dinilai berdasarkan klasifikasi Cormack Lehane (CL). Skor CL derajat III dan IV dianggap sulit visualisasi. Kemudian ditentukan nilai area di bawah kurva (AUC), sensitivitas, spesifisitas untuk setiap prediktor jalan napas, baik tunggal maupun kombinasi. Analisis regresi logistik digunakan untuk menentukan prediktor independen terhadap DVL.
Hasil : Kesulitan untuk memvisualisasikan laring ditemukan pada 35 (7,9%) pasien. Area di bawah kurva (AUC), sensitivitas, spesifisitas untuk tiga prediktor jalan nafas adalah: MMT (0.543; 17,1%, 99.5), ULBT (0.566; 11,4%, 99,7%), TMD (0.833; 71,4%, 97,2%) . TMD dengan titik potong 6,5 cm memiliki akurasi diagnostik (daerah di bawah kurva) dan profil validitas diagnostik (sensitivitas dan spesifisitas) yang lebih besar dibandingkan prediktor tunggal lainnya (P<0.05). Kombinasi prediktor terbaik dalam penelitian kami adalah gabungan MMT, ULBT dan TMD dengan nilai gabungan AUC, sensitivitas, dan spesifisitas berturut-turut 0.889, 98,4%, 65,8%. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa MMT, ULBT dan TMD adalah prediktor independen dari DVL.
Kesimpulan: TMD sebagai prediktor tunggal memiliki akurasi, sensitifitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan MMT dan ULBT namun kombinasi prediktor TMD, ULBT dan MMT memiliki akurasi, sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi sehingga direkomendasikan untuk menentukan sulit visualisasi laring (DVL) pada populasi ras Melayu.

Background: To determine the ability to predict difficult visualization of the larynx (DVL) from the following preoperative airway predictors, in isolation and combination: modified Mallampati test (MMT), thyromental distance (TMD), upper lip bite test (ULBT).
Methods : In a prospective study, four hundred and fourty one consecutive patients undergoing general anesthesia were evaluated using the MMT, TMD, ULBT and the cut-off points for the airway predictors were Mallampati III and IV; < 6.5 cm, 3 respectively. During direct laryngoscopy, the laryngeal view was graded using the Cormack and Lehane (CL) classification. CL grades III and IV were considered difficult visualization. Area under curve (AUC), sensitivity, specificity for each airway predictor in isolation and in combination were determined. Logistic regression analysis was used to determine independent predictors of DVL.
Results : Difficulty to visualize the larynx was found in 35 (7,9%) patients. The area under the curve (AUC), sensitivity, specificity for the three airway predictors were: MMT (0.543; 17,1%; 99.5), ULBT (0.566; 11,4%; 99,7%), TMD (0.833; 71,4%; 97,2%). The TMD with the cut-off point of 6.5 cm had greater diagnostic accuracy (AUC) and showed a greater diagnostic validity profile (sensitivity and specificity) than other single predictors (P < 0.05). The combination providing the best prediction in our study involved the MMT, ULBT and TMD with AUC, sensitivity, and specificity of 0.899, 98,4%; 65,8% respectively. Logistic regression analysis showed that MMT, ULBT and TMD were independent predictors of DVL.
Conclusions : The TMD as a single predictor have accuracy, sensitivity, specificity higher than MMT and ULBT, but combination predictor TMD, ULBT and MMT have the highest accuracy, sensitivity and specificity is so recomended as a predictor of DVL in a Malay race population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julian Fitra
"ABSTRAK
LatarBelakang: Menentukan prediktor yang paling akurat dalam menilai
sulitvisualisasi laring(DVL) dengan menggunakan skor mallampati (MMT) ,
Jarak sternomental(SMD) dan jarak buka mulut(IIG), baik secara tunggal maupun
dalam kombinasi.
Metode: Sebanyak 283 pasien ikut serta dalam penelitian dan dievaluasi
kemungkinan mereka mengalami sulit visualisasi laring. Kesulitan visualisasi
laring dinilai dengan laringoskopi langsung berdasarkan klasifikasi Cormack
Lehane (CL). Skor CL derajat III dan IV ditentukan sebagai sulit visualisasi
laring. Kondisi ini juga diperkirakan dengan menggunakan prediktor jalan napas,
yaitu MMT, SMD dan IIG. Titik potong untuk masing-masing prediktor adalah
skor Mallampati III dan IV, ≤ 12,5 cm, dan ≤ 3 cm. Selanjutnya, ditentukan nilai
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif serta nilai area di bawah
kurva (AUC) dari setiap prediktor tersebut, baik secara tunggal maupun dalam
kombinasi. Prediktor independen DVL ditentukan dengan melakukan analisis
regresi logistik.
