Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Arbayanto
"Tesis ini membahas keterkaitan lembaga legislatif DPD RI dalam kontruksi teori hukum murni. Melalui analisis kontruksi kelembagaan baik dari aspek latar belakang kesejarahan berdirinya, konstruksi normatif hingga realitas praktik kelembagaan. Dengan konstruksi faktual tersebut penulis berusaha untuk merekonstruksikannya dalam pemikiran teori hukum murni. Hasil rekonstruksi tersebut akan menghasilkan pemikiran yang menjelaskan eksistensi kelembagaan DPD RI dalam perspektif akademik Hukum dan Negara.
Karya Ilmiah Hukum ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan memfokuskan diri pada analisis teori hukum yang dalam hal ini adalah teori hukum murni Hans Kelsen. Penelitian ini juga dilengkapi dengan studi empiris praktik pembentukan hukum nasional dan penelitian empiris tentang pemahaman masyarakat mengenai kelembagaan DPD RI.
Hasil penelitian hukum ini menyimpulkan bahwa DPD merupakan bentuk nyata konsep validitas teritorial sebagai penyempurna validitas personal pembentukan hukum dalam konstruksi teori hukum murni Hans Kelsen. Sehingga penelitian ini menyarankan agar DPD selaku lembaga legislatif harus diperkuat fungsi dan perannya secara konstitusional, sebagaimana lembaga legislatif yang merepresentasikan validitas personal (DPR RI) dalam sistem bikameralisme.

This thesis explores the relationship legislative institution of Regional Representative Council of RI in construction of the Pure Theory of law. Through the analysis of institutional construction both from aspects of historical background of its establishment, normative construction to reality of institutional practices. With the factual construction, the author seeks to reconstruction it in thought of pure theory of law. The results of the reconstruction will result in thoughts which explain the existence of Regional Representative Council of RI in academic perspective of Law and State.
This legal science research uses normative juridical research with focus to analysis of legal theory which in this case is the pure theory of law of Hans Kelsen. This research is also furnished with empirical study of national law making practice and empirical study on public understanding regarding the institutional of Regional Representative Council of RI.
The results of this law research concludes that the Regional Representative Council of RI is a real form of territorial validity concept as a complement of law making's personal validity in the construction of the pure theory of law of Hans Kelsen. Thus this research recommends in order that the Regional Representative Council of RI a legislative institution should be strengthened in its function and role constitutionally, a the legislative institution which represents the personal validity (People Representative Council of RI) in bicameralism system.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Indah Mei Ruth
"Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan kerjasama multilateral semakin tergantikan oleh kerjasama melalui forum regional dan kerjasama bilateral, tingkat ketidakpercayaan yang semakin meningkat terhadap forum kerjasama multilateral seperti World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) karena dinilai tidak efektif dalam peningkatan isu liberalisasi perdagangan global. Indonesia telah menunjukkan sikap positif terhadap pengaturan perdagangan multilateral yang dibuktikan dengan keanggotaan Indonesia dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950 dan kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.Larangan ekspor mineral mentah berlaku terhadap penjualan bijih ke luar negeri tanpa proses pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri, maka dari itu setiap bijih harus melalui pemurnian dan pengolahan sampai batasan tertentu yang diatur dalam Undang-Undang barulah dapat di ekspor. Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan kecaman oleh Uni Eropa yang menilai kebijakan Indonesia melanggar sejumlah ketentuan dalam The General Agreement of Tariffs and Trade. Putusam Panel WTO terhadap sengketa nomor DS592 tersebut menyatakan Indonesia bersalah melanggar ketentuan dalam GATT. Ketentuan Pasal XI ayat 2 huruf a GATT 1994 tidak relevan lagi diterapkan dalam peradaban masyarakat internasional, mengingat ketika bijih nikel diproduksi maka cadangan nikel akan semakin berkurang.

