Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imelda Goretti,author
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian teh hijau
terhadap stres oksidatif postprandial pasca asupan makanan tinggi lemak pada
individu dewasa muda sehat. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan
desain alokasi acak menyilang tersamar tunggal yang melibatkan 19 orang
subyek, 8 laki-laki dan 11 perempuan, dengan median usia 20 tahun (19–
21tahun). Subyek penelitian diberikan 6 g teh hijau dalam 300 mL air atau air
putih setelah mengonsumsi burger dengan total energi 1066 kkal dan komposisi
lemak 57,71% pada dua kesempatan yang berbeda. Kadar MDA plasma diukur
pada awal dan 2 jam setelah mengonsumsi makanan dan minuman yang
diberikan. Median perubahan kadar MDA plasma pada pemberian teh hijau
adalah 0,04 (-0,19–0,11) dan rerata perubahan kadar MDA plasma pada pemberian
air putih adalah 0,01 ± 0,04. Tidak didapatkan perbedaan bermakna perubahan
kadar MDA plasma 2 jam postprandial antara pemberian teh hijau dibandingkan
dengan pemberian air putih (p=0,296). Pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa konsumsi teh hijau dosis tunggal pasca asupan makanan tinggi lemak tidak
memberikan penurunan stres oksidatif postprandial pada individu dewasa muda
sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the ability of green tea cathecins to
modify postprandial oxidative stress after a high-fat meal in healthy young adults.
This is a randomized, single-blind, placebo-controlled trial which involved 19
subjects, 8 men and 11 women, with median age 20 years (19–21 years) After
consuming a high-fat burger (1066 kcal with 57,71% fat), subjects were given 6 g
green tea in 300 ml water or drinking water on two separate occasions. Blood
samples were collected pre-meal (fasted) and 120 min post meal, and assayed for
plasma malondialdehyde (MDA). Median changes of MDA concentration after
green tea was 0,04 (-0,19–0,11) and mean changes of MDA concentration after
drinking water was 0,01 ± 0,04. There was no significant difference of MDA
concentration changes between green tea and drinking water. The data indicate
that consuming single dose green tea after a high-fat meal could not attenuate
postprandial oxidative stress in healthy young adult."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fitriyani
"Uji klinis paralel alokasi acak tersamar ganda ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kreatin monohidrat sebesar 20 gram/hari selama 7 hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehida (MDA) plasma pasca latihan lari sprint pada atlet laki-laki lari jarak pendek (100 dan 200 meter), usia 18-25 tahun. Sejumlah 20 subyek dipilih dan dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok, 10 subyek kelompok perlakuan (KP) dan 10 subyek kelompok kontrol (KK). Subyek KP mendapat kreatin monohidrat 20 gram/hari + maltodekstrin 50 gram/hari, sedangkan subyek KK mendapat maltodekstrin 50 gram/hari. Data yang diambil meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), massa lemak (ML), massa bebas lemak (MBL), cairan tubuh total (CTT), asupan energi, karbohidrat, protein, kreatin, karotenoid, vitamin C, vitamin E, dan kadar MDA plasma. Pemeriksaan kadar MDA plasma dilakukan sebelum dan setelah periode perlakuan. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney dengan batas kemaknaan 5%.
Analisis lengkap dilakukan pada 20 subyek yaitu 10 subyek KP [usia 18,50 (18,00-19,00 tahun)] dan 10 subyek KK [usia 18,00 (18,00-24,00 tahun)]. Kadar MDA plasma sebelum perlakuan pada KP dan KK adalah 0,32 ± 0,11 μM dan 0,33 ± 0,10 μM (p = 0,95). Kadar MDA plasma setelah perlakuan lebih rendah pada KP dibandingkan KK, yaitu KP 0,32 ± 0,11 μM dan KK 0,34 ± 0,13 μM (p = 0,66). Perbedaan perubahan kadar MDA plasma pada KP 0,00 ± 0,16 μM dan KK 0,01 ± 0,17 μM (p = 0,83). Tidak terdapat perbedaan signifikan perubahan kadar MDA plasma setelah pemberian kreatin monohidrat 20 gram/hari pada KP dibandingkan KK. Penelitian ini belum dapat membuktikan pengaruh pemberian kreatin monohidrat 20 gram/hari selama 7 hari berturut-turut dalam menurunkan kadar MDA plasma pasca latihan lari sprint pada atlet laki-laki lari jarak pendek.