Hasil: Sulit visualisasi laring ditemukan pada 29 (10,2%) subyek penelitian. Nilai
sensitivitas, spesifisitas, prediksi positif dan luas AUC prediktor jalan napas
adalah: MMT (20,8%; 99,7%; 71,4%; 68%), SMD (72,4%; 97,2%; 75%; 88%),
dan IIG (41,4%; 99,4%; 85,7%; 73%). Penelitian kami menunjukkan bahwa
kombinasi prediktor terbaik adalah gabungan prediktor SMD + IIG. Kombinasi
tiga prediktor MMT + SMD + IIG ternyata menunjukkan nilai AUC yang sama
dengan kombinasi dua prediktor SMD + IIG.
Kesimpulan: Penelitian ini menganjurkan gabungan prediktor IIG + SMD
sebagai model diagnostik yang optimal untuk memperkirakan sulit visualisasi
laring pada populasi ras Melayu di Indonesia.

ABSTRAK
Background: To determine the most accurate predictor in evaluating difficult
visualization of larynx (DVL) using indicators of modified mallampati test
(MMT), sternomental distance (SMD) and inter incisor gap (IIG), either in
isolation or in combination.
Methods: Two hundred eighty three patients were participated in the study and
evaluated for their possibility of having DVL. The difficulty of larynx visualization
was evaluated using direct laryngoscopy based on grading of the Cormack and
Lehane (CL) classification. The CL grades III and IV were considered as difficult
visualization of larynx. DVL was also predicted using the airway predictors of
MMT, SMD and IIG. The cut-off points for the airway predictors were
Mallampati III and IV; ≤ 12,5 cm, and ≤ 3 cm, respectively. Moreover, sensitivity,
specificity, positive and negative predictive value and area under the curve (AUC)
of each predictor were determined, either in isolation or in combination.
Independent predictors of DVL were determined using logistic regression
analysis.
Results: Difficulty to visualize the larynx was found in 29 (10.2%) subjects. The
sensitivity, specificity, positive predictive value and AUC for the airway
predictors were: MMT (20.8%; 99.7%; 71.4%; 68%), SMD (72.4%; 97.2%; 75%;
88%), and IIG (41.4%; 99.4%; 85.7%; 73%). The best combination of predictors
was SMD + IIG with an AUC of 90.2%. Triple combination of MMT + SMD +
IIG showed the same value of AUC with combination of two predictors, SMD +
IIG.
Conclusion: This study suggests the combination of IIG + SMD predictors as the
optimal diagnostic model to predict DVL in a Malay race population in
Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wahyudi
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kami mengevaluasi kegunaan dari pemeriksaan rasio jarak
hiomental (HMDR,hyomental distance ratio), yang didefinisikan sebagai rasio
dari jarak hiomental (HMD,hyomental distance) posisi kepala ekstensi maksimal
dengan posisi kepala netral, dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring pada
pasien-pasien normal, yang dilakukan pemeriksaan prediktor-prediktor jalan
napas praoperasi dengan skor Mallampati dan jarak tiromental (TMD,
tyhyromental distance) sebagai pembanding.
Metode Penelitian : Praoperasi, kami menilai empat prediktor jalan napas pada
169 orang dewasa yang menjalani anestesi umum. Pelaku laringoskopi adalah
residen anestesiologi minimal tahun ke 2, dan menilai skor Cormack-Lehane(CL)
yang dimodifikasi. Sulit visualisasi laring (DVL,difficult visualization of the
larynx) didefinisikan sebagai CL derajat 3 atau 4. Titik potong optimal (The cutoff
point) untuk setiap tes ditentukan pada titik maksimal daerah di bawah
kurva dalam kurva ROC (Receiver Operating Characteristic). Skor Mallampati
dengan derajat ≥ 3 sebagai prediktor DVL. Untuk TMD ≤ 65 mm dianggap
sebagai prediktor DVL.
Hasil : Didapatkan 21 (12,4%) orang pasien dengan sulit visualisasi laring(DVL).
HMDR memiliki hubungan yang bermakna terkait dengan DVL. HMDR dengan
titik potong optimal 1,2 memiliki akurasi diagnostik yang lebih besar (dengan area
di bawah kurva 0.694), dibandingkan prediktor tunggal lainnya (P <0,05), dan
HMDR sendiri menunjukkan validitas diagnostik yang lebih besar (sensitivitas,
61,9%, spesifisitas, 69,6%) dibandingkan dengan prediktor lainnya.
Kesimpulan :HMDR dengan ambang batas uji 1,2 adalah prediktor klinis handal
dalam memprediksi kesulitan dalam visualisasi laring.

ABSTRACT
Background: We evaluated the usefulness of the hyomental distance (HMD) ratio
(HMDR), defined as the ratio of the HMD at the extreme of the head extension to
that in the neutral position, in predicting difficult visualization of the larynx
(DVL) in apparently normal patients, by examining the following preoperative
airway predictors: the modified Mallampati test, HMD in the
neutral position, HMD and thyromental distance at the extreme of head extension
and HMDR.
