Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Haris Januariansyah
"Tesis ini membahas mengenai pertanggungjawaban negara terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam perspektif harmonisasi landasan Konstitusionalitas UUD NRI 1945 dengan Peraturan Perundang-Undangan sektoral. Disamping itu juga membahas mengenai sejauh mana komitmen negara dalam mewujudkan pertanggungjawaban negara berdasarkan peraturanperundang-undangan. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metodologi yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan dan sejarah. Dan sebagai kesimpulan bahwa pertanggungjawaban negara terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat secara normatif dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara, Kehutanan dan Sumber Daya Air saling bertentangan dengan semangat Pasal 28 H ayat (1), Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945. Dan pada aspek yang lain ternyata dari segi tugas, fungsi dan tujuan negara, komitmen pertanggungjawaban negara dalam bentuk perundang-undanggan lingkungan jauh dari harapan yang diinginkan serta berimplikasi pada kegagalan negara dalam mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Focus of this research is state responsibility of the right to a good and healthy environment in the perspective of harmonization basis between UUD NRI 1945 and sectoral legislation. Besides it, this thesis also discusses the state's commitment in realizing it’s responsibility under the rules. By using conceptual, legislation, and history approach, this thesis is a normative research. The author found that the state responsibility of the right to a good and healthy environment in The Coal and Minerals Act, The Forestry Act and The Water Resources Act does not appropriate with the spirit of Article 28 H par. (1), Article 33 par. (3) and (4) UUD NRI 1945. In the other aspects, based on its function and purpose, commitments of the state responsibility in the form of environmental legislation is far from the desired expectations and implications for the failed state to realize the right to a good and healthy environment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Bawinto
"Anti Strategic Lawsuit Against Publik Participation merupakan suatu ketentuan yang ditujukan untuk melindungi partisipasi masyarakat dari adanya upaya pembungkaman melalui sarana litigasi. Dalam konteks hukum Indonesia ketentuan ini ditujukan untuk melindungi hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan dapat ditemukan dalam Pasal 66 UUPPLH. Walaupun telah diatur dalam suatu ketentuan Undang-Undang namun dalam kenyataannya masih saja ditemukan masyarakat yang dituntut ketika memperjuangkan hak atas lingkungan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai permasalahan mulai dari belum jelasnya konteks partisipasi yang dilindungi, sulitnya penegakan hukum terkait ketentuan Anti SLAPP serta tidak jelasnya kedudukan ketentuan Anti SLAPP dalam hukum pidana Indonesia. Dalam penelitian ini, digunakan metode Yuridis Normatif dengan pendekatan undang-undang, konseptual dan kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa partisipasi yang dapat dilindungi disini adalah konteks partipasi yang terdapat dalam UUPPLH dan Undang-Undang Pencegahan Perusakan Hutan selama partisipasi ini ditujukan untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidup  yang baik dan sehat, serta memenuhi syarat sebagai partisipasi yang layak dilindungi. Terkait dengan penegakan hukum Anti SLAPP belum sepenuhnya dapat dilaksanakan di Indonesia karena berbagai kelemahan dan permasalahan yang ditemukan dalam prakteknya. Selanjutnya terkait dengan kedudukan ketentuan Anti SLAPP dalam hukum pidana Indonesia, untuk menjadikan ketentuan ini dapat diimplementasikan dengan baik maka Anti SLAPP perlu dijadikan sebagai salah satu alasan penghapus pidana.
Kata Kunci: Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation, Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat, Pasal 66 UUPPLH.

Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation is a provision intended to protect public participation from silencing efforts through litigation. In the context of Indonesian law, this provision is aimed at protecting the right to good and healthy environment and can be found in Article 66 of the law No. 32 of 2009 concerning Environmental Management and Protection. Even though it has been regulated in a provision of the Law, in reality, people are still being prosecuted when fighting for the right to the environment. This can be caused by various problems ranging from the unclear context of protected participation, the difficulty of law enforcement related to Anti-SLAPP provisions and the unclear position of Anti-SLAPP provisions in Indonesian criminal law. In this research, the normative Juridical Method is used with a legal, conceptual and case approach. The results of this study conclude that participation that can be protected here in the context of participation contained in the environmental law and the Law on Prevention of Destruction of Forests during this participation aimed at fighting for the right to a good and healthy environment and fulfilling the requirements for participation that is worth protecting. Regarding Anti-SLAPP law enforcement, it cannot yet be fully implemented in Indonesia due to various weaknesses and problems found in practice. Furthermore, related to the position of Anti-SLAPP provisions in Indonesian criminal law, to make this provision can be implemented properly, Anti-SLAPP needs to be used as one of the reasons to eliminate punishment.
Keyword: Anti Strategic Lawsuits Against Public Participation, Right to Good and Healthy Environment, Article 66 of Law No. 32 of 2009 concerning Environmental Management and Protection."
2020
T54751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossa Amanda Santika
"Penelitian ini membahas tentang pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepada negara Myanmar atas pelanggaran berat hak asasi manusia yang dialami oleh etnis Rohingya berdasarkan doctrine of imputability, dan tindakan yang harus dilakukan negara Myanmar berdasarkan prinsip pertanggungjawaban negara. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan kasus, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Kesimpulan penelitian ini bahwa Negara Myanmar dapat dimintakan pertanggungjawaban atas perlakuan dan tindakan terhadap etnis Rohingya karena melanggar ketentuan yang diatur dalam ketentuan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional. Bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran berat hak asasi manusia yang dialami oleh etnis Rohingya berdasarkan doctrine of imputability bahwa tindakan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh Junta Militer Myanmar dan pembiarannya dilakukan oleh Pemerintah Sipil, sehingga kejahatan yang dilakukan oleh Pemerintahan negaranya, baik militer maupun sipil yang merupakan organ negara, dimana atas tindakan pelanggaran atas genosida tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban negara. Myanmar harus melakukan reparasi berupa restitusi dengan menstabilkan keadaan politik dan ekonomi negara serta memberikan pernyataan sah tentang keberlakuan status kewarganegaraan melalui pengakuan eksistensi etnis Rohingya di Myanmar, serta wajib memberikan ganti kerugian atas kerusakan yang dilakukan terhadap fasilitas etnis Rohingya dengan melakukan pemberlakuan aturan tentang wilayah tempat tinggal yang sah serta memfasilitasi sekolah untuk pendidikan serta fasilitas kesehatan yang layak bagi etnis Rohingya. Myanmar juga harus memberikan kepuasan atau satisfaction dengan mengakui adanya pelanggaran berat hak asasi manusia kepada etnis Rohingya yang tindakannya dilakukan oleh Junta Militer Myanmar dan juga pengakuan atas pembiaran oleh Pemerintah Sipil serta memberikan permintaan maaf terbuka dan disuarakan di hadapan Internasional.

This study discusses the accountability that can be asked to the state of Myanmar for the gross violations of human rights experienced by the Rohingya ethnic based on the doctrine of imputability, and the actions that the state must take based on the principle of state responsibility. This study uses a normative research method with descriptive analytical research characteristics through a case approach, with data collection techniques through library research. The conclusion of this study is that the State of Myanmar can be held accountable for the treatment and actions of the Rohingya because it violates the provisions stipulated in the provisions of Human Rights in International Law. The form of accountability for gross violations of human rights experienced by the Rohingya ethnicity is based on the doctrine of imputability that acts of human rights violations are carried out by the Myanmar Military Junta and the omission is carried out by the Civilian Government, so that the crimes committed by the government of the country, both military and civilian, are organs. the state, where the act of violating the genocide can be held accountable for the state. Myanmar must make reparations in the form of restitution by stabilizing the country's political and economic conditions and provide a valid statement of the validity of citizenship status through recognition of the existence of the Rohingya ethnicity in Myanmar, and must provide compensation for damage done to Rohingya ethnic facilities by enforcing rules regarding the area of ​​residence. and facilitate schools for proper education and health facilities for the Rohingya. Myanmar must also give satisfaction or satisfaction by acknowledging the existence of gross violations of human rights against the Rohingya ethnic whose actions were carried out by the Myanmar Military Junta and also acknowledging the omission by the Civilian Government and providing an open and voiced apology before the international for gross violations of human rights and omissions that have been committed. carried out by the state of Myanmar against the Rohingya ethnic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Triani Putri
"Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah peran asas itikad baik dalam hal terjadi perbedaan penafsiran pada klausula perjanjian, serta hal apa sajakah yang dapat
menjadi faktor penyebab klaim konstruksi dan bagaimana pertanggungjawaban Pengguna Jasa konstruksi terhadap klaim tambahan biaya yang timbul akibat perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan yang disebabkan oleh Pengguna Jasa. Itikad baik seharusnya memegang peranan penting dalam penafsiran suatu perjanjian, sehingga penafsiran terhadap perjanjian dilakukan dengan fair dan patut. Khususnya dalam hal terjadinya klaim yang diajukan oleh salah satu pihak dalam Kontrak Konstruksi, klaim dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, namun secara garis besar yang dimintakan dalam klaim konstruksi adalah perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan dan penyesuaian harga kontrak. Meskipun Kontrak Konstruksi telah mencantumkan secara jelas ketentuan mengenai klaim, namun dalam prakteknya seringkali salah satu pihak tidak melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam kontrak dan melakukan penafsiran lain terhadap isi kontrak tersebut guna menghindari kerugian.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normative, dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan analitis-eksploratif dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Jenis
data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) buah putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

This thesis will discuss the implementation of the principle of good faith in the case of different interpretation of the agreement clause, as well as what could be the causative factors of construction claims and how the responsibility of construction service user towards additional cost claims due to extension of time of completion of work caused by construction service user. Good faith should play an important role in the interpretation of an agreement, so that the interpretation of the agreement can be conducted with fair and proper. Specifically in the case of claims filed by one of the parties in the Construction Contract, claims may be caused by various factors, but the outline required in construction claims is an extension of time of completion of the work and the
adjustment of the contract price. Although the Construction Contract has clearly stated the terms of the claim, but in practice one of the parties does not implement the provisions contained in the contract and perform another interpretation of contents of the contract in order to avoid losses. The research conducted for this thesis utilized library research methodology. By using the normative judicial form of research, with the approach used is an analytical explorative approach with reference to the legal norms contained in the legislation.
The research utilized the secondary data consists of the primary, secondary, and tertiary legal materials. The research itself is a descriptive research with a qualitative approach. This research uses 3 (three) decisions of Indonesian National Arbitration
Board.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Cahyani
"Tesis ini membahas langkah maju Indonesia sebagai Negara hukum dimulai setelah berakhirnya masa Orde Baru, yaitu masa reformasi, langkah - langkah perbaikan pemerintahan ditindak lanjuti pembenahan berturut ?turut dengan pembentukan Komisi Ombudsman Nasional pada tahun 2000, Ombudsman Republik Indonesia pada tahun 2008, dan disahkanya Undang - Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Muatan norma yang lengkap, kemauan politik dari pemerintah dan peran serta masyarakat diharapkan akan memberi kemudahan dalam merealisasikan tujuan yang dicita - citakan oleh undang ? undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.

Forward Step of Indonesia as a rechstate began after the expiration of Orde Baru regime, at the reformasi period, the steps to improve governance reform followed up in a row with the formation of the National Ombudsman Commission in 2000, the Ombudsman of the Republic of Indonesia in 2008, and legalization act number 25 of 2009 on Public Service. Complete norms, political will of government and the citizen participation are expected to able in the realization of the idealized goal of the act number 25 of 2009 on public service."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Quina
"Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pengakuan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam hukum internasional?; (2) Bagaimanakah tanggung jawab yang dibebankan terhadap perusahaan transnasional terkait permasalahan lingkungan hidup dalam hukum internasional?; dan (3) Bagaimana pertanggungjawaban perusahaan transnasional terhadap pelanggaran hak atas lingkungan hidup telah diterapkan terutama dalam perkara-perkara gugatan masyarakat terhadap perusahaan transnasional?