This parallel double-blind randomized clinical trial aims to investigate the effect of 20 gram/day creatine monohydrate supplementation for 7 days on plasma malondialdehyde (MDA) level after sprint running in male short-distance runner (100 and 200 meter) aged 18-25 years. A total of 20 subjects were selected and randomly allocated to one of two groups using block randomization, 10 subjects for treatment group (TG) and 10 subjects for control group (CG). The TG received 20 gram/day creatine monohydrate + maltodextrin 50 gram/day, and the CG received 50 gram/day maltodextrin. Data were collected in this study included age, body mass index (BMI), fat mass (FM), fat free mass (FFM), total body water (TBW), intake of energy, carbohydrate, protein, creatine, carotenoid, vitamin C, vitamin E, and plasma MDA level. Assessment of plasma MDA level was carried out before and after supplementation.
Statistical analyses included independent t-test and Mann-Whitney test with significance level was 5%. Twenty subjects completed this study, 10 subjects in TG [aged 18.50 (18.00-19.00) years] and 10 subjects in CG [aged 18.00 (18.00-24.00) years]. Plasma MDA levels before treatment were 0.32 ± 0.11 μM for TG and 0.33 ± 0.10 μM for CG (p = 0.95), respectively plasma MDA levels after treatment for TG was lower than CG; 0.32 ± 0.11 μM and 0.34 ± 0.13 μM (p = 0.66). The difference of plasma MDA level for TG was 0.00 ± 0.16 μM and CG was 0.01 ± 0.17 μM (p = 0.83). No statistically significant difference was found after 20 gram/day creatine monohydrate supplementation between 2 groups. This study has not proven yet the effect of 20 gram/day creatine monohydrate for 7 days in decreasing plasma MDA level after sprint running in male short-distance runner.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Wijaya
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perubahan kadar
malondialdehida plasma pada perawat dan pegawai administrasi yang telah
bekerja selama 7 jam berturut-turut dan mendapatkan modifikasi makanan berupa
makanan dengan kandungan makronutrien sebesar 65% dari kebutuhan sehari dan
asupan mikronutrien antioksidan (β-karoten, vitamin C, vitamin E, Cu, Zn, dan
Se) sebesar 65% dari AKG/DRI. Penelitian ini merupakan suatu penelitian
potong lintang berulang dengan rentang jangka waktu pemeriksaan pertama
dengan pemeriksaan kedua adalah satu shift kerja (7 jam). Pengambilan data
dilakukan di RSUD Tarakan, Jakarta pada bulan Januari sampai Februari 2013.
Sebanyak 39 orang subyek bersedia ikut serta dalam penelitian ini dan sebanyak
31 orang subyek (15 perawat dan 16 pegawai administrasi) memenuhi kriteria
penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, data
antropometri (berat badan dan tinggi badan), pola asupan makronutrien dan
mikronutrien antioksidan, serta pemeriksaan kadar malondialdehida plasma.
Rerata persentase asupan lemak terhadap energi pada kelompok perawat (37 +
5,79 %) dan kelompok pegawai administrasi (36,57 + 6,72 %) melebihi asupan
lemak total yang dianjurkan. Sebesar 42,86% subyek pada kelompok perawat dan
pegawai administrasi memiliki asupan β-karoten yang kurang berdasarkan DRI,
14,29% subyek pada kelompok perawat dan 35,71% subyek pada kelompok
pegawai administrasi memiliki asupan vitamin C yang kurang berdasarkan AKG.