Over time, the existence of multilateral cooperation is increasingly replaced by cooperation through regional forums and bilateral cooperation, the level of distrust is increasing towards multilateral cooperation forums such as the World Trade Organization and Asia Pacific Economic Cooperation because they are considered ineffective in increasing the issue of global trade liberalization. Indonesia has shown a positive attitude towards multilateral trade arrangements as evidenced by Indonesia's membership in GATT since February 24, 1950 and then ratified through Law Number 7 of 1994.The prohibition on the export of raw minerals applies to the sale of ore abroad without processing and/or refining in the country, therefore each ore must go through refining and processing to certain limits regulated in the law before it can be exported. The implementation of this policy has led to criticism by the European Union which views Indonesia's policy as violating a number of provisions in The General Agreement on Tariffs and Trade. The WTO Panel's decision on the dispute over the number DS592 stated that Indonesia was guilty of violating the provisions of the GATT. The provisions of Article XI paragraph 2 letter a GATT 1994 are no longer relevant to be applied in the civilization of the international community, bearing in mind that when nickel ore is produced, nickel reserves will decrease."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ridwan Kafara
"Formalisme hukum yang kering terhadap rasa keadilan, demi logika peraturan harus dikaji secara filosofis. Hans Kelsen seorang filsuf penganut formalisme hukum dalam teori hukum murninya menyatakan bahwa hukum seharusnya hanya terdiri dari norma-norma hukum dengan memisahkan materi dan bentuk, setelah menjadi positif, hukum harus dipahami hanya sebagai hukum dan teori hukum fokus pada normatif dan positif. Critical Legal Studies menempatkan hukum dalam konteks sosial, dengan menolak pandangan formalisme yang mengisolasi hukum dari faktor seperti politik, ekonomi, psikologi, dan moral dan menerapkan kritik terhadap ketidaknetralan dan tendensi politis dalam praktik hukum. Metode penelitian dipakai adalah kritik paradigma kritis dari critical legal studies. Teori hukum murni, buku pure theory of law Hans Kelsen dan buku-buku filsafat dan hukum terkait. Tujuannya adalah untuk melihat relevansi teori hukum murni dengan keadaan hukum pidana di Indonesia. Pembahasannya mencakup narasi hukum dan kritikan di Indonesia terkait Hans Kelsen, dengan tujuan membandingkan dan menguraikan keyakinannya. Penelitiannya menggunakan beberapa pemikiran sebagai kerangka analisis dan teoritis. Saya menggunakan kerangka teori untuk membahas relevansi teori hukum murni, terutama dengan pemikiran Hans Kelsen, terhadap hukum pidana Indonesia. yakni teori hukum positif umum. Ini mencakup aspek etika, politik, sosiologi, antropologi, psikologi, dan ekonomi. Kelsen: Mempengaruhi pembuatan hukum, tetapi hanya hukum positif yang dianggap sebagai hukum. Critical Legal Studies menolak pandangan normatif dan formalisme dalam undang-undang karena sebenarnya memiliki nilai kepentingan dari si pembuat. Critical Legal Studies faktor non- hukum yang mempengaruhi hukum untuk legislasi. Hukum tidak netral dan doktrin hukum tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks sosial-politik dan hukum pidana Indonesia harus fokus pada nilai-nilai keadilan,dan demokrasi.

The dry legal formalism against the sense of justice, for the sake of the logic of the regulation, must be studied philosophically. Hans Kelsen, a philosopher who adheres to legal formalism in his pure legal theory, stated that law should consist only of legal norms by separating matter and form, after becoming positive, law should be understood only as law and legal theory focuses on normative and positive. Critical Legal Studies places law in a social context, by rejecting the formalist view that isolates law from factors such as politics, economics, psychology and morals and applying criticism of non- neutrality and political tendencies in legal practice. The research method used is critical paradigm criticism from Critical Legal Studies. Pure theory of law, Hans Kelsen's pure theory of law book and related philosophy and law books. The aim is to see the relevance of pure theory of law to the state of criminal law in Indonesia. The discussion includes legal narratives and criticism in Indonesia regarding Hans Kelsen, with the aim of comparing and explaining his beliefs. His research uses several ideas as an analytical and theoretical framework. I use a theoretical framework to discuss the relevance of pure theory of law, especially Hans Kelsen's thinking, to Indonesian criminal law. namely general positive law theory. It covers aspects of ethics, politics, sociology, anthropology, psychology, and economics. Kelsen: Influences lawmaking, but only positive law is considered law. Critical Legal Studies rejects normative views and formalism in laws because they actually value the interests of the maker. Critical Legal Studies non-legal factors that influence law for legislation. The law is not neutral and legal doctrine is not sufficient to resolve problems in a socio-political context. Criticism of Kelsen's legal theory of Indonesian criminal law must focus on the values of justice and democracy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Iqbal Romadhoni