Secara garis besar, analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan doktrin dan pengaturan hak atas lingkungan hidup, dengan meninjau perjanjian internasional baik yang bersifat global maupun regional, instrumen soft law, dan hukum kebiasaan internasional; serta tinjauan pertanggungjawaban yang dibebankan oleh instrumen-instrumen hukum internasional terhadap perusahaan transnasional dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup. Selanjutnya dianalisis mengenai keberlakuan hak atas lingkungan hidup sebagai hukum internasional terhadap perusahaan transnasional, serta pertanggungjawaban yang dapat dibebankan terhadapnya.
Dalam analisis, dibahas mengenai tiga kasus pelanggaran hak atas lingkungan hidup oleh perusahaan transnasional, yaitu Aguinda v. Texaco, Lubbe v. Cape PLC, dan Beanal v. Freeport McMoran. Dalam analisis, dapat terlihat bahwa dalam perkara-perkara tersebut: (1) Hukum internasional tidak diterapkan secara langsung; (2) Terhentinya perkara dalam proses yurisdiksi; (3) Adanya irisan ranah hukum publik dan privat dalam substansi dan formil perkara; (4) Pelanggaran hak atas lingkungan hidup diterjemahkan dalam pelanggaran hak-hak asasi secara umum; dan (5) Adanya irisan antara akuntabilitas dan liabilitas perusahaan transnasional. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa pengaturan tanggung jawab lingkungan hidup terhadap perusahaan transnasional ini akan menjadi hukum internasional di masa depan.
Secara ringkas, simpulan yang didapat menjawab secara positif adanya pengakuan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam hukum internasional, namun pengaturan pertanggungjawabannya terhadap perusahaan transnasional masih mendasarkan pada instrumen yang bersifat sukarela tanpa menyinggung liabilitas, sehingga masyarakat yang dirugikan masih kesulitan untuk mendapatkan ganti kerugian atas hak-hak asasinya yang dilanggar karena perusakan lingkungan oleh perusahaan transnasional.

This undergraduate thesis tries to answer following questions: (1) How does right to environment recognized as a part of human rights in international law?; (2) How does liability imposed upon transnational corporation related to environmental harms in international law; (3) How does transnational corporations' liability has been enforced in claims by injured civilians towards transnational corporations?
Generally, the analysis is based on literature study concerning development of doctrine and regulation on right to environment, considering global and regional treaties and soft law instruments, also customary international law; and examination of liability imposed by international legal instruments on transnational corporations in regards of fulfillment of right to environment.
Further, Writer analyses enforceability of right to environment as international law towards transnational corporations, and liability imposed upon them. In analysis, three cases on environmental violations by transnational corporations have been examined, which are Aguinda v. Texaco, Lubbe v. Cape PLC, and Beanal v. Freeport McMoran. It is concluded that in such cases: (1) International law is not imposed directly; (2) Dismissal on jurisdictional process; (3) The intersection of public and private legal area in the substance and process of the cases; (4) Violation of right to environment is translated into violations of general human rights; (5) The intersection of transnational corporations' accountability and liability. Further, there is a tendency that regulation of environmental liability to transnational corporations will be international law in the future.