Sebagian besar subyek pada kedua kelompok memiliki asupan vitamin E, Cu, Zn
dan Se yang kurang dibandingkan AKG/DRI. Terdapat peningkatan bermakna
kadar MDA plasma kelompok perawat setelah bekerja dan mendapatkan asupan
makanan (p = 0,001) tetapi tidak pada kelompok pegawai administrasi (p =
0,063). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata perubahan kadar MDA
plasma sebelum dan setelah bekerja serta mendapatkan asupan makanan pada
kelompok perawat dan pegawai administrasi. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan bermakna kadar MDA plasma setelah
bekerja dan mendapatkan asupan makanan pada kelompok perawat yang
menunjukkan peningkatan kerusakan oksidatif setelah bekerja.

ABSTRACT
The aim of study is to find out the differences of plasma malondialdehyde
concentration in nurses and administrative workers after 7 hours of work and had
meal modifications which contain 65% of total daily needs macronutrient and
65% of AKG/DRI antioxidant (β-carotene, vitamin C, vitamin E, Cu, Zn, and Se).
This is a repeated cross-sectional study. The range from first examination to
second examination is one work shift (7 hours). The data were obtained in
Tarakan District General Hospital, Jakarta from January to February 2013. Out
of 39 people whom signed the consents, 31 people matched the study criteria. The
data taken in this study include demographic characteristic, anthropometric
(weight and height), assessment of macronutrient and antioxidant micronutrient
intake, and plasma malondialdehyde. The mean of percentage fat intake per
energy in nurses group were 37 + 5,79 % and in administrative workers group
were 36,57 + 6,72 %, both of them exceed the recommendation of fat intake. As
much as 42,86% subjects in both group had a low β-carotene intake according to
DRI, 14,29% subjects in nurses group and 35,71% in administrative workers
group had a low vitamin C intake according to AKG. Most subjects in both group
had a low vitamin C, Cu, Zn, and Se intake according to AKG/DRI. There was a
significant increase of plasma MDA concentration after work and meal
modification within nurses group (p = 0,001), but not on administrative workers?
(p = 0,063). There were no significant increases of plasma MDA concentration
after work and meal modification between nurses group and administrative
workers group. The conclusion of this study is there was a significant increase of
plasma MDA concentration after work and had meal modification within nurses
group, which implicates an increase of oxidative damage after work."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumalun, Victor Larry Eduard
"ABSTRAK
Tujuan penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi
beras merah pecah kulit terhadap kadar malondialdehida plasma postprandial
setelah makan makanan tinggi lemak pada individu dewasa sehat. Desain
penelitian ini adalah desain uji klinis, cross over, tersamar tunggal. Penelitian ini
melibatkan 13 subyek: 8 laki-laki dan 5 perempuan, dengan rerata usia 38,3 ± 6,7
tahun. Subyek penelitian diberikan makanan tinggi lemak dalam tiga waktu
makan, yaitu makan pagi, makan siang, dan snack di antara dua waktu makan
tersebut, dan diberikan juga nasi dari beras merah pecah kulit atau nasi dari beras
putih sebagai kontrol. Total lemak yang diberikan sebesar 140 g. Kadar MDA
plasma diukur pada basal, 2 jam, dan 3 jam setelah makan siang. Hasil penelitian
ini menunjukkan kecenderungan terjadinya stres oksidatif postprandial yang lebih
rendah pada kelompok yang diberikan nasi dari beras merah pecah kulit
dibandingkan dengan kelompok yang diberikan nasi dari beras putih pada jam
kedua dan ketiga postprandial walaupun tidak bermakna secara statistika (p >
0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya tendensi konsumsi beras merah pecah
kulit dapat menurunkan stres oksidatif postprandial yang terjadi setelah
mengonsumsi makanan tinggi lemak, pada orang dewasa sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the effect of whole red rice on
postprandial plasma MDA concentrations after a high-fat meal intake in healthy
adults. This is a clinical trial, cross over, single blind design which involved 13
subject, 8 men, and 5 women, with aged was 38,3 ± 6,7 years old. The subjects
were given high fat meal for breakfast, lunch, and snacking between them. For
each breakfast and lunch, the subjects were given rice from whole red rice or
white rice as a control. Totally, the fat contents was 140 g. Blood samples for
plasma MDA were assesed at baseline, 2 hours, and 3 hours after lunch. This
study indicate a tendency in which whole red rice did lower degree of postprandial
oxidative stress than white rice on two or three hours postprandial although no
statistically significant (p > 0,05). The results of this pilot study shows a trend that
intake of whole red rice may decreased postprandial oxidative stress that occur
after intake of high fat meal in healthy adults."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Riyanti Inge Permadhi
"Tujuan : Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin B6, B12 dan asam folat terhadap kadar homosistein plasma pada lansia dalam rangka mengurangi risiko terjadinya aterosklerosis.