"Era reformasi ditandai dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang berdampak pada pesatnya perkembangan pembentukan lembaga-lembaga baru utamanya lembaga negara penunjang. Lembaga-lembaga tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan mulai dari undang-undang dasar hingga peraturan presiden. Hal ini dilakukan demi menyelenggarakan pemerintahan secara lebih efektif dan efisien apalagi ditambah dengan kompleksitas permasalahan suatu negara yang semakin rumit dan fungsi tersebut tidak dapat lagi dijalankan oleh lembaga yang ada sehingga dibutuhkan lembaga-lembaga baru untuk mengisi kekosongan tersebut. Salah satu dari lembaga-lembaga baru itu adalah Kantor Staf Presiden yang merupakan lembaga yang bertugas untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun demikian, pembentukan Kantor Staf Presiden menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan dari mulai adanya indikasi tumpang tindih hingga pemborosan anggaran. Indikasi tumpang tindih ini didasari atas banyaknya lembaga “penasihat” presiden yang sudah terlebih dahulu dibentuk sehingga hal tersebut berpotensi adanya pemborosan anggaran akibat menghabiskan anggaran terhadap lembaga yang sebenarnya fungsinya telah dijalankan oleh lembaga lain. Oleh karena itu, Skripsi ini membahas mengenai kedudukan dan kewenangan Kantor Staf Presiden.: Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian ini memberikan jawaban terkait kedudukan dan kewenangan Kantor Staf Presiden dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Kemudian, potensi tumpang tindih akibat dibentuknya Kantor Staf Presiden dengan Lembaga pemerintah yang lainnya terkait tugas dan fungsi yang melekat pada lembaga-lembaga tersebut
The Reformation era was marked by the amendments of UUD 1945 which had impacts on the rapid development of forming of new institutions, especially state auxiliary bodies. These institutions are formed with regulations ranging from the constitution to presidential regulations. This is done in order to organize government more effectively and efficiently, especially coupled with the complexity of a nation's problems that are increasingly complex and this function can no longer be carried out by existing institutions so that new institutions are needed to fill the gap. One of the new institutions is Presidential Staff Office (Kantor Staf Presiden) which is an institution that tasked to support the administration of government by the President and Vice President. Although, the formation of the Presidential Staff Office raises the pros and cons of various groups ranging from indications of overlapping to wasteful budgets. This overlapping indication is based on the number of presidential "advisory" institutions that have been formed beforehand so that there is potential for a waste of budget due to spending the budget on an institution whose function has been carried out by other institutions. Therefore, this thesis discusses the position and authority of the Presidential Staff Office. This research use normative legal research method. This research provides answers related to the position and authority of the Presidential Staff Office in the constitutional law system in Indonesia. Then, the potential for overlapping as a result of the existence of the Presidential Staff Office with other government institutions related to the tasks and functions attached to these institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Muthiara Wasti
"Indonesia mengakui eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya di dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Salah satunya adalah lembaga perwakilan masyarakat adat yang memperlihatkan nilai-nilai tradisional yang masih hidup hingga sekarang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa belum sepenuhnya mengakomodir nilai-nilai adat di setiap daerah terutama perwakilan adat di Nagari Minangkabau. Oleh sebab itu, terdapat dua pokok permasalahan: Pertama, kedudukan dan kewenangan lembaga perwakilan adat dalam struktur pemerintahan nagari di Minangkabau dan Undang-Undang tentang Desa dan Kedua, konsep ideal mengenai lembaga perwakilan adat di Indonesia.
Analisis dilakukan dengan menggunakan teori hukum tata negara adat karena memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai ketatanegaraan Indonesia yang diikuti dengan penerimaan terhadap keberadaan adat yang lahir dari sebuah persekutuan hukum dan memiliki ciri khas tersendiri. Selain itu, dilakukan perbandingan pengaturan masyarakat adat di Amerika Serikat, Australia, Kamerun dan China. Kesimpulan adalah lembaga perwakilan adat nagari belum sepenuhnya terakomodir dalam Undang-Undang tentang Desa sehingga dibutuhkan sebuah pengaturan ideal untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat adat nagari di Minangkabau terutama dalam unsur keanggotaan, metode pemilihan dan kedudukan dan kewenangan dari lembaga perwakilan adat tersebut. Untuk itu, diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam hal pengaturan mengenai desa adat yang dapat dibandingkan dengan negara lain yang lebih mempunyai pengaturan dan perlakuan terhadap desa adat di negarannya seperti di AS, Kamerun, RRC dan Australia.