In brief, the conclusion answers in positive the recognition of right to environment as a part of human rights in international law, yet still bases transnational corporation accountability on the voluntary instruments silent on liability provisions, causing the injured community troubled in demanding compensation for their violated right to environment related to environmental harms by transnational corporations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43168
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Karini
"Searah dengan perkembangan di bidang perbankan dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya di Indonesia yang tidak lepas dari resiko kredit bermasalah, oleh karenanya pemerintah telah mendirikan lembaga jaminan yang kuat sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Bentuk nyata kepastian hukum yang dihadirkan pemerintah terbukti dengan adanya kegiatan lelang eksekusi atas barang yang dijaminkan oleh debitur sebagai akibat dari kelalaiannya terhadap kewajiban (wanprestasi). Permasalahan yang kemudian muncul adalah wanprestasinya seorang debitur tidak serta merta membuatnya kehilangan hak-haknya. Debitur yang barangnya dilelang dengan nilai di bawah harga pasar berhak mendapatkan perlindungaan hukum, sama halnya bagi kreditur juga berhak memperoleh perlindungan hukum atas pelaksanaan lelang tesebut. KPKNL yang juga meliputi Pejabat Lelang mempunyai peran penting sebagai pihak yang berwewenang untuk melaksanakan lelang. Oleh karena itu perlu diketahui dengan jelas mengenai tanggung jawab Kantor Lelang termasuk di dalamnya Pejabat Lelang atas prosedur pelaksaan pelelangan yang akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait untuk meminimalisir timbulnya sengketa. Terkait dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1962 K/Pdt/2011 yang menggugat pihak kreditur (PT Bank Panin), KPKNL serta Pemenang Lelang (PT Sawalata Karya Bersama) yang diajukan oleh debitur (PT Anugerah Cemerlang Indonesia) yang merasa dirugikan dengan penetapan harga obyek lelang Hak Tanggungan yang dianggap telah dijual dengan nilai dibawah harga pasar, yang dimenangkan oleh kreditur. Dari hasil penelitian bahwa pertanggungjawaban kantor lelang lebih bersifat formal bukan material, dalam hal ini lelang yang dilaksanakan kantor lelang Makassar telah dilakukan dengan prosedur yang benar. Penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan bentuk penelitian evaluatif yang bersifat deskriptif serta rancangan penelitian Case Study Design untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan terintegrasi yang terkait dengan kasus dalam putusan pengadilan yang diteliti yang didukung bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Data dihimpun melalui studi dokumen dan wawancara.

In line with banking and other financing institution growth in Indonesia, which is not free from the risk of non-performing loans, therefore the government has established a strong guarantee institutions in order to provide legal certainty for stakeholders. The existence of legal certainty, which presented by government can be seen in an auction execution as a consequence of default. The problem is a debtor who is default does not lose his rights, they still have legal protection. The property of defaults then be sold by auction with a value below market price eligible deserve legal protection, as well as the creditors are deserve legal protection. State Assets and Auction Service Office which also includes officials have an important role as the authorities to conduct an auction. Therefore, it need to be clear about the responsibilities of the State Assets and Auction Service Office that will be very beneficial for the parties who are involved to minimize lawsuit. Related to Supreme Court Decision No. 1962 K/Pdt/2011 who sued the creditor (PT Bank Panin), State Assets and Auction Service Office, as well as the Winning Bidder (PT Sawalata Work Together) filed by the debtor (PT Anugerah Cemerlang Indonesia) who feel aggrieved to his property which have been sold below market price. From the research, the responsibility of Auction Office are formal not material, in this case, Makassar Auction Office has been done with proper procedures. Research literature with the normative juridical form of research that is descriptive and evaluative study design Case Study Design to obtain a comprehensive and integrated information related to the case in a court ruling that supported the studied primary legal materials, secondary and tertiary. Data were collected through interviews and document study.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Subagiyo
"Hak atas informasi lingkungan merupakan salah satu pilar penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berbagai persoalan lingkungan hidup yang muncul seringkali berkaitan dengan lemahnya pemenuhan akses masyarakat terhadap hak atas informasi lingkungan. Tesis ini berupaya menganalisa tentang pentingnya pemenuhan akses informasi lingkungan dan bagaimana jaminan hukum pemenuhan akses informasi lingkungan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, tesis ini juga menganalisa bagaimana strategi pengembangan jaminan hukum pemenuhan akses informasi lingkungan hidup.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang menitikberatkan kepada studi penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dan berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan keterbukaan informasi lingkungan. Metode lainnya yang digunakan untuk menjawab permasalahan adalah dengan mendeskripsikan dan menganalisa berbagai bahan hukum secara sistematis atau disebut dengan penelitian deskriptif analisis.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa pemenuhan akses informasi lingkungan memiliki peran penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bukan saja sebagai hak yang harus dipenuhi berdasarkan hukum, pemenuhan akses informasi lingkungan juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan melalui suatu mekanisme partisipasi publik atau proses deliberatif. Proses deliberatif dalam pengambilan keputusan diperlukan untuk mengatasi keterbatasan pendekatan ilmiah dalam mengakomodir persoalan-persoalan lain yang perlu dipertimbangkan seperti nilai, moral, budaya, kesadaran masyarakat, dan sebagainya. Hasil analisa juga menyimpulkan bahwa jaminan hukum atas pemenuhan akses informasi lingkungan di Indonesia belum memadai. Oleh karena itu, penulis juga menganalisa bagaimana memperkuat ketentuan hukum, strategi, dan faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan.