Tempat : Panti werdha Santa Anna - Jakarta.
Bahan dan cara : penelitian eksperimental pra dan pasca suplementasi vitamin B6 (10 mg), B12 (400 µg) dan asam folat (1 mg) yang diberikan per oral, sekali sehari selama 6 minggu, terhadap 10 subyek lansia (60 tahun) yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Data yang dikumpulkan meliputi data non nutrisi, data nutrisi, data antropametri, status vitamin B6, kadar vitamin B12 serum dan asam folat serum dan kadar homosistein plasma.
Hasil : Pada pra suplementasi, diketahui prevalensi subyek dengan hiperhomosisteinemia tipe ringan sebesar 70%. Prevalensi defisiensi vitamin B6 (KA ASATE>I,40), 812 (<258 pmol/L) dan asam folat (<15 nmo/L) adalah 30%,30% dan 90%. Prevalensi defisiensi vitamin B6, B12 dan asam folat pada subyek dengan hiperhomosisteinemia adalah 14%, 43% dan 85%. Pada pasca suplementasi didapatkan perbaikan pada seluruh hasil pemeriksaan laboratorium secara bermakna (p<0,05) yaitu penurunan KA ASATE 11,68%, kenaikan kadar vitamin B12 serum 111,75%, kenaikan kadar asam folat serum 139,05% dan penurunan kadar homosistein plasma 36,68%.
Kesimpulan : Suplementasi vitamin B6, B12 dan asam folat terbukti secara efektif dan elision dapat memperbaiki status vitamin dan menurunkan kadar homosistein plasma secara bermakna pada seluruh subyek penelitian.

Objective : To identify the effect of vitamin B6, B12 and folate supplementation to plasma homocysteine concentration of elderly people in respect of minimizing atherosclerosis risks.
Place :Panri werdha Santa Anna - Jakarta.
Materials and Methods :Experimental study of pre and post oral supplementation of vitamin B6 (10 mg), B12 (400 }1g) and folate (1 mg), once a day for 6 weeks continuously applied to 10 elderly subjects NO years) passing through pre-defined inclusion criteria. Relevant information and data was collected through questionnaire, field observation and laboratory measurement which comprise of ages, sex, education, anthropometrics, dietary intake, food frequency amount, food habits, vitamin B6, B12 and folate status and finally plasma homocysteine concentration.
Results :During pre-supplementation, 70% of subjects was classified as moderate hyperhomocysteinemia. Cut off points to define deficiency vitamin status are erytrocyte aspartate aminotransferase activity coefficient (EAST-AC) >1,40 for vitamin B6 , serum vitamin B12 and folate concentrations were <258 pmol/L and <15 nmol/L respectively. The overall prevalence of deficiencies vitamin B6, B12 and folate status were 30%, 30% and 90% respectively. The prevalence of deficiencies vitamin B6, B12 and folate status in hyperhomocysteinemia subjects were 14%, 43% and 85% respectively. During post supplementation, no more vitamins deficiencies subjects was detected. Post supplementation laboratory measurement indicate the following significant improvement (p<0,05) on EAST-AC reduction 11,68%, serum vitamin B12 concentration improvement to 111,75%, serum folate concentration improvement to 139,05% and reduction of plasma homocysteine concentration of 36,68%.