Methods : Preoperatively, we assessed the four airway predictors in 169 adult
patients undergoing general anesthesia. A second years resident, performed all of
the direct laryngoscopies and graded the views using the modified Cormack and
Lehane scale. DVL was defined as a Grade 3 or 4 view. The optimal cutoff points
for each test were determined at the maximal point of the area under the curve in
the receiver operating characteristic curve. For the modified Mallampati test,
Class ≥ 3 was predefined as a predictor of DVL. And thyromental distance (TMD)
≤ 65 mm was predefined as a predictor of DVL.
Results : The larynx was difficult to visualize in 21 (12,4%) patients. The HMDR
with the optimal cutoff point of 1.2 had greater diagnostic accuracy (area under
the curve of 0.694), with significantly related to DVL (P <0.05), and it alone
showed a greater diagnostic validity profile (sensitivity, 61,9%; specificity,
69,6%) than any other predictor.
Conclusions : The HMDR with a test threshold of 1.2 is a clinically reliable
predictor of DVL."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roniza Basri
"Latar belakang: Skor Mallampati dan jarak tiromental (TMD) banyak digunakan sebagai prediktor kesulitan visualisasi laring preoperatif, namun akurasi kedua penanda tersebut masih dipertanyakan. Penelitian ini mengevaluasi kemampuan memprediksi kesulitan visualisasi laring (DVL) dari prediktor preoperatif baru yaitu rasio lingkar leher (NC) terhadap jarak tiromental TMD dibandingkan dengan skor Mallampati dan jarak tiromental.
Metode: Sebanyak dua ratus tujuh belas pasien yang menjalani anestesia umum untuk bedah elektif dievaluasi dengan menggunakan skor Mallampati, TMD dan rasio NC/TMD. Dan titik potong untuk masing-masing prediktor jalan nafas adalah skor Mallampati III dan IV, < 6,5 cm, ≥ 5. Pada saat dilakukan laringoskopi langsung, visualisasi laring dinilai berdasarkan klasifikasi Cormack Lehane (CL). Skor CL derajat III dan IV dianggap sulit visualisasi. Kemudian ditentukan dan dibandingkan nilai area dibawah kurva (AUC), sensitifitas, spesifisitas untuk setiap prediktor jalan nafas.
Hasil: Kesulitan untuk memvisualisasi laring ditemukan pada 20 (9,7%) pasien. Area dibawah curve (AUC) rasio NC/TMD (96,2%) lebih baik dibandingkan dengan skor Mallampati (64%) dan TMD (83%).
Kesimpulan: Akurasi rasio NC/TMD lebih baik dibandingkan dengan skor Mallampati dan TMD.

Background: Mallampati score and thyromental distance (TMC) has widely use to identify potentially difficult laringoscopies preoperative, however it's predictive reliability is unclear. This research purpose are to evaluate the ability to predict difficult visualization of the larynx (DVL) from new preoperative airway predictors neck circumference ratio to thyromental distance (NC/TMD) compare to Mallampati score and thyromental distance.
Methods: Two hundred and seventeen consecutive patients undergoing general anesthesia for elective surgery were evaluated using the Mallampati score, TMD, NC/TMD ratio and the cut-off points for the airway predictors were Mallampati score III and IV; ≤ 6,5 cm; ≥ 5. During direct laryngoscopy, the laryngeal view was graded using the Cormack and Lehane (CL) classification. CL grade III and IV were considered difficult visualization. Area under curve (AUC), sensitivity, specificity for each airway predictors were determined and compared.
Result: Difficult to visualize the larynx was found in 20 (9,7%) patients. The AUC of NC/TMD ratio (96,2%) is better tcompared to TMD (83%) and much better if compared to Mallampati score (64%).