Right to information is one of important pillars in the environmental protection and management. Environmental problems often relates to the weak public access to information. This thesis examines the importance of public access to environmental information and legal guarantee for its fulfillment in Indonesia. Further, the thesis provides analysis regarding legal guarantee improvement for the fulfillment of public access to environmental information.
The author applies doctrinal research method which is based on the study of the positive law norms implementation and relevant literatures study. The method also includes descriptive analysis approach by providing description and analyzing various law sources systematically.
Based on the analysis, it is concluded that the fulfillment of access to environmental information plays significant role in the environmental protection and management. The access is not only a right to be fulfilled but also required in order to enhance the quality of decision making process through public participation mechanism or deliberative process. Deliberative process in decision making is needed to overcome the limitation of science approach. The process includes accommodating other aspects such as norms, moral, culture, and people's awareness. It is argued that legal guarantee to the fulfillment of access to information in Indonesia is not yet sufficient. Therefore, the author also analyzes strategy to strengthen the legal guarantee and other factors that need to be considered.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Febrini Shalshalillah Rianto
"Pada prinsipnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) hak atas tanah dibuat karena belum terpenuhinya unsur-unsur untuk terjadinya suatu perbuatan hukum jual beli. Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli harus memenuhi kewajibannya masing-masing yang memenuhi unsur jual beli. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab hukum penjual yang telah membuat PPJB namun kemudian mengagunkan objek jual beli sebagai jaminan kepada pihak lain; dan perlindungan hukum kepada pembeli yang beriktikad baik terhadap pembebanan hak tanggungan atas sertipikat tanah yang telah dibuatkan PPJB. Penelitian hukum ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen guna menjawab permasalahan yang diangkat berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, penjual melanggar perjanjian dan melanggar unsur iktikad baik dalam perjanjian yang telah dibuat, sehingga menimbulkan kerugian terhadap pembeli. Dalam kasus ini penjual harus bertanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan olehnya. Di samping itu Notaris yang terkait dalam kasus ini dinyatakan lalai dengan tidak memberikan penyuluhan hukum terhadap pihak terkait dalam proses pembuatan perjanjian. Selain itu Notaris melakukan kelalaian karena tidak memegang Sertipikat Hak Milik penjual No. 3322 yang mana hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notais yang mengatakan bahwa Notaris harus saksama dan menjaga kepentingan para pihak dalam perbuatan hukum. Akibat kelalaian Notaris tersebut menimbulkan kerugian pada pembeli yang beriktikad baik, sehingga perlu diberikan perlindungan hukum kepada pihak pembeli karena pembeli telah memenuhi kewajibannya. Perlindungan tersebut diberikan dalam bentuk ganti rugi kepada pembeli.