Conclusion :Supplementation of vitamin B6, B12 and folate are effectively and significantly improve both vitamin status and plasma homocysteine concentration level of all subjects."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian minuman karbohidrat berkafein (MKK) lebih baik dibandingkan minuman isotonis (MI) terhadap fase pemulihan setelah berlari 10.000 m, dengan indikator kelelahan (perubahan skor RPE dan kadar asam laktat serum), dan kadar glukosa darah. Selain itu, untuk mengetahui karakteristik dasar dan asupan makanan para atlet. Penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan desain paralel, alokasi acak, tersamar tunggal, dan dilaksanakan di Stadion Madya, Jakarta. Subyek penelitian sebanyak 20 pelari jarak jauh putra dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan (KP, n =10) dan kelompok kontrol (KK, n =10). Selama 4 jam masa pemulihan, KP mendapat MKK dan KK mendapat MI, masing-masing sebanyak 2 L. Tidak ada perbedaan signifikan pada karakteristik dasar, asupan makanan, skor RPE, kadar asam laktat serum, dan kadar glukosa darah antara kedua kelompok. Namun, asupan energi dibandingkan dengan kebutuhan energi total subyek, hanya mencapai 87,8 ± 8,14%. Hal ini menunjukkan perlu edukasi nutrisi secara tepat dan berulang kepada para atlet lari jarak jauh. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pemberian MKK sama baiknya dengan MI dalam menurunkan kelelahan dan meningkatkan resintesis glikogen pada masa pemulihan setelah olahraga.

The aim of this study is to investigate the effect of caffeinated-carbohydrate drink (CCD) in comparing with isotonic drink (ID) in recovery phase after 10.000 meters run, using fatigue indicator (change on the RPE score and lactic acid level), and blood glucose level. In addition, to determine the basic characteristic and food intake of the athletes. Design of this study is randomized, controlled, single-blinded, clinical trial, and implemented at Madya Stadium, Jakarta. Twenty male long distance runners who participated as the subject of this study were divided into 2 groups: (i) experimental group (n =10), and (ii) control group (n =10). During 4 hours recovery period, after 10.000 meters run, experimental group received 2 liters CCD and control group received 2 liters ID. There were no significant differences in the basic characteristic, food intake, RPE score, lactic acid level, and blood glucose level between both groups. However, energy intake in comparing with the total energy requirement of the subject, only reaching 87.8 ± 8.14% . This data showed that we need to continuously provide education or knowledge on the proper nutrition to the long distance runner athletes. As a conclusion, CCD is as good as ID in decreasing fatigue and increasing glycogen resynthesis on recovery phase post-exercise"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Putri Paramitha
"Tinggi badan merupakan salah satu indeks antropometri yang digunakan untuk menilai status gizi. Namun berbagai kondisi seperti kecacatan, kelainan tulang belakang, amputasi kaki, maupun disabilitas lainnya membuat pengukuran tinggi badan aktual tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, adanya metode alternatif yag dapat digunakan sebagai prediktor tinggi badan menjadi penting untuk diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model prediksi tinggi badan pada kelompok usia dewasa muda berdasarkan korelasinya dengan tinggi lutut dan karakteristik individu yang diperkirakan berhubungan dengan tinggi badan, yaitu jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, dan usia puber. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel penelitian sebanyak 75 laki-laki dan 75 perempuan yang merupakan mahasiswa FKM UI dengan kisaran usia 20 ? 40 tahun pada bulan April 2012.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi lutut memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap tinggi badan pada usia dewasa dengan nilai r = 0,921. Demikian pula semua karakteristik individu yang diteliti memiliki hubungan yang signifikan dengan tinggi badan. Sedangkan model prediksinya adalah : Tinggi Badan (cm) = 57,824 + 2,132 (Tinggi Lutut (cm)) ? 3,965 (Jenis Kelamin), dengan koefisien 0 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan. Disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar, cakupan usia yang lebih luas, dan dengan menyertakan variabel etnis agar persamaan yang dibuat menjadi lebih representatif lagi untuk digunakan di Indonesia.