Indonesia acknowledges the existence of indigenous law communities along with their traditional rights in Article 18 of the Indonesian 1945 Constitution. One of these institution is the traditional people representatives that embrace traditional values that lives up to the present. Law Number 6 of 2014 on Villages have not fully accommodated tradition values that exists in the respective regions, particularly the traditional representation in Nagar Minangkabau. As such, there are two issues: the position and authority of traditional representative institutions within the governance structure of nagari in Minangkabau and the Village Law; and, secondly, the ideal regulation on traditional representative institutions in Indonesia.
The analysis is conducted using the theory of traditional constitutional law as it bears close relation to Indonesia's state constitutional values followed by acceptance of the diversity of customs that arise from an amalgamation of laws that have their own characteristics. Additionally, a comparison is carried out as regards regulations that govern indigenous communities in the United State, Australia, Cameroon, and China. The conclusion is that the nagari indigenous representative institution is not fully accommodated in the Village Law and thus an ideal regulatory instrument to accommodate the need of the nagari indigenous community in Minangkabau, among others membership, method of election and the position and authority of the indigenous representative institution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Thasa Khairunnisa
"Tiktok pada saat ini menjadi tren dan menguntungkan bagi konsumen karena harga barang yang dijual di platform Tiktok jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar konvensional, hal ini dapat menimbulkan praktik predatory pricing dan mengakibatkan kerugian bagi pelaku UMKM. Pokok permasalahannya adalah (1) Bagaimana Ketentuan Mengenai Predatory Pricing Menurut UU Nomor 5 Tahun 1999 (2) Bagaimana Tinjauan Indikasi terkait Predatory Pricing Yang Dilakukan Oleh Platform Tiktok Shop Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (3) Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku UMKM Yang Terkena Dampak Adanya dugaan Predatory Pricing oleh Platform Tiktok Shop. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kemudian menganalisisnya dengan menggunakan metode kualitatif. Disamping itu dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode penelitian komparatif terkait perkembangan permasalahan mengenai predatory pricing pada negara lain serta pengambilan kesimpulan dengan logika deduktif. Kesimpulan penelitian ini adalah terjadinya praktik jual rugi yang dilakukan oleh Platform Tiktok Shop dengan harga yang sangat murah. Platform ini juga secara tidak langsung memicu persaingan antar platform. Perlindungan hukum bagi UMKM sangat penting diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 bahwa pentingnya perlindungan hukum bagi UMKM untuk memastikan mereka dapat bersaing secara sehat dan menghindari praktik monopoli, oligopoli, dan monopsoni.

Now a days, Tiktok profitable for consumers as the price that solds is lower than other conventional store. This will cause practical Predatory Pricing and make the conventional store make no profit at all. The main problem is, 1. How the predatory pricing clause in Legal no 5. 1999, 2. How to look the predatory pricing indicatin that apply on Tiktok Shop platform by legal no 5 1999, 3. How the law covered the Local Conventional Store that is caused by predatory pricing by Tiktok shop platform. The Research Method that is used was Analytical Descriptive of Research and using qualitative research method. Beside of the first method, the writer using comparative research method for the expansion problem that is root as Predatory Pricing related in other countries, and the writer will took conclusion that is using Deductive Logic Method. In this Research Method Conclusion was that has been done by Tiktok Shop platform at disadvantage price selling in lower price than it was. Tiktok shop platform indirectly make unfair Market competition . Legal protection by local convention store is needed to be arranged in Legal No. 9 1995. The importance of legal protection for local convention store to provide them support to compete in healthy competition and avoiding oligarchy, monopoly, and monopsoni."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Oktavina
"Tesis ini membahas relasi sosial yang timbul dari desain yang mengacu pada efektifitas organisasi Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) sebagai salah satu pelaksana fungsi hubungan masyarakat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Kerangka teori yang dipakai adalah Teori Etzioni tentang Struktur dan Otoritas, Teori Tindakan Sosial dan Teori Desain organisasi oleh Snyder et al. yang membahas aspek pengelompokan unit kerja, koordinasi, rentang kendali, relasi pelaporan dan standarisasi. Metode yang dipakai adalah metode kualitatif dengan observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara desain organisasi dengan dampak relasi social dan efektifitas organisasi itu sendiri. Ini mengonfirmasi Teori Etzioni tentang Strukur dan Otoritas. Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga diperlukan pengukuran kuantitatif untuk melengkapi temuan-temuan kualitatif tersebut.