Conclusion: NC/TMD ratio had better accuracy in predicting difficult laryngoscopy than Mallampati score and TMD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadli Rokyama
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan kateter vena sentral yang semakin banyak seiring meningkatnya mutu pelayanan kesehatan di kamar operasi dan ruang rawat intensif membuat risiko komplikasi juga semakin meningkat. Ultrasonografi direkomendasikan untuk menurunkan insiden komplikasi kanulasi vena jugularis interna. Namun, keterbatasan akses dan ketersedian ultrasonografi membuat metode penanda anatomi masih diminati walaupun insiden komplikasi mencapai 19 Merrer, 2011 , sehingga posisi yang tepat diharapkan dapat mengurangi insiden komplikasi. Rotasi kepala pada sudut tertentu mempengaruhi posisi vena jugularis interna dan arteri karotis. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui pengaruh rotasi kepala kontra lateral terhadap jarak dan overlapping vena jugularis interna terhadap arteri karotis setinggi kartilago krikoid dengan bantuan ultrasonografi pada ras Melayu di Indonesia.Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional denga rancangan potong lintang pada pasien yang menjalani operasi bedah terencana di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. Setelah mendapatkan izin komite etik dan informed consent sebanyak 34 subyek diambil dengan metode consecutive sampling pada bulan Oktober 2016. Jarak dan rasio overlapping vena jugularis interna terhadap arteri karotis setinggi kartilago krikoid diukur dengan menggunakan ultrasonografi dua dimensi pada sudut rotasi kontra lateral 0o, 30o, 45o, 60o. Data diolah menggunakan program SPSS 21. Uji Anova digunakan untuk melihat hubungan jarak vena dan rasio overlapping jugularis interna terhadap arteri karotis dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey.Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna jarak dan overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis setinggi kartilago krikoid pada ras Melayu di Indonesia pada sudut rotasi kepala kontra lateral 0o, 30o, 45o, 60o p < 0,001 . Terdapat hubungan antara berat badan dan tinggi badan terhadap rasio overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis. Tidak Terdapat hubungan antara jenis kelamin, usia dan Indeks Massa Tubuh IMT terhadap rasio overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis.Simpulan: Terdapat pengaruh rotasi kepala kontra lateral terhadap jarak dan overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis setinggi kartilago krikoid dengan bantuan ultrasonografi pada ras Melayu di Indonesia.Kata kunci: rotasi kepala kontra lateral, jarak dan overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis, ras Melayu ABSTRACT Background The use of central venous catheters are widely increasing as well as improvement of health care quality in the operating theather and the intensive care unit. Complication incidences also increasing too. Ultrasound is recommended to decrease complication of internal jugular vein cannulation. However, limited access and availability to ultrasound makes anatomical landmark methods still in demand even though the incidence of complications was 19 Merrer, 2011 , exact position is expected to reduce the incidence of complications. Certain head rotation the position of the internal jugular vein and carotid artery. This study aims the effect of contra lateral head rotation to distance and overlapping of internal jugular vein and carotid artery at cricoid cartilage level by ultrasound guidance on the Malay race in Indonesia. Methods This study was analytical observational with cross sectional design in patients undergone elective surgery at Central Surgery Unit RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. After getting approval from ethics committee and informed consent, 34 subjects were taken with consecutive sampling method in October 2016. Distance and overlapping ratio the internal jugular vein to carotid artery at cricoid level was measured using two dimensional ultrasound in contra lateral head rotation angle of 0o, 30o, 45o, 60o. The data were processed using SPSS 21. Anova test used to view the relationships within the vein and internal jugular overlapping ratio of the carotid artery followed by post hoc Tukey test. Results There were significant differences on distance and overlapping of the internal jugular vein and carotid artery at cricoid level on the Malay race in Indonesia at contra lateral head rotation angle 0o, 30o, 45o, 60o p "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55670
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000
R 617.96 ANE
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Made Wahyuni
"Latar belakang : Rasa kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi tindakan medis atau operasi pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Sebaiknya saat anak masuk masuk kamar bedah sudah diberikan obat premedikasi. Premedikasi melalui tetes hidung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan melalui jalur lainnya. Obat premedikasi yang umum diberikan melalui fetes hidung adalah midazolam dan ketamin.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 30 subyek penelitian yang akan menjalani tindakan medis elektif, ASA I atau II dengan uji klinis tersamar ganda. Subyek penelitian dibagi dua kelompok ; Kelompok Midazoiam yaitu premedikasi tetes hidung midazolam dosis 0,2 mglkgbb dan kelompok Ketamin yaitu premedikasi tetes hidung ketamin dosis 4 mglkgbb. Dilihat dan dicatat skor tingkat sedasi dan kecemasan awal sebelum diberikan premedikasi, dan 20 menit setelah diberikan premedikasi. Efek samping pasta premedikasi juga dilihat dan dicatat.
Hasil : Tingkat sedasi yang efektif didapatkan pada 86,7% anak pada kelompok midazolam, sedangkan hanya 46,7% yang mencapai tingkat sedasi efektif pada kelompok ketamin, dengan p>0,005. Berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif dicapai oleh 93,3% anak dari kelompok yang mendapat midazolam, dibandingkan dengan kelompok ketamin yang hanya menunjukkan berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif pada 46,7% anak, dengan p<0,05. Efek samping yang terjadi adalah hipersalivasi yang terjadi pada 3 anak yang mendapat ketamin, dan muntah pada 1 anak dari kelompok ketamin.
Kesimpulan : Premedikasi tetes hidung midazolam menunjukkan tingkat sedasi dan mengurangi kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan ketamin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhardi Muhiman
Jakarta: UI-Press, 1990
PGB 0239
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>