Height is one of the most important anthropometric indexes to determine people?s nutritional status. But in some particular cases, e.g.: impairment, disabilities, spine curving, and amputated leg, the actual height measurement could be impossible to measure. These conditions encouraged the presence of researches aiming to find the alternative methods to predict actual height. The purpose of this study was to find a formula referred to the correlation of height with knee height, sex, birth weight, birth length, and pubertal age in adult population. The design study was cross sectional and total of 75 men and 75 women aged 20 ? 40 years were participated in this study that held on April 2012.
The result of this study shown a very strong correlation between height and knee height of adults (r = 0,921), and the other variables studied in this study also significantly correlated with height. Multiple regression analysis has done and it generated a formula to predict adults? height in this population: Height (cm) = 57,824 + 2,132 (Knee Height (cm)) ? 3,965 (Sex), with 0 as a cofficient for men and 1 is for women. Nevertheless, more further research with more specific variable, and even more participants with wider age range is still needed to complete the result of this study.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Yuliana Kusaeri
"Tujuan: Mengetahui efek pemberian nutrisi enteral dua jam pra sectio caesarea terhadap perubahan kadar hsIL-6 pasca sectio caesarea
Metode: Penelitian ini merupakan uji klik paralel, yang subyek penelitiannya dipilih secara consecutive sampling, yang dibagi menjadi dua kelompok melalui randomisasi blok masing-masing terdiri dari 10 orang subyek. Data karakteristik awal penelitian meliputi usia, indikasi SC, status gizi berdasarkan KMS ibu hamil dan LiLA, asupan energi dan protein pra SC, lama operasi, jumlah perdarahan, dan hsIL-6 prabedah adalah homogen. Untuk melihat perbedaaan perubahan kadar hsIL-6 dilakukan pemeriksaan hsIL-6 setelah 6 jam pasca insisi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t. Batas kemaknaan 5%.
Hasil: Peningkatan rerata dan simpang baku kadar hsIL-6 meningkat pada kedua Kelompok. Peningkatan kadar hsIL-6 ( p <0,05) dan perubahan kadar hsIL-6 lebih besar bermakna pada kelompok kontrol dibandingkan kelompok perlakuan (p <0,05).
Simpulan: Pemberian nutrisi enteral dua jam pra secfio caesarea dapat menekan peningkatan kadar hsIL-6.

Objective: To investigate the effect of enteral nutrition that given two hour before caesarean section on changes hsIL-6 levels after caesarean section.
Methods: The design study was a parallel clinical trial, in which the subject were selected by consecutive sampling, each proup consisted of ten subjects. The subject were divided into two groups using block randomization. Data collected including age, indication of CS, nutritional status based on MUAC and KMS chart in pregnancy, energy and protein intakes, duration of surgery, amount of blood loss during surgery, and hsIL-6 serum preoperative, were matched at baseline. To investigated the changes of hsIL-6 levels, the concentrations to assessed six hours post CS. Statistical analysis was measured by t-test. The significance levcl was 5%.
Results: There was a significant increasc of hsIL-6 levels (p = 0,001) in both groups. The increased and changes of hsIL-6 levels in the control group was significantly higher than in the treatment group. (p<0.05, and p <0,05 respectively).
Conclusion: Enteral nutrition that was given two hour before caesarean section can suppress the increased of hsIL-6 levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32873
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rony Sendjaja
"Tujuan Penelitian : menilai pengaruh konsumsi cairan isotonis yang mengandung glukosa dan elektrolit terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, kelelahan, serta pemulihan pasca berolahraga.
Tempat: Laboratorium Fisologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Latar belakang dan Cara Penelitian : Keseimbangan cairan dan elektrolit penundaan kelelahan, Serta pemulihan pasca berolahraga sudah lama menarik perhalian para ahli. Ganguan dari Salah satu komponen tersebut telah dapat mengakibatkan gangguan fungsi rubuh dan menurunkan kinerja dalam berolahraga. Banyak penelilian telah dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja berolahraga. dan cara yang umum dipakai adalah dengan memberikan cairan isotonik yang mengandung glukosa dan elektrolit. Namun yang masih menjadi permasalahan adalah apakah pemberian cairan isotonik dapat menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, menunda kelelahan. dan mengoptimalkan pemulihan Iebih baik dibandingkan air. Maka dilakukan penelitian pengaruh pemberian cairan isotonik terhadap 11 orang atlet lari jarak menengah atau jauh pria DKI Jakarta dengan desain eksperimen crossover design.