This thesis discusses the social relations that arise from the design that refers to the effectiveness of the organization of Data and Information Center (Pusdatin) as one of the implementers of the public relations function of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia (DPD RI). The theoretical framework used is Etzionis Theory of Structure and Authority, Social Action Theory and Organizational Design Theory by Snyder et al. which discusses aspects of grouping of work units, coordination, span of control, reporting relations and standardization. The approach used is qualitative method with observation, in-depth interview and document study. The results showed that there is a close relationship between the design of the organization with the impact of social relations and the effectiveness of the organization itself. This confirms Etzionis Theory of Structure and Authority. This research is qualitative, so quantitative measurement is needed to complement these qualitative findings.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melania Adriani
"Tanah memiliki nilai ekonomi yang senantiasa meningkat disebabkan oleh faktor permintaan atas tanah dari masyarakat semakin tinggi sedangkan ketersediaan akan tanah tetap. Oleh karena itu, ketika terdapat harga tanah yang relatif murah jika dibandingkan dengan harga tanah yang ada di kawasan sekitarnya, hal tersebut akan banyak menarik calon pembeli. Salah satu cara untuk mendapatkan tanah adalah dengan membeli melalui lelang, dimana objek yang dilelang haruslah sesuai dengan deskripsi objek yang akan dibeli oleh pembeli lelang. Namun ada kalanya pembeli lelang tidak memperhatikan secara mendetail objek yang dibelinya, karena yang dipikirkannya hanyalah bagaimana cara memiliki objek tersebut. Persoalan yang terjadi adalah ketika lelang cessie ini dikatakan dapat membeli tanah dan bangunan dengan harga yang murah, padahal yang sebenarnya dibeli oleh pembeli adalah hak tagih. Dengan pembelian hak tagih tersebut, maka jaminan yang ada didalamnya akan ikut beralih tetapi pembeli hanya sebagai pemegang jaminan. Dalam tesis ini akan membahas mengenai status kepemilikan dari objek lelang yang dibeli melalui lelang cessie dan Pejabat Lelang yang berwenang untuk melaksanakannya. Adapun metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif dengan studi kepustakaan dan didukung dengan wawancara kepada narasumber atau informan yang kompeten dalam bidangnya. Hasil dari penelitian ini adalah status kepemilikan dari objek lelang cessie ini, pembeli merupakan pemilik dari hak tagih dan sebagai pemegang dari jaminan tanah dan bangunan yang dibebankan Hak Tanggungan, dan lelang cessie ini termasuk jenis lelang noneksekusi sukarela karena pengalihan hak tagih tidak bersifat eksekutorial dimana kewenangannya dapat diberikan kepada Pejabat Lelang Kelas II.

Land as an asset has significant economic value that increases overtime due to its higher demand than supply. Therefore, when a land is being sold at a lower price than the market prices, it will attract many potential buyers. One of the ways to acquire land as an asset is through auction. However there are times when the auction buyers puts their attention in the wrong place, focusing on how to acquire the land instead of paying attention to the real object itself. Problems arise when cessie auction is labeled as an auction where the buyer can purchase the land as an asset at a lower price. Where in fact the actual object bought by the buyer is only the claim rights. With the purchase of the claim rights, the collateral as written on the agreement will be shifted to the buyer, however buyers are only the collateral holders with no right to own the asset. This thesis will discuss the ownership status of the auctioned object that has been purchased through cessie auction and the auctioneer. The research method used are normative juridical with literature study and supported by interviews with relevant individuals in the field. The result of this research shows that the buyer only owns the claim rights and the holder of land collateral that bears mortgage. Thus this cessie auction is classified as voluntary auction because the claim rights transfer is not considered as executorial where the authorization can be given to the class II auctioneer."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Setiawan
"Ada banyak jenis badan intelijen di Indonesia yang mempunyai tujuan utama untuk mencegah negara dari berbagai ancarnan yang dapat mernbahayakan negara dan bangsa. Mereka hares menyelidiki fenomena ancaman sebelum ancaman tersebut mengancam keamanan nasional. Badan-badan intelijen tersebut adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BATS), Badan Intelijen Kepolisian (BIK), Badan Intelijen Imigrasi (BIM1), Badan intelijen Bea Cukai (BIBC), dan Badan Intelijen Kejaksaan Agung (BIKA). Masing-masing badan intelijen tersebut hams melakukan tugas untuk menjaga keamanan nasional dari berbagai ancaman sesuai dengan fungsinya. Di antara badan-badan intelijen ini, BIN merupakan koordinator bagi semua badan intelijen di Indonesia. Akan tetapi, aktifitas mereka tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan tidak adanya peraturan yang mengatur kewenangan mereka untuk menyelidiki suatu kasus, khususnya orang yang menjadi saksi.