In principle, the Agreement for Sale and Purchase (PPJB) of land rights is made because the elements for the occurrence of a legal act of sale and purchase have not been fulfilled. Therefore, the sale and purchase carried out by the seller and buyer must fulfill their respective obligations that fulfill the elements of sale and purchase. This study aims to analyze the legal responsibility of a seller who has made a PPJB but then pledges the object of sale and purchase as collateral to another party; and legal protection to buyers who are in good faith against the encumbrance of mortgage rights on land certificates that have been made PPJB. This legal research is prepared using doctrinal research methods with explanatory research types. This research uses secondary data consisting of primary legal materials and secondary legal materials obtained through document studies to answer the problems raised in relation to the problems in this research. Based on the results of the analysis obtained, the Seller violated the agreement and violated the element of good faith in the agreement that had been made, causing losses to the Buyer. In this case, the Seller must be responsible for compensating the losses caused by him. In addition, the Notary involved in this case was declared negligent by not providing legal counseling to related parties in the process of making the agreement. In addition, the Notary was negligent in not holding the Seller's certificate of title No. 3322, which is not in accordance with the provisions of the UUJN which states that the Notary must be careful and safeguard the interests of the parties in legal actions. As a result of the Notary's negligence, the good faith purchaser was harmed, so it is necessary to provide legal protection to the purchaser because the purchaser has fulfilled his obligations. The protection is given in the form of compensation to the Buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodore Manggala Amarendra
"The recent study on environmental change shows alarming concerns that in the upcoming 50 to 100 years, some States, particularly Small Island States, such as Maldives, Kiribati, and Tuvalu are in dangers of losing all of its territories due to the rise of sea levels. The loss of territories as a result of rising sea level poses concerns to the very existence of the affected States under International Law. This is because territory has been one of the elements of Statehood as codified in the 1931 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States, aside from the element of a permanent population, government, and capacity to enter into relation with other States. However precedence have shown that there is a presumption of State continuity; that after a State has been established, the loss of an element of Statehood would not necessarily dissolve such State. Hence, the more important issue that should be addressed, in these turn of event is the plight of the citizens of the affected State. This thesis made particular analysis towards the issues relating to the citizen?s right to nationality. The thesis argues that nationality would be preserved in the event of territorial submersion, as the State would continue to exist, and there would not necessarily be any infringement of the citizens right to nationality. But having a nationality does not necessarily mean that the citizens then acquire effective protection from the State. The thesis further proposes arrangement that could be made by the affected States in order to protect their citizens; the affected State could arrange for a cession agreement to acquire a new territory or to create a free-association regime (similar to those made by Marshal Island, Niue or Cook Island) which basically seeks other State to give assistance in the exercise of several State functions.

Studi terkini mengenai perubahan kondisi lingkungan menunjukkan kekhawatiran bahwa dalam jangka waktu 50 sampai 100 tahun kedepan, ada kemungkinan bahwa beberapa negara, terutama negara kepulauan, seperti Maladewa, Kiribati dan Tuvalu akan kehilangan seluruh wilayahnya karena kenaikan tinggi laut. Hilangnya wilayah akibat kenaikan tinggi laut menimbulkan isu mengenai eksistensi negara tersebut dalam hukum internasional. Ini dikarenakan, wilayah merupakan salah satu unsur kenegaraan yang dikodifikasikan di dalam Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara 1931, selain unsur lainnya yang mencakup populasi permanen, pemerintah, dan kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain. Namun, preseden telah menunjukkan bahwa dalam hukum internasional dikenal asumsi keberlanjutan negara; bahwa sebuah negara yang telah terbentuk tidak akan langsung hilang hanya karena gagal memenuhi unsur kenegaraan. Maka, isu lebih penting yang harus diperhatikan pada insiden hilangnya wilayah negara akibat naiknya tinggi laut adalah mengenai nasib para penduduk negara yang terkena dampak. Skripsi ini berfokus pada analisis mengenai isu yang berhubungan dengan hak atas nationalitas dari para penduduk. Skripsi ini melihat bahwa dalam insiden tenggelamnya wilayah negara, nationalitas dari penduduk akan tetap terjaga, and pada dasarnya tidak akan terjadi pelanggaran terhadap hak atas nationalitas dari para penduduk. Namun memiliki nationalitas tidak berarti para penduduk mendapat perlindugan yang efektif dari Negaranya. Skripsi ini lebih lanjut memberikan gagasan mengenai pengaturan yang dapat dilakukan oleh negara yang terkena dampak agar dapat memberikan perlindungan kepada penduduknya; negara yang terkena dampak dapat membuat perjanjian penyerahan wilayah dengan negara lain atau dapat membuat perjanjian free-association (seperti yang dilakukan oleh Marshal Island, Niue atau Cook Island), dimana negara lain akan memberikan bantuan dalam menjalankan fungsifungsi kenegaraan."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>