Hasil : pemberian cairan isotonik secara bermakna lebih baik dalam menjaga keseimbangan cairan di mana rata-rata selisih kadar Hb dan Ht sebelum dan setelah aktivitas pada kelompok isotonik (-0,21 kurang lebih 0,69 g/dL dan -0.68 kurang lebih 2,11%) dan (0.26 kurang lebih 0,49 g/dL dan 1,11 kurang lebih 1.34 %) pada kelompok air. Waktu terjadi kelelahan berbeda bermakna antara kelompok isotonik dan air (79,45 kurang lebih 12.52 menit vs 58.72 kurang lebih 10.43 menit), Kadar glukosa darah lebih baik pada kelompok isotonik dibanding air, baik pada saat aktivitas fisik dan pada saat pemulihan. Tidak ditemukan perbedaan brmakna untuk denyut nadi keseimbangan elektrolit (kadar natrium dan kalium), serta kadar laktat pada kedua kelompok.
Kesimpulan : pemberian cairan isotonik selama olahraga dan masa pemulihan dapat menjaga keseimbangan cairan meningkatkan daya tahan dan mempertahankan kadar glukosa aktivitas dan pemulihan lebih baik dari air."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T16235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Novita Dewi
"Prevalensi gizi lebih terus meningkat setiap tahunnya. Gizi lebih memiliki dampak serius bagi perkembangan penyakit tidak menular dan produktifitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran prevalensi gizi lebih dan faktor risiko dominan penyebab gizi lebih pada dewasa usia 20-59 tahun di Pusdiklat Buddhis Maitreyawira Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan desain studi cross-sectional pada 157 responden. Pengambilan data dilakukan pada bulan April-Mei 2015 dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih di lokasi penelitian sebesar 28%.
Dari hasil analisis bivariat diketahui adanya hubungan bermakna antara gizi lebih dengan jenis diet, usia, status pernikahan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, asupan energi dan asupan lemak (p value < 0,05). Walaupun tidak bermakna secara statistik, responden dengan status gizi lebih cenderung memiliki skor kualitas diet yang rendah. Dari hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda, diketahui asupan energi merupakan faktor dominan gizi lebih (OR = 19,743) pada dewasa setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, status pernikahan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, asupan karbohidrat, asupan protein, asupan lemak dan kualitas diet. Perlu dilakukan intervensi kepada pihak terkait di lokasi penelitian untuk mengurangi dan mengatasi kejadian gizi lebih.

Prevalence of overnutrition increased over year. Overnutrition had serious impact to development of non communicable disease and decrease productivity. This purpose of this study was to describe the prevalence of overnutrition and to find which of the risk factor is the dominant factor that is related to overnutrition in adult 20-59 years old at Pusdiklat Buddhis Maitreyawira Jakarta. This study was conducted with cross-sectional study design with 157 respondents. The data were collected during April-May 2015 with purposive sampling method. The results showed that overnutrition prevalence was 28%. Although there was no significant relationship between diet quality and overnutrition, overweight/obese respondent tend to have lower diet quality score than another.
From bivariate analyses, there were significant relationship between overnutrition and vegetarian diet, age, marital status, physical activity, nutritional knowledge, energy intake, and fat intake (p value = 0,05). From multivariate analyses, we found that energy intake as a dominant factor which cause overnutrition in adult (OR = 19,743) after controlled with age, gender, marital status, physical activity, nutritional knowledge, carbohydrate intake, protein intake, fat intake and diet quality. Therefore, intervention to the related side at study location should be done to decrease and overcome overnutrition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>