Di satu pihak, badan-badan intelijen tersebut tidak dapat menyelidiki fenomena dari orang yang dituduh sebagai penjahat Dalam melaksanakan penyelidikan, badan-badan tersebut perlu menahan orang tersebut yang dalam hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Sementara penahanan yang dilakukan oleh badan-badan intelijen sangat berbeda dengan kewenangan untuk menahan yang dilakukan oleh polisi. Badan-badan intelijen tersebut perlu menahan seseorang untuk menyelidiki sejauh mans orang tersebut mempunyai hubungan dengan organisasi terorisme. Hal ini berarti bahwa badan-badan intelijen tersebut mencoba untuk menganalisis bahwa orang tersebut mempunyai jaringan komunikasi dengan anggotaangotanya di organisasi terorisme dalarn usaha mencegah orang tersebut dekat dengan jaringan mereka dan menyusun aktifitas teror. Sementara, polisi menahan orang untuk menyelidiki apakan orang tersebut bersalah dan rnengirinmya ke penjara.
Di pihak lain, aktifitas organisasi terorisme terlalu samar karena mereka mempunyai jaringan maya bahwa mereka dapat menyusun setiap ak-tifitasnya secara online. Karena terorisme terrnasuk dalarn kejahatan non-tradisional, adalah sukar untuk mengenaii aktifitas mereka tanpa ada penyelidikan yang teliti. Akan tetapi, penyelidikan yang dibuat oleh Badanbadan Intelijen cenderung dituduh melanggar hak asasi manusia, seperti penahanan, memaksa orang untuk mengaku, mengancam, dan lain-lain upaya untuk mengumpulkan inforrnasi keberadaan organisasi mereka.
Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa peraturan yang menjadi dasar dari aktifitas Badan Intelijen tersebut diperlukan. Selain itu, perlu untuk memperbaiki semua struktur badan intelijen yang kini ada Selama ini, snaktur badan intelijen cenderung menunjukkan kewenangan mereka sendiri. Contoh, Badan Intelijen Kepolisian dan Badan Intelijen Stratejik TNT. Struktur ideal hams tidak berfokus pada sektor yang khusus tetapi harus mencakup seluruh sektor. Lebih lanjut, struktur tersebut harus menunjukkan kewenangan tertinggi dan aktifitas intelijen untuk mengawasi tiap-tiap aktifitas dari semua aktifitas intelijen. Struktur ini harus ada dalam peraturan yang akan dibuat. Di masa mendatang, peraturan ini dapat menjadi perlindungan yuridis untuk aktifitas badan-badan intelijen di Indonesia dalam usaha pemberantasan kejahatan terorisme.

Many kind of intelligent agencies in Indonesia have main goal in prevent state from many kind of threats which can endanger the state and the nations. They should investigate phenomena of threats before it become threats for national safely. The agencies are Badan Intelijen Negara (BIN, State Intelligent Agency), Badan Intelijen Strategis TNT (BALS, Strategic Intelligent Agency Indonesian Armed Forces), Badan Intelijen Kepolisian (BIK, Police Intelligent Agency), Badan Intelijen Irnigrasi (BIMI, Immigration Intelligent Agency), Badan Intelijen Bea Cukai (BIBC, Custom Intelligent Agency), and Badan Intelijen Kejaksaan Agung (BIKA, Supreme Persecutory Intelligent Agency), Each agency should do the task to maintain national safety from many kind of threats according to their functions. Among these agencies, BIN is a coordinator for all intelligent agencies in Indonesia However, their activity could not be accomplished as it should. It is because there is no regulation to manage their authority to investigate the case, especially person who become witness.
In one hand, the agencies could not investigate the phenomena from person who have been alleged a criminal. In doing investigation, the agencies need to arrest those person and it against the human right, of course_ Actually, arresting which done by the intelligent agencies is quite different to arrest done by the police. The agencies need to arrest person to investigate that how far this person has relations to the terrorism organization. It means that the agencies try to analysis that the person has network to communicate to their members in terrorism organization in order to prevent the person close to their network and arrange the activity of terror. Meanwhile, the police arrest person to investigate whether this person is guilty and put them into detention.
On the other hand, the activity of terrorism organization is too vague because they have a virtual network that they can arrange every single activity by online. As terrorism is included in non-traditional crime, it is difficult to identify their activity without any precise investigation. However, the investigation which is made by the Intelligent Agencies tend to be alleged against human rights, such as arresting, pushing someone to confess, threatening, and so on in order to gather information of their existence. There are no regulation for the Intelligent Agencies to develop their authority for gathering information. They need regulation which can give them authority to do what they need to do.
The finding of the observation show that the regulation which become based of the activity of the Intelligent Agencies is needed. Besides that, it is needed to be fix all the structures of the Intelligent Agencies which now available. For long time, the structures of the Intelligent Agencies tended to show their own authority. For example, Police Intelligent Agency and Strategic Intelligent Agency of Indonesian Armed Forces. The ideal structures should be no to focus on specific sector but should cover all sector. Furthermore, the structures should show the highest authority of intelligent activity to control each activity from all the intelligent activity. This structure should be in the regulation that will be made. In the future, this regulation can be a legal protection for the activity of the intelligent agency in Indonesia in order to war against terrorism.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Rizki Asyura
"Seiring dengan berkembangnya zaman serta teknologi maka kehidupan pun ikut berkembang, seperti cara pembayaran yang dulunya hanya dilakukan menggunakan uang kertas, namun sekarang mengalami perkembangan dengan dapat dilakukan menggunakan kartu. Dalam hal melakukan pembayaran menggunakan kartu tersebut, semuanya akan diproses melalui suatu sistem pembayaran. Penyedia jasa sistem pembayaran terpopuler di berbagai negara tentunya merupakan dua perusahan asal Amerika Serikat yaitu Visa dan Mastercard, namun dalam rangka mengikuti persaingan di bidang sistem pembayaran, maka Bank Indonesia selaku bank sentral menciptakan sistem pembayaran khusus di wilayah domestik Indonesia, yakni Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Penerbitan GPN ini dituangkan ke dalam PBI No.19/8/PBI/2017, PBI mengenai GPN ini juga mewajibkan agar seluruh transaksi domestik diproses melalui GPN. Disisi lain harus dilihat bagaimana pewajiban GPN tersebut jika ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha, namun karena penguasaan terhadap transaksi domestik oleh pihak penyelenggara GPN merupakan hasil dari perintah PBI No.19/8/PBI/2017 dalam rangka menjamin kestabilan sistem pembayaran yang merupakan salah satu tugas dari Bank Indonesia, maka hal tersebut dirasa tidaklah melanggar hukum persaingan usaha. Kemudian untuk penyelenggara GPN harus memberikan   yang terbaik dalam melakukan tugasnya, agar segala tujuan dari diterbitkannya program GPN dapat terpenuhi seutuhnya.
Along with the rise of age and technology, life has also evolved such as the method of payment, that use to be done only by using banknotes, but now it can also be done by using cards. In the case of doing a payment using cards, everything will be processed through a payment system. The most popular providers for payment system service in various countries are two companies from the United States of Americia with the name Visa and Mastercard, therefore in order to compete in payment system services, Bank Indonesia as a central bank create a system of its own for domestic use only called as National Payment Gateway (NPG). The issuance of NPG is through PBI No.19/8/PBI/2017, this PBI also requires that all domestic transactions have to be processed through GPN. On the other hand the obligation of processing domestic transaction through NPG have to be reviewed from the perspective of Competition Law. Monopoly of the domestic transactions by the NPG Organizer is the result of orders by PBI No.19/8/PBI/2017, to guarantee the stability of the payment system, which is one of the duties of Bank Indonesia, then it is deemed not to violate competition law. Furthermore the NPG Organizers must provide the best services in carrying out their duties, so that all the objectives of the NPG program can be fully met."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>